Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM

BAKTERIOLOGI II
“UJI SENSITIVITAS BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK”

OLEH
Kelas 17c
KELOMPOK I (satu)

NISFA MUSDALIPAH (17 3145 453 100)

INESFA MEGA LESTARI (17 3145 453)

ELSHA NAURY (17 3145 453 118)

SRI MEGA SUARTRAT (17 3145 453 109)

PROGRAM STUDI DIII ANALIS KESEHATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
MEGA REZKY
2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Judul Praktikum

Uji sensitivitas bakteri terhadap antibiotik

B. Tujuan Praktikum

1. Untuk mengetahui teknik uji sentivitas bakteri

2. Untuk melihat efesiensi bahan alami (madu) sebagai antimikroba.

C. Prinsip Percobaan

Menghambat terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona


hambat akan terlihat jernih disekitar cakram kertas yang mengandung zat
antibiotik.
D. Latar Belakang

Antibiotik atau antibiotika merupakan segolongan senyawa alami atau


sintetis yang memiliki kemampuan untuk menekan atau menghentikan proses
biokimiawi didalam suatu organisme, khusunya proses infeksi bakteri.
Definisi lain tentang antibiotik adalah substansi yang mampu menghambat
pertumbuhan serta reproduksi bakteri dan fungi. Penggunaan antibiotika
dikhususkan untuk mengobati penyakit infeksi atau sebagai alat seleksi
terhadap bakteri yang sudah berubah bentuk dan sifat dalam ilmu genetika.

Banyaknya bahan-bahan alami yang mengandung senyawa beserta


enzim didalamnya dapat menghambat bahkan membunuh mikroorganisme itu
sendiri . Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan uji sensitivitas
bakteri terhadap bahan-bahan alami.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Mikroorganisme dapat diperoleh dari lingkungan air, tanah, udara, substrat


yang berupa bahan pangan, tanaman, dan hewan. Jenis mikroorganismenya dapat
berupa bakteri, khamir, kapang, dan sebagainya. populasi dari mikroba yang ada
di lingkungan ini sangatlah beranekaragam sehingga dalam mengisolasi dierlukan
beberapa tahap penanaman sehingga berhasil diperoleh koloni yang tunggal.
Koloni yang tunggal ini kemudian yang akan diperbanyak untuk suatu tujuan
penelitian misalnya untuk mengisolasi DNA mikroba yang dapat mendeteksi
mikroba yang telah resisten terhadap suatu antibiotic (Sumantri, dkk. 2009)

Bakteri merupakan salah satu contoh organisme yang memiliki sel


tipe prokariotik. Bakteri memiliki ukuran (panjang) berkisar antara 0,15 - 15µ.
Struktur sel bakteri terdiri dari bagian luar sebagai penutup sel dan sitoplasma
(Jannah Miftahul, 2015)

Sensitifitas menyatakan bahwa uji sentifitas bakteri merupakan suatu


metode untuk menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan
untuk mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Metode Uji
sensitivitas bakteri adalah metode cara bagaimana mengetahui dan mendapatkan
produk alam yang berpotensi sebagai bahan anti bakteri serta mempunyai
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan bakteri pada
konsentrasi yang rendah. Uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk
menentukan tingkat kerentanan bakteri terhadap zat anti bakteri dan untuk
mengetahui senyawa murni yang memiliki aktivitas anti bakteri. Seorang ilmuan
dari perancis menyatakan bahwa metode difusi agar dari prosedur Kirby-Bauer,
sering digunakan untuk mengetahui sensitivitas bakteri. Prinsip dari metode ini
adalah penghambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme, yaitu zona
hambatan akan terlihat sebagai daerah jernih di sekitar cakram kertas yang
mengandung zat antibakteri. Diameter zona hambatan pertumbuhan bakteri
menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap zat antibakteri. Selanjutnya dikatakan
bahwa semakin lebar diameter zona hambatan yang terbentuk bakteri tersebut
semakin sensitif ( Gaman, dkk. 1992 ).

Pada umumnya metode yang dipergunakan dalam uji sensitivitas bakteri


adalah metode Difusi Agar yaitu dengan cara mengamati daya hambat
pertumbuhan mikroorganisme oleh ekstrak yang diketahui dari daerah di sekitar
kertas cakram (paper disk) yang tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Zona
hambatan pertumbuhan inilah yang menunjukkan sensitivitas bakteri terhadap
bahan anti bakteri (Jawelz, 1995) .

Tujuan dari proses uji sensisitivitas ini adalah untuk mengetahui obat-obat
yang paling cocok (paling poten) untuk kuman penyebab penyakit terutama pada
kasus-kasus penyakit yang kronis dan untuk mengetahui adanya resistensi
terhadap berbagai macam antibiotik. Penyebab kuman resisten terhadap antibiotik
yakni memang kuman tersebut resisten terhadap antibiotik yang diberikan, akibat
pemberian dosis dibawah dosis pengobatan dan akibat penghentian obat sebelum
kuman tersebut betul-betul terbunuh oleh antibiotik (Dwidjoseputro, 1998).

Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri
yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman-kuman
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Para peneliti diseluruh dunia
memperoleh banyak zat lain dengan khasiat antibiotik namun berhubung dengan
adanya sifat toksis bagi manusia, hanya sebagian kecil saja yang dapat digunakan
sebagai obat diantaranya adalah streptomycin vial injeksi, Tetrasiklin kapsul,
Kanamicin kapsul, Erytromicinkapsul, Colistin tablet, Cefadroxil tablet dan
Rifampisin kapsul (Djide, 2003).

Kegiatan antibiotika untuk pertama kalinya ditemukan oleh sarjana Inggris


dr.Alexander Flemming pada tahun 1928 (penisilin). Penemuan ini baru
dikembangkan dan dipergunakan dalam terapi di tahun 1941 oleh dr.Florey
(Oxford) yang kemudian banyak zat lain dengan khasiat antibiotik diisolir oleh
penyelidik-penyelidik di seluruh dunia, akan tetapi berhubung dengan sifat
toksisnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat (Djide, 2003).

Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya


infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan
berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi dapat
ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adakalanya sistem ini perlu
ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan untuk
membasmi mikroba penyebab infeksi padamanusia, harus memiliki sifat toksisitas
selektif. Artinya antibiotik harus bersifat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak
toksik untuk hospes. Toksisitas selektif tergantung kepada struktur yang dimiliki
sel bakteri dan manusia misalnya dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel
manusia, sehingga antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri
mempunyai toksisitas selektif relatif tinggi (Ganiswarna, 1995).

Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik tergantung kepada kemampuan


antibiotik tersebut untuk menembus dinding sel bakteri. Antibiotik lebih banyak
yang efektif bekerja terhadap bakteri Gram positif karena permeabilitas dinding
selnya lebih tinggidibandingkan bakteri Gram negatif. Jadi suatu antibiotik
dikatakan mempunyai spectrum sempit apabila mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Gram positif, sedangkan antibiotik berspektrum luas jika pertumbuhan
bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif dapat dihambat oleh antibiotik
tersebut (Sumadio, dkk. 1994).

Berdasarkan sasaran tindakan antibiotik terhadap mikroba maka antibiotik


dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu antibiotik penghambat sintesis
dinding selmikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin,
sefalosporin, basitrasin,dan vankomisin. Yang kedua yaitu antibiotik penghambat
sintesis protein sel mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah
golongan aminoglikosida, makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasilin.
Yang ketiga yaitu antibiotik penghambat sintesisasam nukleat sel mikroba,
antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dangolongan kuinolon.
Keempat yaitu antibiotik pengganggu fungsi membran sel mikroba, antibiotik
yang termasuk kelompok ini ialah golongan polien. Dan yang kelima yaitu
antibiotik penghambat metabolisme mikroba, antibiotik yang termasuk kelompok
ini ialah sulfonamida, trimetoprin dan asam p-amino salisilat (Ganiswarna, 1995).

Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhambat


pertumbuhannya akibat anti bakteri atau anti mikroba. Zona hambat adalah daerah
untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar antibiotik.
Contohnya: tetracycline, erytromycin, dan streptomycin. Tetracycline merupakan
antibiotik yang memiliki spektrum yang luas sehingga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri secara luas (Pelczar, 1986).

Mekanisme kerja antibiotik antara lain:

1. Antibiotik menghambat sintesis dinding sel mikroba. Ada antibiotik


yang merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis ensimatau
inaktivasi ensim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering
menyebabkan sel lisis. Antibiotik ini meliputi penisilin, sepalosporin,
sikloserin, vankomisin, ristosetin dan basitrasin. Antibiotik ini
menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis
peptidoglikan (Gupte, 1990)

2. Antibiotik mengganggu membran sel mikroba. Dinding sel bakteri


bagian bawah adalah lapisan membran sel lipoprotein yang dapat
disamakan dengan membran sel pada manusia. Membran ini mempunyai
sifat permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya
substansi dari dan ke dalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal
dan ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan
replikasi DNA dan sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang
mengganggu fungsinya akan sangat lethal terhadap sel. Beberapa
antibiotik yang dikenal mempunyai mekanisme kerja mengganggu
membran sel yaitu antibiotik peptida (polimiksin, gramisidin,
sirkulin,tirosidin, valinomisin) dan antibiotik polyene (amphoterisin,
nistatin, filipin) ( Gupte,1990 )

3. Antibiotik menghambat sintesis protein dan asam nukleat mikroba. Sel


mikroba dalam memelihara kelangsungan hidupnya perlu mensintesis
protein yang berlangsung di dalam ribosom bekerja sama dengan mRNA
dan tRNA,gangguan sintesis protein akan berakibat sangat fatal dan
antimikroba dengan mekanisme kerja seperti ini mempunyai daya
antibakteri sangat kuat. Antibiotik kelompok ini meliputi aminoglikosid,
makrolid, linkomisin, tetrasiklin, kloramphenikol, novobiosin, puromisin
(Gupte, 1990).

4. Antibiotik mengganggu metabolisme sel mikroba. Antibiotik dapat


dikatakan sebagai perusak kehidupan, atau dapat disebut juga suatuzat
kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang mempunyai
kemampuan, dalam larutan encer, untuk menghambat pertumbuhan atau
membunuh mikroorganisme lainnya. Macam-macam antibiotik
berdasarkan struktur kimianya:

a. Golongan Aminoglikosida diantaranya adalah amikasin, gentamisin,


kanamisin, neomisin, netilimisin, paromisin, sisomisin, streptomisin,
dan tobramisin.
b. Golongan Beta-Laktam diantaranya golongan karbapenem
(ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin
(sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan
beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin,
amoksisilin). Salah satu contoh dari golongan beta-laktam adalah
golongan sefalosporin dan golongan sefalosporin ini ada hingga
generasi ketigadan seftriakson merupakan generasi ketiga dari
golongan sefalosporin ini. Seftriakson merupakan obat yang umumnya
aktif terhadap kuman gram-positif, tetapi kurang aktif dibandingkan
dengan sefalosporin generasi pertama. Untuk meningitis obat ini
diberikan dua kali sehari sedangkan untuk infeksi lain umumnya
cukup satu kali dalam sehari. Dosis lazim obat ini ialah 1-2 g/hari IM
atau IV dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis. Seftriakson
tersedia dalam bentuk bubuk obat suntik 0,25 gr, 0,5 gr, dan 1 gr.
c. Golongan Glikopeptida diantaranya vankomisin, teikoplanin,
ramoplanin dan dekaplanin.
d. Golongan Poliketida diantaranya makrolida (eritromisin, azitromisin,
klaritromisin, roksitromisin), ketolida (telitromisin), tetrasiklin
(doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).
e. Golongan Polimiksin diantaranya polimiksin dan kolistin.
f. Golongan Kuinolon (fluorokuinolon) diantaranya asam nalidiksat,
siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan
trovafloksasin. Golongan ini dapat digunakan untuk infeksi sistemik.
Mekanisme resistensi melalui plasmid seperti yang banyak terjadi
pada antibiotika lain tidak dijumpai pada golongan kuinolon, tetapi
dapat terjadi dengan mekanisme mutasi pada DNA atau membrane sel
kuman. Golongan flourokuinolon aktif sekali terhadap
enterobacteriaceae ( E.coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus),
Shigella, Salmonella, Vibrio, C. jejuni, B. catarrhalis, H. influenza,
dan N. gonorrhoeae). Golongan kuinolon baru umunya dapat
ditoleransi dengan baik. Efek sampingnya yang terpenting adalah pada
saluran cerna dan susunan saraf pusat. Manifestasi pada saluran cerna
terutama berupa mual dan hilang nafsu makan merupakan efek
samping yang paling sering dijumpai. Efek samping pada susunan
saraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit kepala, vertigo dan
insomnia. Efek samping yang lebih beratseperti reaksi psikotik,
halusinasi, depresi dan kejang jarang terjadi. Penderita berusia lanjut,
khususnya dengan arteriosklerosis atau epilepsi cenderung mengalami
efek samping susunan saraf ini.
g. Golongan Streptogramin diantaranya pristinamycin, virginiamycin,
mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.
h. Golongan oksazolidinon diantaranya linezoid .
i. Golongan sulfonamida diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.
j. Antibiotika lain yang penting adalah kloram fenikol, klindamisin dan
asam fusidat. Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan
organisme yang dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan keefektifannya
dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang
membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik
yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram
positif dan negatif. (Gupte, 1990)

Adapun menurut Waluyo (2008), pemeriksaan kepekaan kuman terhadap


antibiotika dilakukan dengan

a. Cara cakram (Disc Method), menggunakan cakram kertas saring yang


mengandung antibiotika/bahan kimia lain dengan kadar tertentu yang
diletakkan diatas lempeng agar yang ditanami kuman yang akan
diperiksa, kemudian diinkubasi. Apabila tampak adanya zona hambatan
pertumbuhan kuman disekeliling cakram antibiotik, maka kuman yang
diperiksa sensitif terhadap antibiotik tersebut. Cara ini disebut juga cara
difusi agar, yang lazim dilakukan adalah cara Kirby-Bauer.
b. Cara Tabung (Tube Dilution Method), membuat penipisan antibiotic
pada sederetan tabung reaksi yang berisi berbenihan cair. Kedalam
tabung-tabung tersebut dimasukkan kuman yang akan diperiksa dengan
jumlah tertentu dan kemudian dieram. Dengan cara ini akan diketahui
konsentrasi terendah antibiotik yang menghambat pertumbuhan kuman
yang disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimal
Inhibitory Concentration (MIC).
c. Cara penipisan seri agar lempeng. Pada umunya cara ini hamper sam
dengan cara tabung atau penipisan kaldu.
d. Pepton, perbedaannya terletak pada media yang digunakan yaitu pada
cara ini menggunakan media padat. Kelemahan cara ini adalah tidak
dapat digunakan untuk semua jenis bakteri. Untuk beberapa bakteri
tertentu seperti bakteri yang membentuk koloni yang sangat halus
dalam media agar kaldu pepton (contoh : Stereptocoocus) atau bakteri
yang akan menyebar pertumbuhannya dalam media padat (contoh :
Proteus) cara ini tidak dapat digunakan.

Adapun bahan-bahan alami yang bisa menjadi anti mikroba yaitu :

1) Bawang merah memiliki aktivitas antimikroba karena bau dan cita


rasanya yang khas disebabkan oleh volatile yang terkandung didalamnya.
Senyawa volatile yang sangat penting pada bawang merah yaitu sulfur,
termasuk hydrogen sulfide, thiol, disulfide, trisulfida, thiosulfinat, da
eluvise lachry marory factor.
2) Bawang putih memiliki aktivitas anti mikroba karena mengandung
minyak asiri (minyak volatile) kurang dari 0,2% yang terdiri dari 60%
dialil disulfit, 20% dialil trisulfit, 6% alil propil disulfit dan sejumlah kecil
dietil disulfit, dialil polysulfit, allinin, dan allisi.
3) Lengkuas memiliki aktivitas anti mikroba karena mengandung beberapa
minyak asiri, diantaranya kamfer, galagi, galangol, dan cugenol.
4) Jahe memiliki aktivitas anti mikroba karena mengandung sejumlah kecil
minyak volatil dan fixed oil yang mengandung zat resin yang pedas,
mengandung senyawa kurkuminoit, 2,2% enzim protease.
5) Kunyit memiliki aktivitas anti mikroba karena kunyit mengandung 5%
minyak essensial yang terdiri dari turmeron, borneol, sineol, felandren,
kurkumin, dan zingeron, warna kuning terang pada kunyit dihasilkan oleh
pH asam.
6) Kemiri memiliki aktivitas anti mikroba karena mengandung minyak asiri.
7) Lada terbagi atas 2 yaitu lada hitam dan lada putih, keduanya memiliki
aktivitas anti mikroba meski efeknya tidak terlalu kuat karena pada lada
hitam terdapat sekitar 1,5% minyak asiri dan lebih 6% oleoresin,
Sedangkan lada putih mengandung 1,5% minyak essensial dan sekitar 7%
oleoresin.
8) Serai memiliki aktivitas anti mikroba karena terdapat komponen yang
terkandung didalamnya yaitu sitronelal dan geraniol.
9) Ketumbar memiliki aktivitas anti mikroba karena kandunga lemak dalam
biji ketumbar hanya sekitar 1% dari berat biji keseluruhan.
10) Daun salam memiliki efek antimikroba karena daun salam memiliki
komponen kimia : flavonoid, minyak atsiri dan tanin. Ketiga senyawa
tersebut diduga memiliki aktivitas antimikroba dengan cara
mengkoagulasikan protein yang akhirnya dapat mengganggu permeabilitas
membran sel dan menyebabkan inaktivasi fungsi materi genetik bakteri.
11) Daun jeruk nipis memiliki sifat anti mikroba karena Dimana kandungan
kimia yang terdapat pada daun jeruk nipis (Cittrus aurantifolia Swingle)
adalah alkaloid, polisakarida, flavonoid, dan minyak atsiri.
12) Cengkeh Minyak cengkeh merupakan salah satu bahan antibakteri alami
yang jumlahnya melimpah,mudah diperoleh serta dianggap memiliki
kemampuan antibakteri.2 Cengkeh menghasilkan minyak atsiri sekitar 14-
21% dimana komponen utamanya 95% ialah eugenol. (Utami dan desti.
2013)

Madu adalah cairan yang menyerupai sirup, madu lebih kental dan berasa
manis, dihasilkan oleh lebah dan serangga lainnya dari nektar bunga. Jika Tawon
madu sudah berada dalam sarang nektar dikeluarkan dari kantung madu yang
terdapat pada abdomen dan dikunyah dikerjakan bersama tawon lain, jika nektar
sudah halus ditempatkan pada sel, jika sel sudah penuh akan ditutup dan terjadi
fermentasi. (suranto. 2004)

Berbagai mineral yang ada didalam madu yaitu: Vitamin A; Beta Caroten;
Vitamin B Kompleks; Vitamin C, Phospor, Zat besi, Kalsium, Klorida Kalium,
Yodium, Natrium, Tembaga dan Mangan. Selain kandungan tersebut, madu juga
mengandung enzim-enzim penting untuk memperlancar reaksi kimia dari berbagai
metabolisme di dalam tubuh. Protein, asam organik, hormon dan senyawa
antimikroba berkhasiat sebagai antibiotika. (suranto. 2004)
BAB III

METODELOGI PERCOBAAN

A. Alat Dan Bahan


1. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah alat
ukur (penggaris), bunsen, cawan petri, gelas ukur, inkubator, jarum ose,
pinset, rak tabung, tabung reaksi

2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu aquadest steril, blank disc,
disc antibiotik (Bacitracin/B), kapas lidi steril, madu, media MHA
(Mueller Hinton Agar), kapas dan sampel bakteri gram positif coccus
(Staphylococcus spp).

B. Prosedur Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan


2. Diisi tabung reaksi dengan aquadest steril
3. Diambil koloni bakteri (Staphylococcus spp) pada media Natrium Agar
miring menggunakan ose bulat
4. Dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi aquadest steril
5. Dimasukkan kapas lidi steril pada tabung yang berisi aquadest dengan
koloni bakteri, tutup dengan kapas
6. Diencerkan antibiotik alami (madu) dengan volume 10 ml pada
konsentrasi 10% (10%⁄10 𝑋 100 = 1 𝑚𝑙) , 15% (15%⁄10 𝑋 100 = 1,5 𝑚𝑙), 20%
(20%⁄10 𝑋 100 = 2 𝑚𝑙), 25% (25%⁄10 𝑋 100 = 2,5 𝑚𝑙), dan 30%
(30%⁄10 𝑋 100 = 3 𝑚𝑙). Simpan pada masing-masing tabung reaksi sesuai
label
7. Diambil kapas lidi steril yang sudah direndam tadi kemudian diusap
pada media MHA (pastikan semua bagian media terkena koloni)
8. Dimasukkan blank disc pada masing-masing tabung madu yang sudah
diencerkan 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%.
9. Diambil blank disc kemudian ditempelkan pada media MHA yang
sudah diusap menggunakan koloni yang diencerkan
10. Dicelupkan disc antibiotik (Bacitracin/B) pada aquadest kemudian
ditempelkan pada media MHA sebagai kontrol positif
11. Dicelupkan blank disc sebagai kontrol negatif pada aquadest kemudian
di tempelkan pada media MHA sambil ditekan-tekan untuk melekatkan
blank disc.
12. Dibalik media MHA pada cawan petri kemudian diinkubasi selama 24
jam dengan suhu 37oc.
13. Diamati dan diukur luas zona hambat yang dihasilkan
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
Gambar Keterangan

Media 1
kontrol positif zona hambat =
4 mm
kontrol negative tidak ada zona
hambat
Blank disc dengan konsentrasi
10% = 8 mm
Blank disc 15% = 4 mm
Blank disc 20% = 5 mm

Media 2
kontrol positif pada media
kedua = 3 mm
kontrol negative tidak ada zona
hambat
Blank disc 25% = 7 mm
Blank disc 30% =4 mm.
B. Pembahasan

Pada praktikum ini dilakukan uji sensitivas bakteri terhadap antibiotik


alami yaitu madu.

Adapun hal pertama yang dilakukan adalah menyiapkan alat dan


bahan yang akan digunakan kemudian mengambil koloni bakteri pada media
Natrium Agar miring menggunakan ose bulat untuk mengencerkan koloni
pada aquadest steril, kemudian dihomogenkan lalu dimasukkan kapas lidi
steril dan ditutup kapas lalu diamkan selama beberapa saat. Sambil koloni
didiamkan dibuat antibiotik alami dimana masing-masing dengan konsentrasi
10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Dengan menggunakan rumus
konsentrasi/volume x 100 ml . setelah diencerkan kemudian disimpan pada
masing masing tabung sesuai dengan kode masing-masing.

Setelah itu kapas lidi steril yang sudah dihomogenkan pada koloni
yang diencerkan digores pada cawan petri yang berisi media MHA sehingga
seluruh media tertutupi biakan. Setelah digores kemudian ditempelkan
antibiotik (bacitracin/B) yang dibasahi dengan aquadest sambal ditekan-tekan
sebagai kontrol positif, dan blank disc yang ditetesi aquadest sebagai kontrol
negatif. Kontrol positif dan kontrol negatif disini berfungsi untuk
menandakan pengaruh antibiotik atau antimikroba terhadap pertumbuhan
bakteri.

Kemudian pada masing-masing tabung yang berisi madu yang sudah


diencerkan dimasukkan blank disc dan tunggu beberapa saat lalu ambil blank
disc dan ditempelkan pada media MHA sambal ditekan-tekan sesuai dengan
urutannya (10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%). Setelah itu balik cawan petri
dan inkubasi pada inkubator dengan suhu 37oc selama 24 jam. Setelah 24 jam
amati zona hambat pada media dan ukur menggunakan alat pengukur (jangka
sorong/penggaris) ini untuk mengetahui luas zona hambat pada antibiotik.
Adapun hasil yang didapatkan yaitu pada kontrol positif pada media
pertama ditemukan luas zona hambat 4 mm dan kontrol positif pada media
kedua 3 mm, kontrol negatif tidak ada zona hambat, blank disc dengan
konsentrasi 10% 8 mm, blank disc 15% 4 mm, blank disc 20% 5 mm, blank
disc 25% 7 mm, dan blank disc 30% 4 mm.

Dari hasil yang didapatkan dapat disimpulkan bahwa bahan alami


madu resisten terhadap bakteri Staphylococcus spp, begitupun dengan
antibiotic Bacitracin resisten terhadap Staphylococcus spp. Dikatakan resisten
karena diameter zona hambatnya tidak melebihi 15 mm dimana 1-15 mm
(lemah/resisten), 16-20 mm (sedamg/intermediet), dan >20 mm
(kuat/sensitive).

Adapun kandungan dalam madu yang mampu menghambat bakteri


karena enzim-enzim penting untuk memperlancar reaksi kimia dari berbagai
metabolisme didalam tubuh. Protein, asam organik, senyawa antimikroba
berkhasiat sebagai antibiotika, madu dapat bekerja untuk mempengaruhi
langsung sistem pertahanan tubuh (imunitas tubuh).

Hasil yang didapatkan yaitu madu resisten terhadap bakteri


Staphylococcus spp, tetapi tidak dapat disimpulkan bahwa madu bukan
antibiotik yang cocok dengan bakteri Staphylococcus spp karena mungkin
bakteri Staphylococcus spp memang resisten terhadap antibiotik madu dengan
konsentrasi 10%, 15%, 20%, 25%, dan 30%. Tetapi jika konsentrasi
antibiotik madu ditambahkan lebih tinggi lagi bias saja madu sensitive
terhadap bakteri Staphylococcus spp. Atau dapat juga karena biakan
terkontaminasi saat didalam inkubator karena banyaknya media
bakteri/mikroorganisme yang diinkubasi dalam satu inkubator.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa bakteri yang


didapatkan pada sampel swab kulit adalah bakteri Pseudomonas spp.

B. Saran
Sebaiknya dalam melakukan percobaan diperlukan ketelitian agar
tidak terjadi kesalahan serta ada baiknya alat dan bahan yang digunakan harus
benar-benar steril.

DAFTAR PUSTAKA
Djide, M, N. 2003. Mikrobiologi Farmasi. Universitas Hasanuddin. Makassar

Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta

Gaman, dkk. 1992. Ilmu Pangan : Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan
Mikrobiologi. UGM. Yogyakarta

Ganiswarna, S, G. 1995. Farmakologi dan Terapi. Universitas Indonesia. Jakarta

Gupte, Satish. 1990. Mikrobiologi Dasar. Terjemahan E.Suryawidjaja : The Short


Texbook of Medical Microbiology. Bina rupa Aksara. Jakarta

Jannah, Miftahul. 2015. Metode Penelitisn Kuantitatif. UIN Walisongo. Semarang

Jawelz, G, dkk. 1995. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan. EGC. Jakarta

Pelczar, Michael. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia.


Jakarta

Sumadio, dkk. 1994. Biologi dan Farmakologi Antibiotika. Universitas Sumatera


Utara. Medan

Sumantri, Arif. 2009. Kesehatan Lingkungan. Kencana Prenada Media. Jakarta

Suranto, Adji. 2004. Khasiat dan Manfaat Madu Herbal. Agromedia Pustaka.
Jakarta Selatan

Utami dan desti. 2013. The Miracle Of Herbs. Agromedia Pustaka. Jakarta
Selatan

Waluyo, L. 2008. Teknik dan Metode Dasar dalam Mikrobiologi. Universitas


Muhammadiyah Malang Press. Malang

Anda mungkin juga menyukai