Anda di halaman 1dari 52

CKR

(CIDERA KEPALA RINGAN)

A. PENGERTIAN

Cidera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh adanya trauma
(benturan benda atau serpihan tulang) yang menembus atau merobek suatu jaringan otak, oleh
pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan akhirnya oleh efek
percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada kompartemen yang kaku (Price &
Wilson, 1995).
Secara umum cedera kepala dapat diklasifikasikan menurut nilai skala glasgow, sebagai
berikut :

1. Ringan(GCS 13-15)

- Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit

- Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur serebral, hematoma

2. Sedang (GCS 9 – 12)

- Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.

- Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3. Berat (GCS 3 – 8)

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.

· Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

B. ETIOLOGI

1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.


3. Cedera akibat kekerasan

C. PATOFISIOLOGI
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat ringannya konsekuensi
patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang
sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau
karena kena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua
kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa
dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan
dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.
Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial,
dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai
kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera
fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral,
serta kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau
hernia. Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi
dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak
menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan
karena kompresi pada batang otak tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang
otak, atau dua-duanya.

D. MANIFESTASI KLINIK
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

2. Kebungungan

3. Iritabel

4. Pucat

5. Mual dan muntah

6. Pusing kepala

7. Terdapat hematoma

8. Kecemasan

9. Sukar untuk dibangunkan

10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan
telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

E. KOMPLIKASI

1. Hemorrhagie

2. Infeksi

3. Edema

4. Herniasi

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Rotgen Foto

2. CT Scan

3. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)


G. PENATALAKSANAAN

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1.Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran
saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.

2. Pemeriksaan fisiK

3. Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
ataksik)

4. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK

5. Sistem saraf :

a. Kesadaran à GCS.

b. Fungsi saraf kranial à trauma yang mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan
penurunan fungsi saraf kranial.

c. Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu,
anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat kejang.

6. Sistem pencernaan

a. Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks menelan, kemampuan mengunyah,


adanya refleks batuk, mudah tersedak. Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?

b. Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.

c. Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.

d. Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à hemiparesis/plegia, gangguan gerak


volunter, ROM, kekuatan otot.
e. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à disfagia atau afasia akibat
kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.

7. Psikososial à data ini penting untuk mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan
dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan
intrakranial.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.

4. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual dan muntah.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan


intrakranial.

6. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.

C. Intevensi Keperawatan

1. Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan
gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan : Pola nafas dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
• Kaji, apakah ada fraktur cervical dan vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi
dan hati-hati dalam mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
• Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan
pengisapan lendir.
• Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam bernafas.
• Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
• Pemberian oksigen sesuai program.

2. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial.
Tujuan : Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat, kesadaran
tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
• Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena
jugularis.
• Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau
hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri, prosedur
(peningkatan lendir atau suction, perkusi).
• tekanan pada vena leher.
• pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat menyebabkan kompresi pada vena leher).
• Bila akan memiringkan, harus menghindari adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus
bersamaan).
• Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya valsava maneuver.
• Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema atau tekanan intrakranial sesuai program.
• Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi kelebihan cairan karena dapat meningkatkan
edema serebral.
• Monitor intake dan out put.
• Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
• Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.

3. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan : Kebutuhan sehari-hari terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau tidak
menunjukkan penurunan berat badan, tempat tidur bersih, tubuh bersih, tidak ada iritasi pada kulit,
buang air besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi :
• Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, makan – minum, mengenakan pakaian, BAK
dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan kebersihan perseorangan.
• Berikan makanan via parenteral bila ada indikasi.
• Perawatan kateter bila terpasang.
• Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian pelembek tinja untuk memudahkan BAB.

4. Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan perdarahan, mual dan muntah.
Tujuan : Tidak ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai
dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji intake dan out put.
• Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan
out put urine.
• Berikan cairan intra vena sesuai program.

5. Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan


intrakranial.
Tujuan : Klien terbebas dari injuri.
Intervensi :
• Kaji status neurologist : perubahan kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya
refleks, perubahan pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
• Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
• Monitor tanda-tanda vital setiap jam atau sesuai dengan protokol.
• Berikan istirahat antara intervensi atau pengobatan.
• Berikan analgetik sesuai program.

6. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan.


Tujuan : Klien akan merasa nyaman yang ditandai dengan tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda
vital dalam batas normal.
Intervensi :
• Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya,
peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
• Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri.
• Kurangi rangsangan.
• Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
• Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur.
• Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Cedera Kepala Ringan


1 Pengertian
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala tulang tengkorak atau
otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala, (Suriadi
& Yuliani 2001), sedangkan menurut Black & Jacobs, (1993) cedera kepala adalah trauma pada
otak yang diakibatkan kekuatan fisik eksternal yang menyebabkan gangguan kesadaran tanpa
terputusnya kontinuitas otak
2 Klasifikasi
Menurut Mansjoer, (2000) cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme,
keparahan dan morfologi cedera :
a. Berdasarkan mekanisme cedera
1) Trauma tumpul
Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)
Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
2) Trauma tembus
Luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya
b. Berdasarkan keparahan cedera
1) Cedera kepala ringan
a) Skor skala koma Glasgow (GCS) 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)
b) Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya konkusi)
c) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
d) Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
e) Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala
f) Tidak ada kriteria cedera sedang-berat.
2) Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
a) Skor skala koma Glasgow (GCS) 9-14 ( konfusi, letargi, ataustupor)
b) Konkusi
c) Amnesia pasca trauma
d) Muntah
e) Tanda kemungkinan fraktur kranium (mata rabun)
f) Kejang
3) Cedera kepala berat (kelompok resiko berat)
a) Skor skala koma Glasgow (GCS) 3-8 (koma)
b) Penurunan derajat kesadaran secara progresif
c) Tanda neurologi fokal
d) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.

c. Berdasarkan morfologi
1) Fraktur tengkorak
Kranium : linear/ stelatum ; depresi/ nondepresi ; terbuka/ tertutup
Basis : dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinal dengan tanpa kelumpuhan nervus VII
2) Lesi intrakranial
Fokal : epidural, subdural, intracerebral
Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.
3 Anatomi Fisisologi
a. Anatomi kepala
Tengkorak terbagi atas
1) Tengkorak Otak
Tengkorak otak menyelubingi otak dan alat pendengar. Tengkorak otak terdiri dari :
a) Kubah tengkorak
kubah tengkorak yang berbentuk cembung menyelubungi rongga tengkorak dari atas dan dari
sisi. Kubah tengkorak terdiri atas beberapa tulang ceper yang dihubungkan oleh sutura tengkorak.
Dari depan ke belakang terdapat berturut-turut sebuah tulang dahi, sepasang tulang ubun-ubun dan
sebuah tulang belakang kepala. Pada dinding sisi kubah tengkorak terdapat sepasang tulang
pelipis. Tulang dahi, tulang belakang kepala turut pula membentuk dasar tengkorak (lihat gambar
1)
b) Dasar Tengkorak
bagian dasar tengkorak dapat dibedakan 3 bagian, yaitu lekuk tengkorak depan, lekuk
tengkorak tengah dan lekuk tengkorak belakang. Bagian tengah dasar lekuk tengkorak depan
dibentuk oleh tulang lapisan yang mempunyai banyak lubang halus untuk memberi jalan kepada
serabut-serabut saraf penghidu, oleh karena itu bagian tulang lapisan tersebut dinamakan lempeng
ayakan yang merupakan atap bagi rongga hidung.
Lekuk tengkorak tengah terdiri dari atas bagian tengah dan dua bagian sisi, bagian tengah
adalah pelana turki. Dasar lekuk tengkorak belakang letaknya lebih rendah daripada dasar lekuk
tengkorak depan. Lekuk tengkorak belakang letaknya lebih rendah lagi daripada lekuk tengkorak
tengah (lihat gambar 1).
2) Tengkorak Wajah
Tengkorak wajah letaknya di depan dan di bawah tengkorak otak. Lubang-lubang lekuk mata
dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan tulang rahang atas. Dinding belakang lekuk mata juga
dibentuk oleh tulang baji (sayap besar dan kecil). Dinding dalamnya dibentuk oleh tulang langitan,
tulang lapisan dan tulang air mata. Selain oleh toreh lekuk mata atas dan oleh lubang untuk saraf
penglihat maka dinding lekuk mata itu tembus oleh toreh lekuk mata bawah yang terletak antara
tulang baji, tulang pipi dan tulang rawan atas. Toreh itu mangarah ke lekuk wajah pelipis. Tulang
air mata mempunyai sebuah lekuk yang jeluk, yaitu lekuk kelenjar air mata yang disambung ke
arah bawah oleh tetesan air mata yang bermuara di dalam rongga hidung (lihat gambar 1).
b. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan sebagai scalp, yaitu :
1) kulit
2) jaringan penyambung (connective tissue)
3) galae aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan tengkorak.
4) Perikranium.
Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan akibat laserasi
kulit kepala akan mengakibatkan banyak kehilangan darah, (American College of Surgeons 1997)
c. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kalvakrium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar adalah
tempat lobus frontalis, fosa medis adalah tempat lobus temporalis dan fosa posterior adalah ruang
bagi batang otak bawah dan serebelum, (American College of Surgeons 1997)
d. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu dura
meter, arakhnoid dan pia meter. Dura meter adalah selaput keras terdiri atas jaringan ikat fibrosa
yang melekat erat dan tabula interna atau bagian dalam kranium. Di bawah dura meter terdapat
lapisan kedua yang tipis dan tembus pandang di sebut selaput arakhnoid. Lapisan ketiga adalah
pia mater yang melekat pada permukaan kortek serebri, (American College of Surgeons 1997)
e. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Yang disebut sistem saraf pusat di sini adalah otak dan medula spinalis yang tertutup di dalam
tulang dan terbungkus dalam selapu-selaput (meningen) pelindung, serta rongga yang berisi cairan
(lihat gambar 2).
1) Otak dan pembagiannya
Otak secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : serebrum, batang otak, dan
serebelum.
a) Serebrum
Setiap hemisfer dibagi atas empat lobus yaitu : lobus frontalis, parietal, oksipital, temporalis.
Fungsi dari setiap lobus berbeda-beda. Berikut penjelasan dari masing-masing fungsi lobus :
(1) Lobus Frontalis, bagian depan bekerja untuk proses belajar, merancang, psikologi, lobus
frontalis bagian belakang untuk proses motorik termasuk bahasa (lihat gambar 3)
(2) Lobus parietal, bekerja khusus untuk sensorik somatik (misal sensibilitas kulit) dan peran
asosiasinya, beberapa areanya penting bagi proses kognitif dan intelektual (lihat gambar 3).
(3) Lobus Oksipital, merupakan area pengoperasian penglihatan (lihat gambar 3).
(4) Lobus temporalis, merupakan pusat pendengaran dan asosiasinya, beberapa pusat bicara, pusat
memori. Bagian anterior dan basal lobus temporalis penting untuk indra penghidu (lihat gambar
3).
b) Batang Otak
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongata. Masing-masing struktur
mempunyai tanggung jawab yang unik dan fungsi ketiganya sebagai unit untuk menjalankan
saluran impuls yang disampaikan ke serebri dan lajur spinal (lihat gambar 2)
(1) Otak Tengah, merupakan bagian pendek dari batang otak yang letaknya di atas pons. Bagian
ini terdiri dari bagian posterior yaitu tektum yang terdiri dari bagian bagian kolikuli superior dan
kolikuli inferior dan bagian anterior yaitu pedunkulus serebri. kolikuli superior berperan dalam
refleks penglihatan dan koordinasi gerakan penglihatan, sedangkan kolikuli inferior berperan
dalam reflek pendengaran, misalnya menggerakkan kepala ke arah datangnya suara. Pedunkulus
serebri terdiri dari berkas serabut-serabut motorik yang berjalan turundari serebelum.
(2) Pons, terletak diantara otak tengah dan medula oblongata. Pons berupa jembatan serabut-
serabut yang menghubungkan kedua hemisfer serebelum, serta menghubungkan mesensefalon di
sebelah atas dengan medula oblongata bawah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang
penting pada jaras kortikoserebelaris yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.bagian
bawah pons berperan dalam pengaturan saraf kranial trigeminus, abdusen dan fasialis (lihat
gambar 2)
(3) Medula Oblongata, terletak diantara pons dan medula spinalis. Pada medula ini merupakan
pusat refleks yang penting untuk jantung. Vasokonstriktor, pernapasan,bersin,batuk,menelan,
pengeluaran air liur dan muntah.
c) Serebelum
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh durameter yang
menyerupai atap tenda, yaitu tentorium yang menisahkan dari bagian posterior serebrum.
Serebelum terdiri dari bagian tengah, vermis dan dura hemisfer lateral. Serebelum dihubungkan
dengan batang otak oleh tiga berkas serabut yang dinamakan pedunkulus. Pendukulus serebeli
superior berhubungan dengan mesensefalon ; pendukulus serebeli media menghubungkan kedua
hemisfer otak ; sedangkan pendukulus serebeli inferior berisi serabut-serabut traktus spinosere
belaris dorsalis dan berhubungan dengan medula oblongata. Semua aktivitas serebelum berada di
bawah kesadaran. Fungsi utama serebelum adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperluas gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan
keseimbangan dan sikap tubuh.
2) Medula Spinalis
Medula spinalis terletak di dalam kanalis neural dari kolumna vertebra, berjalan ke bawah dan
memenuhi kanalis neural sampai setinggi vertebra lumbalis kedua. Sepasang saraf spinalis berada
diantara pembatas vertebra sepanjang kolumna vertebra. Di bawah ujung tempat medula spinalis
berakhir. Di dalam ujung tempat medula spinalis terletak interneuron, serabut sensori, asenden,
serabut motorik desenden dan badan sel saraf dan dendrit somatik sekunder (volunter) dan motor
neurons otonom utama. Area sentral medula spinalis merupakan massa abu-abu yang mengandung
badan sel saraf dan neuron internunsial (lihat gambar 2)
f. Sistem Saraf Tepi (SST)
Menurut Price & Wilson, (1995) susunan saraf tepi terdiri dari saraf kranial bervariasi, yaitu
sensori motorik dan gabungan dari kedua saraf. Saraf motorik dipersarafi oleh beberapa
percabangan saraf kranial, 12 pasang saraf kranial adalah :
aktorius) : Sifatnya sensorik mensarafi hidung membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari aroma rongga
hidung ke otak.
ptikus) : Sifatnya sensorik, mensarafi bola mata membawa rangsangan penglihatan ke otak
Okulomotorius) : Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital (otot penggerak bola mata) / sebagai
pembuka bola mata.
rochlear) : Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital, sebagai pemutar bola mata
igeminus) : Sifatnya majemuk (sensorik- motorik) bertanggung jawab untuk pengunyah.
bdusen) : Sifatnya motorik, sebagai pemutar bola mata ke arah luar
Fasial) : Sifatnya majemuk (sensorik- motorik), sebagai mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap,
asam, asin dan manis.
(Vestibulokokhlearis) : Sifatnya sensorik, saraf kranial ini mempunyai dua bagian sensoris yaitu auditori dan
vestibular yang berperan sebagai penterjemah.
losofharyngeal) : Berperan dalam menelan dan respons sensori terhadap rasa pahit di lidah.
gus) : Sifatnya majemuk (sensorik- motorik) mensarafi faring, laring dan platum
sesoris) : Sifatnya motorik, saraf ini bekerja sama dengan vagus untuk memberi informasi ke otot laring dan
faring.
Hipoglosal) : Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot lidah.

g. Sistem Saraf Otonom (SSO)


Sistem Saraf Otonom merupakan sistem saraf campuram. Serabut-serabut aferennya
membawa masukan dari organ-organ viseral (menangani pengaturan denyut jantung, diameter
pembuluh darah, pernafasan, percernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan dan sebagainya).
Saraf aferen motorik SSO mempersarafi otot polos, otot jantung dan kelenjar-kelenjar viseral-SSO
terutama menangani pengaturan fungsi viseral dan interaksinya dengan lingkungan dalam.
Sistem Saraf Otonom dibagi menjadi dua bagian : Bagian Pertama adalah Sistem Saraf
Otonom parasimpatis (SSOp) dan Sistem Saraf Otonom simpatis (SSOs), bagian simpatis
meninggalkan sistem saraf pusat dari daerah thorakal dan lumbal (torakolumbal) medula spinalis.
Bagian parasimpatis ke luar otak (melalui komponen-komponen saraf karanial) dan bagian sakral
medula spinalis (kraniosakral).
Fungsi simpatis adalah peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan, serta
menurunkan aktivitas saluran cerna.tujuan utama fungsinya adalah mempersiapkan tubuh agar
siap menghadapi stress atau apa yang dinamakan respon bertempur/ lari.
Fungsi parasimpatis adalah menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernapasan dan
meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan.
Jadi saraf parasimpatis membantu konservasi dan hemostatis fungsi-fungsi tubuh.
Cairan Serebrospinal
Fungsi cairan serebrospinal adalah sebagai penahan getaran, menjaga jaringan SSP yang
sangat halus dari benturan terhadap struktur tulang yang mengelilinginya dan dari cedera mekanik.
Juga berfungsi dalam pertukaran nutrien antara plasma dan kompartemen selular. Cairan
serebrospinal merupakan filtrat plasma yang dikeluarkan oleh kapiler di atap dari keempat
ventrikel otak. Seperti yang telah disebutkan, ini serupa dengan plasma minus plasma protein yang
besar, yang ada di balik aliran darah. Sebagaian besar cairan ini dibentuk dalam ventrikel bagian
lateral, yang terletak pada masing-masing hemisfer serebri. Cairan mengalir dari ventrikel lateral
ini melalui duktus ke dalam ventrikel ketiga diensefalon. Dari ventrikel ketiga cairan mengalir
melalui aquaduktus Sylvius midbrain dan masuk ke ventrikel keempat medula. Kemudian
sebagian dari cairan ini masuk melalui lubang (foramen) di bagian atas dari ventrikel ini dan masuk
ke dalam spasium subarakhnoid (sejumlah kecil berdifusi ke dalam kanalais spinalis). Dalam
spasium subarakhnoid, CSS diserap kembali ke dalam aliran darah pada tempat tertentu yang
disebutpleksus subarakhnoid
Pembentukan dan reabsorbsi CSS diatur oleh tekanan osmotik koloid dan hidrostatik yang
sama yang mengatur perpindahan cairan dan partikel-partikel kecil antara plasma dan
kompartemen cairan interstisial tubuh. Secara singkat direview, kerja dari tekanan ini adalah
sebagai berikut : dua tim yang berlawanan dari tekanan mendorong dan menarik mempengaruhi
gerakan air dan partikel-partikel kecil melalui membran kapiler semipermiabel. Satu tim terdiri
atas tekanan osmotik plasma dan tekanan hidostatik CSS. Ini memudahkan gerakan air dari
kompartemen CSS ke dalam plasma. Gerakan air dari arah yang berlawanan dipengaruhi oleh tim
dari tekanan hidrostatik plasma dan tekanan osmotik CSS. Tim yang berpengaruh bekerja secara
simultan dan kontinu. Dalam ventrikel, aliran CSS menurunkan tekanan hidrostatik CSS. Hal ini
memungkinkan tim bersama mempengaruhi gerakan air dan partikel kecil dari plasma ke ventrikel.
Tekanan hidrostatik darah yang rendah dalam sinus venosus bersebelahan dengan vili
arakhnoid menunjukkan skala untuk gerakan air dan terlarut dari kompartemen CSS kembali ke
dalam aliran darah. Kematian sel-sel yang melapisi kompartemen CSS akan mengeluarkan
protein ke dalam CSS. Ini akan meningkatkan tekanan osmotik CSS dan memperlambat
reabsorbsi (sementara juga mempercepat pembentukan bila kerusakan terjadi di dalam dinding
ventrikel). Peningkatan protein CSS karena hal ini atau penyebab lain dapat merangsang atau
mencetuskan kondisi kelebihan CSS yang disebut hidrosefalus.

Tekanan Intrakranial
Menurut American College of Surgeon, (1997) berbagai proses patologis yang mengenai otak
dapat mengakibatkan kenaikan tekanan intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi
otak yang akhirnya berdampak buruk terhadap kesudahan penderita. Dan tekanan intrakranial yang
tinggi dapat menimbulkan konsekuensi yang mengganggu fungsi otak dan tentunya
mempengaruhi pula kesembuhan penderita. Jadi kenaikan intrakranial tidak hanya merupakan
indikasi adanya masalah serius dalam otak tetapi justru sering merupakan masalah utamanya. TIK
normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mm H2O), TIK lebih tinggi dari 20 mmHg
dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40 mmHg termasuk dalam kenaikan TIK berat. Semakin
tinggi TIK setelah cedera kepala, semakin buruk prognosisnya.
4. Etiologi
Menurut Corwin, (2001) penyebab dari cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas,
perkelahian, jatuh dan cedera olah raga. Cedera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau
pisau.
Kecelakaan ; jatuh, kecelakaan kendaraan motor atau sepeda, dan mobil. Kecelakaan pada
saat olah raga, anak dengan ketergantungan, dan dapat terjadi pada anak yang cedera akibat
kekerasan, (Suriadi & Yuliani 2001).

5. Patofisiologi
Kranium merupakan struktur kuat yang berisi darah,jaringan otak dan jaringan
serebrospinal. Fungsi cerebral tergantung pada adekuatnya nutrisi seperti oksigen, glukosa. Berat
ringannya cedera kepala tergantung pada trauma kranium atau otak. Cedera yang dialami dapat
gegar otak, memar otak atau laserasi, fraktur dan atau hematoma (injury vaskuler, epudural ;
epiduralatau subdural hematoma).
Cedera kepala yang terjadi dapat berupa percepatan (aselerasi) atau perlambatan
(deselerasi). Trauma dapat primer atau sekunder.
Trauma primer adalah trauma yang langsung mengenai kepala saat kejadian. Sedangkan trauma
sekunder merupakan kelanjutan dari trauma primer. Trauma sekunder dapat terjadi meningkatnya
tekanan intrakranial, kerusakan otak, infeksi dan edema cerebral.
Epidural hematoma merupakan injury pada kepala dengan adanya fraktur pada tulang
tengkorak dan terdapat lesi antara tulang tengkorak dan dura. Perdarahan ini dapat meluas hingga
menekan cerebral oleh karena adanya tekanan arteri yang tinggi. Gejalanya akan tampak seperti
kebingungan atau kesadaran delirium, letargi, sukar untuk dibangunkan dan akhirnya bisa koma.
Nadi dan nafas menjadi lambat, pupil dilatasi dan adanya hemiparese.
Subdural hematoma adalah cedera kepala dimana adanya ruptur pembuluh vena dan
perdarahan terjadi antara dura dan serebrum atau antara duramater dan lapisan arakhnoid. Terdapat
dua tipe yaitu subdural hematoma akut dan kronik. Bila akut dapat dikaitkan dengan kontusio atau
laserasi yang berkembang beberapa menit atau jam. Manifestasi tergantung pada besarnya
kerusakan pada otak dan usia anak, dapat berupa kejang, sakit kepala, muntah, meningkatnya
lingkar kepala, iritabel dan perasaan mengantuk.
Cerebral hematoma adalah merupakan perdarahan yang terjadi akibat adanya memar dan
robekan pada cerebral yang akan berdampak pada perubahan vaskularisasi, anoxia dan dilatasi
dan edema. Kemudian proses tersebut akan terjadilah herniasi otak yang mendesak ruang
disekitarnya dan menyebabkan meningkatnya tekanan intrakranial. Dalam jangka waktu 24 – 72
jam akan tampak perubahan status neurologi.
Fraktur yang terjadi pada cedera kepala dapat berupa fraktur linear, farktur depresi, fraktur
basiler, fraktur compound (laserasi kulit dan fraktur tulang). Perubahan oksigenisasi akibat trauma
otak dapat dilihat pada bagan berikut :

Gangguan oksigenisasi

Kekurangan suplay oksigen

Gangguan metabolisme
Edema jaringan otak

Meningkatnya volume dan tekanan intrakranial

Tekanan intrakranial meningkat


Sumber : Suriadi & Yuliani, (2001)

6. Komplikasi
Menurut Mansjoer, (2000) komplikasi yang dapat terjadi pada cedera kepala adalah :
a. Kebocoran cairan serebrospinal dapat disebabkan oleh rusaknyaleptomeningen dan terjadi pada 2
– 6% pasien dengan cedera kepala tertutup.
b. Fistel karotis-kavernosus ditandai oleh trias gejala : eksolelamos,kemosis,dan bruit orbita, dapat
timbul segera atau beberapa hari setelah cedera.
c. Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai hipofisis,
menyebabkan penghentian sekresi hormon antidiuretik
d. Edema pulmonal, komplikasi paru-paru yang serius pada pasien cedera kepala adalah edema paru.
Ini mungkin terutama berasal dari gangguan neurologis atau akibat dari sindrom distres pernapasan
dewasa.
e. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam), dan (minggu pertama) atau lanjut
(setelah satu minggu).

7. Penatalaksanaan Cedera Kepala


Menurut Mansjoer, (2000) penatalaksanaan cedera kepala adalah :
a. Cedera Kepala Ringan
Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan
CT-Scan bila memenuhi kriteria berikut :
1) Hasil pemeriksaan neurologis (terutama status mini mental dan gaya berjalan) dalam batas
normal.
2) Foto servikal jelas normal
3) Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien 24 jam pertama, dengan
instruksi untuk segera kembali kebagian gawat darurat jika timbul gejala yang lebih buruk.
Kriteria perawatan di rumah sakit :
1) Adanya perdarahan intrakranial atau fraktur yang tampak pada CT Scan.
2) Konfusi, agitasi, atau kesadaran menurun
3) Adanya tanda atau gejala neurologis fokal
4) Intoksikasi obat atau alkohol
5) Adanya penyakit medis komorbid yang nyata
6) Tidak adanya orang yang dapat dipercaya untuk mengamati pasien di rumah.

b. Cedera Kepala Sedang


Pasien yang menderita konkusi otak (comotio cerebri), dengan skala GCS 15 (sadar penuh,
orientasi baik dan mengikuti perintah) dan CT Scan normal, tidak perlu dirawat. Pasien ini dapat
dipulangkan untuk observasi di rumah,meskipun terdapat nyeri kepala, mual, muntah, pusing atau
amnesia. Resiko timbulnya lesi intrakranial lanjut yang bermakna pada pasien dengan cedera
kepala sedang adalah minimal.
c. Cedera Kepala Berat
Setelah penilaian awal dan stabilitasi tanda vital,keputusan segera pada pasien ini adalah
apakah terdapat indikasi intervensi bedah saraf segera (hematoma intrakranial yang besar). Jika
ada indikasi, harus segera dikonsultasikan ke bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan
cedera kepala berat sebaiknya perawatan dilakukan di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali
yang dapat dilakukan untuk kerusakan primer akibat cedera kepala, tetapi sebaiknya dapat
mengurangi kerusakan otaksekunder akibat hipoksia, hipertensi, atau tekanan intrakranial yang
meningkat.
Dalam unit rawat intensif dapat dilakukan hal-hal berikut :
1) Penilaian ulang jalan nafas dan ventilasi
2) Monitor tekanan darah
3) Pemasangan alat monitor tekanan intraktranial pada pasien dengan skor GCS < 8, bila
memungkinkan.
4) Penatalaksanaan cairan : hanya larutan isotonis (salin normal dan ringer laktat)
5) Nutrisi
6) Temperatur badan
7) Anti kejang fenitoin 15 – 20 mg/kg BB bolus intravena
8) Steroid deksametason 10 mg intravena setiap 4 – 6 jam selama 48 – 72 jam
9) Antibiotik
10) Pemeriksaan
Dapat menberikan manfaat terhadap kasus yang ragu-ragu. Harus dilakukan pemeriksaan
sinar X tulang kepala, bila bertujuan hanya untuk kepentingan medikolegal.
Menurut American College of Surgeons, (1997), penatalaksanaan pada cedera kepala adalah
:
a. Cedera Kepala Ringan (GCS 14-15)
Semua penderita cedera kepala ringan diperiksa CT-Scan, terutama bila dijumpai adanya
kehilangan kesadaran yang cukup bermakna, amnesia atau sakit kepala hebat.
Kriteria perawatan dirawat di RS adalah :
1) CT-Scan tidak ada
2) Ct-Scan abnormal
3) Semua cedera tembus
4) Riwayat hilang kesadaran
5) Sakit kepala sedang-berat
6) Intoksikasi alkohol/ obat-obatan
7) Fraktur tengkorak
8) Rhinorea – otorea
9) Tidak ada keluarga di rumah
10) Tidak mungkin kembali ke RS segera
11) Amnesia.
Pasien dengan cedera kepala ringan dipulangkan dari RS adalah :
1) Tidak memenuhi kriteria rawat
2) Kontrol ke Rumah Sakit/ dokter bila ada tanda seperti
a) Mengantuk berat atau sulit dibangunkan (penderita harus dibagunkan setiap 2 jam selama
periode tidur)
b) Mual dan muntah
c) Kejang
d) Perdarahan atau keluar cairan dari hidung atau telinga
e) Sakit kepala hebat
f) Kelemahan atau rasa baal pada lengan atau tungkai.
g) Bingung atau perubahan tingkah laku
h) Salah satu pupil mata (bagian mata gelap) lebih besar dari yang lain, gerakan-gerakan aneh
bola mata, melihat dobel atau gangguan penglihatan lain.
i) Denyut nadi yang sangat lambat atau sangat cepat, atau pola nafas yang tidak biasa.
b. Cedera Kelapa Sedang (GCS 9-13)
Pasien cedera kepala sedang biasanya tampak kebingungan/ mengantuk, namun masih
mampu mengikuti perintah-perintah sederhana. Pemeriksaan awal sama dengan untuk cedera
kepala ringan ditambah pemeriksaan sederhana, pemeriksaan CT-Scan Kepala, dirawat untuk
diobservasi, amnesia retrograde adalah kehilangan kesadaran sewaktu kejadian.
Setelah dirawat di Rumah sakit dilakukan pemeriksaan neurologis periodik, pemeriksaan CT-
Scan ulang bila kondisi penderita memburuk, bila penderita tidak mampu melakukan perintah-
perintah lagi segera lakukan pemeriksaan CT-Scan ulang dan penatalaksanaan sesuai protokol
cedera kepala berat. Bial kondisi membaik 90 % , penderita dipulangkan dan kontrol ke poliklinik.
c. Cedera Kepala Berat (GCS 3-8)
Penderita dengan cedera kepala berat tidak mampu melakukan perintah-perintah sederhana
walaupun status kardiopulmonalnya telah di stabilisasi, pemeriksaan dan penatalaksaannya adalah
:

ABCDE
a) Airway
Membebaskan jalan nafas dengan memasang intubasi endotrakheal
b) Breathing
Diberikan ventilasi oksigen 100% sampai diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah
c) Circulation
Hipotensi biasanya disebabkan oleh cedera otak itu sendiri kecuali pada stadium terminal dimana
medulla oblongata sudah mengalami gangguan. Respon buka mata, respon motorik, respon verbal,
reaksi cahaya pupil, reflek okulosefalik, reflek okulovestibuler.
d) Drugs dan Fluids
Pemberian obat-obatan kalau perlu cairan infus sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang yaitu
monitol, steroid, furosemid, balbiturat, anti konvulsan.
e) Elektro Cardio Graphy
CT-Scan semua penderita, Ventrikulografi udara, angiogram.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien Cedera Kepala Ringan


1 Pengkajian
a. Asuhan Keperawatan Cedera Kepala
1) Identitas pasien.
Identitas pasien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa dan tanggal masuk ruangan.
Kesehatan dan pemeriksaan fisik
Menurut Smeltzer & Bare, (2001), riwayat kesehatan yang perlu dikaji/ ditanyakan adalah
kapan cedera terjadi? apa penyebab cedera? Peluru kecepatan tinggi? Objek apa yang terbentur
kepala? Dari mana arah dan kekuatan pukulan? Apakah ada kehilangan kesadaran? Durasi periode
tidak sadar? Dapatkah pasien dibangunkan? Riwayat tidak sadar atau amnesia terhadap cedera
kepala menunjukkan derajat kerusakan otak yang berarti, dimana perubahan selanjutnya dapat
menunjukkan terjadi pemulihan kerusakan otak sekunder.
Menurut Engram.B,(1999), riwayat kesehatan yang perlu dilakukan adalah pengkajian
neurologis cepat amati kepala dan belakang kepala bila terjadi luka atau edema. Periksa hidung
dan telinga kalau memungkinkan ada darah atau cairan bening yang keluar. Bila ada gunakan
kertas deabetik untuk memeriksa ada tidaknya cairan serebrospinal (CSS). Bila tes glukosa positif
menunjukkan adanya CSS, bila pasien sadar dan orientasinya penuh, kaji respon klien terhadap
kondisi dan pemahamannya tentang kondisi serta rencana penanganan.
Menurut Suriadi & Yuliani, (2001), pada saat melakukan pengkajian riwayat kesehatan perlu
diperhatikan hal penting, saat kejadian, tempat, bagaimana posisi saat kejadian, serangan, lamanya,
faktor pencetus adanya fraktur dan status kesadaran. Status neurologis yang perlu dikaji perubahan
kesadaran, pusing kepala, vertigo, menurunnya refleks, malaise, kejang, iritabel, kegelisahan atau
agitasi. Pupil yang diperiksa adalah ukuran, refleks terhadap cahaya, hemiparesis, letargi dan
koma, mual muntah, kesukaran bernafas atau sesak, napas lambat, hipotensi , bradikardi.
3). Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang kesimbangan
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah
dalam kesimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot, otot palstik.
Penurunan kekuatan, ketahanan, keterbatasan rentang gerak pada area yang sakit
Gangguan massa otot, perubahan tonus.

4) Sirkulasi
Gejala : Hipotensi (syok)
Penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera, vaokontriksi perifer umum dengan
kehilangan nadi, kulit putih dan dingin.
Takikardi (syok/ ansietas/ nyeri)
Disritmia (syok) pembentukan edema jaringan
Tanda : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (bradikardi,
takikardi yang diselingi dengan bradikardi, disritmia).
5) Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif. Menangis,
ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
6) Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gangguan fungsi
Tanda : Pengeluaran urine menurun atau tak ada selama fase darurat.
Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam sirkulasi.
Penurunan bising usus/ tak ada
7) Makanan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera
Tanda : Gangguan menelan, (batuk, air liur keluar, disfagia)
Edema jaringan umum
Anoreksia, mual/muntah
8) Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
pendengaran, bingung, baal pada ekstremitas.
Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya yangdiplopia, kehilangan sebagian lapang
pandang, fotofobia, gangguan pengecapan dan penciuman. Kesemutan.
Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma
Perubahan status mental orientasi kewaspadaan, perhatian, konsentrasi pemecahan masalah,
perubahan pupil (respons terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata, ketidakmampuan
mengikuti kehilangan pengindraan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran.
Wajah tidak simetris
Gangguan lemah tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese
quadreplegia, postur (dekortikasi desebrasi). Kejang sangat sensitive terhadap sentuhan dan
gerakan kehilangan sensasi sebagai posisi tubuh.
Perubahan orientasi, efek perilaku. Penurunan refleks tendon dalam pada cedera extremitas.
9) Nyeri/ ketidaknyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respons menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa
beristirahat, merintih.
10) Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : fraktur/ dislokasi
Gangguan penglihatan
Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna.
Tanda battle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase)
dari telinga/ hidung serebrospinal (CSS).
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang kekuatan secara umum mengalami paralisis.
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
11) Interaksi Sosial.
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartia, anomia.
12) Pernapasan
Gejala : Serak, batuk, mengi, partikel karbon dalam sputum, ketidakmampuan menelan sekresi
oral, sianosis, indikasi cedera inhalasi.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif. Menangis,
ketergantungan, menyangkal, menarik diri, marah.
b. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Tucker, et al (1998), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan
diagnosa adalah :
1) pemeriksaan sinar X tulang tengkorak
2) pemeriksaan sinar X servikal
3) CT Scan
4) MRI (Magnetic Reaconance Imaging)
5) Punksi lumbal, pengambilan contoh CSS
6) Pneumoensefalogram

7) Sistogram
8) GDA (Gas Darah Arteri)
9) EEG (Elektro Ensefalo Grafi)
10) EKG (Elektro Kardio Grafi)
Menurut Doenges, (1999), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan media
adalah :
1) CT Scan
2) MRI (Magnetic Reaconance Imaging)
3) Angiografi
4) BAER (Brain Auditory Evoked Respons)
5) PET (Posttarn Emission Tomography)
6) GDA (Gas Darah Arteri)
2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Doenges, (1999), diagnosa yang muncul pada cedera kepala adalah :
a. Perubahan perfusi jaringan cerebral
Pengertian : Suatu keadaaan dimana seseorang individu mengalami penurunan suplai nutrisi dan
oksigen pada tingkat seluler oleh karena penurunan suplai darah arteri, (Carpenito 2000).
Berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh (hemoragi, hematoma).

Batasan Karakteristik, (Doenges 1999).


Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik atau sensorik,
gelisah, perubahan tanda vital.
b. Pola nafas tidak efektif
Pengertian : Keadaan di mana seorang individu mengalami kehilangan ventilasi yang actual atau
potensial yang berhubungan dengan perubahan pola pernafasan, (Carpenito 2000).
Berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
Batasan Karakteristik, (Carpenito 2000).
1) Mayor (harus didapat)
Perubahan dalam frekuensi atau pola pernafasan (dari nilai dasar)
Perubahan pada nadi (frekuensi, irama, kualitas)
2) Minor (mungkin didapat)
Orthopnoe, takipnoe, hiperpnoe, hiperventilasi, pernafasan disritmia, pernafasan sukar/ berhati-
hati
c. Perubahan persepsi sensori
Pengertian : Keadaan di mana individu / kelompok mengalami atau beresiko mangalami suatu
perubahan dalam jumlah, pola, atau interprestasi stimulasi yang dating, (Carpenito 2000).
Berhubungan dengan trauma atau defisit neurologis.

Batasan Karakteristik, (Carpenito 2000).


1) Mayor (harus didapat)
Tidak akuratnya interprestasi stimulasi lingkungan dan /daya perubahan negative dalam jumlah
atau pola yang datang
2) Minor (mungkin didapat)
a) Disorientasi mengenai waktu dan tempat
b) Disorientasi mengenai orang
c) Perubahan kemampuan memecahkan masalah
d) Perubahan perilaku atau pola komunikasi
e) Kegelisahan
f) Melaporkan adanya halusinasi dengar atau halusinasi lihat
g) Ketakutan
h) Ansietas
i) Apatis
j) Peka rangsang
d. Perubahan proses pikir
Pengertian : Keadaan di mana individu mengalami suatu gangguan dalam aktivitas mental seperti
berpikir sadar, orientasi realitas, pemecahan masalah, penilaian dan pemahaman yang
berhubungan dengan koping, (Carpenito 2000).
Berhubungan dengan perubahan fisologis.

Batasan Karakteristik, (Carpenito 2000).


1) Mayor (harus didapat)
Tidak akuratnya intervensi tentang stimulus, internal dan atau eksternal.
3) Minor (mungkin ada)
Kurang kognitif termasuk defisit memori, kecurigaan, delusi, fobia, obesitas,pengalihan,
kurangnya persetujuan validasi, kebingunagan/ disorientasi, prilaku ritualistik, impulsivitas,
perilaku sisoal yang tidak tepat.
e. Kerusakan mobilitas fisik
Pengertian : Keadaan di mana seorang individu dengan keterbatasan penggunaan lengan atau
tungkai atau keterbatasan kekuatan otot, (Carpenito 2000).
Berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.
Batasan Karakteristik, (Carpenito 2000).
1) Mayor (harus didapat)
Penurunan kemampuan untuk bergerak dengan sengaja dalam lingkungan (misalnya mobilitas di
tempat tidur, berpindah, ambulasi, keterbatasan rentang gerak)
2) Minor (mungkin didapat)
a) Pembatasan pergerakan yang dipaksakan
b) Enggan untuk bergerak

f. Resiko tinggi infeksi


Pengertian : Keadaan di mana seorang individu beresiko terserang oleh agen patogenik atau
potunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal. Sumber-
sumber endogen atau eksogen, (Carpenito 2000).
Berhubungan dengan jaringan trauma.
g. Defisit perawatan diri
Pengertian : suatu keadaan di mana individu mengalami kerusakan fungsi motorik atau fungsi
kognitif, yang menyebabkan penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri,
(Carpenito 2000).
Berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi fisik.
Batasan Karakteristik, (Carpenito 2000).
1) Mayor (harus didapat)
Kurangnya kemampuan untuk makan sendiri
Kurangnya kemampuan untuk mandi sendiri.
3 Perencanaan
Menurut Doenges, (1999), perencanaan asuhan keperawatan yang muncul pada cedera
kepala adalah :
a. Diagnosa I : Perubahan perfusi jaringancerebral berhubungan dengan penghentian aliran darah
oleh (hemoragi, hematoma).

Tujuan :
1) mempertahankan tingkat kesadaran/perbaikan kognisi dan fungsi motorik/ sensorik.
2) Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Rencana Keperawatan :
1) Pantau/ catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya
GCS)
Rasional :
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran adan potensi peningkatan TIK dan
bermanfaaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan susunan saraf
pusat (SSP).
2) Pantau tekanan darah
Rasional :
Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi
tekanan darah sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi cerebral
lokal atau menyebar (menyeluruh)
3) Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan dan reaksinya
terhadap cahaya.

4) Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur, ganda lapang pandang
menyempit dan ke dalam persepsi.
Rasional :
Gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak,mempunyai
konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi pilihan intervensi.
5) Pertahankan kepala/ leher pada posisi tengah atau pada posisi netral. Sokong dengan gulungan
handuk kecil atau bantal kecil
Rasional :
Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah
vena,yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
6) Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku yang tidak
sesuai lainnya
Rasional :
Petunjuk non verbal mengidentifikasi adanya peningkatan TIK atau menandakan adanya nyeri
ketika pasien yang tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.
7) Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh BUN, protein serum dan albumin.
Rasional :
Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan menunjukkan kebutuhan intervensi/ perubahan program
terapi.
b. Diagnosa II : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
Tujuan :
Mempertahankan pola pernafasan normal/ efektif, bebas sianosis, dengan AGD dalam batas
normal.
Intervensi :
1) Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan, catat ketidakteraturan pernafasan.
Rasional :
Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau
menandakan lokasi/ luasnya keterlibatan otak. Pernafasan lambat, periode apnoe dapat
menandakan perlunya ventilasi mekanis.
2) Catat kompetensi refleks vagal/ menelan dan kemampuan pasien untuk melindungi jalan nafas
sendiri.
Rasional :
Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi penting untuk pemeliharaan jalan nafas.
3) Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
Rasional :
Untuk memudahkan ekspansi paru/ ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungknan lidah
jatuh yang menyumbat jalan nafas.
4) Lakukan pengisapan lendir dengan ekstra hati-hati selama 10 – 15 detik, catat sifat, warna dan
kekeruhan dari sekret.
Rasional :
Persiapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat
membersihkan jalan nafasnya sendiri.
5) Kolaborasi rontgen thoraks ulang.
Rasional :
Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-tanda komplikasi yang berkembang.
c. Diagnosa III : Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan trauma atau defisit neurologis.
Tujuan :
Mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi.
Intervensi :
1) Kaji respons sensori terhadap raba/ sentuhan, panas/ dingin, benda tajam/ tumpul dan catat
perubahan yang terjadi.
Rasional :
Informasi yang dapat dari pengkajian sangat penting untuk mengetahui tingkat kegawatan dan
kerusakan otak.

2) Observasi respon perilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, afektif yang tidak sesuai, agitasi,
halusinasi.
Rasional :
Respon individu mungkin berubah-ubah namun umumnya setiap emosi yang labil, frustasi, apatis
dan muncul tingkah laku impulsif selama proses penyembuhan dari trauma kepala.
3) Bicara dengan suara yang lembut dan pelan.
Rasional :
Pasien mungkin mengalami keterbatasaan perhatian/ pemahaman selama fase akut dan
penyembuhan dan tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan komunikasi.
4) Berikan keamanan pasien dengan pengamanan sisi tempat tidur, bentuk latihan jalan dan
lindungi cedera kepala.
Rasional :
Gangguan persepsi sensori dan buruknya kesimbangan dapat meningkatkan resiko pada pasien.
d. Diagnosa IV : Perubahan proses pikir berhubungan dengan perubahan fisiologis.
Tujuan :
Mempertahankan/ melakukan kembali orientasi mental dan realita biasanya.

Intervensi :
1) Kaji rentang perhatian, kebingunagn dan catat tingkah laku ansietas pasien.
Rasional :
Rentang/ perhatian untuk berkonsentrasi mungkin memendek secara tajam yang menyebabkan
potensi terhadap terjadinya ansietas mempengaruhi proses pikir pasien.
2) Usahakan untuk menghadirkan realitas secara konsisten dan jelas, hindari pikiran-pikiran yang
tidak masuk akal.
Rasional :
Pasien mungkin tidak menyadari adanya trauma secara total (amnesia) dari perluasan trauma dan
karena itu pasien perlu dihadapkan pada kenyataan terhadap terjadinya trauma pada dirinya.
3) Jelaskan pentingnya melakukan pemeriksaan neurologis secara berulang dan teratur.
Rasional :
Pemahaman bahwa pengkajian dilakukan secara teratus untuk mencegah/ membatasi komplikasi
yang mungkin terjadi dan tidak menimbulkan suatu hal yang serius pada pasien dapat membantu
menurunkan ansietas.
4) Pertahankan harapan realitas dari kemampuan pasien untuk mengontrol tingkah lakunya sendiri,
memahami dan mengingat informasi yang ada.
Rasional :
Mempertahankan harapan dari kemampuan untuk meningkatkan dan melanjutkan sampai pada
tingkat fungsi lebih tinggi untuk mempertahankan harapan dan meningkatkan aktivitas rehabilitas
kontinu.
5) Kurangi stimulus yang merangsang kritik yang negatif, argumentasi.
Rasional :
Menurunkan resiko terjadinya respon pertengkaran dan penolakan.
e. Diagnosa V : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi/ kognitif.
Tujuan :
Mempertahankan kekuatan dan fungsi bagan tubuh yang sakit.
Intervensi :
1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi.
Rasional :
Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi
yang akan dilakukan.
2) Kaji derajat immobilisasi pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4).
Rasional :
Pasien mampu mandiri (nilai 0), memerlukan bantuan/ peralatan yang minimal (nilai 1),
memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan/pengajaran (niali 2), memerlukan
bantuan/peralatan yang terus-menerus dan alat khusus (nilai 3), tergantung secara total pada
pemberi asuhan (nilai 4). Seseorang dalam semua kategori dengan nilai 2-4 mempunyai resiko
yang terbesar untuk terjadinya bahaya tersebut dihubungkan dengan immobilisasi.
3) Letakkan pasien pada posisi tertentu untuk menghindari kerusakan karena tekanan.
Rasional :
Perubahan posisi yang teratur menyebabklan penyebaran terhadap gerak badan dan meningkatkan
sirkulasi pada seluruh bagian tubuh.
4) Sokong kepala dan badan, tangan dan lengan, kaki dan paha ketika pasien berada dalam kursi
roda.
Rasional :
Mempertahankan kenyamanan, keamanan dan postur tubuh yang normal dan mencegah/
menurunkan resiko kerusakan kulit di daerah kogsigis.

5) Berikan/ bantu latihan rentang gerak.


Rasional :
Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/ posisi normal extremitas dan menurunkan
terjadinya vena yang statis.
f. Diagnosa VI : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma.
Tujuan :
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1) Berikan perawatan aseptik dan antiseptik. Pertahankan teknik cuci tangan yang baik.
Rasional :
Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.
2) Pantau suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam menggigil, diaforesis, dan perubahan
fungsi mental
Rasional :
Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi atau
tindakan segera.

3) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka garis jahitan daerah alat yang
dipasang invasi (terpasang infus dan sebagainya)
Rasional :
Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan
pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
4) Berikan perawatan perineal.
Rasional :
Menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri/ infeksi yang merambah naik.
5) Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional :
Therapy profilaktik dapat digunakan untuk pasien mengalami trauma (perlukaan), kebocoran CSS
atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.
g. Diagnosa VII : defisit keperawatan diri berhubungan dengan keterbatasan imobilisasi fisik.
Tujuan :
Tujuan keperawatan diri terpenuhi.

Intervensi :
1) Kaji derajat ketidakmampuan klien dalam hal perawatan diri
Rasional :
Mengetahui sejauh mana keterbatasan kemampuan individual.
2) Berikan bantuan dengan aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional :
Memenuhi kebutuhan akan perawatan diri.
3) Anjurkan kepada keluarga untuk membantu memenuhi aktivitas perawatan diri yang diperlukan
klien
Rasional :
Membantu memenuhi kegiatan aktivitas perawatan diri klien.
4) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Pasien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun
bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi adalah sangat penting bagi pasien
untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan
meningkatkan pemulihan.
5) Berikan umpan balik yang positif untuk semua usaha yang dilakukan atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri, meningkatkan kemandirian dan mendorong
pasien untuk berusaha secara kontinu.
Menurut Suriadi & Yuliani, (2001), diagnosa yang muncul pada cedera kepala adalah :
a. Resiko tidak bersihnya jalan nafas dan tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan gagal
nafas.
Intervensi: kaji ABC, pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji adanya sekret, kaji status
pernafasan (kedalaman), berikan oksigen sesuai program, kaji tanda-tanda vital.
b. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan edema. cerebral dan peningkatan
tekanan intra kranial.
Intervensi: tinggikan posisi kepala 15-30 derajat, hindari hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan
intrakranial seperti membalikkan posisi dari samping ke samping, monitor status neurologi, tingkat
kesadaran dan refleks.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
Intervensi: bantu dalam memenuhi kebutuhan aktivitas, berikan makanan via parentral sesuai
indikasi, libatkan keluarga dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
d. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual-muntah.
Intervensi: kaji intake dan output, kaji tanda-tanda dehidrasi (turgor kulit, membran mukosa),
berikan cairan intravena sesuai program.
e. Resiko injury berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan
intrakranial.
Intervensi: kaji status neurologis, perubahan kesadaran, refleks pupil, kaji tingkat kesadaran
dengan GCS, monitor tanda-tanda vital, berikan analgetik sesuai program.
f. Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Intervensi: kaji skala nyeri, mengatur posisi yang nyaman menurut klien, pemberian obat
analgetik, lakukan distraksi dan relaksasi.
g. Resiko integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
Intervensi: pertahankan posisi yang sesuai, rubah posisi tiap 2 jam sekali, kaji area kulit adanya
lecet, lakukan latihan pergerakan (ROM).
ASUHAN KEPERAWATAN CKR(CIDERA KEPALA RINGAN)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. E
DENGAN CEDERA KEPALA RINGAN ( C K R )
DI RUANG CAMAR RSUD BANJARBARU

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Pendidikan :
Pekerjaan : petani
Suku/ bangsa : banjar/indonesia
Agama : Islam
Status marietal : kawin
Bahasa yang digunakan : banjar
Alamat : jl. Indra sari RT. 2 Martapura
Diagnosis medis : Cedera kepala ringan
Tanggal MRS : 14 agustus 2006
Tanggal pengkajian : 14 agustus 2006
B. RIWAYAT PENYAKIT
1. keluhan utama
Saat masuk ruma sakit klioen mengeluh pusing, mual, muntah,.saat pengkajian klien hanya mengeluh
pusing
2. riwayat penyakit sekarang
Jam 8 malam klien kecelakaan ditabrak sepeda motor saat menyebrang. Ditabrak dari samping, terguling
kepala terbentur aspal, klien mengalami muntah 2 kali, tapi klien tidak pingsan.
3. riwayat penyakit dahulu
Keluarga klien mengataan klien pernah mengalami jatuh ringan dan luka lecet.
4. riwayat penyakit keluarga
keluarga klien tidak pernah mengalami kejadian tang dialami klien.
C. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK
1. keadaan umum
klien terlihat lemah, kesadaran compos mentis.
Glasgow Coma Scale : 4 – 5 – 6
- Eye : 4 (membuka mata spontan)
- Verbal : 5 (orientasi baik)
- Motorik : 6 (mengikuti perintah)

2. tanda-tanda vital
suhu : 36,3 C
tekanan darah : 120/80 mmHg
nadi : 100 x/mnt
respirasi : 24 x/mnt
3. kepala dan leher
bentu kepala simetris, tidak terdapat oedema di wajah, tidak ada ketombe, tidak ada kotoran pada kulit
kepala, pertumbuhan rambut merata, nyri tekan pada bagian oksipital. Dan 6 jhitan dibagian kepala,
keadan rambut bergelombang, warna rambut putih (uban). Leher tidak terdapat benjolan, tidak terdapat
lesi, tidak terdapat nyeri tekan.

4. mata (sistem penglihatan)


Fungsi penglihatan menurun karena faktor umur. Tetapi klien tidak memakai alat bantu penglihatan .
Korena keruh, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
5. kulit
turgor kulit cepat kembali, kulit bersih dan teraba agak kasar. Terdapat luka lecet pada ekstremitas atas
di daerah tangan bagian atas dan bahu, hematom pada sisi kiri. Pada ekstremitas bawah terdapat luka
lecet.
6. hidung
bentuk hidung simetris, fungsi penciuman baik, tidak ada peradangan dan tidak ada polip.
7. telinga
bentuk daun telinga simetris, letak telinga pada kedua sisi simetris, tidak ada peradangan, fungsi
pendengaran menurun, serum,en ada, tidak ada cairan yang keluar dari telinga.
8. mulut dan kemampuan bicara
bibir tampak kering, giogi klien kurang bersih/ tidak lengkap, ada caries gigi, tidak ada gusi berdarah,
tidak ada tonsil, lidah terlihat agak kotor, fungsi pengecapan baik, warna mukosa mulut merah muda,
tidak ada stomatitis.
9. dada dan pernafasan
bentuk dad simetris, ada pergerakan dinding dada, adanya arama pernapasan, tidak ada nyeri tekan
pada dfaerah dada, ada bunyi jantung normal.
10. abdomen
bentuk abdomen simetris, tidak ada nyei tekan, tidak ada peningkatan peristaltik usus.
11. genetalia dan sistem penglihatan
tidak ada radang pada genetalia, tidak ada lesi.
12. ekstremitas atas dan bawah
terdapat/ ada pembatasan pada pergerakan, ada terdapat luka pada siku ekstremitas atas kanan,
hematom pada siku ekstremitas kiri.

D. KEBUTUHAN FISIK, PSIKOLOGIS, SOSIAL, DAN SPIRITUAL


A. aktifitas dan istirahat
- Di rumah klien melakukan pekerjaan rumah dengan baik, dan klien bekerja sebagai petani.
- Di rumah sakit klien bedrest total dengan semua aktifitas di bantu oleh keluarga, klien sangat tergantung
dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhan aktifitasnya.
B. nutrisi dan cairan
- Di rumah klien makan makanan sehari-hari seperti biasa, nafsu makan baik,tidak ada makanan
pantangan
- Saat dirumah sakit klien tidak nafsu makan, klien minim cukup banyak.
C. personal hygine
- Di rumah klien mandi 2 x sehari, tidak terdapat gangguan dalam pemenuhan kebuutuhan
- Di rumah sakit, klien tidak bisa mandi hanya di seka 2 x sehari
D. Eliminasi
- Di rumah klien BAB 1 x sehari dan BAB normal
- Dirumah sakit klien tidak BAB, BAK dipasang kateter
E. Psikologi
1. klien mengatakan agak cemas dengan kondisinya
2. keluarga klien terlihat cemas dengan keadaan kritis pada pasien
F. spiritual
- Di rumah klien menjalankan shalat 5 waktu dan beribadat seperti biasa
- Di rumah sakit, klien tidak dapat menjalankan shalat 5 waktu, klien hanya bisa berdzikir.
E. DIAGNOSTIK TEST/ PEMERIKSAAN PENUNJANG
- laboratorium
hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 14 Agustus 2006,sebagai berikut :
Hb : 10,5 gr/dl ( PR 12-16 gr/dl)
Leu : 10.200 /mm3 ( 4.000 – 10.000 /mm3))
Led : 12 /jam ( 0- 20 /jam)
Bas : 0% ( 0-1 %)
Eos : 0 % ( 1-4%)
Staf : 0 % ( 2-6 %)
Lym : 28 % ( 25- 40 %)
Mon : 0 % ( 2-8 %)

ANALISA DATA

N0. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS : klien mengatakan merasa nyeri pada luka jahitan
DO: - luka masih tertutup kasa steril/perban
 Klien terlihat menangis
 Klienterlihat agak kaku dalam bergerak
Trauma jaringan Nyeri
2. DS : - Klien mengatakan takut bergerak karena nyeri
DO : - klien sering dibantu keluarga dalam beraktifitas (memenuhi kebutuhan sehari-hari)
 Klien terlihat banyak berada di tempat tidur
 Klien terlihat tidak terlalu banyak bergerak
Ketidakseimbangan suplai oksigen Intoleransi aktivitas
3. DS :keluarga sering menanyakan keadaan klien,pengobatan dan tindakan yang dilakukan
DO: ekspresi wajah keluarga tampak tegang
Keadaan kritis klien Kecemasan keluarga
4. DS : klien mengatakan tidak nafsu makan
DO : - makanan yang disediakan tidak dimakan
 Klien tampak lemah anoreksia Resiko gangguan pemenuhan kebutuhamn nutrisi
5. DS : pusing, mual,muntah.
DO : - terdapt luka pada daerah kepala Trauma kepala Resiko resiko peningkatan tekanan intra kranial

I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN.

NO. DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1.

Senin,14 Agustus 2006.

Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan luka sekunder terhadap luka kecelakaan ditandai
dengan:
- klien mengatakan merasa nyeri pada luka di daerah kepala
- klien terlihat menangis
- klien terlihat agak kaku dalam bergerak dan enggan berubah posisi

Setelah tindakan keperawatan dilakukan,nyeri berkurang dalam waktu 24 jam, dengan kriteria :
- nyeri hilang (skala 0)
- klien tenang
- klien mampu mengubah posisi secara mandiri

1. kaji keluhan nyeri, lokasi, lama konsistensi dan intensitas


2. penkes tentang sebab-sebab nyeri.
3. berikan tindakan keperawatan (distraksi,nafas dalam).
4. kolaborasi dengan tim medis

1. membantu mengidentifikasi derajat, ketidaknyamanan dan keluhan penggunaan analgetik.


2. memberikan kepuasan bathin
3. meningkatkan relaksasi, membantu memfokuskan perhatian dan meningkatkan kemampuan koping
4. mempertahankan perasaan rileks dan rasa nyaman dan mengurangi respon nyeri

2.

Senin, 14 Agustus 2006


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik , ditandai dengan :
- Klien mengatakan pusing bila bangun dari posisi tidur / duduk.
- KU klien tampak lemah.
- Klien lebih sering terlihat hanya berbaring di tempat tidur.

Setelah diberikan tindakan keperawatan, intoleransi aktivitas klien teratasi, dengan kriteria :
o Rentang gerak dalam batas normal.
o Klien mampu beraktivitas ringan (secara bertahap) di tempat tidur.
o Setelah melakukan aktivitas tanda vital dalam batas normal.

1. Ubah posisi sesering mungkin.

2. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi dan bantu melakukan rentang gerak sendi pasif maupun aktif.

3. Kaji respon klien terhadap aktivitas, tanda vital, keluhan saat dan setelah aktivitas.
4. Tingkatkan sikap dapat melakukan sungguh-sungguh untuk memberikan suasana positif untuk
mendorong peningkatan aktivitas, status mobilisasi dan berikan penghargaan berhubungan dengan
kemajuan yang dicapai klien.

1. Meningkatkan fungsi pernafasan dan meminimalkan tekanan pada area tertentu .


2. Tirah baring yang lama dapat menurunkan kemampuan diri, dapat terjadi karena keterbatasan aktivitas
yang mengganggu periode istirahat.
3. Pengaturan latihan sesuai kemampuan klien.

4. Sikap psikologis mendorong kemampuan berpartisipasi.

3. Senin,14 Agustus 2006


Kecemasan keluarga berhubungan dengan keadaan yang kritis pada pasien ditandai dengan:
- keluarga sering menanyakan keadaan klien
- ekspresi keluarga tampak tenang
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kecemasankeluarga berkurang dalam waktu 24 jam, dengan
kriteri:
- ekspresi wajah tidak menunjukkan kecemasan
- keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien
- pengetahuan keluarga tentang keadaan pengobatan dan tindakan meningkat
1. Bina hubungan saling percaya
2. beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada klien
3. berikan dorongan spiritual untuk keluarga
o.
1. untuk membina hubungan terapeutik perawat-keluarga
2. penmjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidaktahuan
3. semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan
dalam menghadapi krisis

4. Senin, 14 agustus 2006


Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, sekunder terhadap
anoreksia ditandai dengan :
- klien mengatakantidak nafsu makan

Setelah tindakan keperawatan dilakukan nutrisi kurang dati kebutuhan tidak terjadi dengan kriteria:
- menu makanan yang disediakan habis
- tiodak terjadi penurunan berat badan
- nafsu makan baik
1. Diskusikan penyebab anoreksia
2. pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan selama 1 jam sebeluim dan sesudah
makan
3. atur makanan dengan kalori dan protein tinggi

o.
1. dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat membantu
memperbaiki kepatuhan terapeutik
2. cairan lebih pada lambung dapat menurunkan nafsumakan dan masukan
3. meniongkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah kalori dan protein tinggi

5. Senin, 14 agustus 2006


Resiko peningatan tekanan intra kranial berhubungan dengan trauma di daerah kepala

Untuk mengetahui adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial secara dini, dengan kriteria:
- klien memahami perlunya pemeriksaan tanda-tanda vital selama perawatan
- klien mau melaporkan dengan segera bila gejala subjektif bertambah berat
1. memberi istirahat baring tanpa bantal
2. memonitor tanda-tanda vital
3. menganjurkan klien untuk melapor kepda perawat bila keluhan bertambah
1. untuk mengurangi tekanan pada kepala
2. untuk mengidentifikasi dan memonitor keadaan klien
3. untuk mengeahui secara cepat keluhan klien

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN.

NO HARI / TANGGAL DX KEPWTN IMPLEMENTASI EVALUASI


Senin, 14 Agustus 2006 I 1. Mengkaji keluhan nyeri
- nyeri skala 2
- lokasinya pada kepala
2. memberikan penkes tentang sebab nyeri
3. memberikan tindakan nyaman (nafas dalam 4-5 kali sehari
4. kolaborasi dengan ti medis obat antrain 1 amp S: Klien mengatakan nyeri masih terasa
O:klien tampak meringis
A:masalah belum teratasi
P:lanjutkan intervensi

Senin, 14 Agustus 2006 II 1. mengkaji kemampuan klien untuk melakukan aktifitas


- klien disuruh miring kiri / kanan(mampu atau tidak)
2. mengawasi vital sign
TD: 120/80 mmHg N: 100 x/mnt
T : 36,3 C R: 24 x/mnt
3. memberikan lingkungan tenang
- membatasi jumlah pengunjung
4. meningkatkan aktivitas bertahap S: Kondisi badan klien masih lemah
O:klien berbaring ditempat tidur
A:masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
Senin, 14 Agustus 2006 III 1. membina hubungan saling percaya
2. memberi penjelasan tentang semua prosedur dan tinakan yang akan di lakukan pada klien
3. memberikan dorongan spiritual S: keluarga bertanya-tanya tentang keadaan klien
O: ekspresi wajah keluarga tegang
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
Senin, 14 Agustus 2006 IV 1. mendiskusikan penyebab anoreksia
2. membatasi cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah makan
3. mengatur makanan dengan protein dan kalori tinggi S: Klien mengatakan tidak nafsu makan
O: makanan yang disediakan tidak dimakan
A:masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
Senin, 14 Agustus 2006 V 1. beri istirahat baring tanpa bantal
2. monitor tamnda-tanda vital
3. anjurkan klien untuk melapor kepada perawat bila keluhan bertambah S: pusing, mual muntah
O:tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
A:masalah tidak terjadi
P:lanjutkan intervensi
CATATAN PERKEMBANGAN.

NO HARI / TANGGAL DX KEPWTN DATA PERKEMBANGAN


1. Rabu, 16 Agustus 2006

I S :Nyeri masih tersa namun sudah mulai berkurang


O : klien tenang dan sudah rileks
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
I : - berikan tindak kanyamanan
- berikan analgetik antrain
E : nyeri berkurng

2.

Rabu, 16 Agustus 2006

II S : kondisi badan masih lemah


O :klientampak segar
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
I : meningkatkan aktivitas secara bertahap(klien disuruh berlatih untuk duduk dan berjalan)
E : intoleransi aktivitas mulai teratasi

3. Rabu, 16 Agustus 2006

III S : keluarga mengatakan sudah mengerti tentang keadaan klien


O : ekspresi wajah tidak menunjukkan adanya kecemasan
A : masalah teratasi
P:-
I : observasi kemajuan tingkat penerimaan keadaan klien
E : kecemasan keluarga berkurang

3. Rabu, 16 Agustus 2006

IV S : klien mengatakan sudah bisa makan sedikit


O : makanan yang disediakan sudah dimakan sedikit
A : masalah tidak terjadi
P : lanjutkan intervensi
I : mengatur makanan dengan proein dan kalori tinggi
E : resiko gangguan pemenuhan nutrisi tidak terjadi

3. Rabu, 16 Agustus 2006
VS:-
O : klien tidak mengalami peningkatan TIK
A : masalah tidak terjadi
P:-
I : monito tanda-tanda vital
E : peningkatan TIK tidak terjadi

NO HARI / TANGGAL DX KEPWTN DATA PERKEMBANGAN


1. kamis,17 Agustus 2006

I S :nyeri masih tersa sedikit


O : klien tenang, klien sudah dapat berjalan-jalan dalam kamar perawatan
A : masalah teratasi sebagian
P : lanjutkan intervensi
I : berikan analgetik antrain
E : nyei berkurang

2.

kamis,17 Agustus 2006

II S : kondisi badan mulai baik


O :klien tampak segar,klien sudah dapat berjalan-jalan dikamar mandi
A : masalah teratasi
P :-
I :observasi kemajuan klien
E : intoleransi aktifitas teratasi

3. kamis,17 Agustus 2006

IV S : klien mengatakan sudah bisa makan


O : makanan yang disediakan dimakan seluruhnya
A : masalah tidak terjadi
P:-
I : pantau kebutuhan nutrisi klien
E : gangguan pemenuhan nutrisi tidak terjadi

4. kamis,17 Agustus 2006

VS:-
O : klien tidak terjadi peningkatan TIK
A : masalah tidak terjadi
P:-
I : monitor tanda-tanda vital
E : penigkatan TIK tidak terjadi

NO HARI / TANGGAL DX KEPWTN DATA PERKEMBANGAN


1. sabtu, 19 Agustus 2006

I S :nyeri tidak terasa


O : klien tenang dan tersernyum
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
I:-
E : nyeri tewratasi

2.

sabtu, 19 Agustus 2006

II S : kondisi badan baik


O :klien tampak segar, klien sudah dapat berjalan-jalan
A : masalah teratasi
P :hentikan intervensi
I:-
E : intoleransi aktivitas teratasi

3. sabtu, 19 Agustus 2006

IV S : klien mengatakan sudah bisa makan


O : makanan yang disediakan dimakan seluruhnya
A : masalah tidak terjadi
P:-
I : pantau kebutuhan nutrisi klien
E : gangguan pemenuhan nutrisi tidak terjadi

4. sabtu, 19 Agustus 2006

VS:-
O : klien tidak terjadi peningkatan TIK
A : masalah tidak terjadi
P:-
I : monitor tanda-tanda vital
E : penigkatan TIK tidak terjadi

Anda mungkin juga menyukai