Lapkas PSMBA
Lapkas PSMBA
STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Umur : 31 tahun
Agama : Islam
Suku : Aceh
II. Anamnesis
1. Keluhan Utama : Os datang dengan keluhan nyeri ulu hati dan BAB
berwarna hitam
yang lalu dan memberat dalam 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan
mual (+), tetapi tidak disertai muntah. Keluhan muntah darah disangkal,
warna hitam. Frekuensi BAB 1-2 hari sekali, konsistensi BAB lunak/
lembek, tidak disertai darah berwarna merah segar. BAB warna hitam
Hipertensi : Disangkal
DM : Disangkal
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/ menit
Suhu : 36,7 0C
Thorax
- Pulmo : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simertris, retraksi
iga (-)
Perkusi : Redup
tidak teraba.
V. Hasil Laboratorium
HB : 6,6 g %
LED : 81 mm/jam
HT : 20,9 %
MCV : 67 fl
MCH : 25,2 pg
MCHC : 31,6 g%
RDW : 20,6%
VI. Resume
Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak ± 1 minggu yang
lalu dan memberat dalam 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan mual (+), tetapi
tidak disertai muntah. Keluhan muntah darah disangkal, pasien juga mengeluh
sejak ± 1 minggu SMRS adanya keluhan BAB warna hitam. Frekuensi BAB 1-2
hari sekali, konsistensi BAB lunak/ lembek, tidak disertai darah berwarna merah
segar. BAB warna hitam dikatakan berlangsung hilang timbul namun tidak pernah
fisik didapatkan pasien terlihat lemah, konsumsi jamu-jamu dan obat di mantri.
- gastritis NSAID
- ulkus peptikum
- varises esophagus
VIII. Diagnosa Kerja : PSMBA ec gastritis erosifa + Anemia
IX. Terapi
- IVFD RL 20 gtt/i
X. Pemeriksaan Penunjang
XI. Prognosis
Definisi
lienalis colon. Dengan kemajuan obat-obatan dan peralatan untuk diagnosa dan
terapi, banyak kasus ini dapat ditangani tanpa pembedahan. Yang memerlukan
tindakan bedah sekitar 3-15% . PSCA 4 kali lebih sering dari pada PSCB.
Epidemiologi
penduduk/tahun, laki-laki lebih 2 kali lebih banyak dari wanita. Insidensi ini
50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-
15% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa
yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%
sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar
ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.
Etiologi
Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang
seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang
mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau
hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan indikasi adanya perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses
berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan
usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk
melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:
6. Sindroma Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat
yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa
laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit
dibawah esofagogastrikum junction.
7. Keganasan
Keganasan, misalnya kanker lambung.
8. Angiodisplasia
Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada
traktus intestinalis.
Presentasi klinis
perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber
perdarahannya berasal dari esofagus, gaster dan duodenum. Penampilan klinis
Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal (70-80%)
pada pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang
pendek (15-20%)
Syncope (14%)
Presyncope (43%)
Dispepsia (18%)
BB menurun (12%)
Ikterus (5%)
Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah gambaran klinis dari
komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit
ginjal dsb.
tertentu bisa digunakan sebagai indikator sumber perdarahan berasal dari tabel 1
dibawah ini .
feses berwarna hitam seperti melena. Namun pada melena berbau khas.
Melena terjadi bila perdarahan lebih dari 50-100 cc. Dan lama kontak
dubur
Warna feses bercampur darah tergantung waktu transit; waktu transit yang
Nilai normal BUN : Creatinin adalah 20 pada pasien dengan ginjal normal
; bila rasio >35 kemungkinan PSCA, bila <35 kemungkinan PSCB. Nilai
Pendekatan diagnosis
yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang
diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )
terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah
resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan
Mallory Weiss.
aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada
pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus
jumlah perdarahan.
Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses
Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric
mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspirat
Laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal ,gula
standard
Angiografi bila perdarahan tetap berlangsung dan endoskopi tak
Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor
Patofisiologi
PSCA karena varises terjadi 25-30% pasien sirosis hati. Varises esofagus
dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam vena-vena kolateral
dan aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal.
varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan menentukan
besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di esofagus
Ulkus Peptikum
terkena.
Tipe 1a, 1b, 2a, 2b, perlu terapi dengan endoskopi; risiko perdarahan ulang 43-
55%
Tipe 2c, 3 tidak perlu terapi endoskopi; risiko perdarahan ulang 5-10%
Stress Gastritis
tekanan intrakranial meningkat (ulkus cushing) dan luka bakar (ulkus curling) dan
asam lambung / refluxate lain misal pada GERD atau obat-obatan tertentu seperti
NSAID/OAINs.
tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah
Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat
merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek
tahap katalitikator dalam produksi prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua
bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam
otak dan ginjal yang juga bertanggung jawab dalam respon inflamasi. Endotel
yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi
sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel. Sebagian besar
obat OAINS bekerja sebagai inhibitor non selektif enzim siklooksigenase, dimana
tromboksan dari asam arakidonat. Asam arakidonat ini dihasilkan dari lapisan
pembawa dalam proses inflamasi. Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih
lanjut dikaitkan dengan perubahan produksi mediator inflamasi. Sebagai
Penatalaksanan pasien
Pemberian Vitamin K
Vasopressin
Balon Tamponade
Tindakan umum:
Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat
pemasangan CVP
Pemberian vitamin K
tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi
pasien dapat mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakukan
assessmen yang lebih akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.
Dalam hal ini tampak bahwa makin tinggi skor makin tinggi risiko
perdarahan ulang dan mortalitasnya Untuk pasien dengan skor > 4 harus
dilakukan penanganan secara tim dengan melibatkan Penyakit dalam, bedah, ICU,
Terapi khusus
1. Varises gastroesofageal
Otreotid
Somatostatin
Glipressin (Terlipressin)
Terapi endoskopi
Skleroterapi
Ligasi
Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS ( Transjugular Intrahepatic
Terapi pembedahan
Shunting
Devaskularisasi + splenektomi
2. Tukak peptik
Terapi medikamentosa
PPI
Obat vasoaktif
Terapi endoskopi
Mekanik (hemoklip,stapler)
Terapi bedah
dapat diberikan diit segera setelah endoskopi sedangkan pasen dengan risiko
tinggi perlu puasa antara 24-48 jam , kemudian baru diberikan makanan secara
bertahap.
Varises esofagus
Tukak peptik
Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu
kemudian
Memulangkan pasien
Apabila tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil
serta risiko perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan. Pasien biasanya
pulang dalam keadaan anemis arena itu selain obat untuk mencegah perdarahan
Initial assessment
History &
physical exam
Vital sign
NGT
LAB
Empirical tx
Hemostatic Hemodynamic instability
agen Active bleeding
RESUSCITATION
Cristaloid
Colloid
Blood Transfusion
BP>90/60 BP<90/60
Pulse <100 Pulse >100
Hb >9 Hb <9
Tilt test - Tilt test +
Vasoactive
Drug
Urgent Surgery
Definitive Tx
Dengan Fasilitas Endoscopi
History &
physical exam
Vital sign
NGT
LAB
Empirical tx
Cristaloid
Colloid
Blood Transfusion
Vasoactive
Drug
Elective
Bleeding stop
Endoscopy
Emergency or eraly
UGI Endoscopy
Surgery
DAFTAR PUSTAKA
Peter DJ, Dougherty JM. Evaluation of the patient with gastrointestinal bleeding :
an evidence based approach. Emerg Med Clin North Am, Feb 1999;17 (1):
239-61
Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referat-perdarahan-saluran-
cerna-bagian.html
Djumhana A. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Bagian Ilmu Penyakit
Dalam RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung;2003
Abdullah, M. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dan Occult Bleeding. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 295-298
Abdurrachman, S.A. Tumor Esofagus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 327
Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292
Akil, H.A.M. Tukak Duodenum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV,
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2007; 345-347