Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. M

Umur : 31 tahun

Agama : Islam

Suku : Aceh

Alamat : Desa Menasah Ujung

Tgl Masuk : 4 Oktober 2013

II. Anamnesis

1. Keluhan Utama : Os datang dengan keluhan nyeri ulu hati dan BAB

berwarna hitam

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak ± 1 minggu

yang lalu dan memberat dalam 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan

mual (+), tetapi tidak disertai muntah. Keluhan muntah darah disangkal,

pasien juga mengeluh sejak ± 1 minggu SMRS adanya keluhan BAB

warna hitam. Frekuensi BAB 1-2 hari sekali, konsistensi BAB lunak/

lembek, tidak disertai darah berwarna merah segar. BAB warna hitam

dikatakan berlangsung hilang timbul namun tidak pernah berhenti

sepenuhnya, BAK normal.


3. Riwayat Penyakit Dahulu :

 Hipertensi : Disangkal

 DM : Disangkal

 Riwayat nyeri sendi (+)

4. Riwayat Penyakit Keluarga : Pada anggota keluarga tidak didapati

keluhan yang sama seperti pasien.

5. Riwayat Pemakaian Obat : Konsumsi jamu-jamu dan obat di mantri.

III. Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum : Lemah

 Kesadaran : Compos Mentis

 TD : 120/80 mmHg

 Nadi : 84 x/ menit

 Pernafasan : 20 x/menit, Reguler

 Suhu : 36,7 0C

IV. Status Generalis

 Kepala : Normosefali, rambut hitam, tidak mudah dicabut.

 Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, refleks cahaya

+/+, diameter pupil 3 mm/ 3 mm, strabismus -/-.

 Telinga : Sekret (-)

 Hidung : Sekret (-)

 Mulut : Bibir tampak normal, gigi karies (-)

 Thorax
- Pulmo : Inspeksi : Pergerakan dinding dada simertris, retraksi

iga (-)

Palpasi : Ketinggalan gerak nafas (-),

Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : Vesikuler, Rh (-/-) Wh (-/-)

- Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V

Perkusi : Redup

Auskultasi : Reguler, Murmur (-), Gallop (-)

 Abdomen : Inspeksi : Perut datar

Palpasi : Dinding perut sopel, nyeri tekan (+) regio

epigastrium, nyeri tekan McBurney (-), hepar dan lien

tidak teraba.

Perkusi : Asites (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

 Ekstremitas : Akral hangat

V. Hasil Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin tanggal 5 Oktober 2013

HB : 6,6 g %

LED : 81 mm/jam

Eritrosit : 3,1 x 106/mm3


Leukosit : 14,4 x 103/mm3

HT : 20,9 %

MCV : 67 fl

MCH : 25,2 pg

MCHC : 31,6 g%

RDW : 20,6%

Trombosit : 466 x 103/mm3

VI. Resume

Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak ± 1 minggu yang

lalu dan memberat dalam 2 hari SMRS. Keluhan disertai dengan mual (+), tetapi

tidak disertai muntah. Keluhan muntah darah disangkal, pasien juga mengeluh

sejak ± 1 minggu SMRS adanya keluhan BAB warna hitam. Frekuensi BAB 1-2

hari sekali, konsistensi BAB lunak/ lembek, tidak disertai darah berwarna merah

segar. BAB warna hitam dikatakan berlangsung hilang timbul namun tidak pernah

berhenti sepenuhnya, BAK normal.

Pada pemeriksaan vital sign didapatkan Kesadaran: Compos Mentis, Heart

Rate: 84 x/menit, Respiratory rate : 20 x/ menit, T: 36,7 0C. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan pasien terlihat lemah, konsumsi jamu-jamu dan obat di mantri.

VII. Diagnosa Banding

- PSMBA ec DD - gastritis erosifa + Anemia

- gastritis NSAID

- ulkus peptikum

- varises esophagus
VIII. Diagnosa Kerja : PSMBA ec gastritis erosifa + Anemia

IX. Terapi

- IVFD RL 20 gtt/i

- Inj. Ranitidine 1 amp/12 jam

- Inj. Ondancetron 1 amp/12 jam

- Inj. Kalnex k/p

- Tranfusi PRC 4 bag

X. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan urine / darah rutin, endoskopi

XI. Prognosis

- Quo Ad Vitam : Dubia ad bonam

- Quo Ad Fungsionum : Dubia ad bonam

- Quo Ad Sanationum : Dubia ad bonam


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (PSCA) merupakan salah satu

keadaan darurat medis yang memerlukan diagnosis dan penanganan segera.

Sumber PSCA berlokasi di proksimal ligamentum Treitz, yakni ligamentum yang

menghubungkan pars tertum duodenum ke diafragma dekat dengan flexura

lienalis colon. Dengan kemajuan obat-obatan dan peralatan untuk diagnosa dan

terapi, banyak kasus ini dapat ditangani tanpa pembedahan. Yang memerlukan

tindakan bedah sekitar 3-15% . PSCA 4 kali lebih sering dari pada PSCB.

Epidemiologi

Insidensi perdarahan akut SCBA mencapai 100 per 100.000

penduduk/tahun, laki-laki lebih 2 kali lebih banyak dari wanita. Insidensi ini

meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Kejadian yang sebenarnya di

populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negera barat dimana perdarahan

karena tukak peptik menempati urutan terbanyak maka di Indonesia perdarahan

karena ruptura varises gastroesofagia merupakan penyebab tersering yaitu sekitar

50-60%, gastritis erosiva hemoragika sekitar 25-30%, tukak peptik sekitar 10-

15% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa

perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan

terbanyak sebagai penyebab PSCA. Mortalitas secara keseluruhan masih tinggi

yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60%

sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9-12%. Sebahagian besar

penderita perdarahan SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri


melainkan karena penyakit lain yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal

ginjal, stroke, penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.

Etiologi

Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang
seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang
mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau
hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan indikasi adanya perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses
berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan
usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk
melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:

1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).


Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul
akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan
darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena
esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta
dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus hipertensi porta.
Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises
esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah,
menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal.

2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)


Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit.
Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat
perdarahan tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena
ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria
gastroduodenalis.
3. Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali
etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara lain endotoksin
bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H. pylori lebih sering dianggap
sebagai penyebab gastritis akut.

4. Gastropathi hipertensi portal


5. Esofagitis
Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis.
Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering
ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus
bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung
atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam waktu
yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan, perdarahan,
dan pembentukan jaringan parut dan striktur.

6. Sindroma Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat
yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa
laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit
dibawah esofagogastrikum junction.

7. Keganasan
Keganasan, misalnya kanker lambung.

8. Angiodisplasia
Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada

traktus intestinalis.

Presentasi klinis

Saluran cerna bagian atas merupakan tempat yang sering mengalami

perdarahan. Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna sekitar 80% sumber
perdarahannya berasal dari esofagus, gaster dan duodenum. Penampilan klinis

pasien dapat berupa :

 Hematemesis : Muntah darah berwarna hitam sepertibubuk kopi (40-50%)

 Melena : Buang air besar berwarna hitam seperti ter atau aspal (70-80%)

 Hematoskezia :Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai

pada pasien dengan perdarahan masif dimana transit time dalam usus yang

pendek (15-20%)

 Syncope (14%)

 Presyncope (43%)

 Dispepsia (18%)

 Nyeri epigastrium (41%)

 Nyeri abdomen difus (10%)

 BB menurun (12%)

 Ikterus (5%)

Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah gambaran klinis dari

komorbid seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit

ginjal dsb.

Hematemesis, melena dan hematoschizia, dan pemeriksaan hasil laboratorium

tertentu bisa digunakan sebagai indikator sumber perdarahan berasal dari tabel 1

dibawah ini .

Tabel 1. Perbedaan PSCA dan PSCB

Klinis Kemungkinan PSCA Kemungkinan PSCB


Hematemesis Hampir pasti Jarang
Melena Sangat Mungkin Mungkin
Hematoschizia Mungkin Sangat mungkin
Blood streak stool Jarang Hampir pasti
Darah samar feses Mungkin Mungkin
Aspirasi nasogastrik Berdarah Normal
Rasio BUN:creatinin >35 <35
Peristaltik Meningkat Normal

Beberapa hal perlu diingat :

 Bila didahului riwayat muntah-muntah / hiperemesis, hematemesis yang

terjadi mungkin disebabkan oleh robekan Mallory-Weiss

 Preparat yang mengandung bismuth dan besi, charcoal bisa menyebabkan

feses berwarna hitam seperti melena. Namun pada melena berbau khas.

Melena terjadi bila perdarahan lebih dari 50-100 cc. Dan lama kontak

darah dengan asam lambung moderat. Untuk memastikan lakukan colok

dubur

 Warna feses bercampur darah tergantung waktu transit; waktu transit yang

cepet dari saluran cerna bagian atas menyebabkan hematoschizia, bila

perdarahannya cepat dengan jumlah >1000 cc disertai gangguan

hemodinamik. Sebaliknya PSCB dengan waktu transit lambat

menyebabkan feses berwarna hitam

 Nilai normal BUN : Creatinin adalah 20 pada pasien dengan ginjal normal

; bila rasio >35 kemungkinan PSCA, bila <35 kemungkinan PSCB. Nilai

puncak rasio diukur dalam 24-48 jam setelah perdarahan.

Pendekatan diagnosis

Seperti dalam menghadapi pasien-pasien gawat darurat lainnya dimana

dalam melaksanakan prosedur diagnosis tidak harus selalu melakukan anamnesis

yang sangat cermat dan pemeriksaan fisik yang sangat detil, dalam hal ini yang
diutamakan adalah penanganan A - B – C ( Airway – Breathing – Circulation )

terlebih dahulu. Bila pasien dalam keadaan tidak stabil yang didahulukan adalah

resusitasi ABC. Setelah keadaan pasien cukup stabil maka dapat dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lebih seksama.

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:

 riwayat penyakit hati kronis, riwayat dispepsia, riwayat mengkonsumsi

NSAID, obat rematik, alkohol, jamu –jamuan, obat untuk penyakit

jantung, obat stroke.

 Kemudian ditanya riwayat penyakit ginjal, riwayat penyakit paru dan

adanya perdarahan ditempat lainnya. Riwayat muntah-muntah sebelum

terjadinya hematemesis sangat mendukung kemungkinan adanya sindroma

Mallory Weiss.

Dalam pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:

 Penilaian ABC, pasien dengan hematemesis yang masif dapat mengalami

aspirasi atau sumbatan jalan nafas, hal ini sering ini sering dijumpai pada

pasien usia tua dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran. Khusus

untuk penilaian hemodinamik(keadaan sirkulasi) perlu dilakukan evaluasi

jumlah perdarahan.

- Perdarahan < 8% hemodinamik stabil

- Perdarahan 8%-15% hipotensi ortostatik

- Perdarahan 15-25% renjatan (shock)

- Perdarahan 25%-40% renjatan + penurunan kesadaran

- Perdarahan >40% moribund


 Mencari stigmata penyakit hati kronis ( ikterus, spider nevi, asites,

splenomegali, eritema palmaris, edema tungkai), masa abdomen, nyeri

abdomen, rangsangan peritoneum, penyakit paru, penyakit jantung,

penyakit rematik dll.

 Pemeriksaan yang tidak boleh dilupakan adalah colok dubur. Warna feses

ini mempunyai nilai prognostik.

 Dalam prosedur diagnosis ini penting melihat aspirat dari Naso Gastric

Tube (NGT). Aspirat berwarna putih keruh menandakan perdarahan tidak

aktif, aspirat berwarna merah marun menandakan perdarahan masif sangat

mungkin perdarahan arteri. Seperti halnya warna feses maka warna aspirat

pun dapat memprediksi mortalitas pasien. Walaupun demikian pada

sekitar 30% pasien dengan perdarahan tukak duodeni ditemukan adanya

aspirat yang jernih pada NGT.

Dalam prosedur diagnostik ini perlu dilakukan beberapa pemeriksaan

penunjang Antara lain:

 Laboratorium darah lengkap, faal hemostasis, faal hati, faal ginjal ,gula

darah , elektrolit , golongan darah.

 RÖ dada untuk menyingkirkan pneumoni, emfisema subkutis akibat

perforasi esofagus (Boerhaave syndrom) dan elektrokardiografi.

 USG dan CT scan mungkin untuk mendeteksi penyakit hati kronis,

kholestitis, pankreatitis dan fistula aortoenterik.

 Dalam prosedur diagnosis ini pemeriksaan endoskopi merupakan gold

standard
 Angiografi bila perdarahan tetap berlangsung dan endoskopi tak

mengidentifikasi sumber perdarahan.

 Pencitraan dengan radionuklir

 Tindakan endoskopi selain untuk diagnostik dapat dipakai pula untuk

terapi. Prosedur ini tidak perlu dilakukan segera (bukan prosedur

emergensi), dapat dilakukan dalam kurun waktu 12 - 24 jam setelah pasien

masuk dan keadaan hemodinamik stabil . Tidak ada keuntungan yang

nyata bila endoskopi dilakukan dalam keadaan darurat. Dengan

pemeriksaan endoskopi ini lebih dari 95% pasien-pasien dengan

hemetemesis, melena atau hematemesis–melena dapat ditentukan lokasi

perdarahan dan penyebab perdarahannya.

Lokasi dan sumber perdarahan:

 Esofagus :Varises,erosi,ulkus,tumor

 Gaster :Erosi, ulkus, tumor, polip, angiodisplasia, Dilafeuy,

varises, gastropati kongestif

 Duodenum :Ulkus,erosi, tumor, diverti

Patofisiologi

Varises esofagus dan hipertensi portal gastropati

PSCA karena varises terjadi 25-30% pasien sirosis hati. Varises esofagus

dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam vena-vena kolateral

dan aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal.

Perdarahan varises bila hepatic venous gradien melebihi 12 mmHg. Identifikasi

varises biasanya memakai cara red whale marking. Yaitu dengan menentukan
besarnya varises (F1-F2-F3), jumlah kolom (sesuai jam), lokasi di esofagus

(Lm,Li,Lg) dan warna ( biru, cherry red, hematocystic).

Ulkus Peptikum

Ulkus ini dikatakan berkaitan dengan pemakain NSAID dan infeksi

H.Pylori. tukak peptik biasanya terdapat di lambung, duodenum, esofagus dan

divertikulum. Hebat tidaknya perdarahan tergantung kaliber pembuluh darah yang

terkena.

Forrest membagi aktifitas perdarahan ulkus peptikum sbb :

Untuk ulkus memakai kriteria Forrest.

Tipe Tipe Perdarahan Gambaran Endoskopi


Forrest 1a Aktif Perdarahan memancar
Forrest 1b Aktif Perdarahan merembes
Forrest 2a Tidak aktif Pembulyh darah terlihat
pada dasar ulkus
Forrest 2b Tidak aktif Tukak ditutupi bekuan
darah
Forrest 2c Tidak aktif Tukak tertutup bekuan
merah/biru tua
Forrest 3 Tidak aktif Tukak dengan dasar
bersih

Tipe 1a, 1b, 2a, 2b, perlu terapi dengan endoskopi; risiko perdarahan ulang 43-
55%
Tipe 2c, 3 tidak perlu terapi endoskopi; risiko perdarahan ulang 5-10%

Stress Gastritis

Stress gastritis/ulcera ini terjadi pada cedera kepala yang menyebabkan

tekanan intrakranial meningkat (ulkus cushing) dan luka bakar (ulkus curling) dan

pasien dengan ventilator.

Faktor predisposisi yang bisa mengganggu keseimbangan antara barrier mukosa

protektif lokal ( mukus, bikarbonat, prostaglandin ) dengan faktor agresif ( asam


lambung, pepsin ) akan menyebabkan erosi mukosa yang difus. Keadaan ini dapat

terjadi pada : renjatan, trauma multipel, ARDS, sepsis. Pencegahan dengan

menjaga hemodinamik untuk memastikan aliran darah mukosa dan HRA

antagonis untuk mengurangi asam lambung.

Esofagitis dan gastropati

Adalah suatu peradangan esofagus dan lambung disebabkan biasanya oleh

asam lambung / refluxate lain misal pada GERD atau obat-obatan tertentu seperti

NSAID/OAINs.

Mekanisme NSAID menginduksi traktus gastrointestuinal tidak

sepenuhnya dipahami. Dalam sebuah referensi, NSAID merusak mukosa lambung

melalui 2 mekanisme yaitu topical dan sistemik. Kerusakan mukosa secara

tropikal terjadi karena NSAID bersifat asam dan lipofili, sehingga mempermudah

trapping ion hydrogen masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan.

Efek sistemik NSAID lebih penting yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat

produksi prostaglandin menurun secara bermakna. Seperti diketahui prostaglandin

merupakan substansi sitoprotektif yang amat penting bagi mukosa lambung. Efek

sitoproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran darah mukosa,


meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat dan meningkakan epitel

defensif. Ia memperkuat sawar mukosa lambung duodenum dengan meningkatkan

kadar fosfolipid mukosa sehingga meningkatkan hidrofobisitas permukaan

mukosa, dengan demikian mencegah/mengurangi difusi balik ion hidrogen. Selain

itu, prostaglandin juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung duodenum

(terutama di antara antrum lambung), dengan memperpanjang daur hidup sel-sel

epitel yang sehat (terutama sel-sel di permukaan yang memproduksi mukus),

tanpa meningkatkan aktivitas proliferasi. Elemen kompleks yang melindungi

mukosa gastroduodenal merupakan prostaglandin endogenous yang disintesis di

mukosa traktus gastrointestinal bagian atas. COX(siklooksigenase) merupakan

tahap katalitikator dalam produksi prostaglandin. Sampai saat ini dikenal ada dua

bentuk COX, yakni COX-1 dan COX-2. COX-1 ditemukan terutama dalam

gastrointestinal, ginjal, endotelin, otak dan trombosit dan berperanpenting dalam

pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. COX-2 pula ditemukan dalam

otak dan ginjal yang juga bertanggung jawab dalam respon inflamasi. Endotel

vaskular secara terus-menerus menghasilkan vasodilator prostaglandin E dan I

yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul vasokonstriksi

sehingga aliran darah menurun dan menyebabkan nekrosis epitel. Sebagian besar

obat OAINS bekerja sebagai inhibitor non selektif enzim siklooksigenase, dimana

obat ini menghambat isoenzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan siklooksigenase 2

(COX-2). Siklooksigenase mengkatalisis pembentukkan prostaglandin dan

tromboksan dari asam arakidonat. Asam arakidonat ini dihasilkan dari lapisan

ganda fosfolipid oleh fosfolipase A2). Prostaglandin bekerja sebagai molekul

pembawa dalam proses inflamasi. Penghambatan COX oleh NSAID ini lebih
lanjut dikaitkan dengan perubahan produksi mediator inflamasi. Sebagai

konsekuensi dari penghambatan COX-2, terjadi sintesis leukotrien yang

disempurnakan dapat terjadi oleh shunting metabolisme asam arakidonat terhadap

oxygenase jalur 5. Leukotrien yang memberikan kontribusi terhadap cedera

mukosa lambung dengan mendorong iskemia jaringan dan peradangan.

Penatalaksanan pasien

Pemberian Vitamin K

Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.

Vasopressin

Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek


vasokostriksi pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena
porta menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises esofagus.
Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni) dan preparat
pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian vasopressin dengan
mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%, diberikan
0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6 jam, atau setelah
pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit. Vasopressin dapat
memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner mendadak, maka
disarankan bersamaan preparat nitrat.

Somatostatin dan analognya (octreotide)

Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan


nonvarises. Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus
250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan
untuk octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam selama
8-24 jam atau sampai peradarahan berhenti.
Obat Anti sekresi asam

Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus


omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pada
perdarahan SCBA, antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan
untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.

Balon Tamponade

Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua


balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-
tube antara lain pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.

Pengelolaan pasien dengan perdarahan akut SCBA meliputi tindakan

umum dan tindakan khusus .

Tindakan umum:

Tindakan umum terhadap pasien diutamakan untuk ABC.

Terhadap pasien yang stabil setelah pemeriksaan dianggap memadai, pasien dapat

segera dirawat untuk terapi lanjutan atau persiapan endoskopi.

Untuk pasien-pasien risiko tinggi perlu tindakan lebih agresif seperti:

 Pemasangan IV line paling sedikit 2 dengan jarum(kateter) yang besar

minimal no 18. Hal ini penting untuk keperluan transfusi. Dianjurkan

pemasangan CVP

 Oksigen sungkup / kanula.Bila ada gangguan A-B perlu dipasang ETT

 Mencatat intake output,harus dipasang kateter urine

 Memonitor Tekanan darah, Nadi, saturasi oksigen dan keadaan lainnya

sesuai dengan komorbid yang ada.

 Melakukan bilas lambung agar mempermudah dalam tindakan endoskopi


Dalam melaksanakan tindakan umum ini,terhadap pasien dapat diberikan terapi

 Transfusi untuk mempertahankan hematokrit > 25%

 Pemberian vitamin K

 Obat penekan sintesa asam lambung (PPI)

 Terapi lainnya sesuai dengan komorbid

Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri,

tetapi pada 20% dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi

pasien dapat mengalami perdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakukan

assessmen yang lebih akurat untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.

Dalam hal ini tampak bahwa makin tinggi skor makin tinggi risiko

perdarahan ulang dan mortalitasnya Untuk pasien dengan skor > 4 harus

dilakukan penanganan secara tim dengan melibatkan Penyakit dalam, bedah, ICU,

radiologi dan Laboratorium.

Terapi khusus

1. Varises gastroesofageal

Terapi medikamentosa dengan obat vasoaktif.

 Otreotid

 Somatostatin

 Glipressin (Terlipressin)

Terapi mekanik dengan balon Sengstaken Blackmore atau Minesota

Terapi endoskopi

 Skleroterapi

 Ligasi
Terapi secara radiologik dengan pemasangan TIPS ( Transjugular Intrahepatic

 Portosystemic Shunting) dan Perkutaneus obliterasi spleno – porta.

Terapi pembedahan

 Shunting

 Transeksi esofagus + devaskularisasi + splenektomi

 Devaskularisasi + splenektomi

Outcome pasien ruptura varises gastroesofageal sangat bergantung pada berbagai

faktor antara lain

 Beratnya penyakit hati (Kriteria Child-Pugh)

 Ada tidak adanya varises gaster, walupun disebutkan dapat diatasi

 dengan semacam glue(histoakrilat)

 Komorbid yang lain seperti ensefalopati,koagulopati, hepato renal

 sindrom dan infeksi

2. Tukak peptik

Terapi medikamentosa

 PPI

 Obat vasoaktif

Terapi endoskopi

 Injeksi (adrenalin-saline, sklerosan,glue,etanol)

 Termal (koagulasi, heatprobe,laser

 Mekanik (hemoklip,stapler)
Terapi bedah

Untuk pasien-pasien yang dilakukan terapi non bedah perlu dimonitor

akan kemungkinan perdarahan ulang. Second look endoscopy masih kontroversi.

Realimentasi bergantung pada hasil endoskopi. Pasien-pasien bukan risiko tinggi

dapat diberikan diit segera setelah endoskopi sedangkan pasen dengan risiko

tinggi perlu puasa antara 24-48 jam , kemudian baru diberikan makanan secara

bertahap.

Pencegahan perdarahan ulang

Varises esofagus

 Terapi medik dengan betabloker nonselektif

 Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi

Tukak peptik

 Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu

 Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi

 Bila pasien memerlukan NSAID, diganti dulu dengan analgetik dan

kemudian

 dipilih NSAID selektif(non selektif) + PPI atau misoprostol

Memulangkan pasien

Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 – 4 perawatan.

Adanya perdarahan ulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan.

Apabila tidak ada komplikasi, perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil

serta risiko perdarahan ulang rendah pasien dapat dipulangkan. Pasien biasanya

pulang dalam keadaan anemis arena itu selain obat untuk mencegah perdarahan

ulang perlu ditambahkan preparat Fe.


Algoritme penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna bagian Atas menurut
Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI

Tanpa Fasilitas Endoscopi

Initial assessment
History &
physical exam
Vital sign
NGT
LAB

Empirical tx
Hemostatic Hemodynamic instability
agen Active bleeding

RESUSCITATION
Cristaloid
Colloid
Blood Transfusion

Hemodinamic stable Hemodinamic Instability


Bleeding stop Bleeding continued

BP>90/60 BP<90/60
Pulse <100 Pulse >100
Hb >9 Hb <9
Tilt test - Tilt test +
Vasoactive
Drug

Bleeding Stop Bleeding Cont

Elective Evaluation Balloon Tamponade/SB


tube
Ba Radiography
Or referral endoscopy
Bleeding Cont

Urgent Surgery
Definitive Tx
Dengan Fasilitas Endoscopi

History &
physical exam
Vital sign
NGT
LAB

Empirical tx

Cristaloid
Colloid
Blood Transfusion

Vasoactive
Drug
Elective
Bleeding stop
Endoscopy

Emergency or eraly
UGI Endoscopy

Sclerotx/ligasi Hemostatic injection or Interventional


Definitive Tx urgent surgery Dx
Definitive Tx
X radiology

Surgery
DAFTAR PUSTAKA

Peter DJ, Dougherty JM. Evaluation of the patient with gastrointestinal bleeding :
an evidence based approach. Emerg Med Clin North Am, Feb 1999;17 (1):
239-61

Fallah MA, Prakash C, Edmundowicz S. Acute Gastrointestinal bleeding : Med


Clin North Am, Sep2000;17 (1): 1183-208

Sudomo U, Syafruddin ARL, Ruswhandi. Perdarahan Saluran Cerna Bagian


Atas di RSPAD Gatot Subroto tahun 2002-2006

Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292

Kusumobroto, H. Penatalaksanaan perdarahan saluran cerna bagian atas. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 219-225

Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI. Perdarahan saluran makan bagian atas.


Bandung 13 April 2002

Irfan, A. Penanganan Kasus Kegawatdaruratan dalam Penyakit Lambung dan


Pencernaan.. National Cardivascular Center Harapan Kita.2007. Available
from :
http://www.pjnhk.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=1
92&Itemid=31 Accessed in : April 22nd, 2010

http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/referat-perdarahan-saluran-
cerna-bagian.html

Djumhana A. Perdarahan akut saluran cerna bagian atas. Bagian Ilmu Penyakit
Dalam RS Dr. Hasan Sadikin. Bandung;2003

Wilson D. Hematemesis, melena and hematoschezia (serial on internet ) (cited


2013 August) available on ; http://rene-
holzemier.de/http://www.ncbi.nih.gov/books/NBK411/.

Abdullah, M. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas dan Occult Bleeding. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 295-298
Abdurrachman, S.A. Tumor Esofagus. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1
edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 327

Adi, P. Pengelolaan perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2007; 289-292

Akil, H.A.M. Tukak Duodenum. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV,
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Jakarta 2007; 345-347

Lindseth, Glenda N. Gangguan Lambung dan Duodenum. Patofisiologi-Konsep


Klinis Proses-proses Penyakit. Volume I. Edisi 6. EGC, Jakarta 2003

Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-Prinsip


Ilmu Penyakit Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson Jean
D, Martin Joseph B, Fauci Anthony S, Kasper Dennis L.Universitas
Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262

Anda mungkin juga menyukai