Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA DAN

FARMAKOKINETIKA

“ ”

Disusun Oleh :

Kelompok 2 Farmasi 7A 2015

Faqih Difran Hanif (11151020000004)

Rizki Romadhon (11151020000009)

Khoerunisa (11151020000016)

Ailla Tiara Putri (11151020000022)

Nurfita Amalina (11151020000031)

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan praktikum
Biofarmasetika dan Farmakokinetika. Adapun laporan ini disusun untuk
memenuhi tugas setiap pasca praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika.

Ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada para dosen
pembimbing praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika, rekan-rekan
kelompok dan pihak lainnya yang turut berpartisipasi dalam terselesaikannya
laporan praktikum Biofarmasetika dan Farmakokinetika ini.

Kami sudah berusaha sebaik mungkin dalam mengerjakan laporan ini,


namun mustahil apabila laporan yang kami buat tidak ada kekurangan maupun
kesalahan, maka dari itu kami berharap kritik dan saran dari para pengoreksi juga
pembaca yang bersifat membangun, sehingga ke depannya kami dapat menjadi
lebih baik lagi dalam penyusunan laporan praktikum.

Kami berharap dari penyusunan praktikum ini dapat memberikan manfaat


bagi kami serta para pembaca.

Jakarta, November 2018

(Tim Penulis)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Pemberian obat memiliki berbagai rute pemberian. Rute pemakaian yang


paling lazim dan paling diinginkan adalah melalui oral-mulut-menggunakan
tablet, kapsul, atau larutan oral. Namun terdapat pula rute pemberian secara
parenteral seperti iv bolus. Setelah diberi obat akan memilki fungsi setelah diserap
oleh tubuh. Namun setelah itu obat akan dimetabolisme, eliminasi, eksresi dan
lain-lain atau yang kita ketahui sebagai farmakokinetik. Dalam dunia farmasi dan
perlu diketahui nasib obat dalam tubuh akan seperti bagaimana. Karena hal ini
juga akan mempengaruhi fungsi dari tubuh. Untuk itu, dibutuhkan model
farmakokinetika untuk menggambarkan nasib obat dalam tubuh.

Pada pengembangan model farmakokinetika untuk menggambarkan dan


meramalkan disposisi obat secara kinetik, model harus memperhitungkan rute
pemakaian dan perilaku kinetika obat dalam tubuh. Rute pemakaian obat yang
paling sederhana dari pandangan pemodelan adalah injeksi intravena bolus (IV
bolus). Model kinetik yang paling sederhana menggambarkan disposisi obat
dalam tubuh adalah dengan menganggap obat diinjeksikan sekaligus dalam suatu
kotak, atau kompartemen. Eliminasi obat terjadi dari kompartemen segera setelah
injeksi.

Suatu model dalam farmakokinetik adalah struktur hipotesis yang dapat


digunakan untuk karakteristik suatu obat dengan meniru suatu perilaku dan nasib
obat dalam sistem biologik jika diberikan dengan suatu pemberin rute utama dan
bentuk dosis tertentu.

Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambakan dengan suatu


volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem biologi dapat
digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen dua. Kadang-kadang
perlu untuk menggunakan multi kompartemen, dimulai dengan determinasi
apakah data eksperimen cocok atau pas untuk model kompartemen satu dan jika
tidak pas coba dapat mencoba model yang memuaskan. Sebenarnya tubuh
manusia adalah model kompartemen multimilion, mengingat konsentrasi obat
dalam organel yang berbeda, sel atau jaringan. Dalam tubuh kita memiliki jalan
masuk untuk dua jenis cairan tubuh, darah dan urin.

Sehingga dari penggambaran tersebut proses eliminasi obat dapat


diketahui. Akankah berlangsung normal atau tidak. Selain itu terdapat banyak
manfaat dari model penggambaran ini.

Dan dari data tersebut kita sebagai orang farmasi dapat mengetahui kapan
kita harus memberikan obat agar sesuai dan dapat meningkatkan efektivitas dari
terapi yang sedang dijalankan.

1.1.2 Tujuan
 Dapat menjelaskan proses farmakokinetika obat didalam tubuh setelah
pemberian secara iv bolus dengan simulasi model in vitro
farmakokinetik obat 2 kompartemen terbuka.
 Mampu membedakan prinsip model 1 kompartemen dan model 2
kompartemen pada pemberian iv bolus.
 Mampu menentukan berbagai parameter farmakokinetik pada model 2
kompartemen terbuka.
 Mampu memplot data kadar obat dalam fungsi waktu pada skala
semilogaritmik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paracetamol

Struktur Kimia

Rumus Kimia C8H9NO2

Sinonim Acetaminofen (N-Acetyl–p–aminophenol)

Berat molekul 151,16 gram/mol151,16 gram/mol

Kandungan Paracetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak


lebih dari 101,0% C8H9NO2 , dihitung terhadap zat anhidrat

Pemerian Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit

Kelarutan Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95%) P,


dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam
9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida.
Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidoksida 1 N;
mudah larut dalam etanol.

Suhu lebur 168o C- 172o C

Ph Larutan jenuh paracetamol memilki pH antara 5,3-6,5

pKa 9,5

Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya

Fungsi sebagai analgesik dan antipiretik

Spektrum Larutan asam 245 nm, larutan alkali-257 nm


Serapan UV
2.2 Model Farmakokinetika
Model farmakokinetik adalah struktur hipotetikal yang bisa digunakan
untuk menjelaskan proses yang dijalani dan nasib obat dalam sistem biologis
tubuh ketika diberikan dengan cara dan dosis tertentu. Ada beberapa cara untuk
menggambarkan proses kinetik obat dalam tubuh. Tiga kelas model
farmakokinetik yang banyak digunakan adalah kompartemen, non kompartemen,
dan model fisiologis. Walaupun model fisiologis memberikan gambaran yang
paling akurat mengenai proses kinetik yang terjadi, tetapi membutuhkan beberapa
percobaan dan data medis.
Model non-kompartemen berdasarkan teori momen statistik dan
membutuhkan lebih sedikit asumsi mengenai fisiologis distribusi obat dan
mekanisme eliminasi obat. Pada model kompartemen, dilakukan penggabungkan
jaringan dan organ yang memiliki efek kinetik terhadap obat yang sama untuk
membentuk satu kompartemen. Biasanya proses kinetik dalam sistem biologis
bisa digambarkan dengan model satu kompartemen atau dua kompartemen.
Sesungguhnya, tubuh manusia terdiri dari berjuta – juta model kompartemen
berdasarkan konsentrasi obat yang berbeda pada sel atau jaringan. Akan tetapi,
pada tubuh yang hidup kita hanya dapat mengakses dua tipe cairan tubuh, darah
(atau plasma atau serum) dan urin.
Kompartemen adalah suatu kesatuan yang dapat digambarkan dengan
suatu volume tertentu dan suatu konsentrasi. Perilaku obat dalam sistem biologi
dapat digambarkan dengan kompartemen satu atau kompartemen dua. Kadang-
kadang perlu untuk menggunakan multikompartemen, dimulai dengan determinasi
apakah data eksperimen cocok atau pas untuk model kompartemen satu dan jika
tidak pas coba dapat mencoba model yang memuaskan. Sebenarnya tubuh
manusia adalah model kompartemen multimillion (multikompartemen),
mengingat konsentrasi obat tiap organel berbeda-beda. (Hakim, L., 2014).
Model kompartemen digunakan untuk menggambarkan kinetika proses
sistem biologis sesuai data eksperimen dari konsentrasi obat dalam darah terhadap
waktu. Model kompartemen adalah model yang banyak digunakan oleh para
peneliti di indonesia dan para peneliti farmakokinetika lainnya. Model
kompartemen mana yang cocok untuk suatu obat tergantung pada jenis obatnya
dan dapat diperkirakan dari profil kurva kadar obat dalam plasma terhadap waktu.
Dalam penelitian farmakokinetik tentu saja harus digunakan model yang
paling cocok untuk obat yang bersangkutan. Tetapi untuk perhitungan regimen
dosis obat, yang harus cepat dan tidak perlu terlalu tepat karena selalu harus
disesuaikan kembali menurut respon pasien, cukup digunakan model satu
kompartemen untuk pemberian oral dan kalau perlu model dua kompartemen
untuk pemberian IV.

2.3 Jenis Model Kompartemen


Jenis – jenis model farmakokinetik tubuh manusia :
a) Model 1 kompartemen. Menurut model ini, tubuh dianggap sebagai 1
kompartemen tempat obat menyebar dengan seketika dan merata ke
selruh cairan dan jaringan tubuh. Model ini terlalu sederhana sehingga
untuk kebanyakan obat kurang tepat (Ganiswarna, 1995).
b) Model 2 kompartemen. Tubuh dianggap terdiri atas kompartemen sentral
dan kompartemen perifer. Kompartemen sentral terdiri dari darah dan
berbagai jaringan yang banyak dialiri darah seperti jantung, paru, hati,
ginjal dan kelenjar – kelenjar endokrin. Kompartemen perifer adalah
berbagai jaringan yang kurang dialiri darah misalnya otot, kulit, dan
jaringan lemak. Model 2 kompartemen ini pada prinsipnya sama dengan
model kompartemen 1, bedanya hanya dalam proses distribusi karena
adanya kompartemen perifer, eliminasi tetap dari kompartemen sentral.
Model ini ternyata cocok untuk banyak obat (Ganiswarna, 2005).
c) Model 3 kompartemen. Kompartemen perifer dibagi atas kompartemen
perifer yang dangkal dan kompartemen perifer yang dalam. Model mana
yang cocok untuk suatu obat dan dapat diperkirakan dari profil kurva
kadar obat dalam plasma terhadap waktu (Ganiswarna, 2005).

2.4 Model Dua Kompartemen


Dalam model dua kompartemen dianggap bahwa obat terdistribusi
kedalam dua kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen
sentral, yaitu darah, cairan ekstraseluler dan jaringan-jaringan dengan perfusi
tinggi. Kompartemen-kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh
obat.Kompartemen kedua merupakan kompartemen jaringan, yang berisi jaringan
– jaringan yang berkesetimbangan secara lebih lambat dengan obat. Model ini
menganggap obat dieliminasi dari kompartemen sentral.
Konsentrasi obat dalam plasma dan dalam jaringan-jaringan dengan
perfusi tinggi yang merupakan kompartemen sentral setelah diinjeksi
IV menurun secara cepat karena obat didistribusi ke jaringan lain, yaitu jaringan-
jaringan yang diperfusi secara lebih lambat. Penurunan awal yang cepat dari
konsentrasi obat dalam kompartemen sentral dikenal sebagai fase distribusi dari
kurva. Pada suatu waktu, obat mencapai keadaan kesetimbangan antara
kompartemen sentral dan kompartemen jaringan yang diperfusi lebih kecil.
Setelah kesetimbangan dicapai, hilangnya obat dari kompartemen sentral
merupakan suatu proses tunggal dari order kesatu sebagai keseluruhan proses
eliminasi obat dari tubuh. Proses kedua ini laju prosesnya lebih lambat dan
dikenal sebagai fase eliminasi.

2.5 Intravena
Terapi intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung
ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium,
kalium), nutrient (biasanya glukosa), vitamin atau obat. Terapi intravena adalah
suatu terapi memasukkan jarum atau kanula ke dalam vena (pembuluh darah)
untuk dilewati cairan infus atau pengobatan dengan tujuan agar sejumlah cairan
atau obat dapat masuk ke dalam tubuh dalam jangka waktu tertentu. terapi
intravena adalah salah satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan
obat atau vitamin ke dalam tubuh.
Sistem terapi ini memungkinkan terapi berefek langsung, lebih cepat, lebih
efektif, dapat dilakukan secara kontinu dan pasien merasa lebih nyaman jika
dibandingkan dengan cara lainnya. Terapi intravena (IV) digunakan untuk
memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau
syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme dan
memberikan medikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Aiache, J.M. (1993). Farmasetika 2 Biofarmasi. Edisi ke-2. Penerjemah: Dr. Widji
Soeratri. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. Hal. 7

Arini Setiawati dan Zunilda Bustami. 2001. Antihipertensi. Dalam : Sulistia G.


Ganiswarna, dkk., Editor : Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta
:Bagian Farmakologi FKUI. 315-342.

Azizah Nasution, 2015. Farmakokinetika Klinis. Medan; USU Press

Hinz, B. (2005). Bioavailability of Diclofenac Pottassium at Low Doses. Germany


: Department of Experimental and Clinical Pharmacology and
Toxicology, Friedrich Alexander University Erlangen-Nurnberg,
Fahrstrasse 17, D-91054 Erlangen

Leon Shargel, et al. 2012. Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics 6th


Edition. McGraw-Hill Education / Medical

Lusiana, Darsono 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi Salisilat dan


Parasetamol. Bandung : Universitas Kristen Maranatha

Shargel, L. dan Yu. (2005). Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan. Edisi


Kedua. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 449-453.

Wagner J.G., Fundamental of Clinical Phamacokinetics,1st ed

Anda mungkin juga menyukai