Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

menjelaskan bahwa desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan

nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 menjadikan desa memiliki otonomi

sendiri untuk mengatur serta menjalankan pemerintahanya sendiri dengan

menekankan kepada aspek pemerintahan berskala lokal desa, hal ini kemudian

dikuatkan lewat pendapat Joko Purnomo (2016) menjelaskan bahwa desa saat ini

tidak lagi merupakan bagian sub-pemerintahan dari kabupaten melainkan sudah

bergeser menjadi pemerintahan masyarakat. Adanya prinsip desentralisasi dan

residualitas dalam perundangan sebelumnya telah berubah menjadi prinsip

rekognisi dan subsidiaritas yang memberikan mandat sekaligus wewenang

terbatas namun strategis kepada desa untuk mengatur urusanya sendiri, termasuk

dalam urusan pembangunan yang sekarang berubah menjadi pembangunan desa

yang bersifat partisipatif.


2

Pembangunan desa dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2014 secara

terperinci dijelaskan pada bab ix bagian ke-satu tentang pembangunan desa, pasal

78 sampai pasal 82. Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan

melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa,

pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan

lingkungan secara berkelanjutan. Pada dasarnya pembangunan desa ini ditujukan

untuk pengembangan ekonomi masyarakat guna meningkatkan taraf hidup serta

kesejahteraan masyarakat desa. Pelaksanaan pembangunan desa ini kemudian

dijalankan oleh lembaga pemerintah desa dengan melibatkan masyarakat desa

melalui lembaga kemasyarakatan desa.

Lembaga pemerintahan desa sebagai pelaksana pembangunan di desa

terdiri atas Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD),

Pemerintah desa sebagai lembaga eksekutif di desa yang dipimpin oleh kepala

desa, sedangkan BPD bertindak lembaga legislatif. Dalam pelaksanaan

pembangunan berbasiskan masyarakat ini Lembaga Pemerintahan Desa bersinergi

dengan Lembaga Kemasyarakatan Desa sebagai wadah partisipasi masyarakat

sekaligus mitra dari pemerintah desa dalam melaksanakan pemerintahan dan

pembangunan di desa.

Lembaga Kemasyarakatan Desa dijelaskan dalam pasal 94 Undang-

Undang No. 6 Tahun 2014 bertugas untuk melakukan pemberdayaan masyarakat

desa, ikut serta merencanakan dan melaksanakan pembangunan, serta


3

meningkatkan pelayanan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan Desa merupakan

wadah partisipasi masyarakat desa sebagai mitra pemeritah desa. Lebih terperinci

lagi pada pasal 94 ayat 4 mengamatkan bahwa “Pelaksanaan program dan

kegiatan yang bersumber dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,

Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan lembaga non-Pemerintah wajib

memberdayakan dan mendayagunakan lembaga kemasyarakatan yang sudah ada

di Desa”. Artinya dalam pelaksanaan kegiatan kemudian sinergitas antar lembaga

yang ada di desa mutlak diperlukan, agar tujuan program atau kegiatan tercapai,

sehingga bisa mewujudkan pengentasaan kemiskinan serta peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah Provinsi Bali pada tahun 2012 membuat sebuah gebrakan

untuk membantu desa yang tergolong masih miskin di Bali dengan peluncuran

kebijakan program Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara atau yang lebih

dikenal dengan sebutan Gerbang Sadu Mandara (GSM). Kebijakan

Program/Kegiatan Gerbang Sadu Mandara (GSM) merupakan wadah bersama

masyarakat Perdesaan dalam membangun diri dan lingkungannya secara mandiri

dan partisipatif, yang mencakup pembangunan infrastruktur pedesaan serta

pengembangan usaha ekonomi produktif di perdesaan (BPMPD. 2013).

Gerbang Sadu Mandara (GSM) merupakan program pembangunan desa

yang berbasiskan sosial masyarakat serta program ini dimaksudkan pemerintah

provinsi Bali untuk mendorong kemandirian masyarakat dan desa dalam

membangun diri dan lingkungannya secara mandiri. Sebagai sebuah kebijakan


4

Program Gerbang Sadu Mandara (GSM) menyasar pada desa-desa dengan tingkat

kemiskinan di atas 35% pada tahun 2012 dimana di provinsi bali sendiri terdapat

82 desa yang masuk kedalam kategori tersebut (Setda. 2012) .

Desa Manukaya adalah salah salah satu penerima program Gerbang Sadu

Mandara (GSM) pada tahun 2016 dengan nominal dana sebesar 1,02 miliar

(Rismawati. 2016). Desa Manukaya memiliki jumlah penduduk sebanyak 11.119

jiwa yang terbagi kedalam 3.108 rumah tangga, kemudian disisi lain jumlah

rumah tangga yang tergolong miskin di Desa ini sebanyak 1.281 (41, 21%) rumah

tangga dinyatakan masuk kedalam rumah tangga sasaran (RTS) calon penerima

program penanggulangan kemiskinan, ini merupakan angka terbesar di kecamatan

Tampaksiring (BPS. 2016).

Pelaksanaan program Gerbang Sadu Mandara (GSM) Tahun 2016 di Desa

Manukaya terbagi menjadi beberapa kegiatan. Pertama, untuk biaya operasional

selama penyusunan agenda kegiatan mulai dari pertemuan sampai dengan cairnya

dana bantuan untuk pelaksanaan program GSM dengan nominal Rp. 19.997.000.

Kedua, Program Gerbang Sadu Mandara (GSM) difokuskan untuk perbaikan

infrastruktur kantor milik BUMDes Manukaya “Manukaya Mandiri” yang

mengabiskan dana Rp. 25.000.000. Ketiga, Alokasi dana Program GSM

digunakan untuk modal usaha ekonomi produktif (simpan pinjam) yang dikelola

oleh BUMDes Manukaya “Manukaya Mandiri” sebesar Rp. 975.000.000 yang

pelaksanaan kegiatanya masih berjalan sampai sekarang.


5

Penyelenggaraan program Gerbang Sadu Mandara (GSM) diatur lebih

lanjut dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 52 tahun 2013 tentang Petunjuk

Teknis Bantuan Keuangan Khusus Kepada Desa Melalui Program/Kegiatan

Gerakan Pembangunan Desa Terpadu Mandara (Gerbang Sadu Mandara) di

provinsi Bali. Implementasi program pada dasarnya harus sesuai dengan peraturan

yang berlaku dengan sasaran program yaitu masyarakat yang tergolong kedalam

Rumah Tangga Sasaran (RTS), sejalan dengan hal ini kemudian Leo Agustino

(2012) menjelaskan bahwa Implementasi kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu 1)

Adanya tujuan/sasaran kegiatan, 2) adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian

tujuan, 3) adanya hasil kegiatan.

Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai oleh Gerbang Sadu Mandara (GSM)

di Desa Manukaya kemudian masih ditemui beberapa permasalahan yang terjadi

di lapangan. Sasaran program Gerbang Sadu Mandara (GSM) yang seharusnya

untuk keluarga yang tergolong ke dalam rumah tangga sasaran (RTS) yang

dibuktikan dengan menunjukan kartu perlindungan sosial ternyata juga diberikan

kepada masyarakat non RTS merupakan permasalahan pertama. Kedua, masih

rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program Gerbang Sadu

Mandara (GSM) hal ini dilihat dari sedikitnya masyarakat yang hadir serta tidak

memenuhi perwakilan dari seluruh komponen yang seharusnya hadir dalam setiap

tahapan penyusunan program yang dibiayai oleh Gerbang Sadu Mandara (GSM).

Ketiga adalah tidak semua lembaga kemasyarakatan desa dilibatkan dalam setiap

tahapan penyusunan kegiatan yang dibiayai oleh Program Gerbang Sadu Mandara

(GSM), diantaranya adalah Karang Taruna serta Tim Penggerak Pemberdayaan


6

dan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK), padahal sasaran dari kegiatan salah

satunya adalah meingkatkan partisipasi perempuan dalam pengembangan usaha

ekonomi perdesaan. Keempat adalah kegiatan pembangunan infrastruktur yang

dibiayai oleh Program Gerbang Sadu Mandara (GSM) tidak sesuai dengan

kategori pembangunan infrastruktur yang tertuang dalam Perda No. 52 Tahun

2013.

Dilihat dari jumlah RTS yang masih banyak, serta dikuatkan dengan

beberapa permasalahan yang terjadi dalam proses pelaksanaan program Gerbang

Sadu Mandara (GSM), kemudian penulis menggunakan Desa Manukaya sebagai

lokasi penelitian dengan fokus penelitian adalah pasal 78 – 82 tentang

pembangunan desa serta pasal 94 tentang lembaga kemasyarakatan desa karena

melihat beberapa permasalahan diatas. Dari uraian diatas kemudian penulis

tertarik untuk mengkaji “Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 (Studi

Kasus Program Gerbang Sadu Mandara (GSM) di Desa Manukaya, Kecamatan

Tampaksiring Tahun 2016 )”

1.2. Rumusan Masalah

Dari penjabaran latar belakang diatas, maka rumusan permasalahan pada

penelitian ini yakni: “Bagaimana Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun

2014 (Studi Kasus Program Gerbang Sadu Mandara (GSM) di Desa Manukaya,

Kecamatan Tampaksiring Tahun 2016)?”

1.3. Batasan Masalah


7

Batasan masalah pada penelitian ini adalah tentang implementasi dari

Undang-Undang No.6 Tahun 2014 dalam pelaksanaan program Gerbang Sadu

Mandara di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring Tahun 2016. Penelitian ini

difokuskan pada pasal 78 – 82 tentang pembangunan desa serta pasal 94 tentang

lembaga kemasyarakatan desa.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaiamana

implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 dalam pelaksanaan program

Gerbang Sadu Mandara (GSM) di Desa Manukaya, Kecamatan Tampaksiring,

Tahun 2016 dengan fokus penelitian pada pasal 78 – 82 tentang pembangunan

desa serta pasal 94 tentang lembaga kemasyarakatan desa.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.5.1 Manfaat Teoritis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat dijadikan

dasar dalam penelitian berikutnya dengan objek penelitian yang serupa dengan

kajian yang lebih mendalam.


8

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan kesempatan untuk menambah

wawasan serta menerapkan ilmu dan teori yang diperoleh dalam bangku

perkuliahan

2. Bagi lembaga, hasil penelitian ini akan menambah kepustakaan dan

wawasan pada studi tentang bagaimana implementasi Undang-Undang No.

6 Tahun 2014 dalam pelaksanaan program Gerbang Sadu Mandara (GSM)

dengan fokus penelitian pada pasal 78 – 82 tentang pembangunan desa

serta pasal 94 tentang lembaga kemasyarakatan desa.

3. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi

serta tambahan khazah ilmu pengetahuan.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penelitian pada skripsi ini dibagi dalam 5 (lima) Bab, yaitu:

BAB I: Pendahuluan

Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II: Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang kajian pustaka, kerangka konsep, landasan

teori, dan kerangka pemikiran.


9

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, sumber data, unit analisis,

teknik penentuan informasi, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan

teknik penyajian data.

BAB IV: Pembahasan

Bab ini membahas tentang gambaran umum atau obyek penelitian,

permasalahan yang dihadapai serta penyelesainya.

BAB V: Penutup

Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran

yang bersifat membangun bagi obyek penelitian.

Anda mungkin juga menyukai