Anda di halaman 1dari 35

5

BAB 2
TIJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Lansia


2.1.1 Definisi Lansia
Menurut UU no.13 tahun 1998 dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas (Siti Maryam, 2010).
Menurut UU kesehatan nomor 23 tahun 1992 pasal 19 ayat 1 “Manusia usia lanjut
(growing old) adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan
biologis, fisik, sikap, perubahan akan memberikan pengaruh pada keseluruhan
aspek kehidupan termasuk kesehatan” (Priyoto, 2014).
Menurut Siti Maryam, dkk (2010) batasan usia lanjut terdiri dari :
a. Pra usia lanjut (Prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-60 tahun.
b. Usia lanjut
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.Usia lanjut adalah tahap masa
tua dalam perkembangan individu (usia 60 tahun ke atas). Sedangkan
lanjut usia adalah sudah berumur atau tua.
c. Usia lanjut resiko tinggi
Sesorang yang beruia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
d. Usia lanjut potensial
Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa
e. Usia lanjut tidak potensial
Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga kehidupannya
bergantung pada bantuan orang lain.
2.1.2 Tipe Usia Lanjut
Menurut Siti Maryam, dkk (2010) beberapa tipe pada usia lanjut
bergantung pada karakter, pengalaman hidup, kondisi mental, fisik, sosial dan
ekonomi. Tipe tersebut antara lain :
6

a. Tipe arif bijaksana


Kaya denga hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalammencari
pekerjaan, teman bergaul, dan memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak
menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, ringan
kaki, pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Kaget kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif
dan acuh tak acuh.
2.1.2 Proses Menua (Aging Process)
2.1.2.1 Definisi Proses Menua
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan
fungsi normalnya sehinga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Azizah, 2011). Penuaan dapat terjadi secara fisiologis
dan patologis. Perlu hati-hati didalam mengidentifikasi penuaan. Bila seseorang
mengalami penuaan fisiologis diharapkan mereka tua dalam keadaan sehat
(Priyoto, 2014).
Menurut Priyoto (2014) ada beberapa faktor yang mempengaruhi penuaan
seseorang, yaitu :
a. Faktor endogen, yaitu faktor bawaan (keturunan) yang berbeda pada setiap
individu, dapat lebih cepat atau lebih lambat.
b. Faktor intelegensia, faktor ini sedikit mempengaruhi proses penuaan.
Biasanya orang yang beintelegensia tinggi cenderung memiliki pola pikir
7

kedepan yang lebih baik sehingga berusaha menerapkan pola hidup yang
sehat.
c. Faktor eksogen, yaitu faktor luar yang dapat mempengaruhi penuaan.
Biasanya faklor lingkungan, sosial budaya,dan gaya hidup.
2.1.4 Teori Proses Menua
Teori penuaan secara umum dapat dibagi menjadi 2 yaitu teori penuaan
secara biologis dan teori penuaan psikologis.
2.1.4.1 Teori Biologi
1. Teori seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan
kebanyakan sel-sel tubuh diprogram untuk membelah 50 kali. Pada
beberapa sistem eperti saraf, muskuloskeletal dan jantung, sel pada
jaringan dan organ dalam sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut
rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami
proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama
sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri (Azizah, 2011).
2. Teori “Genetic Clock”
Menurut teori ini, menua telah diprogram secara genetic untuk spesies-
spesies tertentu. Inti sel suatu spesies mempunyai suatu jam genetic yang
telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung
mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar. Jadi, menurut
konsep ini bila kita berhenti kita akan meninggal dunia meskipun tanpa
disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir (Darmojo dan
Martono, 2000).
3. Sistem Imunitas
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun
yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua,
pertahanan mereka terhadap organism asing mengalami penurunan,
sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti
kanker atau infeksi. Seiring berkurangnya sistem imun, terjadilah
peningkatan dalam respon autoimun tubuh. Ketika orang mengalami
penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit autoimun seperti arthritis,
8

rhumatoid, dan alergi terhadap makanan dan faktor lingkungan lain. Selain
itu, tubuh kehilangan kemampuannya untuk meningkatkan responnya
terhadap benda asing, terutama bila menghadapi infeksi (Stenley, 2006).
4. Mutasi Somatik
Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau
tercemar zat kimia yang bersifat karsigenik atau toksik dapat
memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif
pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan
kemampuan fungsional sel tersebut (Darmojo dan Martono, 2000).
5. Kerusakan akibat Radikal bebas
Radikal bebas (RB) dapat terbentuk dialam bebas, didalam tubuh jika
fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan didalam rantai pernapasan
didalam itokondria. Untuk organisasi aerobic radikal bebas terbentu pada
waktu respirasi (aerob) didalam mitokondria karena 90% oksigen diambil
tubuh, masuk kedalam mitokondria. Radikal bebas bersifat merusak,
karena sangat reaktif, sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein asam
lemak tak jenuh, seperti dalam membran sel dan dengan gugus SH.
Walaupun telah ada sistem penagkalan, namun sebagian radikal bebas
tetap lolos, bahkan semakin lanjut usia makin bnayak radikal bebas yang
terbentuk sehingga proses pengerusakan terus terjadi, kerusakan organl sel
makin lama makin banyak dan akhirnya mati (Darmojo dan Martono,
2000).
2.1.4.2 Teori Psikologis
1. Teori Pembebasan (Disengangement Theory)
Teori disengengement dari cummings dan henry yang dikutip oleh Potter
(2005) menyatakan bahwa orang yang menua akan menarik diri dari peran
yang biasanya dan terikat pada aktivitas yang lebih introspektif dan
berfokus pada diri sendiri. Teori ini memiliki empat dasar, yaitu individu
yang menua dan masyarakat secara bersama menarik diri, disengangement
adalah intrinsik dan tidak dapat dielakan baik secara biologis dan
9

psikologis, disengangement dianggap perlu untuk keberhasilan penuaan,


dan disengangement bermanfaat baik bagi lansia dan masyarakat.
2. Teori Aktivitas atau Kegiatan (Activity Theory)
Teori aktvitas tidak menyetujui teori disengangement dan menegaskan
bahwa kelanjutan aktivitas dewasa tengah penting untuk keberhasilan
penuaan (Potter, 2005). Seseorang yang dimasa mudanya aktif dan terus
memelihara keaktifannya setelah menua akan membuat sense of integrity
yang dibangun dimasa muda akan tetap terpelihara sampai tua. Teori ini
menyatakan bahwa lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
dalam banyak kegiatan sosial (Azizah, 2010).
3. Kepribadian Berlanjut (Continuity Theori)
Dasar kepribadian atau tingkah laku berubah pada lanjut usia. Identity
yang sudah mantap memudahkan dalam memelihara hubungan dengan
masyarakat, melibatkan diri dalam masalah dimasyarakat, keluarga dan
hubungan interpersonal. Pada teori menyatakan bahwa perubahan yang
terjadi pada diri seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi oleh tipe
personality yang dimilikinya (Azizah, 2011).
2.1.4.3 Teori Social
Ada beberapa teori social yang berkaitan dengan proses penuaan yaitu
teori interaksi social (social exchange theory), teori penarikan diri (disengagement
theory), teori aktivitas (activity theory), teori perkembangan (development
theory), dan teori statifikasi usia (age stratification theory).
1. Teori interaksi social
Teori ini mencoba menjelaskan kenapa lansia bertindak pada suatu situasi
tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai masyarakat. Ada
mengemukakan teori interasksi social berdasarkan atas hokum pertukaran
barang dan jasa.
Pada lansia, kekuasaan dan prestisenya berkurang, sehingga menyebabkan
interaksi social mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri
dan kemampuan mereka untuk mengikuti perintah.
Pokok-pokok teori interaksi social adalah sebagai berikut:
10

a. Masyarakat terdiri atas actor-aktor interaksi social yang berupaya


mencapai tujuannya masing-masing
b. Dalam upaya tersebut terjadi interaksi social yang memerlukan biaya
dan waktu
c. Untuk mencapai tujuan yang hendaknya dicapai, seseorang actor harus
mengeluarkan biaya
d. Actor senantiasa berusaha mencari keuntungan dan mencegah dari
kerugian.
e. Hanya interksi yang ekonomis saja yang dipertahankan olehnya
2. Teori penarikan diri
Teori ini merupakan teori social tentang penuaan yang paling awal dan
pertama kali diperkenalkan oleh gumming dan hery (1961). Kemiskinan
yang diderita lansia dan menurunnya derajat kesehatan mengakibatkan
seorang lansia secara perlahan-lahan menarik diri dari pergaulan
disekitarnya. Proses penuaan mengakibatkan interaksi social lansia mulai
menurun, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Pada lansia juga terjadi kehilangan ganda (tripe loss) yaitu :
a. Kehilangan peran (loss of roles)
b. Hambatan kontak social (restriction of contacts and relation ships).
c. Berkurangnya komitmen (reduced commitment to social moralres and
values).
Pokok-pokok teori menarik diri adalah sebagai berikut :
a. Pada pria, kehilangan peran terutama pada masa pension. Sedangkan
pada wanita terjadi pada masa ketika peran dalam keluarga berkurang,
misalnya saat anak menginjak dewasa serta meninggalkan rumah untuk
belajar dan menikah.
b. Lansia dan masyarakat mampu mengambil manfaar dan hal ini, karena
lansia dapat merasakan bahwa tekanan social berkurang sedangkan kaum
muda dan memperoleh kerja yang lebih luas.
c. Tiga aspek utama dalam teori ini adalah proses menarik diri yang
terjadi sepanjang hidup. Proses ini tidak dapat dihindari serta hal ini harus
diterima oleh lansia dan masyarakat.
11

2.1.4.4 Teori aktivitas


Teori ini menyatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasaan dalam melakukan aktivitas serta
mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibanding kuantitas dan aktivitas
yang dilakukan.
Pokok-pokok teori aktivitas adalah :
a. Moral dan kepuasaan berkaitan dengan interaksi social dan keterlibatan
sepenuhnya dari lansia di masyarakat.
b. Kehilangan peran akan menghilangkan kepuasaan seorang lansia
4. Teori kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam kehidupan siklus
lansia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambaran
kelak pada saat menjadi tua. Hal ini dapat dilihat bahwa gaya hidup,
perilaku, dan harapan seseorang ternyata tidak berubah meskipun ia telah
menjadi lansia
Pokok-pokok teori kesinambungan adalah
a. Lansia tidak disarankan untuk melepaskan asperan atau harus aktif
dalam proses penuaan, tetapi bedasarkan pada pengalaman dimasa lalu,
lansia memilih peran apa yang harus dipertahankan atau dihilangkan.
b. Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
c. Lansia berkesempatan untuk memilih berbagai macam cara untuk
beradaptasi.
5. Teori perkembangan
Teori ini menekankan pentingnya mempelajari apa yang telah dialami oleh
lansia pada saat muda hingga dewasa, dengan demikian perlu dipahami
teori Freud, Buhler, Jung dan Erikson psikososial anak dan balita.
Pokok-pokok dalam teori perkembangan adalah sebagai berikut :
a. Masa tua merupakan saat lansia merumuskan seluruh masa kehidupan.
b. Masa tua merupakan masa penyesuaian diri terhadap kenyataaan social
yang baru yaitu pension atau menduda atau menjanda.
c. Lansia harus menyesuaikan diri sebagai akibat perannya yang berakhir
didalam keluarga, kehilangan identitas dan hubungan social akibat
12

pensiunan, serta ditinggal mati oleh pasangannya hidup atau teman-


temannya
6. Teori statifikasi usia
Pada teori ini menggambarkan adanya perbedaan kapasitas, peran,
kewajiban, dan hak mereka bedasarkan usia.
Dua elemen penting dalam model statifikasi usia tersebut adalah struktur
dan prosesnya.
a. Struktur mencakup hal-hal sebagai berikut : bagaimanakah peran dan
harapan menurut penggolongan usia.
b. Proses mencakup hal-hal sebagai berikut : bagaimanakah menyesuaikan
kedudukan seseorang dengan peran yang ada, bagaimanakah cara
mengatur transisi peran secara berurutan dan terus menerus.
7. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada pengertian
individu dengan alam semesta dan presepsi individu tentang arti
kehidupan.
2.1.5 Perubahan Yang Dialami Lansia
Perubahan lansia meliputi perubahan fisik-biologis/jasmani, mental-
emosional/jiwa dan kehidupan seksual.
2.1.5.1 Perubahan Fisik-Biologis meliputi :
1. Kekuatan fisik secara menyeluruh dirasakan berkurang, merasa cepat
capek dan stamina menurun
2. Sikap badan yang semula tegao menjadi membungkuk, otot-otot
mengecil, hipotrofis, terutama dibagian dada dan lengan
3. Kulit mengerut dan menjadi keriput, garis-garis pada wajah dikening
dan sudut mata
4. Rambut memutih dan pertumbuhan kurang
5. Gigi mulai rontok
6. Perubahan pada mata: pandangan dekat berkurang, adaptasi gelap
melambat, lingkaran putih pada kornea dan lensa menjadi keruh
7. Pendengaran, daya cium, dan perasa mulut menurun, dan
13

8. Pengapuran pada tulang rawan, seperti tulang dada sehingga rongga


dada menjadi kaku dan sulit bernafas
2.1.5.2 Perubahan Mental-Emosional/Jiwa meliputi:
1. Daya ingat menurun, terutama peristiwa yang baru saja terjadi
2. Sering lupa/pikun, sering sangat mengganggu dalam pergaulan dengan
lupa nama orang,
3. Emosi berubah, sering marah-marah, rasa harga diri tinggi, dan mudah
tersinggung
2.1.6 Perubahan Fisiologis Pada Lansia
Perubahan fisiologis yang terjadi pada lansia adalah:
2.1.6.1 Sistem Muskuloskeletal
Perubahan normal musculoskeletal terkait usia pada lansia termasuk
penurunan tinggi badan, redistribusi, massa otot dan lemak subkutan,
peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakkan yang lambat,
pengurangan kekuatan sendi-sendi. Perubahan pada tulang, otot, dan sendi
mengakibatkan perubahan penampilan, kelemahan, dan lambatnya
pergerakkan yang menyertai penuaan (Stanley, 2006). Perubahan pada
musculoskeletal antara lain sebagai berikut :
1. Jaringan penghubung (kolagen dan elasin)
Kolagen sebagai pendukung utama pada kulit, tendon, tulang, kartilago
dan jaringan pengkat mengalami perubahan menjadi bentangan ceoss
linking yang tidak teratur dan penurunan hubungan tarikan linier pada
jaringan kolagen merupakan salah satu alasan penurunan mobilitas pada
jaringan tubuh. Setelah kolagen mencapai puncak fungsi atau daya
mekaniknya karena penuaan, tensil strength dan kekuatan dari kolagen
mulai menurun. Kolagen dan elastin yang merupakan jaringan ikat pada
jaringan penghubung mengalami perubahan kualitatif dan kuantitatif
sesuai penuaan. Perubahan pada kolagen ini merupakan penyebab
penurunan fleksibilitas pada lansia sehingga menimbulkan dampak berupa
nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot,
kesulitan bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan, dan
hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Upaya fisioterapi untuk
14

mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga


mobilitas tersebut (pujiastuti,2003).
2. Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian menjadi lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata. Selanjutnya,
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung ke arah progresif. Proteoglikan merupakan komponen
dasar matriks kartilago berkurang atau hilang secara bertahap. Setelah
matriks mengalami deteriorasi, jaringan fibril pada kolagen kehilangan
kekuatan, dan akhirnya kartilago cenderung mengalami fibrilasi. Kartilago
mengalami klasifikasi dibeberapa tempat, seperti pada tulang rusuk dan
tiroid. Fungsi kartilago tidak menjadi efektif, tidak seperti peredam kejut,
tetapi juga sebagai permukaan sendi yang berpelumas. Konsekuensinya,
kartilago pada persendian menjadi rentang terhadap gesekan. Perubahan
tersebut sering terjadi pada sendi besar penumpu berat badan. Akibat
perubahan itu sendi mudah mengalami peradangan, kekuatan, nyeri,
keterbatasan gerak dan tegangannya aktivitas sehari-hari. Untuk mencegah
kerusakan lebih lanjut, dapat diberikan teknik perlindungan sendi
(pujiastuti, 2003).
3. Tulang
Berkurangnya kepadatan tulang, setelah diobservasi, adalah bagian dari
penuaan fisiologis. Trabekula longitudinal menjadi tipis dan trabekula
transversal terabsobsi kembali. Sebagai akibat perubahan itu, jumlah
tulang spongiosa berkurang dan tulang kompakta menjadi tipis. Perubahan
lain yang terjadi adalah penurunan esterogen sehingga produksi osteoklas
terkendali, penurunan penyerapan kalsium di usus, peningkatan kanal
haversi sehingga tulang keropos cairan tulang menurun sehingga mudah
rapuh (osteoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan
menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami
sclerosis. Berkurangnya jaringan dan ukuran tulang secara keseluruhan
menyebabkan kekuatan dan kekakuan tulang menurun. Dampak
berkurangnya kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis. Osteoporosis
15

lebih lanjut akan mengakibatkan nyeri, deformitas, dan fraktur. Latihan


fisik dapat diberikan sebagai cara untuk mencegah terjadinya osteoporosis
(pujiastuti, 2003).
4. Otot
Perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi. Penurunan jumlah
dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung, dan jaringan
lemak pada otot mengakibatkan efek negative. Dampak perubahan
morfologis otot adalah penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas,
peningkatan waktu reaksi, dan penurunan kemampuan fungsional otot.
Untuk mencegah perubahan lebih lanjut, dapat diberikan latihan untuk
mempertahankan mobilitas (pujiastuti, 2003).
5. Sendi
Pada lansia jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament dan fasia
mengalami penurunan daya lentur dan elastisitas. Terjadi degenerasi, erosi
dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi kehilangan
fleksibelnya sehingga terjadi penurunan luas gerak sendi. Beberapa
kelainan akibat perubahan pada sendi banyak yang banyak terjadi pada
lansia antara lain osteoarthritis, arthritis rheumatoid, gout dan pseudogout.
Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa bengkak, nyeri,
kekakuan sendi, keterbatasan luas gerak sendi, gangguan jalan, dan
aktivitas keseharian lainnya. Upaya menengah kerusakan sendi antara lain
dengan memberikan perlindungan sendi dalam beraktivitas (pujiastuti,
2003).
2.1.6.2 Sistem Saraf
Status kesehatan, pengalaman hidup, nutrisi, aktivitas, dan factor
keturunan mempengaruhi proses penuaan. System neurologis terutama
otak adalah suatu factor utama dalam penuaan yang adaptif. Perubahan
dalam sisyem neurologis dapat termasuk kehilangan dan penyusutan
neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia 80
tahun. Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin dan dopamine yang tidak
seimbang, dikompensasi oleh hilangnya sel-sel, menghasilkan penurunan
sedikit penurunan intelektual. Namun, parkinsonisme ringan mungkin
16

dialami ketika reseptor penghambat dopamine dipengaruhi oleh penuaan.


Dengan gangguan perfusi dan terganggunya aliran darah serebral, lansia
beresiko lebih besar untuk mengalami kerusakan serebral tambahan, gagal
ginjal, penyakit pernafasan dan kejang. Terdapat suatu pengurangan aliran
darah sel saraf serebral dan metabolism yang telah diketahui. Dengan
penurunan kecepatan konduksi saraf, reflex yang lambat, dan respon yang
tertunda untuk berbagi stimulus yang alami, maka terdapat pengurangan
sensasi kinestetik. Karena perubahan fisiologis dalam system persarafan
yang terjadi selama proses penuaan, siklus tidur-bangun mungkin berubah
(Stanley, 2006).
2.1.6.3 Sistem Kardiovaskular Dan Respirasi
Perubahan system kardiovaskular dan respirasi mencakup penjelasan
berikut.
1. Sistem kardiovaskular
Dengan meningkatnya usia, jantung dan pembuluh darah mengalami
perubahan baik structural maupun fungsional. Secara umum, perubahan
yang disebabkan oleh penuaan berlangsung lambat dan dengan awitan
yang tidak disadari. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur ini sering
terjadi di tandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan
penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi. Namun, perubahan yang
menyertai penuaan ini terjadi lebih jelas ketika system ditekan untuk
meningkatkan keluarnya dalam memenuhi peningkatan kebutuhan tubuh.
Perubahan normal akibat penuaan pada sitem kardiovaskular yaitu
ventrikel kiri menebal sehingga mengakibatkan penurunan kekuatan
kontraktil, katub jantung menebal dan membentuk penonjolan yang
mengakibatkan gangguan aliran darah melalui katup, jumlah sel
pacemaker menurun yang mengakibatkan terjadinya disritmia, arteri
menjadi kaku dan tidak lurus pada kondisi dilatasi yang mengakibatkan
terjadi penumpulan respons baroreseptor dan penumpulan respon panas
dan dingin, vena mengalami dilatasi, katup-katup menjadi kompoten
mengakibatkan terjadinya edema pada ekstremitas bawah dengan
penumpukan darah (Stanley, 2006).
17

Kemampuan arteri dalam menjalankan fungsi berkurang sampai 50%


pembuluh darah kapiler mengalami penurunan elastisitas dan
permeabilitas. Terjadi perubahan fungsional berupa kenaikan tahanan
vacular sehingga menyebabkan peningkatan tekanan sistol dan penurunan
fungsi jaringan. Penurunan sensitivitas baroreseptor menyebabkan terjadi
hipotensi postural. Curah jantung (cardiac output) menurun akibat
penurunan denyut jantung maksimal dan volume sekuncup. Respon
vasokontriksi untuk mencegah terjadinya pengumpulan darah (poolong of
blood) menurun sehingga respons terhadap hipoksia menjadi lambat
(Pujiastuti, 2003). Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal (VO2 maks)
sehingga kapasitas vital paru menurun. Latihan berguna untuk
meningkatkan VO2 maksimum, mengurangi tekanan darah, dan berat
badan (Pujiastutu,2003).
2. Sitem Respirasi
Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding dada
turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20% pada usia
60 tahun. Atrofi otot-otot pernapasan dan penurunan kekuatan otot-otot
pernapasan dapat meningkatkan resiko berkembanganya keletihan otot-
otot pernapasan pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut turut berperan
dalam penurunan konsumsi oksigen maksimum. Perubahan-perubahan
pada interstisium parenkim dan penurunan pada daerah permukaan
alveolar dapat menghasilkan penurunan difusi oksigen. Penurunan ini bila
dikombinasikan sekitar 50% pengurangan respons hipoksia dan
hiperkapnia pada usia 65 tahun, dapat mengakibatkan penurunan efisiensi
tidur dan penurunan kapasitas aktivitasnya. Implikasi klinis dan perubahan
pada system respirasi sangat banyak. Perubahan structural, perubahan
fungsi pulmonal, dan perubahan system imun mengakibatkan suatu
kerentanan untuk mengalami kegagalan respirasi akibat infeksi, kanker
paru, emboli pulmonal, dan penyakit kronis seperti asma dan penyakit
paru obstruksi kronis (PPOK) (Stanley, 2006).
18

2.1.6.4 Sistem Indra


Sistem penglihatan erat kaitannya dengan presbiopi (old sight). Lensa
kehilangan elastisitas dan kaku. Otot penyangga lensa lemah dan
kehilangan totus. Ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak
jauh atau jarak dekat berkurang (Pujiastuti, 2003). Gangguan pendengaran
pada lansia umumnya disebabkan koagulasi cairan yang terjadi selama
otitis media atau tumor seperti kolesteatoma. Gangguan ini dapat diatasi
dengan operasi. Penyebab gangguan pendengaran yang lain, seperti
sindrom Meniere dengan gejala seperti vertigo, mual muntah, telinga
terasa penug, tinnitus dan hilangnya daya pendengaran dan aquostik
neuroma (Pujiastuti, 2003).
Perubahan pada system pengecap adalah terjadi penurunan kemampuan
pengecapan dan peningkatan nilai ambang untuk identifikasi benda.
Perubahan yang terjadi pada system penghidu adalah degenerasi sel
sensorik mukosa hidung dan penurunan sensitivitas nilai ambang terhadap
bau. Perubahan pada system peraba adalah penurunan kecepatan hantaran
saraf, penurunan respon terhadap stimulus taktil, penyimpanan presepsi
nyeri, dan resiko terhadap bahaya internal yang berlebihan. (pujiastuti,
2003).
2.1.6.5 Sistem Integument
Pada lansia, kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastic, kering dan
berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan oleh atrofi glandula sebasea dan
glandula sudorifera. Menipisnya kulit ini tidak terjadi pada epidermisnya,
tetapi pada dermisnya karena terdapat perubahan dalam jaringan kolagen
serta jaringan elastisitasnya. Bagian kecil pada kulit menjadi mudah retak
dan menyebabkan cechymosen. Timbul pigmen berwarna cokelat pada
kulit, dikenal dengan liver spot. Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi
oleh factor lingkungan, antara lain angina dan sinar matahari, terutama
sinar ultra violet (pujiastuti, 2003).
19

2.1.7 Masalah Pada Lansia


masalah-masalah pada lansia antara lain, mudah jatuh, mudah lelah,
kekacauan mental akut, nyeri dada, sesak nafas pada waktu melakukan
kerja fisik, berdebar-debar, pembengkakkan kaki bagian bawah, nyeri
punggung bawah atau pinggang, nyeri pada sendi pinggul, berat badan
menurun, mengompol, gangguan penglihatan, gangguan pendengaran,
gangguan tidur, keluhan pusing, keluhan dingin dan kesemutan serta
mudah gatal (bandiyah, 2009).
2.1.8 Penyakit Yang Menonjol Pada Lansia
Penyakit yang menonjol pada lansia yaitu :
2.1.8.1 gangguan pembuluh darah : dari hipertensi sampai stroke,
2.1.8.2 gangguan metabolic : DM,
2.1.8.3 gangguan persendian :arthritis, sakit punggung, dan terjatuh,
2.1.8.4 gangguan social : kurang penyesuaian diri dan merasa tidak punya
fungsi lagi (Nugroho, 2000)

2.2 Konsep Teori PPOK


2.2.1 Pengertian
Penyakit Paru Obstruktif Kronis adalah gangguan progresif lambat kronis
ditandai oleh obstruksi saluran pernafasan yang menetap atau sedikit reversibel,
tidak seperti obstruksi saluran pernafasan reversibel pada asma. (Davey, 2003)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah kelainan dengan klasifikasi yang luas,
termasuk bronkitis, brokiektasis, emfisema, dan asma. Ini merupakan kondisi
yang tidak dapat pulih yang berkaitan dengan dispnea pada aktivitas fisik dan
mengurangi aliran udara . (Suzanne C. Smeltzer, 2006). Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) merupakan sekumpulan penyakit paru yang berlangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaraan
patofisiologi utamanya.Bronkitis kronis, emfisema paru, dan asma bronkial
membentuk satu kesatuan yang disebut Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD).(Sylvia Anderson Price, 2). Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah
sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan ke luar paru.
20

Gangguan yang penting adalah bronkitis obstruktif, efisema, dan asma bronkial.
(Muttaqin, 2008).
2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

a. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum
nasi).Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu,
dan kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan
pernapasan dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang
rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring
dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga hidung,
dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan berhubungan dengan
rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium, ke bawah terdapat 2
lubang (ke depan lubang laring dan ke belakang lubang esofagus).
21

c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian
vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya. Pangkal tenggorokan
itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan yang biasanya disebut
epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita
menelan makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang
berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir
yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang
trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh
otot polos.
e. Bronkus

Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2


buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai
struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu
berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai
22

3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri
dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang
lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli).Pada bronkioli tidak terdapat cincin lagi,
dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru atau gelembung hawa atau
alveoli. Bronkus pulmonaris,trakea terbelah menjadi dua bronkus utama : bronkus
ini bercabang lagi sebelum masuk paru-paru. Dalam perjalanannya menjelajahi
paru-paru,bronkus-bronkus pulmonaris bercabang dan beranting lagi banyak
sekali. Saluran besar yang mempertahankan struktur serupa dengan yang dari
trakea mempunyai diinding fibrosa berotot yang mengandung bahan tulang rawan
dan dilapisi epitelium bersilia. Makin kecil salurannya, makin berkurang tulang
rawannya dan akhirnya tinggal dinding fibrosa berotot dan lapisan silia. Bronkus
terminalis masuk kedalam saluran yang agak lain yang disebut vestibula, dan
disini membran pelapisnya mulai berubah sifatnya : lapisan epitelium bersilia
diganti dengan sel epitelium yang pipih. Dari vestibula berjalan beberapa
infundibula dan didalam dindingnya dijumpai kantong-kantong udara itu .
kantong udara atau alveoli itu terdiri atas satu lapis tunggal sel epitelium pipih,
dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan udara suatu jaringan
pembuluh darah kapiler mengitari alveoli dan pertukaran gas pun
terjadi.Pembuluh darah dalam paru-paru. Arteri pulmonaris membawa darah yang
sudah tidak mengandung oksigen dari ventikel kanan jantung ke paru-paru;
cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, bercabang-cabang lagi
sampai menjadi arteriol halus; arteriol itu membelah belah dan membentuk
jaringan kapiler dan kapiler itu menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus itu hanya dapat memuat sedikit , maka praktis dapat dikatakan sel-
sel darah merah membuat garis tungggal. Alirannnya bergerak lambat dan
dipisahkan dari udara dalam alveoli hanya oleh dua membran yang sangat tipis,
maka pertukaran gas berlangsung dengan difusi, yang merupakan fungsi
pernafasan.Kapiler paru-paru bersatu dan bersatu lagi sampai menjadi pembuluh
darah lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap paru-
paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan
keseluruh tubuh melalui aorta.
23

Pembuluh darah yang dilukiskan sebagai arteri bronkialis membawa darah berisi
oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan
menghantarkan oksigen kedalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-
arteri ini membentuk pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang
terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini
akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian dibawa masuk
ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu dihantarkan dari setiap paru-paru oleh
vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena cava superior. Maka dengan
demikian paru-paru mempunyai persendian darah ganda.
Hilus (tampuk) paru-paru dibentuk oleh struktur berikut : Arteri pulmonaris,yang
mengembalikan darah tanpa oksigen kedalam paru-paru untuk diisi Oksigen,vena
pulmonalis yang mengembalikan darah berisi oksigen dari paru-paru ke
jantung.Bronkus yang bercabang dan beranting membentuk pohon bronkial,
merupakan jalan utama udara.Arteri bronkialis, keluar dari aorta dan
menghantarkan darah arteri ke jaringan paru-paru.Vena bronkialis,
mengembalikan sebagian darah dari paru-paru ke vena kava superior. Pembuluh
limfe, yang masuk keluar paru-paru, sangat banyak.Persyarafan . Paru-paru
mendapat pelayanandari saraf vagus dan saraf simpati.Kelenjar limfe. Semua
pembuluh limfe yang menjelajahi struktur paru-paru dapat menyalurkan kedalam
kelenjar yang ada ditampuk paru-paru.
Pleura,setiap paru-paru dilapisi membran serosa rangkap dua yaitu pleura. Pleura
viseralis erat melapisi paru-paru, masuk kedalam fisura, dan dengan demikian
memisahkan lobus satu dari yang lain. Membran ini kemudian dilipat kembali
disebelah tampuk paru-paru dan membentuk pleura parietalis dan melapisi bagian
dalam dinding dada. Pleura yang melapisi iga-iga ialah pleura kostalis, bagian
yang menutupi diafragma adalah pleura diafragmatika, dan bagian yang terletak
dileher ialah pleura servikalis. Pleura ini diperkuat oleh membran yang kuat
bernama membran suprapleuralis (fasia sibson) dan diatas membran ini terletak
arteri subklavia.
Diantara kedua lapisan pleura itu terdapat sedikit eksudat untuk minyaki
permukaannya dan menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada
yang sewaktu bernafas bergerak. Dalam keadaan sehat kedua lapisan itu satu
24

dengan yang lain erat bersentuhan . ruang atau rongga pleura itu hanyalah ruang
yang tidak nyata, tetapi dalam keadaan tidak normal atau cairan memisahkan
kedua pleura itu dan ruang diantaranya menjadi jelas.
f. Paru-paru
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernfasan utama. Paru-paru mengisi
rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan ditengah dipisahkan oleh
jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak
didalam media stinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan
apeks (puncak) diatas dan sedikit muncul lebih tinggi daripada clavikula didalam
dasar leher. Pangkal paru-paru duduk diatas landae rongga thoraks,diatas
diafraghma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,
permukaan dalam yang memutar tampuk paru-paru, sisi belakang yang
menyentuh tulang belakang,dan sisi depan yang menutup sebagian sisi depan
jantung.Paru-paru dibagi menjadi beberapa belahan atau lobus oleh fisura. Paru-
paru kanan mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus
tersusun atas lobula. Jaringan paru-paru elastis,berpori, dan seperti spons.
2.2.3 Fisiologi pernafasan
Fungsi paru-paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbondoksida . pada
pernafasan melalui paru-paru atau pernafasan eksterna, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut pada waktu bernafas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronkial ke alveoli, dan dapat behubungan erat dengan darah didalam kapiler
pulmonaris.Hanya satu lapisan membran, yaitu membran alveoli kapiler,yang
memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut
oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa
didalam arteri kesemua bagian tubuh. Dan meninggalkan paru-paru pada tekanan
oksigen 100 mmHg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95% jenuh oksigen.
Di dalam paru-paru,karbondioksida, salah satu hasil buangan metabolisme,
menembus membran alveoler kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa
bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.Empat proses
yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner atau pernafasan eksterna :
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernafasan yang menukar udara dalam alveoli
dengan udara luar.
25

2. Arus darah melalui paru-paru.


3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat
dapat mencapai semua bagian tubuh.
4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler, CO2 lebih
mudah berdifusi daripada oksigen.
Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru
menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah
datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2;
jumlah CO2 itu tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri
bertambah. Hal ini merangsang pusat pernafasan dalam otak untuk memperbesar
kecepatan dan dalamnya pernafasan. Penambahan ventilasi ini mengeluarkan CO2
dan memungut lebih banyak O2. Pernafasan jaringan atau pernafasan
interna,darah yang telah menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen
(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di
mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari
hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima,
sebagai gantinya, hasil buangan oksidasi, yaitu karbondioksida.Perubahan-
perubahan berikut terjadi pada komposisi udara dalam alveoli, yang disebabkan
pernafasan eksterna dan pernafasan eksterna dan pernafasan interna atau
pernafasan jaringan. Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan
mempunyai suhu yang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk
pemanasan udara yang dikeluarkan). Daya muat udara oleh paru-paru,besar daya
muat udara oleh paru-paru ialah 4.500 ml sampai 5000 ml atau 4½ sampai 5 liter
udara. Hanya sebagian kecil dari udara ini, kira-kira 1/10-nya atau 500 ml adalah
udara pasang surut (tidal air ), yaitu yang dihirup masuk dan diembuskan keluar
pada pernafasan biasa dengan tenang.Kapasitas vital,volume udara yang dapat
dicapai masuk dan keluar paru-paru pada penarikan napas paling kuat disebut
kapasitas paru-paru. Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seorang laki-laki,
normal 4-5 liter dan pada seorang perempuan ,3-4 liter. Kapasitas itu berkurang
pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-
paru), dan kelemahan otot pernafasan.
26

2.2.4 Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Riwayat infeksi saluran nafas
5. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi untuk
berkembangnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini. (mansjoer, 2008)
2.2.5 Patofisiologi
Pada bronkitis kronik terjadi penyempitan saluran nafas. Penyempitan ini
dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas dan menimbulkan sesak. Pada
bronkitis kronik, saluran pernafasan kecil yang berdiameter kurang dari 2 mm
menjadi lebih sempit. Berkelok-kelok, dan berobliterasi. Penyempitan ini terjadi
karena metaplasia sel goblet. Saluran nafas besar juga menyempit karena
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru penyempitan
saluran nafas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru. (Mansjoer,
2008). Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan nafas yaitu:
inflamasi dan pembengkakan bronki, produksi lendir yang berlebihan, kehilangan
rekoil elastik jalan nafas, dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli
yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan
alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang
mengakibatkan kerusakan difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen
mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir, eliminasi karbondioksida
mengalami kerusakan mengakibatkan peningkatan tekanan karbon dalam darah
arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respirastorius individu dengan
emfisema mengalami obstruksi kronik kealiran masuk dan aliran keluar dari paru.
Untuk mengalirkan udara ke dalam dan ke luar paru-paru, dibutuhkan tekanan
negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus
dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. (Mansjoer, 2008) (Diane C.
Baughman, 2000).
27
28

2.2.7 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :
1. Batuk
2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau mukopurulen
3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk bernafas
(mansjoer, 2008)
2.2.8 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
penatalaksanaan medis dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Berhenti merokok harus menjadi prioritas.
b. Bronkodilator (β-agonis atau antikolinergik) bermanfaat pada 20-40% kasus.
c. Pemberian terapi oksigen jangka panjang selama >16 jam memperpanjang usia
pasien dengan gagal nafas kronis (yaitu pasien dengan PaO2 sebesar 7,3 kPa dan
FEV 1 sebesar 1,5 L).
d. Rehabilitasi paru (khususnya latihan olahraga) memberikan manfaat
simtomatik yang signifikan pada pasien dengan pnyakit sedang-berat.
e. Operasi penurunan volume paru juga bisa memberikan perbaikan dengan
meningkatkan elastic recoil sehingga mempertahankan patensi jalan nafas.
(Davey, 2002)
2. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
a. Mempertahankan patensi jalan nafas
b. Membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas
c. Meningkatkan masukan nutrisi
d. Mencegah komplikasi, memperlambat memburuknya kondisi
e. Memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan program
pengobatan (Doenges, 2005)
2.2.9 Komplikasi
Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah:
1. Bronkhitis akut
2. Pneumonia
3. Emboli pulmo
29

4. Kegagalan ventrikel kiri yang bersamaan bisa memperburuk PPOK stabil


(Lawrence M. Tierney, 2002).
2.3 Asuhan Keperawatan Secara Teori
2.3.1 Pengkajian Fokus
1. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan,
berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh pasien Bronkhitis biasanya mengeluh adanya
sesak nafas.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada riwayat sekarang berisi tentang perjalanan penyakit yang dialami pasien dari
rumah sampai dengan masuk ke Rumah Sakit.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien sebelumnya pernah mengalami Bronkhitis atau
penyakit menular yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan pada keluarga apakah salah satu anggota keluraga ada yang
pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien atau penyakit yang lain yang
ada di dalam keluarga.
6. Pola fungi kesehatan
Pengorganisasian data berdasarkan pola fungsi kesehatan menurut Gordon :
a. Persepsi terhadap kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan perubahan
terhadap pemeliharaan kesehatan.
b. Pola aktivitas dan latihan
Pola aktivitas perlu dikaji karena pada klien dengan Bronkhitis mengalami
keletihan, dan kelemahan dalam melakukan aktivitas gangguan karena adanya
dispnea yang dialami.
30

c. Pola istirahat dan tidur


Gangguan yang terjadi pada pasien dengan Bronkhitis salah satunya adalah
gangguan pola tidur, pasien diharuskan tidur dalam posisi semi fowler. Sedangkan
pada pola istirahat pasien diharuskan untuk istirahat karena untuk mengurangi
adanya sesak yang disebabkan oleh aktivitas yang berlebih.
d. Pola nutrisi-metabolik
Adanya penurunan nafsu makan yang disertai adanya mual muntah pada pasien
dengan Bronkhitis akan mempengaruhi asupan nutrisi pada tubuh yang berakibat
adanya penurunan BB dan penurunan massa otot.
e. Pola eliminasi
Pada pola eliminasi perlu dikaji adanya perubahan ataupun gangguan pada
kebiasaan BAB dan BAK.
f. Pola hubungan dengan orang lain
Akibat dari proses inflamasi tersebut secara langsung akan mempengaruhi
hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Akan terjadi perubahan jika pasien tidak memahami cara yang efektif untuk
mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri yang meliputi (Body Image,
identitas diri, Peran diri, ideal diri, dan harga diri).
h. Pola reproduksi dan seksual
Pada pola reproduksi dan seksual pada pasien yang sudah menikah akan
mengalami perubahan.
i. Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya,
termasuk dalam memutuskan untuk menjalani pengobatan yang intensif.
j. Pola nilai dan kepercayaan
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru
yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu
kebiasaan ibadahnya.
31

k. Pemeriksaan Fisik
1) paru-paru : adanya sesak, retraksi dada, auskultasi adanya bunyi ronchi, atau
bunyi tambahan lain. tetapi pada kasus berat bisa didapatkan komplikasi yaitu
adanya pneumonia.
2) kardiovaskuler : TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit
pucat, akral dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi, kadang
terjadi anemia, nyeri dada.
3) neuromuskular : perlu diwaspadai kesadaran dari composmentis ke
apatis,somnolen hingga koma pada pemeriksaan GCS, adanya kelemahan
anggota badan dan terganggunya aktivitas.
4) perkemihan : pada pasien dengan bronkhitis kaji adanya gangguan eliminasi
seperti retensi urine ataupun inkontinensia urine.
5) pencernaan
Inspeksi :kaji adanya mual,muntah,kembung,adanya distensi abdomen
dan nyeri abdomen,diare atau konstipasi.
Auskultasi : kaji adanya peningkatan bunyi usus.
Perkusi :kaji adanya bunyi tympani abdomen akibat adanya kembung.
Palpasi :adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya
infeksi pada minggu kedua,adanya nyeri tekan pada abdomen.
6) Bone : adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise, adanya sianosis.
Integumen turgor kulit menurun, kulit kering.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental,
penurunan energi/kelemahan (Doenges, 2005).
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan
udara) dan kerusakan alveoli (Doenges, 2005)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia,
mual/muntah (Doenges, 2005)
32

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


suplai dan kebutuhan oksigen (Doenges, 2005)
5. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan suplay oksigen
dalam jaringan kurang ditandai dengan sianosis , konjungtiva anemis.

2.3.3 Fokus Intervensi dan Rasional


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungn dengan bronkospasme,
peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan
energi/kelemahan (Doenges, 2005).
Tujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
Kriteria Hasil : Pasien akan menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan
jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret Intervensi:
a. Mandiri
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya mengi, krekles,
ronki.
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan dapat/tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius, misalnya
penyebaran, krekels basah (bronkitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema), atau tidak adanya bunyi nafas (asma berat).
2) Kaji atau pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi. Rasional:
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
3) Catat adanya derajat dispnea, misalnya keluhan “lapar udara” gelisah, ansietas,
distress pernafasan, penggunaan otot bantu.
Rasional: Disfungsi pernafasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya
infeksi, reaksi alergi.
4) Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat
tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
Rasional: Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan
dengan menggunakan gravitasi. Namun, pasien dengan distress berat dan mencari
33

posisi yang paling mudah untuk bernafas. Sokongan tangan/kaki dengan meja,
bantal, dan lain-lain membantu menurunkan kelemahan otot dan dapat sebagai
alat ekspansi dada.
5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, misalnya debu, asap dan bulu bantal
yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional: Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode
akut.
6) Dorong atau bantu latihan nafas abdomen atau bibir
Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara.
7) Observasi karakteristik batuk, misalnya menetap, batuk pendek, basah. Bantu
tindakan untuk memperbaiki keefektifan upaya batuk. Rasional: Batuk dapat
menetap tetapi tidak efektif, khususnya bila pasien lansia, sakit akut, atau
kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah
setelah perkusi dada.
8) Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung.
Memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan, sebagai pengganti makanan.
Rasional: Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah
pengeluaran. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan
tekanan pada diafragma.
b. Kolaborasi
1) Berikan obat sesuai indikasi
a) Bronkodilator, misalnya β-agonis: epinefrin (Adrenalin, Vaponefrin), albuterol
(Proventil, Ventolin), terbutalin (Brethine, Brethaire), isoetarin (Brokosol,
Bronkometer).
Rasional: Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan
spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa. Obat-obat mungkin per oral,
injeksi atau inhalasi.
b) Xantin, misalnya aminofilin, oxtrifilin (Choledyl), teofilin (Bronkodyl, Theo-
Dur).
Rasional: Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan
langsung siklus AMP. Dapat juga menurunkan kelemahan otot/kegagalan
34

pernafasan dengan meningkatkan kontraktilitas diafragma. Meskipun teofilin telah


dipilih untuk terapi, penggunaan teofilin mungkin sedikit atau tidak
menguntungkan pada program obat β-agonis adekuat. Namun, ini dapat
mempertahankan bronkodilatasi sesuai penurunan efek dosis antar β-agonis.
Penelitian saat ini menunjukkan teofilin menggunakan korelasi dengan penurunan
frekuensi perawatan di rumah sakit.
c) Kromolin (Intal), flunisolida (Aerobid).
Rasional: Menurunkan inflamasi jalan nafas lokal dan edema dengan menghambat
efek histamin dan mediator lain.
d) Steroid oral, IV, dan inhalasi, metilprednisolon (Medrol), deksametason
(Decadral), antihistamin misalnya beklometason (Vanceril, Beclonent),
triamsinolon (Azmacort)
Rasional: Kortikostiroid digunakan untuk mencegah reaksi alergi/menghambat
pengeluaran histamin, menurunkan berat dan frekuensi spasme jalan nafas,
inflamasi pernafasan, dan dispnea.
e) Antimikrobial
Rasional: Banyak antimikrobial dapat diindikasikan untuk mengontrol infeksi
pernafasan/pneumonia.
(1)Analgesik, penekan batuk/antitusif misalnya kodein, produk dextrometorfan
(Benylin DM, Comtrex, Novahistine)
Rasional: Batuk menetap yang melelahkan perlu ditekan untuk menghemat energi
dan memungkinkan pasien untuk istirahat.
(2)Berikan humidifikasi tambahan, misalnya nebulizer ultranik, humidifier
aerosol ruangan.
Rasional: Kelembaban menurunkan kekentalan sekret
mempermudahpengeluarandandapatmembantu menurunkan / mencegah
pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
(3)Bantu pengobatan pernafasan, misalnya IPPB, fisioterapi dada Rasional:
Drainase postural dan perkusi bagian penting untuk membuang banyaknya
sekresi/kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru.
(4)Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada
35

Rasional: Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses


penyakit dan komplikasi.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
(obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara) dan kerusakan
alveoli (Doenges, 2005)
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan. Kriteria
hasil : Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat
kemampuan/situasi.
Intervensi: a. Mandiri
1) Kaji frekuensi, kedalam pernafasan. Catat penggunaan otot aksesori, nafas
bibir, ketidakmampuan bicara atau berbincang
Rasional: Berguna dalam evaluasi derajat distress pernafasan dan/atau kronisnya
proses penyakit.
2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah
untuk bernafas. Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai
kebutuhan/toleransi individu.
Rasional: Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea, dan kerja nafas.
3) Kaji atau awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa Rasional:
Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentral (terlihat sekitar
bibir/daun telinga). Keabu-abuan dan diagnosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
4) Dorong mengeluarkan sputum, penghisapan bila diindikasikan Rasional:
Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi
tambahan
Rasional: Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret.
Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada interstisial/dekompensasi
jantung.
36

6) Palpasi fremitus
Rasional: Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara
terjebak.
7) Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan Rasional:
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk
disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan
dengan hipoksemia.
8) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem.
Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat dikursi selama fase akut.
Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan sesuai
toleransi individu
Rasional: Selama distress pernafasan berat/akut/refraktori pasien secara total tidak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea. Istirahat
diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun,
program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa
menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat.
9) Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional: Takikardi, disritmia, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek
hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
b. Kolaborasi
1) Awasi/gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri
Rasional: PaCO2 biasanya meningkat (bronchitis, emfisema) dan PaO2 secara
umum menurun, sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil atau lebih
besar.
2) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan
toleransi pasien
Rasional: Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia
3) Berikan penekan SSP (misalnya antiansietas, sedatif, atau narkotik) dengan
hati-hati
Rasional: Digunakan untuk mengontrol ansietas/gelisah yang meningkatkan
konsumsi oksigen/kebutuhan, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat
terjadi gagal nafas.
37

4) Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik, dan pindahkan ke UPI


sesuai intruksi untuk pasien
Rasional: Terjadinya atau kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya
tindakan penyelamatan hidup
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah
(Doenges, 2005)
Tujuan: Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Kriteria hasil: Pasien akan menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan/atau mempertahankan berat yang tepat.
Intervensi: a. Mandiri
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
Evalusi berat badan dan ukuran tubuh
Rasional: Pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi
sputum, dan obat. Selain itu, banyak pasien PPOM mempunyai kebiasaan makan
buruk, meskipun kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan kalori. Sebagai akibat, pasien sering masuk RS dengan
beberapa derajat malnutrisi. Orang yang mengalami emfisema sering kurus
dengan perototan kurang.
2) Auskultasi bunyi usus
Rasional: Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan penurunan mortilitas
gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pembatasan
pemasukan cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret, berikan wadah khusus untuk
sekali pakai dan tissue
Rasional: Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap
nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan
nafas.
4) Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan
makan porsi kecil tapi sering.
Rasional: Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
38

5) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat


Rasional: Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas
abdomen dan gerakan diafragma, dan dapat meningkatkan dispnea.
6) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin
Rasional: Suhu ekstrem dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
7) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional: Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori, menyusun tujuan berat
badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
b. Kolaborasi
1) Konsul ahli gizi/nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang
mudah cerna, secara nutrisi seimbang, misalnya nutrisi tambahan oral/selang,
nutrisi parenteral.
Rasional: Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan
individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal
pasien/penggunaan energi.
2) Kaji pemeriksaan laboratorium, misalnya albumin serum, transferin, profil
asam amino, besi, pemeriksaan keseimbangan nitrogen, glukosa, pemeriksaan
fungsi hati, elektrolit. Berikan vitamin atau mineral/elektrolit sesuai indikasi
Rasional: Mengevaluasi atau mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan
terapi nutrisi.
3) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi
Rasional: Menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan
meningkatkan masukan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (Doenges, 2005)
Tujuan : Pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Kriteria hasil : Pasien dapat menunjukkan tidak adanya dispnea dan tanda vital
dalam rentang normal
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat kemampuan pasien beraktivitas.
39

b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung Rasional :mengurangi


rasa sesak.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan Rasional :istirahat
mengurangi rasa sesak.
d. Bantu pasien memilih aktivitas Rasional : mengurangi rasa sesak.
e. Bantu aktivitas diri yang diperlukan Rasional :mengurangi rasa sesak.
5. ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan suplay oksigen dalam
jaringan kurang ditandai dengan sianosis , konjungtiva anemis.
Tujuan : pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :Pola napas efektif, bunyi napas normal kembali dan batuk
berkurang
Intervensi
a. Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernapasan bervariasi
tergantung derajat gagal napas
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
c. Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
d. Kolaborasi pemberian okigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas

Anda mungkin juga menyukai