KARDIOLOGI
Oleh:
M. Dhanny I 0510710081
Pembimbing:
2010
BAB I
PENDAHULUAN
penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, stroke iskemik dan perdarahan, gagal
ginjal, dan penyakit arteri perifer. Hipertensi sering berhubungan dengan resiko penyakit
kardiovaskular yang lain, dan resiko itu akan semakin meningkat seiring dengan
bertambahnya faktor resiko yang lain. Meskipun terapi antihipertensi sudah terbukti dapat
menurunkan resiko dari penyakit kardiovaskular dan penyakit ginjal, namun masih sangat
banyak populasi dengan hipertensi yang tidak mendapatkan terapi atau mendapat terapi yang
hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian kecil hipertensi yang
dapat ditetapkan penyebabnya (hipertensi sekunder). Tidak ada data akurat mengenai
prevalensi hipertensi sekunder dan sangat tergantung dimana angka tersebut diteliti. Hampir
semua hipertensi sekunder didasarkan pada 2 mekanisme yaitu gangguan sekresi hormon dan
gangguan fungsi ginjal. Pasien hipertensi sering meninggal dini karena komplikasi jantung
(yang disebutt sebagai penyakit jantung hipertensi). Selain itu hipertensi juga dapat
menyebabkan stroke, gagal ginjal, atau gangguan retina mata (PAPDI, 2006).
adaptasi fungsional dan struktural dari peningkatan tekanan darah. Pembesaran ventrikel kiri,
kekakuan vaskular & ventrikel, dan disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan
menyebabkan penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang menjadi gagal jantung bila
tidak ditangani dengan baik. Gejala penyakit jantung hipertensi dan gagal jantung dapat
Peningkatan tekanan darah (hipertensi) yang tidak terkontrol dalam jangka waktu
yang lama akan mengakibatkan berbagai perubahan pada struktur myokardium, vaskularisasi
koroner, dan sistem konduksi jantung. Perubahan ini dapat mengakibatkan pembesaran
ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, berbagai kelainan sistem konduksi, dan kelainan
sistolik-diastolik dari myokard, yang akan bermanifestasi klnik sebagai angina atau myokard
infark, aritmia (terutama fibrilasi atrium), dan penyakit jantung kongestif. Penyakit jantung
hipertensi (hypertensive heart disease) adalah semua penyakit jantung; seperti hipertrofi
ventrikel kiri, penyakit jantung koroner, aritmia, penyakit jantung kongestif; yang disebabkan
oleh efek langsung atau tidak langsung dari peningkatan tekanan darah. Meskipun penyakit
ini biasanya diakibatkan oleh peningkatan tekanan darah yang kronis, proses yang akut juga
(Riaz K, 2009).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
adaptasi fungsional dan struktural dari peningkatan tekanan darah. Pembesaran ventrikel kiri,
kekakuan vaskular & ventrikel, dan disfungsi diastolik adalah manifestasi yang akan
menyebabkan penyakit jantung iskemik dan dapat berkembang menjadi gagal jantung bila
2.2 Epidemiologi
Prevalensi hipertensi pada tahun 2005 adalah 35.3 juta pada laki-laki dan 38.3 juta
pada wanita. Sedangkan prevalensi pada LVH tidak diketahui. Jumlah LVH yang ditemukan
berdasar EKG adalah 2,9% pada laki-laki dan 1,5% pada wanita. Pasien-pasien tanpa LVH,
jantung. Pada populasi dewasa hipertensi berkonstribusi 68% terhadap terjadinya gagal
jantung. Pasien dengan hipertensi mempunyai resiko dua kali lipat pada laki-laki dan tiga kali
tekanan darah lebih tinggi pada laki-laki dibanding wanita, sampai wanita mengalami
menopause, dimana tekanan darah akan meningkat tajam dan mencapai level yang lebih
tinggi daripada pria. Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada pria daripada wanita pada usia di
bawah 55 tahun, namun sebaliknya pada usia di atas 55 tahun. Prevalensi gagal jantung
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-10%, sedangkan
tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung hipertensi sekitar 14,3% dan meningkat
menjadi sekitar 39% pada tahun 1985 sebagai penyebab penyakit jantung di Indonesia.
Sejumlah 85-90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau disebut sebagai hipertensi
primer (hipertensi esensial atau idiopatik). Hanya sebagian hipertensi yang dapat ditemukan
Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) yang dilakukan Departemen Kesehatan tahun
1986 menunjukkan bahwa penyakit jantung menduduki urutan ke-3 sebagai penyebab
kematian, dengan catatan pada golongan umur 45 tahun keatas penyakit kardiovaskuler
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian, sedangkan pada SKRT tahun 1972
penyakit jantung masih menduduki urutan ke-11. Kekerapan penyakit jantung juga
meningkat dari 5,2% sampai 6,3%. Penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak di
Indonesia adalah penyakit jantung koroner, penyakit jantung reumatik dan penyakit
hipertensi. Penyakit hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit jantung
koroner dan dapat menyebabkan komplikasi pada organ lain, seperti mata, ginjal, dan otak.
bahwa didapatkan angka kekerapan penyakit hipertensi ini pada golongan usia 45-54 tahun
adalah 19.5%, kemudian meningkat menjadi 30.6% di atas usia 55 tahun (Rilantono et al,
2004)
Patofisiologi dari penyakit jantung hipertensi adalah interaksi yang kompleks dari
faktor hemodinamik, struktural, neuroendokrin, selular, dan molekular. Di satu sisi faktor-
faktor ini berperan dalam perkembangan hipertensi dan komplikasinya, sementara di sisi lain
peningkatan tekanan darah juga mempengaruhi faktor-faktor tersebut. Peningkatan tekanan
darah akan menyebabkan perubahan struktur dan fungsi jantung dengan 2 jalur: secara
langsung melalui peningkatan afterload dan secara tidak langsung melalui interaksi
tinggi ditambah dengan faktor neurohormonal yang ditandai oleh penebalan konsentrik otot
jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan
relaksasi ventrikel kiri, kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).
Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank-Starling melalui
peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap tertentu dan pada akhirnya akan terjadi
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung, dll) dapat terjadi
miokard akibat dari hipertrofi ventrikel kiri. Hipertrofi ventrikel kiri, iskemia miokard, dan
gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan miosit pada hipertensi (PAPDI,
2006).
15-20% pasien dengan hipertensi akan mengalami pembesaran ventrikel kiri. Resiko
pembesaran ventrikel kiri akan meningkat dua kali lipat dengan adanya obesitas. Prevalensi
pembesaran ventrikel kiri berdasarkan bacaan elektrokardiografi, yang tidak terlalu sensitif,
bervariasi. Penelitian menunjukkan hubungan langsung antara tingkat dan durasi hipertensi
disebabkan oleh respon miosit pada berbagai macam stimulus yang menyertai peningkatan
tekanan darah. Hipertrofi miokard timbul sebagai kompensasi dari peningkatan afterload.
miokard, ekspresi gen (yang terdapat pada miokard fetal), dan hipertrofi ventrikel kiri. Sistem
seluler. Kesimpulannya, hipertrofi ventrikel kiri terjadi akibat hipertrofi miosit dan
hipertrofi ventrikel kiri konsentris, dan hipertrofi ventrikel kiri eksentris. Hipertrofi ventrikel
kiri konsentris adalah peningkatan ketebalan dan massa ventrikel kiri dengan peningkatan
tekanan dan volume diastolik, umumnya ditemukan pada pasien dengan hipertensi dan
merupakan petanda yang buruk bagi pasien ini. Dibandingkan dengan hipertrofi ventrikel kiri
eksentris, dimana peningkatan ketebalan ventrikel kiri terjadi tidak secara merata, hanya di
tempat tertentu, misalnya pada septum. Walaupun, hipertrofi ventrikel kiri berperan sebagai
respon protektif terhadap peningkatan tekanan dinding jantung untuk mempertahankan curah
jantung yang adekuat, namun hal ini dapat menyebabkan disfungsi sistolik dan diastolik
(Riaz K, 2009).
Perubahan struktural dan fungsi atrium kiri sangat sering terjadi pada pasien dengan
hipertensi. Peningkatan afterload akan berdampak pada atrium kiri oleh peningkatan tekanan
diastolik akhir ventrikel kiri dan sekunder oleh karena peningkatan tekanan darah yang
mengakibatkan kerusakan atrium kiri, penurunan fungsi atrium kiri, dan penebalan/pelebaran
atrium kiri. Pelebaran atrium kiri yang menyertai hipertensi tanpa adanya penyakit katup
jantung atau disfungsi sistolik biasanya merupakan implikasi dari hipertensi kronis atau
mungkin berhubungan dengan tingkat keparahan disfungsi diastolik ventrikel kiri. Dengan
adanya perubahan struktur tersebut, pasien memiliki resiko tinggi untuk mengalami fibrilasi
hipertensi yang parah dan kronis dapat menyebabkan dilatasi aorta yang menimbulkan
insufisiensi aorta. Insufisiensi aorta juga dapat ditemukan pada pasien-pasien hipertensi yang
tidak terkontrol. Peningkatan tekanan darah yang akut dapat memperparah keadaan
insufusiensi aorta, dimana akan membaik jika tekanan darah terkontrol dengan baik.
Disamping dapat juga menyebabkan regurgitasi aorta, hipertension juga dapat mempercepat
Gagal jantung adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada peningkatan tekanan
darah yang terjadi secara kronis. Hipertensi sebagai penyebab dari gagal jantung kongestif
seringkali tidak terdeteksi, karena saat proses gagal jantung terjadi, disfungsi ventrikel kiri
asimtomatis pada pasien dengan hipertensi namun tanpa pembesaran ventrikel kiri sekitar
Disfungsi diastolik sering terjadi pada pasien dengan hipertensi, dan sering disertai
disamping adanya peningkatan afterload, adalah interaksi antara penyakit jantung koroner,
usia, disfungsi sistolik, dan kelainan struktural, misalnya fibrosis dan hipertrofi ventrikel kiri.
Biasanya disfungsi diastolik juga diikuti oleh disfungsi sistolik asimtomatis. Selanjutnya,
hipertrofi ventrikel kiri gagal untuk mengkompensasi peningkatan curah jantung karena
mempertahankan curah jantung. Ketika memasuki tahap akhir, fungsi sistolik ventrikel kiri
semakin menurun. Hal ini meningkatkan aktivasi neurohormonal dan sistem renin-
vasokonstriksi perifer, menambah kerusakan lebih lanjut pada ventrikel kiri menjadi
Apoptosis, atau kematian sel yang terprogram, yang distimulasi oleh hipertrofi
miokard dan ketidakseimbangan antara stimulan dan inhibitor, memiliki peran yang penting
dalam transisi tahap kompensasi ke tahap dekompensasi. Pasien dapat menjadi simtomatik
dalam tahap disfungsi sistolik atau diastolik asimtomatis, tergantung dari kondisi afterload
atau adanya keterlibatan miokard (misalnya iskemia, infark). Peningkatan tekanan draah yang
terjadi secara tiba-tiba dapat mengakibatkan edema paru akut tanpa perlu terjadi perubahan
fraksi ejeksi ventrikel kiri. Umumnya, perkembangan disfungsi atau dilatasi ventrikel kiri,
baik yang asimtomatis maupun simtomatis, dianggap sebagai penyebab penurunan status
klinis yang cepat dan meningkatkan angka kematian. Penebalan ventrikel kanan dan disfungsi
diastolik juga berperan menyebabkan penebalan septum dan disfungsi ventrikel kiri (Riaz K,
2009).
melipatgandakan resiko untuk penyakit jantung koroner. Iskemia pada pasien dengan
jantung koroner. Hal ini terjadi karena peningkatan afterload sekunder karena hipertensi
mengakibatkan peningkatan tekanan ventrikel kiri dan transmural, menghambat aliran darah
koroner saat diastol. Selanjutnya, pada pasien dengan hipertensi, mikrovaskularisasi yaitu
arteri koroner epikardial, mengalami disfungsi dan tidak dapat mengkompensasi peningkatan
adalah kerusakan arteri terus-menerus karena peningkatan tekanan darah. Tekanan yang
pengeluaran agen vasodilator nitrit oxide. Penurunan kadar nitrit oxide menyebabkan dan
2.3.6 Aritmia
Aritmia yang sering terjadi pada pasien dengan hipertensi diantaranya adalah atrial
fibrilasi, PVC (premature ventricular contractions) dan ventrikular takikardi. Resiko dari
kematian mendadak juga meningkat. Terdapat berbagai mekanisme yang berperan dalam
miokard, perfusi yang buruk, fibrosis miokard, dan fluktuasi afterload. Semua faktor ini dapat
didapatkan pada pasien dengan hipertensi. Faktanya, peningkatan tekanan darah adalah
penyebab tersering dari atrial fibrilasi di daerah barat. Penelitian menunjukkan bahwa hampir
50% pasien dengan atrial fibrilasi memiliki riwayat hipertensi. Meskipun etiologinya belum
diketahui, abnormalitas struktural atrium kiri, penyakit jantung koroner, dan hipertrofi
ventrikel kiri dianggap sebagai faktor yang berperan. Atrial fibrilasi dapat menyebabkan
dekompensasi sistolik, bahkan disfungsi diastol, menyebabkan penurunan curah atrium juga
sering didapatkan pada pasien dengan hipertrofi ventrikel kiri. Etologi dari aritmia ini
Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya, kebanyakn pasien tidak ada
Peningkatan tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa melayang (dizzy),
dan impoten
Penyakit jantung/vaskular hipertensi seperti cepat capek, sesak napas, sakit dada
(iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak kedua kaki atau perut. Gangguan
otot pada aldosteronism primer; peningkatan BB dengan emosi yang labi pada
kepala, palpitasi, banyak keringat, dan rasa melayang saat berdiri (PAPDI, 2006).
tubuh atas dibanding bawah yang sering ditemukan pada koartasio aorta. Pengukuran tekanan
darah di tangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri. Funduskopi dengan klasifikasi Keith-
Wagener-Barker sangat berguna untuk menilai prognosis. Palpasi dan auskultasi arteri karotis
hipertrofi ventrikel kiri dan tanda-tanda gagal jantung. Impuls apeks yang prominen. Bunyi
jantung S2 yang meningkat akibat kerasnya penutupan katup aorta. Kadang ditemukan
murmur diastolik akibat regurgitasi aorta. Bunyi S4 (gallop atrial atau sistolik) dapat
ditemukan akibat dari peninggian tekanan atrium kiri. Sedangkan bunyi S3 (gallop ventrikel
atau protodiastolik) ditemukan bila tekanan akhir diastolik ventrikel kiri meningkat akibat
dilatasi ventrikel kiri. Bila S3 dan S4 ditemukan bersama disebut summation gallop. Paru
perlu diperhatikan apakah ada suara napas tambahan seperti ronkhi basah atau ronkhi kering.
Pemeriksaan perut ditujukan untuk mencari aneurisma, pembesaran hati, lien, ginjal, dan
ascites. Auskultasi bising di sekitar kiri kanan umbilicus (renal artey stenosis). Areteri
radialis, arteri femoralis, dan arteri dorsalis pedis harus diraba. Tekanan darah di betis harus
diukur minimal sekali pada hipertensi usia muda (kurang dari 30 tahun) (PAPDI, 2006).
Ureum/kreatinin
Elektrokardiografi
TSH
Foto thorax
Ekokardiografi
Ekokardiografi dilakukan karena dapat menemukan hipertrofi ventrikel kiri lebih dini
- Hipertensi disertai sesak napas yang belum jelas sebabnya (gangguan fungsi
Ekokardiografi doopler dapat dipakai untuk menilai fungsi diastolik (gangguan fungsi
2.7 Penatalaksanaan
terapi antihipertensi berdasarkan bukti klinis dan kondisi natural history. Awalnya, HHD
belum sepenuhnya diintegrasikan ke dalam ACC / pedoman AHA, tetapi jelas bahwa HHD
Dibawah ini terapi berdasarkan stadium gagal jantung. sebelumngya di bawah ini
Tujuan terapi pada tahap A (mereka yang beresiko untuk HF) adalah penekanan
faktor risiko, dengan mengontrol tekanan darah adalah hal yang paling penting. Individu
tahap A harus didorong untuk melakukan perubahan gaya hidup, khususnya mengkontrol
berat badan dan latihan aerobik untuk mengontrol tekanan darahdan faktor risiko lain seperti
Fungsi jantung dan mengurangi tekanan daah dan afterload jantung dengan cara berbagai
yang biasanya membutuhkan kombinasi dari agen anti hipertensi. Terapi antihipertensi
antagonis dan β-blocker tampaknya kurang efektif dalam mencegah HF. (Joseph, 2004)
darah, sehingga mencegah atau menunda terjadinya HF. Kontrol tekanan darah
tetap menjadi dasar dari terapi dalam tahap B, bersama dengan manajemen faktor risiko
bahwa regresi LVH merupakan target terapeutik penting. Data studi menunjukkan bahwa
penurunan tegangan EKG berhubungan dengan pengurangan yang signifikan dalam kejadian
CVD Dalam analisis-meta dari empat penelitian terapi antihipertensi, pasien denganecho-
dengan mereka yang tidak regresi atau dengan perkembangan selanjutnya dari LVH. Karena
LVH, hampir semua rejimen terapi yang mengurangi tekanan darah sistolik mendorong
regresi LVH. Vasodilator adalah pengecualian karena obat-obatan seperti hydralazine dan
minoxidil sebaliknya tidak mengurangi LVH meskipun Efektif menurunkan tekanan darah.
sedikit lebih buruk (sekitar 10%) dari ACE inhibitor atau ARB dalam mengatasi
kurangnya studi klinis langsung di daerah ini. Pada keseimbangan, ACE inhibitor
b-blocker, dan ARB masuk pilihan dalam setiap tahap pasien B dengan disfungsi sistolik atau
LVH. Kombinasi penghambat ACE dan ARB pada pasien B tahap tidak mencapai manfaat
hipertensi dan HF sebagai indikasi. adalah suatu kondisi yang berisiko tinggi berhubungan
dengan hipertensi yang ada uji klinis bukti manfaat hasil tertentu untuk kelas tertentu obat
anti hipertensi. ujuan perawatan untuk pasien dengan HF adalah untuk mengurangi
gejala, mencegah masuk rumah sakit, mencegah remodelling lambat atau remodelling
perawatan lanjutan yang layak. Penurunan tekanan darah yang agresif adalah sangat
demikian, sering kali diperlukan untuk mengurangi tekanan darah sistolik sebanyak mungkin,
bahkan sampai nilai di bawah 120 mm Hg jika pasien tidak bergejala (ortostatik biasanya
Untuk sistolik disfungsi, terapi obat merupakan hal terpenting dalam manajemen.
Obat yang memenuhi persyaratan sebagai JNC 7 indikasi kuat untuk pengobatan hipertensi
dan HF dapat diklasifikasikan secara luas sebagai menghambat neurohormonal (Yaitu, obat-
Loop diuretik sangat diperlukan dalam mengelola gejala berkaitan dengan volume
overload dan dalam kontrol agresif tekanan darah di beberapa individu. Digitalis dapat
Saat ini, tidak ada yang direkomendasikan pengobatan untuk disfungsi diastolik
karena kekurangan bukti klinis. Namun demikian, di dalam disfungsi diastolik, terapi
berbasis ARB dikaitkan dengan 11% kecenderungan menuju perbaikan hasil penyakit
kardiovaskuler, terutama HF rawat inap. Terapi lain yang belum diuji dalam disfungsi
diastolik khusus, namun diyakini oleh beberapa ahli bahwa tingkat perlambatan dengan β-
umumnya tidak dianjurkan karena kontraktilitas jantung tidak terganggu. (Joseph, 2004)
bawah ini:
2.7.1 Penatalaksanaan non farmakologis
Menerapkan gaya hidup sehat bagi setiap orang sangat penting untuk mencegah
tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang penting dalam penanganan hipertensi.
Semua pasien dengan prehipertensi dan hipertensi harus melakukan perubahan gaya hidup.
Perubahan yang sudah terlihat menurunkan tekanan darah dapat terlihat pada tabel sesuai
dengan rekomendasi dari JNC VII. Disamping menurunkan tekanan darah pada pasien-pasien
dengan hipertensi, modifikasi gaya hidup juga dapat mengurangi berlanjutnya tekanan darah
Modifikasi gaya hidup yang penting yang terlihat menurunkan tekanan darah adalah
mengurangi berat badan untuk individu yang obes atau gemuk; mengadopsi pola makan
DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) yang kaya akan kalium dan kalsium; diet
rendah natrium; aktifitas fisik; dan mengkonsumsi alkohol sedikit saja. Pada sejumlah pasien
dengan pengontrolan tekanan darah cukup baik dengan terapi satu obat antihipertensi;
mengurangi garam dan berat badan dapat membebaskan pasien dari menggunakan obat.
(Hyman, 2001)
Program diet yang mudah diterima adalah yang didisain untuk menurunkan berat
badan secara perlahan-lahan pada pasien yang gemuk dan obes disertai pembatasan
pemasukan natrium dan alkohol. Untuk ini diperlukan pendidikan ke pasien, dan dorongan
moril. Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas
a) Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat
badan ideal
c) Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan
d) Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari
e) Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan
f) Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan
JNC VII menyarankan pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah, sayur, dan
produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang
tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi
menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan
menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi
walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk
mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ
target.
Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang
Ada 9 kelas obat antihipertensi . Diuretik, penyekat beta, penghambat enzim konversi
dianggap sebagai obat antihipertensi utama. Obat-obat ini baik sendiri atau dikombinasi,
harus digunakan untuk mengobati mayoritas pasien dengan hipertensi karena bukti
menunjukkan keuntungan dengan kelas obat ini. Beberapa dari kelas obat ini (misalnya
diuretik dan antagonis kalsium) mempunyai subkelas dimana perbedaan yang bermakna dari
studi terlihat dalam mekanisme kerja, penggunaan klinis atau efek samping. Penyekat alfa,
agonis alfa 2 sentral, penghambat adrenergik, dan vasodilator digunakan sebagai obat
Evidence-based medicine adalah pengobatan yang didasarkan atas bukti terbaik yang
ada dalam mengambil keputusan saat memilih obat secara sadar, jelas, dan bijak terhadap
memilih obat tertentu berdasarkan data yang menunjukkan penurunan mortalitas dan
morbiditas kardiovaskular atau kerusakan target organ akibat hipertensi. Bukti ilmiah
menunjukkan kalau sekadar menurunkan tekanan darah, tolerabilitas, dan biaya saja tidak
dapat dipakai dalam seleksi obat hipertensi. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini,
obat-obat yang paling berguna adalah diuretik, penghambat enzim konversi angiotensin
(ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), penyekat beta, dan antagonis kalsium
(ESH, 2003):
antihpertensi yang didasarkan pada nilai tekanan darah awal dan jumlah total resiko
kardiovaskular:
BAB III
Anamnesis
Pasien mengeluh sesak nafas kambuh-kambuhan yang memberat hari sabtu pagi. Pasien
minum obat racikan dari dokter paru dengan teratur setiap hari 2x, tetapi pada hari sabtu pagi
sesak memberat dan akhirnya pasien pergi ke IRD RSSA. Pasien mulai sesak sejak tahun
1998, tidak ada riwayat asma sebelumnya, tidak ada riwayat keturunan penderita asma, hanya
saja pasien mempunyai riwayat alergi terhadap bau-bauan yang merangsang seperti bau
parfum, bumbu masak, asap dll. Setiap ada bau-bauan, pasien segera pilek. Sejak tahun 1998,
bau-bauan tidak hanya membuat pasien pilek, tetapi juga sesak nafas. Pasien mempunyai
riwayat tekanan darah tinggi sejak 34 tahun yang lalu, ketahuan waktu pasien melahirkan
anak yang pertama. Sejak saat itu, pasien rutin kontrol ke dokter dan rutin minum obat, tetapi
tekanan darah pasien setiap kali kontrol berkisar antara 150/90 sampai 180/100. Ibu pasien
mempunyai riwayat tekanan darah tinggi. Pada tahun 2003, pasien sempat masuk ICU karena
sesak nafas. Menurut pasien, waktu itu dokter menjelaskan bahwa paru-parunya kempis
karena kurang oksigen. Waktu itu, gula darah pasien berkisar antara 400. Pasien diberi insulin
1 vial, tetapi tidak dilanjutkan pengobatan gula darahnya, karena menurut dokter gula darah
pasien yang tinggi ini disebabkan karena pasien minum obat asma (dexamethason) setiap
hari. Sampai sekarang, pasien tetap mengkonsumsi obat asma secara teratur dan gula darah
tetap tinggi, tetapi tidak minum obat untuk menurunkan gula darahnya.
Pemeriksaan Fisis
GCS : 456
Thorax
v/v rh - / - wh - / -
v/ -/- +/+
Shifting dullness –
Extremitas : Edema + / +
+/+
Pemeriksaan penunjang
AP position, asimetris, soft tisuue normal, bone normal, inter costal space dextra &
sinistra normal, trakhea di tengah, cor site normal, CTR > 50%, bentuk kardiomegali,
hemidiafragma dextra & sinistra bentuk kubah (dome), sudut phrenicocostalis destra &
sinistra di tengah. Paru kanan: infiltrat di area atas dan bawah, air bronchogram, corak
bronkial meningkat. Paru kiri: infiltrat pada area atas dan bawah, air bronchogram di area
bawah.
Elektrokardiografi
Ekhokardiografi
2. Ventrikel kiri dilatasi (LV Idd 5,6 cm), fungsi sistolik ventrikel kiri normal (EF 62%),
fungsi diastolik ventrikel kiri abnormal relaksasi (E/A 0,59), ventrikel kiri
Pemeriksaan laboratorium
Darah
GDA 210
GDP 171
GD2PP 243
Ureum 28,1
Creatinin 0,80
SGOT 25
SGPT 13
CPK 138
CKMB 85
Natrium 139
Kalium 3,7
Clorida 103
Albumin 4,76
Kolesterol 228
total
HDL 138
LDL 71
Trigliserida 203
Bilirubin 0,01
indirek
BGA:
pH 7,379
pCO2 40,1
pO2 76,7
HCO3 22,9
Saturasi O2 95%
arteri -1,8
BE
Urine
7 maret 2010
BJ 1.015
pH 6
Leukosit -
Nitrit -
Albumin +1
Glukosa +4
Keton +1
Urobilinogen -
Bilirubin -
Eritrosit -
Daftar pustaka