FARMAKOLOGI DASAR
(ANSIETAS)
OLEH
KELOMPOK IX :
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah mengutus
rasul-Nya Muhammad SAW sebagai umat penyelamat manusia yang telah
memberikan ilmu kepada Makhluk-Nya, serta atas rahmat dan keridhaan-Nya
sehingga makalah mengenai “Ansietas” dapat terselesaikan sebagaimana yang
diharapkan.
Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak dihadapkan dengan berbagai
kendala, namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah
memberikan pengetahuan dan pengarahan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Akhir kata, semoga Allah SWT. selalu memberikan perlindungan-Nya
kepada kita dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.
Kelompok XI
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................1
1.5 Manfaat Penulisan ...............................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Etiologi Ansietas………………………………………………………………..3
2.2. Patogenesis Ansietas ...........................................................................................4
2.3 Penggolongan Obat Ansietas …………………………………………………..5
2.4. Tatalaksana Terapi Ansietas ...............................................................................8
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................10
3.2 Saran ..................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan cemas merupakan gangguan yang banyak terjadi pada anak dan
remaja. Gangguan kecemasan ini biasanya timbul karena perkembangan tidak
tepat serta kekhawatiran yang berlebihan. Jenis kelamin kadang berpengaruh
dalam menentukan pertahanan diri seseorang terhadap kecemasan. Fobia sosial
lebih banyak ditemukan pada laki-laki sedangkan pada fobia yang sederhana
gangguan menghindar dan agoraphobia lebih banyak ditemukan pada remaja
perempuan. Sementara cemas perpisahan, gangguan cemas menyeluruh, dan
gangguan panik didapatkan pada kedua jenis kelamin (Masdar dkk., 2016).
2.2. Patogenesis Ansietas
Ansietas dapat dibagi atas:
1. Ansietas Normal
Ansietas normal merupakan sensasi kecemasan yang sering dialami
hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang
difus, tidak menyenangkan, dan samar-samar, sering kali disertai gejala
otonomik. Seseorang yang cemas mungkin juga merasa gelisah seperti yang
dinyatakan oleh ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri lama. Kumpulan
gejala tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari
orang ke orang.
2. Ansietas Patologis.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang ansietas patologis, yaitu:
a. Teori Psikologi
b. Teori Psikoanalisa
Dalam bukunya yang berjudul Inhibitions, Symptoms, and Anxiety,
Freud menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa
suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan
perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan
menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari
dalam. Jika penggunaan represi saja dilakukan untuk pemulihan
keseimbangan psikologis tanpa pembentukan gejala, maka represi yang efektif
akan menahan dorongan dan afek serta khayalan yang menyertainya dibawah
sadar. Jika represi tidak berhasil sebagai suatu mekanisme pertahanan, maka
mekanisme pertahanan lain (konversi, pengalihan dan regresi) mungkin akan
menyebabkan pembentukan gejala, jadi menghasilkan gambaran gangguan
neurotik yang klasik (histeria, fobia, neurosis obsesif kompulsif).
c. Teori Perilaku
Teori prilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang
dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Didalam model pembiasaan
klasik (classic conditioning) seseorang yang tidak memiliki suatu alergi
makanan dapat menjadi sakit setelah makan kerang yang telah terkontaminasi
di sebuah rumah makan. Pemaparan selanjutnya dengan kerang dapat
menyebabkan orang tersebut merasa sakit. Melalui generalisasi, orang
tersebut mungkin menolak semua makanan yang dimasak oleh orang lain.
Sebagai kemungkinan penyebab lainnya, seseorang dapat belajar untuk
memiliki suatu respon kecemasan internal dengan meniru respon kecemasan
orang tuanya ( teori belajar sosial).
Pengajuan teori perilaku telah menunjukkan peningkatan perhatian dalam
pendekatan kognitif untuk memahami dan mengobati gangguan kecemasan,
dan ahli teori kognitif telah mengajukan alternatif terhadap teori belajar
tradisional yang merupakan model penyebab kecemasan. Menurut salah satu
model, pasien yang menderita gangguan kecemasan cenderung menilai lebih
atau overestimate terhadap derajat bahaya dan kemungkinan bahaya didalam
situasi tertentu dan cenderung menilai rendah atau underestimate kemampuan
dirinya untuk mengatasi ancaman yang datang kepada kesehatan fisik atau
kesehatan psikologisnya.
d. Teori eksistensial
Teori eksistensial tentang kecemasan memberikan model untuk gangguan
kecemasan umum (generalized anxiety disorder) dimana tidak terdapat
stimulus yang dapat diidentifikasikan secara spesifik untuk suatu perasaan
kecemasan yang kronik. Konsep inti dari teori eksistansial adalah bahwa
seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol dalam
dirinya, perasaan yang mungkin lebih mengganggu daripada penerimaan
kematian mereka yang tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah respon
seseorang terhadap kehampaan eksistansial.
e. Teori Biologis
Teori biologis tentang kecemasan telah dikembangkan dari penelitian
praklinis dengan model kecemasan pada binatang, penelitian pasien yang
faktor biologisnya dipastikan, berkembangnya pengetahuan tentang biologi
dasar, dan kerja obat psikoterapi. Satu kutub pikiran menyatakan bahwa
perubahan biologis yang dapat diukur pada pasien dengan gangguan
kecemasan mencerminkan akibat konflik psikologis, kutub yang berlawanan
menyatakan bahwa peristiwa biologis mendahului konflik psikologis, titik
kedua situasi mungkin terdapat pada orang tertentu dan berbagai macam
kepekaan yang didasarkan secara biologis mungkin bervariasi diantara orang-
orang dengan gejala gangguan kecemasan.
Beberapa teori biologis tentang Gangguan Ansietas:
§ Serotonin
Dengan dikenalinya banyak tipe reseptor serotonin telah merangsang akan
pencarian peran serotonin didalam pathogenesis gangguan kecemasan.
Perhatian dalam hubungan tersebut pertama kali dimotivasi oleh pengamatan
bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek terapeutik pada beberapa
gangguan kecemasan contohnya clomipramine pada gangguan obsesif
kompulsif. Badan sel pada sebagian besar neuron serotonergik berlokasi di
nukleus rafe di batang otak rostral dan berjalan ke korteks serebral, sistim
limbik (khususnya amigdala dan hipokampus) dan hypothalamus. Walaupun
pemberian obat serotonergik pada binatang menyebabkan perilaku yang
mengarah pada kecemasan, data tentang efek yang serupa pada manusia
adalah kurang kuat.
§ GABA
Peranan GABA dalam gangguan kecemasan didukung paling kuat oleh
manfaat benzodiazepine yang tidak dapat dipungkiri, yang meningkatkan
aktifitas GABA pada reseptor GABA A, didalam pengobatan beberapa jenis
gangguan kecemasan.. Walaupun benzodiazepine potensi rendah adalah
paling efektif untuk gejala gangguan kecemasan umum, benzodiazepine dosis
tinggi adalah efektif dalam pengobatan gangguan panik.
Ada hipotesis yang menyatakan beberapa pasien dengan gangguan kecemasan
memiliki fungsi reseptor GABA yang abnormal, walaupun hubungan tersebut
belum terbukti secara langsung.
f. Teori Psikoneuroendokrinologi
i. Anatomi dan Fisiologi Psiko-neuro-endokrinologi25,32
Sistem saraf pusat mentramsmisikan informasi neurologi menjadi respon
fisiologis dan biologis melalui berbagai hormon, neuropeptida,
neurotransmitter, Hypothalamic Pituitary Adrenal Axis (HPA), dan sistem
saraf otonom. Susunan tersebut merupakan alur yang sangat berperan dalam
reaksi emosional, optimistis dan stress.
Berbagai kondisi emosional, baik positif berupa rasa tenang, optimis, senang
ataupun negatif berupa cemas, susah dan stress dapat menyebabkan terjadinya
aktivitas HPA.
Dinamika rangsangan psikis ditransmisikan melalui sistem limbik dan korteks
frontal. Rangsangan yang tiba di hipotalamus akan menyebabkan sekresi CRF
yang berperan sentral dalam reaksi stress (sekresi CRF stabil dalam kondisi
emosi positif). CRF kemudian memicu reaksi HPA. Nukleus mpPVN
hipotalamus juga berhubungan dengan locus coeruleus (LC) yang
mengaktifkan sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom mengaktifkan sekresi
epinefrin dan norepinefrin di dalam medulla adrenal.
Sekresi CRF oleh nuron mpPVN hipotalamus bergantung pada keseimbangan
antara kondisi yang merangsang dan menghambat, sintesis dan sekresi.
Neurotransmitter yang diketahui meningkatkan sekresi CRF adalah
acetylcholine dan serotonin, sedangkan yang menghambat adalah kortisol dan
Gamma Aminobutyric Acid (GABA). GABA terutama banyak terdapat di area
hipokampus sesuai dengan fungsinya sebagai pengontrol emosi dan
pengendali HPA.
Sistem limbik yang terdiri dari amigdala dan hipokampus merupakan bagian
otak yang berfungsi dalam mengatur motivasi, respon emosi dan reaksi
penolakan terhadap stimulus yang tidak diinginkan.
Hipokampus berfungsi dalam encoding rangsang dalam proses belajar dan
mengingat, memberikan informasi masa lalu, apakah suatu stimulus
merupakan stressor atau bukan. Di hipokampus, terdapat GABA dalam
konsentrasi tinggi yang berfungsi utama sebagai neurotransmitter
penghambat. Amigdala menerima impuls atau informasi dari sistem sensori,
batang otak, lewat talamus yang memungkinkan timbulnya reaksi segera
untuk mempertahankan tubuh. Amigdala juga menerima informasi dari pusat
kognisi dan asosiasi sensoris dikorteks, hubungan dengan hipokampus
memberikan informasi tentang encoding rangsang yang tersimpan dalam
memori.
g. Teori Logoterapi
Dalam Logoterapi, ada fenomena yang disebut Anticipatory Anxiety yaitu
adanya rasa cemas akan munculnya gejala patologi tertentu yang justru akan
memunculkan apa yang dicemaskannya itu dan tercetusnya gejala tersebut
akan meningkatkan intensitas kecemasan. Penderita gangguan kecemasan
akan mengembangkan pola fight from fear dan fight against obsession sebagai
respon terhadap timbulnya anticipatory anxiety.7
Pola fight from fear lazim terdapat pada semua reaksi cemas dan ditemukan
secara khas pada fobia. Didalam pola ini, penderita menghindari semua objek
yang ditakuti dan dicemaskannya. Didalam fight against obsession, penderita
mengerahkan semua daya upaya agar tidak tercetuskan suatu dorongan aneh
yang kuat dalam dirinya. Namun kenyataannya, dorongan tersebut muncul
semakin kuat seiring semakin kuat penderita menahannya dan keadaan ini
semakin meningkatkan kecemasan penderita. Pola ini khas terdapat pada
penderita gangguan obsesi dan kompulsi.7
2.3. Penggolongan Obat
a. Farmakodinamik
- Agonis parsial, yaitu efek senyawa yang menghasilkan efek maksimum yang
kurang kuat dibandingkan dibandingkan diazepam
b. Farmakokinetik
1) Absorpsi
2) Distribusi
3) Metabolisme
4) Ekskresi
c. Efek samping
Pada dosis hipnotik kadar puncak menimbulkan efek samping antara lain
kepala ringan, malas, tidak bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berfikir, bingung,
disartria, amnesia anterogard. Interaksi dengan etanol (alkohol) menimbulkan
efek depresi yang berat.
Efek samping lain yang lebih umum: lemas, sakit kepala, pandangan
kabur, vertigo, mual/muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi, nyeri dada dan
inkontinensia. Penggunaan kronik benzodiazepin memiliki risiko terjadinya
ketergantungan dan penyalahgunaan. Untuk menghindari efek tsb disarankan
pemberian obat tidak lebih dari 3 minggu. Gejala putus obat berupa insomnia
dan ansietas. Pada penghentian penggunaan secara tiba-tiba, dapat timbul
disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi serta
pusing kepala. Oleh karena itu penghentian penggunaan obat sebaiknya secara
bertahap.
a. Farmakodinamik
b. Farmakokinetik
c. Efek samping
Buspiron hanya menyebabkan sedikit gangguan psikomotor dibanding
benzodiazepin. Efek samping a.l. takikardi, palpitasi, nervousness, keluhan
gastrointestinal, parastesia dan miosis. Pada pasien yang menerima MAO
inhibitor dapat terjadi peningkatan tekanan darah.
Terapi psikologis
Terapi ini dirancang untuk melatih keterampilan dalam mengelolah
komponen kognitif dan somatic ansitas dan sma efektifnya dengan terapi obat
tetapi dengan efek samping yang lebih sedikti. Terapi fisiologis spesialistik
mungkin tidak praktis bagi beberapa pasien dilayanan ini pertama, tetapi
konseling singkat dan teknik penyelesaian masalah secara terstruktur efektif
dan dapat dilakukan di praktek umum.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran