Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FARMAKOLOGI DASAR
(ANSIETAS)

OLEH
KELOMPOK IX :

WISNI DAMAYANTI O1A1 16 093


AKBAR REFORMASI PANGAN O1A1 16 113
GITA HANDAYANI O1A1 16 123
FATIMARDIYACH RAHMI O1A1 16 128
AULIA INDAH PRATIWI O1A1 16 138

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah mengutus
rasul-Nya Muhammad SAW sebagai umat penyelamat manusia yang telah
memberikan ilmu kepada Makhluk-Nya, serta atas rahmat dan keridhaan-Nya
sehingga makalah mengenai “Ansietas” dapat terselesaikan sebagaimana yang
diharapkan.
Selama penyusunan makalah ini, penulis banyak dihadapkan dengan berbagai
kendala, namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman yang telah
memberikan pengetahuan dan pengarahan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Akhir kata, semoga Allah SWT. selalu memberikan perlindungan-Nya
kepada kita dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat.

Kendari, 05 November 2017

Kelompok XI
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .............................................................................................i


KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................................................1
1.5 Manfaat Penulisan ...............................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Etiologi Ansietas………………………………………………………………..3
2.2. Patogenesis Ansietas ...........................................................................................4
2.3 Penggolongan Obat Ansietas …………………………………………………..5
2.4. Tatalaksana Terapi Ansietas ...............................................................................8

BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................10
3.2 Saran ..................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kecemasan atau ansietas adalah rasa khawatir, takut yang tidak jelassebabnya.
Pengaruh kecemasan terhadap pencapaian kedewasaan, merupakanmasalah penting dalam
perkembangan kepribadian. Kecemasan juga merupakanketakutan yang besar dalam
menggerakkan tingkah laku. Baik tingkah laku normalmaupun tingkah laku yang
menyimpangan, yang terganggu, kefua-duanyamerupakan pernyataan, penampilan,
penjelmaan dari pertahanan terhadapkecemasan itu. Tidak sorang pun bebas dari
kecemasan. Semua orang pastimerasakan kecemasan dalam derajad tertentu. Bahkan
kecemasan yang ringandapat berguna yakni dalam memberikan rangsangan terhadap
seseorang.Rangsangan untuk mengatasi kecemasan dan membuang sumber kecemasan.Kecemasan
yang dapat membuat seseorang putus asa dan tidak berdaya sehinggamempengaruhi seluruh
kepribadiannya adalah kecemasan yang negative.
Rasa takut yang ditimbulkan oleh adanya ancaman, sehingga seseorangaakan
menghindari diri dari sebagainya. Kecemasan atau ansietas dapat ditimbulkanoleh
bahaya dari luar, mungkin juga bahaya dari dalam diri seseorang, dan padaumumnya
ancaman itu samar-samar. Bahaya dari dalam ditimbulkan bila adasesuatu hal yang
yang tidak dapat diterimanya, misalnya pikiran, perasaan,keinginan dan dorongan.
Pada umumnya pada orang tua memakai kecemasanberhubungan dengan penolakan dan
tidak menyayangi anak untuk mengajarkanbeberapa pola tingkah laku kepada anaknya.
Penolakan terus menerus oleh orang-orang yang berarti bagi seseorang dapat
menyebabkan timbulnya kecemasan yangberat seumur hidup.
Pada saat ini banyak sekali benyak sekali kecemasan yang timbulsehubungan
dengan moderisasi dan perkembangan teknologi yang mempersempitlangkah kerja.
Hampir setiap orang mengalami keraguan, ketidak pastian dalammenghadapi masa
kini yang kompleks. Walaupun kecemasan dapat bersifatkonstruktif dan destruktif
namun demikian kecemasan ini harus dipakai sebagai alatuntuk mencapai perbaikan
dan kemajuan.
Ansietas adalah masalah penting pada pelayanan kesehatan baik
primermaupun spesialis, karena rata-rata prevalensi seumur hidup untuk gangguan
inisekitar 25% dari semua pasien gangguan medis umum. Stresor psikologis dan
fisik dari gangguan medis sering memicu ansietas, terutama pada individu yang
rentan.Kecemasan (ansietas) itu sendiri merupakan respon psikologik terhadapstres
yang mengandung komponen fisiologik dan psikologik. Reaksi fisiologisterhadap
ansietas merupakan reaksi yang pertama timbul pada sistem saraf otonom,meliputi
peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran tekanan darah dansuhu, relaksasi
otot polos pada kandung kemih dan usus, kulit dingin dan lembab

1.2. Rumusan Masalah


1.1.1. Apa yang dimaksud dengan Ansietas?
1.1.2. Bagaimana etiologi dan patogenesis Ansietas ?
1.1.3. Apa saja penggolongan obat Ansietas ?
1.1.4. Bagaiman piñata laksanaan terapi Ansietas ?

1.3. Tujuan Penulisan


1.1.5. Untuk mengtahui pengertian penyakit Ansietas
1.1.6. Untuk memahami bagaimana etiologi dan patogenesis Ansietas
1.1.7. Untuk mengetahui apa saja penggolongan obat Ansietas
1.1.8. Untuk memahami bagaiman piñata laksanaan terapi Ansietas
1.1.9. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi dasar.

1.2. Manfaat Penulisan


1.2.1. Pembaca dapat mengtahui pengertian penyakit Ansietas
1.2.2. Pembaca dapat memahami bagaimana etiologi dan patogenesis Ansietas.
1.2.3. Pembaca dapat mengetahui apa saja penggolongan obat Ansietas.
1.2.4. Pembaca dapat memahami bagaiman piñata laksanaan terapi Ansietas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Etiologi Ansietas


Ansietas merupakan hal yang lazim dialami seseorang dan berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Ansietas adalah perasaan was-
was, khawatir, atau tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan
sebagai ancaman. Ansietas yang dialami manusia terbagi atas empat tingkatan,
tingkat pertama ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada serta
meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas sedang memungkinkan seseorang
untuk memusatkan hal-hal yang dirasakan penting sehingga perhatian menjadi
lebih selektif namun masih dapat melakukan sesuatu secara terarah. Ansietas
berat menyebabkan seseorang mengalami persepsi yang makin menyempit dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal yang spesifik. Perilaku yang
ditunjukkan klien ansietas adalah upaya untuk menurunkan ketegangan. Ansietas
dapat memicu terjadinya peningkatan adrenalin yang berpengaruh pada aktivitas
jantung yaitu terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah dan dapat meningkatkan
tekanan darah (Banon dkk., 2014).

Gangguan cemas merupakan gangguan yang banyak terjadi pada anak dan
remaja. Gangguan kecemasan ini biasanya timbul karena perkembangan tidak
tepat serta kekhawatiran yang berlebihan. Jenis kelamin kadang berpengaruh
dalam menentukan pertahanan diri seseorang terhadap kecemasan. Fobia sosial
lebih banyak ditemukan pada laki-laki sedangkan pada fobia yang sederhana
gangguan menghindar dan agoraphobia lebih banyak ditemukan pada remaja
perempuan. Sementara cemas perpisahan, gangguan cemas menyeluruh, dan
gangguan panik didapatkan pada kedua jenis kelamin (Masdar dkk., 2016).
2.2. Patogenesis Ansietas
Ansietas dapat dibagi atas:
1. Ansietas Normal
Ansietas normal merupakan sensasi kecemasan yang sering dialami
hampir semua manusia. Perasaan tersebut ditandai oleh rasa ketakutan yang
difus, tidak menyenangkan, dan samar-samar, sering kali disertai gejala
otonomik. Seseorang yang cemas mungkin juga merasa gelisah seperti yang
dinyatakan oleh ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri lama. Kumpulan
gejala tertentu yang ditemukan selama kecemasan cenderung bervariasi dari
orang ke orang.

2. Ansietas Patologis.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang ansietas patologis, yaitu:
a. Teori Psikologi
b. Teori Psikoanalisa
Dalam bukunya yang berjudul Inhibitions, Symptoms, and Anxiety,
Freud menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa
suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan
perwakilan dan pelepasan sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan
menyadarkan ego untuk mengambil tindakan defensif terhadap tekanan dari
dalam. Jika penggunaan represi saja dilakukan untuk pemulihan
keseimbangan psikologis tanpa pembentukan gejala, maka represi yang efektif
akan menahan dorongan dan afek serta khayalan yang menyertainya dibawah
sadar. Jika represi tidak berhasil sebagai suatu mekanisme pertahanan, maka
mekanisme pertahanan lain (konversi, pengalihan dan regresi) mungkin akan
menyebabkan pembentukan gejala, jadi menghasilkan gambaran gangguan
neurotik yang klasik (histeria, fobia, neurosis obsesif kompulsif).

c. Teori Perilaku
Teori prilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon yang
dibiasakan terhadap stimuli lingkungan spesifik. Didalam model pembiasaan
klasik (classic conditioning) seseorang yang tidak memiliki suatu alergi
makanan dapat menjadi sakit setelah makan kerang yang telah terkontaminasi
di sebuah rumah makan. Pemaparan selanjutnya dengan kerang dapat
menyebabkan orang tersebut merasa sakit. Melalui generalisasi, orang
tersebut mungkin menolak semua makanan yang dimasak oleh orang lain.
Sebagai kemungkinan penyebab lainnya, seseorang dapat belajar untuk
memiliki suatu respon kecemasan internal dengan meniru respon kecemasan
orang tuanya ( teori belajar sosial).
Pengajuan teori perilaku telah menunjukkan peningkatan perhatian dalam
pendekatan kognitif untuk memahami dan mengobati gangguan kecemasan,
dan ahli teori kognitif telah mengajukan alternatif terhadap teori belajar
tradisional yang merupakan model penyebab kecemasan. Menurut salah satu
model, pasien yang menderita gangguan kecemasan cenderung menilai lebih
atau overestimate terhadap derajat bahaya dan kemungkinan bahaya didalam
situasi tertentu dan cenderung menilai rendah atau underestimate kemampuan
dirinya untuk mengatasi ancaman yang datang kepada kesehatan fisik atau
kesehatan psikologisnya.

d. Teori eksistensial
Teori eksistensial tentang kecemasan memberikan model untuk gangguan
kecemasan umum (generalized anxiety disorder) dimana tidak terdapat
stimulus yang dapat diidentifikasikan secara spesifik untuk suatu perasaan
kecemasan yang kronik. Konsep inti dari teori eksistansial adalah bahwa
seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol dalam
dirinya, perasaan yang mungkin lebih mengganggu daripada penerimaan
kematian mereka yang tidak dapat dihindari. Kecemasan adalah respon
seseorang terhadap kehampaan eksistansial.
e. Teori Biologis
Teori biologis tentang kecemasan telah dikembangkan dari penelitian
praklinis dengan model kecemasan pada binatang, penelitian pasien yang
faktor biologisnya dipastikan, berkembangnya pengetahuan tentang biologi
dasar, dan kerja obat psikoterapi. Satu kutub pikiran menyatakan bahwa
perubahan biologis yang dapat diukur pada pasien dengan gangguan
kecemasan mencerminkan akibat konflik psikologis, kutub yang berlawanan
menyatakan bahwa peristiwa biologis mendahului konflik psikologis, titik
kedua situasi mungkin terdapat pada orang tertentu dan berbagai macam
kepekaan yang didasarkan secara biologis mungkin bervariasi diantara orang-
orang dengan gejala gangguan kecemasan.
Beberapa teori biologis tentang Gangguan Ansietas:

i. Sistim saraf otonom


Stimulasi sistim saraf otonom menyebabkan gejala tertentu seperti, takikardia,
nyeri kepala, diare, nafas cepat. Dalam sepertiga awal abad abad ke-20,
Walter Cannon menunjukkan bahwa kucing yang dipaparkan dengan anjing
yang menggonggong menunjukkan tanda ketakutan perilaku dan fisiologis
yang disertai pelepasan epinefrin dari adrenal. Teori James Lange menyatakan
bahwa ansietas subjektif adalah respon terhadap fenomena perifer. Sekarang
ini umumnya diperkirakan bahwa ansietas sistim saraf pusat mendahului
manifestasi perifer dari ansietas.
ii. Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama yang berhubungan dengan Ansietas berdasarkan
penelitian pada binatang dan respon terhadap terapi obat adalah: norepinefrin,
serotonin, dan gamma-amynobutiric acid (GABA)
§ Norepinefrin
Teori umum tentang peranan norepinefrin dalam gangguan kecemasan adalah
bahwa pasien yang menderita mungkin memiliki system noradrenergic yang
teregulasi secara buruk yang secara kadang-kadang menyebabkan aktivitas
badan sel pada system adrenergic terutama berlokasi di lokus seruleus di pons
rostral dan mereka mengeluarkan aksonnya ke korteks serebral, system
limbik, batang otak dan medulla spinalis.
Penelitian pada manusia menunjukkan bahwa pada pasien dengan gangguan
panik, agonis adrenergik beta dan antagonis adrenergic alfa 2 dapat
mencetuskan serangan panik parah dan sering. Sebaliknya suatu agonis
adrenergik alfa2 menurunkan gejala kecemasan pada beberapa situasi
percobaan dan terapeutik

§ Serotonin
Dengan dikenalinya banyak tipe reseptor serotonin telah merangsang akan
pencarian peran serotonin didalam pathogenesis gangguan kecemasan.
Perhatian dalam hubungan tersebut pertama kali dimotivasi oleh pengamatan
bahwa antidepresan serotonergik memiliki efek terapeutik pada beberapa
gangguan kecemasan contohnya clomipramine pada gangguan obsesif
kompulsif. Badan sel pada sebagian besar neuron serotonergik berlokasi di
nukleus rafe di batang otak rostral dan berjalan ke korteks serebral, sistim
limbik (khususnya amigdala dan hipokampus) dan hypothalamus. Walaupun
pemberian obat serotonergik pada binatang menyebabkan perilaku yang
mengarah pada kecemasan, data tentang efek yang serupa pada manusia
adalah kurang kuat.

§ GABA
Peranan GABA dalam gangguan kecemasan didukung paling kuat oleh
manfaat benzodiazepine yang tidak dapat dipungkiri, yang meningkatkan
aktifitas GABA pada reseptor GABA A, didalam pengobatan beberapa jenis
gangguan kecemasan.. Walaupun benzodiazepine potensi rendah adalah
paling efektif untuk gejala gangguan kecemasan umum, benzodiazepine dosis
tinggi adalah efektif dalam pengobatan gangguan panik.
Ada hipotesis yang menyatakan beberapa pasien dengan gangguan kecemasan
memiliki fungsi reseptor GABA yang abnormal, walaupun hubungan tersebut
belum terbukti secara langsung.

f. Teori Psikoneuroendokrinologi
i. Anatomi dan Fisiologi Psiko-neuro-endokrinologi25,32
Sistem saraf pusat mentramsmisikan informasi neurologi menjadi respon
fisiologis dan biologis melalui berbagai hormon, neuropeptida,
neurotransmitter, Hypothalamic Pituitary Adrenal Axis (HPA), dan sistem
saraf otonom. Susunan tersebut merupakan alur yang sangat berperan dalam
reaksi emosional, optimistis dan stress.
Berbagai kondisi emosional, baik positif berupa rasa tenang, optimis, senang
ataupun negatif berupa cemas, susah dan stress dapat menyebabkan terjadinya
aktivitas HPA.
Dinamika rangsangan psikis ditransmisikan melalui sistem limbik dan korteks
frontal. Rangsangan yang tiba di hipotalamus akan menyebabkan sekresi CRF
yang berperan sentral dalam reaksi stress (sekresi CRF stabil dalam kondisi
emosi positif). CRF kemudian memicu reaksi HPA. Nukleus mpPVN
hipotalamus juga berhubungan dengan locus coeruleus (LC) yang
mengaktifkan sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom mengaktifkan sekresi
epinefrin dan norepinefrin di dalam medulla adrenal.
Sekresi CRF oleh nuron mpPVN hipotalamus bergantung pada keseimbangan
antara kondisi yang merangsang dan menghambat, sintesis dan sekresi.
Neurotransmitter yang diketahui meningkatkan sekresi CRF adalah
acetylcholine dan serotonin, sedangkan yang menghambat adalah kortisol dan
Gamma Aminobutyric Acid (GABA). GABA terutama banyak terdapat di area
hipokampus sesuai dengan fungsinya sebagai pengontrol emosi dan
pengendali HPA.
Sistem limbik yang terdiri dari amigdala dan hipokampus merupakan bagian
otak yang berfungsi dalam mengatur motivasi, respon emosi dan reaksi
penolakan terhadap stimulus yang tidak diinginkan.
Hipokampus berfungsi dalam encoding rangsang dalam proses belajar dan
mengingat, memberikan informasi masa lalu, apakah suatu stimulus
merupakan stressor atau bukan. Di hipokampus, terdapat GABA dalam
konsentrasi tinggi yang berfungsi utama sebagai neurotransmitter
penghambat. Amigdala menerima impuls atau informasi dari sistem sensori,
batang otak, lewat talamus yang memungkinkan timbulnya reaksi segera
untuk mempertahankan tubuh. Amigdala juga menerima informasi dari pusat
kognisi dan asosiasi sensoris dikorteks, hubungan dengan hipokampus
memberikan informasi tentang encoding rangsang yang tersimpan dalam
memori.

ii. Ansietas menurut Psikoneuroendokrinologi25


Kondisi emosi negatif seperti marah, takut, cemas, stress berpengaruh kuat
terhadap kinerja HPA aksis. Emosi negatif menyebabkan kinerja HPA aksis
tidak beraturan. Sekresi ACTH menjadi terganggu dan mempengaruhi irama
sekresi hormon kortisol. Sebagaimana diketahui, kondisi emosi negatif
mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap pengaturan sekresi hormon
kortisol dibandingkan mekanisme umpan balik dan siklus sirkadian. Keadaan
ini tidak dibutuhkan tubuh, karena sekresi kortisol tidak sejalan dengan
tingkat stress yang terjadi. Sekresi kortisol yang tidak seharusnya hanya akan
menurunkan sistem imunitas tubuh.32
Emosi negatif juga menyebabkan gangguan pada sistem saraf otonom.
Rangsangan emosi negatif pada hipotalamus akan diteruskan ke medulla
spinalis melalui formasioretikularis. Pelepasan impuls yang terjadi karena rasa
takut bersifat massif menimbulkan kondisi fight or flight reaction. Suatu
reaksi akut yang menyebabkan sikap siaga terhadap adanya suatu ancaman.
Secara fisiologis, keadaan ini menyebabkan timbulnya manifestasi perifer dari
Gangguan Ansietas seperti berdebar-debar, peningkatan aktivitas mental dan
kecepatan metabolisme.32
Disamping itu, pengaruh pelepasan impuls secara massal oleh sistem saraf
simpatis menyebabkan sekresi epinefrin dan norepinefrin oleh medulla
adrenal menjadi terganggu. Karena pengaruh yang lebih lama dibandingkan
kerja sistem saraf simpatis, aktifitas epinefrin dan norepinefrin lebih bersifat
kronis dalam memunculkan manifestasi gangguan Ansietas.32

g. Teori Logoterapi
Dalam Logoterapi, ada fenomena yang disebut Anticipatory Anxiety yaitu
adanya rasa cemas akan munculnya gejala patologi tertentu yang justru akan
memunculkan apa yang dicemaskannya itu dan tercetusnya gejala tersebut
akan meningkatkan intensitas kecemasan. Penderita gangguan kecemasan
akan mengembangkan pola fight from fear dan fight against obsession sebagai
respon terhadap timbulnya anticipatory anxiety.7
Pola fight from fear lazim terdapat pada semua reaksi cemas dan ditemukan
secara khas pada fobia. Didalam pola ini, penderita menghindari semua objek
yang ditakuti dan dicemaskannya. Didalam fight against obsession, penderita
mengerahkan semua daya upaya agar tidak tercetuskan suatu dorongan aneh
yang kuat dalam dirinya. Namun kenyataannya, dorongan tersebut muncul
semakin kuat seiring semakin kuat penderita menahannya dan keadaan ini
semakin meningkatkan kecemasan penderita. Pola ini khas terdapat pada
penderita gangguan obsesi dan kompulsi.7
2.3. Penggolongan Obat

Antiansietas terbagi menjadi 2 golongan yaitu golongan benzodiazepin


dan non benzodiazepin.

1. Benzodiazepin (Klordiazepoksid, diazepam, oksazepam, lorazepam,


klorazepat, prazepam, alprazolam, halozepam).

a. Farmakodinamik

Benzodiazepin bekerja pada reseptor GABA. Terdapat dua jenis


reseptor GABA, yaitu GABA-A dan GABA-B. Reseptor GABA-A (reseptor
kanal ion klorida kompleks) terdiri atas lima subunit yaitu α1, α2, β1, β2 dan
γ2. Benzodiazepin berikatan langsung pada sisi spesifik subunit γ2 sehingga
pengikatan ini menyebabkan pembukaan kanal klorida, memungkinkan
masuknya ion klorida ke dalam sel menyebabkan peningkatan potensial
elektrik sepanjang membran sel dan menyebabkan sel sukar tereksitasi.

Efek yg ditimbulkan benzodiazepin merupakan hasil kerja golongan


ini pada SSP dengan efek utama: sedasi, hipnosis, pengurangan terhadap
rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot dan antikonvulsan. Sedangkan efek
perifernya: vasodilatasi koroner (pada pemberian IV) dan blokade
neuromuskular (pada pemberian dosis tinggi). Berbagai efek yang menyerupai
benzodiazepin, yaitu :

- Agonis penuh, yaitu senyawa yang sepenuhnya serupa efek benzodiazepin


misalnya: diazepam.

- Agonis parsial, yaitu efek senyawa yang menghasilkan efek maksimum yang
kurang kuat dibandingkan dibandingkan diazepam

- Inverse agonis, yaitu senyawa yang menghasilkan kebalikan dari efek


diazepam pada saat tidak adanya senyawa yang mirip benzodiazepin
- Antagonis, melalui persaingan ikatannya dengan reseptor benzodiazepin
misalnya: flumazenil

b. Farmakokinetik

1) Absorpsi

Benzodiazepin diabsorpsi secara sempurna kecuali klorazepat


(klorazepat baru diabsorpsi sempurna setelah didekarboksilasi dalam cairan
lambung menjadi N-desmetil diazepam (nordazepam).

2) Distribusi

Benzodiazepin dan metabolitnya terikat pada protein plasma (albumin)


dengan kekuatan berkisar dari 70% (alprazolam) hingga 99% (diazepam)
bergantung dengan sifat lipofiliknya. Kadar pada CSF sama dengan kadar
obat bebas dalam plasma. Vd (volume of distribution) benzodiazepin besar.
Pada pemberian IV atau per oral, ambilan benzodiazepin ke otak dan organ
dengan perfusi tinggi lainnya sangat cepat dibandingkan pada organ dengan
perfusi rendah (seperti otot dan lemak). Benzodiazepin dapat melewati sawar
uri dan disekresi ke dalam ASI.

3) Metabolisme

Metabolisme benzodiazepin di hati melalui kelompok enzim CYP3A4


dan CYP2C19. Yang menghambat CYP3A4 a.l. eritromisin, klaritromisin,
ritonavir, itrakonazol, ketokonazol, nefazodon dan sari buah grapefruit.
Benzodiazepin tertentu seperti oksazepam langsung dikonjugasi tanpa
dimetabolisme sitokrom P. Secara garis besar, metabolisme benzodiazepin
terbagi dalam tiga tahap: desalkilasi, hidroksilasi, dan konjugasi.
Metabolisme di hati menghasilkan metabolit aktif yang memiliki waktu
paruh lebih panjang dibanding parent drug. Misalnya diazepam (t1/2 20-80
jam) setelah dimetabolisme menjadi N-desmetil dengan waktu paruh
eliminasi 200 jam. Golongan benzodizepin menurut lama kerjanya dibagi
dalam 4 golongan, yaitu :

- Senyawa yang bekerja sangat cepat

- Senyawa bekerja cepat, t1/2 kurang dari 6 jam: triazolam, zolpidem,


zolpiklon.

- Senyawa yang bekerja sedang, t1/2 antara 6-24 jam: estazolam,


temazepam.

- Senyawa yang bekerja dengan t1/2 lebih dari 24 jam: flurazepam,


diazepam, quazepam

4) Ekskresi

Ekskresi metabolit benzodiazepin bersifat larut air melalui ginjal

c. Efek samping

Pada dosis hipnotik kadar puncak menimbulkan efek samping antara lain
kepala ringan, malas, tidak bermotivasi, lamban, inkoordinasi motorik, ataksia,
gangguan fungsi mental dan psikomotor, gangguan koordinasi berfikir, bingung,
disartria, amnesia anterogard. Interaksi dengan etanol (alkohol) menimbulkan
efek depresi yang berat.

Efek samping lain yang lebih umum: lemas, sakit kepala, pandangan
kabur, vertigo, mual/muntah, diare, nyeri epigastrik, nyeri sendi, nyeri dada dan
inkontinensia. Penggunaan kronik benzodiazepin memiliki risiko terjadinya
ketergantungan dan penyalahgunaan. Untuk menghindari efek tsb disarankan
pemberian obat tidak lebih dari 3 minggu. Gejala putus obat berupa insomnia
dan ansietas. Pada penghentian penggunaan secara tiba-tiba, dapat timbul
disforia, mudah tersinggung, berkeringat, mimpi buruk, tremor, anoreksi serta
pusing kepala. Oleh karena itu penghentian penggunaan obat sebaiknya secara
bertahap.

2. Non Benzodiazepin (Buspiron)

a. Farmakodinamik

Berbeda dengan benzodiazepin, buspiron tidak memperlihatkan aktivitas


GABA dan antikonvulsan. Buspiron merupakan antagonis selektif reseptor
serotonin postsinaps 5-HT1A di hipokampus; potensi antagonis
dopaminergiknya rendah sehingga risiko menimbulkan efek samping ekstra
piramidal pada dosis pengobatan ansietas kecil.

Studi klinik menunjukkan buspiron merupakan antiansietas efektif yang


efek sedatifnya relatif ringan. Risiko timbulnya toleransi dan ketergantungan
kecil. Obat ini tidak efektif pada panic disorder. Efek antiansietas baru timbul
pada penggunaan 10-15 hari (bukan untuk penggunaan akut). Tidak ada toleransi
silang dengan benzodiazepin sehingga kedua obat tidak dapat saling
menggantikan.

b. Farmakokinetik

Buspiron diabsorpsi secara cepat pada pemberian peroral namun


mengalami metabolisme lintas pertama secara ekstensif, yaitu melalui proses
hidroksilasi dan dealkilasi. Bioavailabilitas 5% dan ikatan protein 95%. Waktu
paruh eliminasi buspiron adalah 2-4 jam, dan disfungsi hati dapat
memperlambatnya. Rifampin (penginduksi sitokrom P450) menurunkan waktu
paruh buspiron, sedangkan inhibitor CYP3A4 meningkatkan kadar plasmanya.
Buspiron diekskresikan melalui urine dan feces.

c. Efek samping
Buspiron hanya menyebabkan sedikit gangguan psikomotor dibanding
benzodiazepin. Efek samping a.l. takikardi, palpitasi, nervousness, keluhan
gastrointestinal, parastesia dan miosis. Pada pasien yang menerima MAO
inhibitor dapat terjadi peningkatan tekanan darah.

2.4. Tatalaksana Terapi Ansietas


 Terapi obat
Obat masih menjadi pilihan utama terapi, tetapi gangguan itu sendiri
biasanya kronik, sehingga potensi terjadinya toleransi, ketergantungan, dan
kekambuhan membatasi nilai obat ansiolitik menjadi jangka pendek.
Benzodiazepine merupakan obat dengan mula kerja yang cepat, tetapi
toleransi dapat terjadi pada penggunaan kronik, sehingga membutuhkan
peningkatan dosis pada reaksi putus obat akut ketika obat dihentikan pada
30% kasus serta pada 10% penghentian kronik. Efek sampingnya meliputi
sedasi dan amnesia dan kemungkinan juga ansietas dan depresi : terdapat
potensi yang besar untuk penyalahgunaan dan interaksi dengan alkohol.
Buspirone, walaupun ketergantungan belum pernah terjadi pada
pemakaian buspirone, banyak pasien meragukan efikasinya, mungkin karena
mula kerjanya yang lambat. Untuk ansietas kronik, pengobatan ini masih
bermanfaat. Percobaan terapi hingga 8 minggu dengan setidaknya 30 mg
buspirone setiap harinya, setelah peningkatan dosis secara bertahap selama 2
minggu pertama, sering menunjukkan hasil yang baik.
Antidepresan, pasien yang sebelumnya mengonsumsi benzodiazepine
dapat tidak merasakan efek sedative dan efek ansiolitik akut bila digantikan
dengan buspirone, dan pada kasus tersebut percobaan terapi dengan anti
depresan selama 6-8 minggu dapat bermanfaat. Antidepresan dapat
menimbulakan eksa serbasi awal ansitas, yang dapat dicegah dengan
pemberian benzodiazepine selama 7-10 hari pertama dengan resiko
ketergantunga yang lebih kecil
Durasi yang diperlukan untuk terapi obat tidak pasti, biasanya
digunakan durasi yang sama dengan pengobatan depresi- 6-9 bulan pada tahap
awal

 Terapi psikologis
Terapi ini dirancang untuk melatih keterampilan dalam mengelolah
komponen kognitif dan somatic ansitas dan sma efektifnya dengan terapi obat
tetapi dengan efek samping yang lebih sedikti. Terapi fisiologis spesialistik
mungkin tidak praktis bagi beberapa pasien dilayanan ini pertama, tetapi
konseling singkat dan teknik penyelesaian masalah secara terstruktur efektif
dan dapat dilakukan di praktek umum.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Ansietas didefinisikan sebagai kondisi kejiwaan di mana adanya perasaan


subjektif berupa kegelisahan, ketakutan, atau firasat-firasat buruk. Ansietas, atau
dikenal juga sebagai gangguan cemas, merupakan gejala kejiwaan atau psikiatri yang
paling sering muncul di masyarakat. Penyebabnya disebabkan oleh penyakit medis
ataupun ganggusan jiwa itu sendiri. Penyebab ansietas yang murni kelainan jiwa
masih belum pasti. Beberapa faktor yang berperan menyebabkan terjadi ansietas
antara lain faktor genetik, gangguan neurotransmitter (zat penghantar sinyal antar sel
saraf), dan lingkungan sosial.

3.2. Saran

Semoga dengan pembuatan makalah ini pembaca maupun penulis dapat


memanfaatkan ilmu yang didapatkan dengan lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai