CTS Kuro
CTS Kuro
PENDAHULUAN
Sistem saraf merupakan suatu jaringan yang rumit dan sangat terorganisir
dari miliaran neuron dan neuroglia. Terdapat dua subdivisi utama dari sistem saraf
yaitu, sistem saraf pusat yang terdiri dari otak dan medula spinalis, dan sistem
saraf perifer, yang terdiri dari seluruh jaringan saraf di luar sistem saraf pusat.
Baik sistem saraf pusat atau perifer tentunya dapat mengalami gangguan atau
penyakit. Salah satu sistem saraf perifer yang dapat mengalami penyakit yaitu
nervus medianus.
Salah satu penyakit yang paling sering mengenai Nervus medianus adalah
neuropati tekanan/jebakan (entrapment neuropathy). Di pergelangan tangan
nervus medianus berjalan melalui terowongan karpal (carpal tunnel) dan
menginnervasi kulit telapak tangan dan punggung tangan di daerah ibu jari,
telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis. Pada saat berjalan melalui
terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami tekanan yang
menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah Sindroma
Terowongan Karpal/STK (Carpal Tunnel Syndrome/CTS).1
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan sindrom yang timbul akibat N.
Medianus tertekan di dalam Carpal Tunnel (terowongan karpal) di pergelangan
tangan, sewaktu nervus melewati terowongan tersebut dari lengan bawah ke
tangan. CTS merupakan salah satu penyakit yang dilaporkan oleh badan-badan
statistik perburuhan di negara maju sebagai penyakit yang sering dijumpai di
kalangan pekerja-pekerja industri.1
Tingginya angka prevalensi yang diikuti tingginya biaya yang harus
dikeluarkan membuat permasalahan ini menjadi masalah besar dalam dunia
okupasi.2 Di Indonesia, penelitian pada pekerjaan dengan risiko tinggi pada
pergelangan tangan dan tangan melaporkan prevalensi CTS antara 5,6% sampai
dengan 15%.3 Dari beberapa permasalahan ini, pada tugas ini akan dibahas
mengenai anatomi nervus medianus, definisi, epidemiologi, etiologi,
pathogenesis, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, dan
prognosis dari CTS.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik ligametum carpi transversum yang
dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus. Cabang sensorik superfisial dari N.
Medianus yang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum carpi
transversum yangberlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan jari jempol.4
N. Medianus terdiri dari serat sensorik 94% dan hanya 6% serat motorik
pada terowongan karpal. Namun, cabang motorik menyajikan banyak variasi
anatomi, yang menciptakan variabilitas yang besar patologi dalam kasus Capal
Tunnel Syndrome.5
2.2 Definisi
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) merupakan neuropati tekanan atau cerutan
terhadap nervus medianus di dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan,
tepatnya di bawah tleksor retinakulum Dulu, sindroma ini juga disebut dengan
nama acroparesthesia, median thenar neuritis atau partial thenar atrophy.
CTS pertama kali dikenali sebagai suatu sindroma klinik oleh SirJames
Paget pada kasus stadium lanjut fraktur radius bagian distal. Istilah carpal tunnel
syndrome diperkenalkan oleh Moersch pada tahun 1938.6
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical Guideline,
carpal tunnel syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N. medianus di
tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan tekanan dalam
3
terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu. CTS dapat
disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan
keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi otot.
Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau pekerjaan dan
isebabkan karena penyakit sistemik, faktor mekanis dan penyakit lokal.7
4
gerakan biomekanik berulang sesaat yang tinggi pada tangan pergelangan tangan
kanan 74,1%, dan pada tangan kiri 65,5%. Pekerja perempuan dengan CTS lebih
tinggi secara bermakna dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Tidak terdapat
perbedaan antara peningkatan umur, pendidikan, masa kerja, jam kerja serta
tekanan biomekanik berulang sesaat terhadap peningkatan terjadinya CTS.2 Jagga
dkk meneliti bahwa pekerjaan yang beresiko tinggi mengalami CTS adalah
pekerja yang terpapar getaran, pekerja perakitan, pengolahan makanan dan buruh
pabrik makanan beku, pekerja toko, pekerja industri, pekerja tekstil, dan pengguna
komputer. 1
2.4 Etiologi
Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi terutama pada permukaan volar.
Pola itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga sampai jari keempat sisi radial
telapak tangan. Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensorik N. Medianus
bervariasi antara dua sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga dan keempat. Di
terowongan karpal N. Medianus sering terjepit. N. Medianus adalah saraf yang
paling sering mengalami cedera oleh trauma langsung, sering disertai dengan luka
di pergelangan tangan. Tekanan dari N. Medianus sehingga menghasilkan rasa
kesemutan yang menyakiti juga. Itulah parestesia atau hipestesia dari CTS.10
Terdapat beberapa kunci komorbiditas atau faktor manusia yang
berpotensi meningkatkan risiko CTS. Pertimbangan utama meliputi usia lanjut,
jenis kelamin perempuan, adanya diabetes, dan obesitas. Faktor risiko lain
termasuk kehamilan, pekerjaan yang spesifik, cedera karena gerakan berulang dan
kumulatif, sejarah keluarga yang kuat, gangguan medis tertentu seperti
hipotiroidisme, penyakit autoimun, penyakit rematologi, arthritis, penyakit ginjal,
trauma, predisposisi anatomi di pergelangan tangan dan tangan, penyakit menular,
dan penyalahgunaan zat. Orang yang terlibat dalam kerja manual di beberapa
pekerjaan memiliki insiden dan tingkat keparahan yang lebih besar.5
Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
CTS antara lain :4,11
5
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure
palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory neuropathies)
tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah,
pergelangan tangan dan tangan. dan sprain pergelangan tangan.
Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.
3. Pekerjaan : gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan
tangan yang berulang-ulang. Seorang sekretaris yang sering
mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat beban berat dan
pemain musik terutama pemain piano dan pemain gitar yang banyak
menggunakan tangannya.
4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid, neuropati fokal tekan,
penebalan ligamen, dan tendon dari simpanan zat yang disebut
mukopolisakarida.
6. Endokrin : akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes
mellitus, hipotiroidi, kehamilan.
7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
8. Penyakit kolagen vaskular : artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
9. Degeneratif: osteoartritis.
10. Iatrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk
dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
11. Faktor stres
12. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi
tendon menyebabkan nervus medianus tertekan.
2.5 Patogenesis
Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk
menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer
adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut
6
teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di
terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa ia menjelaskan
konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi yang mendasari
kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa faktor seperti
berkepanjangan atau berulang.3
Teori insufisiensi mikrovaskular mennyatakan bahwa kurangnya pasokan
darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan ia
perlahanlahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf. Scar dan
jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf. Tergantung pada keparahan
cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen. Karakteristik gejala CTS,
terutama kesemutan, mati rasa, dan nyeri akut, bersama dengan kehilangan
konduksi saraf akut dan reversibel merupakan gejala untuk iskemia. Seiler dkk
menunjukkan (dengan Doppler laser flowmetry) bahwa normalnya aliran darah
berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam 1 menit dari saat ligamentum
karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori
iskemia akibat kompresi diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan
tekanan di carpal tunnel. Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai
darah dari saraf dan tekanan darah sistolik. Kiernan dkk menemukan bahwa
konduksi melambat pada median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik
saja dan mungkin tidak selalu disebabkan myelinisasi yang terganggu.3
Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari
penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di carpal tunnel.
Lundborg dkk mencatat edema epineural pada saraf median dalam beberapa hari
berikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi perubahan serupa
mengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia.3
Hipotesis lain dari CTS berpendapat bahwa faktor mekanik dan vaskular
memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara
kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan
terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena
intrafasikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrafasikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan
7
endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang
timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang
terlibat digerakgerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan
sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi
fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi
atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi nervus
medianus terganggu secara menyeluruh.
Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat
terjadi kerusakan pada saraf tersebut. 12
Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian yang menyatakan CTS
terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal
berhubungan dengan naiknya berat badan dan IMT. IMT yang rendah merupakan
kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus medianus. Pekerja
dengan IMT minimal ≥25 lebih mungkin untuk terkena CTS dibandingkan dengan
pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping. American Obesity Association
menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki kelebihan berat badan.
Setiap peningkatan nilai IMT 8% resiko CTS meningkat. 12
seluruh jari-jari.13 Komar dan Ford membahas dua bentuk carpal tunnel
syndrome: akut dan kronis. Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah,
8
bengkak pergelangan tangan atau tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun.
Kehilangan gerak jari disebabkan oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis.
Bentuk kronis mempunyai gejala baik disfungsi sensorik yang mendominasi atau
kehilangan motorik dengan perubahan trofik. Nyeri proksimal mungkin ada dalam
CTS.4
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya
adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga
sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau
dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.14
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang
terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan
juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu
menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones
pollicis dan abductor pollicis brevis).dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh
nervus medianus.15
2.7 Diagnosis
Diagnosa CTS ditegakkan selain berdasarkan gejala-klinis seperti di atas
dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu :
9
Gambar 2. Phalen’s Test
2. Torniquet test
Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan tomiquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas
tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa.
3. Tinel's sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia ataunyeri pada
daerah distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi padaterowongan
karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
10
4. Flick's sign
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-
gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan
menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa tanda ini juga dapat
dijumpai pada penyakit Raynaud.
5. Thenar wasting
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot
thenar.
7. Pressure test
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
9. Pemeriksaan sensibilitas
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two- point
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnosis.
11
10. Pemeriksaan fungsi otonom
Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit
yang kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus
medianus. Bila ada akan mendukung diagnose CTS.
Dari pemeriksaan provokasi diatas Phalen test dan Tinel test adalah test
yang patognomonis untuk CTS.3
12
berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan
dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi.
USGdilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal
tunnel proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome.14,17,18
13
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi
gejala, dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder
untuk penyakit endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer
harus diobati. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti inflamasi non steroid
(OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan yang mempertahankan
tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan terutama pada malam hari atau
selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid
lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup
mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi.4,11
Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu terapi
langsung dan terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari.16
14
pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan sederhana dan
dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.
e. Injeksi steroid, yaitu deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-
25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke
dalam terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau
25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di
sebelah medial tendon musculus palmaris longus. Sementara
suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau
empat suntikan,. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil
terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan
harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien di bawah usia 30
tahun.
f. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa
salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga
mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari
selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat
bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat
menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun
pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
g. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan
tangan.
2. Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan
dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau
adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama
dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan
operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak
dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar,
sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang
persisten.14
15
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan anestesi
lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara endoskopik.
Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan
ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf.
Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis
pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.14
16
2.10 Prognosis
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa
baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan
operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena
operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS
penyembuhan post operatifnya bertahap.12 Bila setelah dilakukan tindakan operasi,
tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan
berikut ini :12
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap
nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti
akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut
hipertrofik.
Sekalipun prognosis CTS dengan terapi konservatif maupun operatif
cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi
kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi
kembali.
17
BAB III
RINGKASAN
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Jagga V, Lehri A, et al. Occupation and its association with Carpal Tunnel
syndrome-A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011.
Vol. 7, No. 2: 68-78.
2. Kurniawan, Bina, et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.
3. Tana, Lusianawaty, et al. Carpal tunnel syndrome Pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: 73-82.
4. Pecina MM, Markiewitz AD. Tunnel Syndromes: Peripheral Nerve
Compression Syndromes Third Edition. New York: CRC PRESS. 2001.
5. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on
the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. 2008.
6. Campbell, William W. DeJong's The Neurologic Examination, 6th Edition.
Philadelpia: Lippincott Williams & Wilkins. 2005.
7. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline On
The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. 2007.
8. Joseph J. Biundo, and Perry J. Rush. Carpal Tunnel Syndrome. American
College of Rheumatology. 2012.
9. Mc Cabe, Steven J. et al. Epidemiologic Associations of Carpal Tunnel
Syndrome and Sleep Position: Is There a Case for Causation?. American
Association for Hand Surgery. 2007. No.2 :127–134.
10. Mardjono M dan Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: PT Dian Rakyat.
2009.
11. Latov, Norman. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical
Publishing. 2007.
12. Bachrodin, Moch. Carpal Tunnel Syndrome. Malang: FK UMM. 2011. Vol.7
No. 14.
13. Salter RB. 1993. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
System. 2nd ed. Baltimore: Williams & Wilkins Co. p. 274-275.
19
14. Rambe, Aldi S. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK USU.
2004.
15. Mumenthaler, Mark, et al. Fundamentals of Neurologic Disease. Stuttgard:
Thieme.2006.
16. Jeffrey N, Katz, et al. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med, 2002. Vol.
346, No.23.
17. Gilroy J. Basi Neurology. 3rd Ed. New York: McGraw-Hill. 2000. p.599-601.
18. Werner RA, Andary M. Electrodiagnostic Evaluation of Carpal Tunnel
Syndrome. Michigan: AANEM Monograph. 2011.
19. Wilkinson, Maureen. Ultrasound of the Carpal Tunnel and Median Nerve: A
Reproducibility Study. Journal of Diagnostic Medical Sonography. 2001 Vol.
17, No. 6.
20. Cartwright, Michael S, et al. Evidence-based Guideline: Neuromuscular
Ultrasound for The Diagnosis of Carpal Tunnel Syndrome. American
Association of Neuromuscular and Electrodiagnostic Medicine. 2012.
20