Anda di halaman 1dari 73

ANALISIS Escherichia coli SEBELUM DAN SESUDAH

PENAMBAHAN SERBUK BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam)


PADA AIR SUMUR GALI

SKRIPSI

OLEH:

YUNI PUTRI RANGKUTI


NIM 151524095

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


ANALISIS Escherichia coli SEBELUM DAN SESUDAH
PENAMBAHAN SERBUK BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam)
PADA AIR SUMUR GALI

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:

YUNI PUTRI RANGKUTI


NIM 151524095

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


iii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan

berkat, rahmat dan karunia Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini di susun untuk melengkapi salah satu syarat

mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera

Utara, yang berjudul “Analisis Escherichia coli Sebelum dan Sesudah Penambahan

Serbuk Biji Kelor (Moringa oleifera Lam) Pada Air Sumur Gali”.

Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.,

selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan. Ibu Dra.

Sudarmi, M.Si., Apt., dan Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt., selaku

pembimbing yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran

selama penelitian hingga selesai nya skripsi ini. Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt.,

selaku dosen penguji dan Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., selaku dosen

penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini dan telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis

sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian. Bapak dan Ibu Staf

Pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang telah mendidik selama perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua tercinta,

Ayahanda Agus Sanip Rangkuti dan Ibunda Masrifa Tanjung, atas segala doa dan

dukungannya serta keridhaannya bagi penulis dalam menempuh dan menyelesaikan

iv
Universitas Sumatera Utara
pendidikan, juga untuk adik-adikku Ismail Afif Rangkuti dan Pikri Halim Rangkuti

serta sahabat bidsyur atas doa, nasehat serta pengorbanan baik moril maupun

materil dalam penyelesaian penelitian dan bahan skripsi ini. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Farmasi Ekstensi 2015, atas doa

dan dukungannya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih

jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi

kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat

memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, November 2017


Penulis,

Yuni Putri Rangkuti


NIM 151524095

v
Universitas Sumatera Utara
vi
Universitas Sumatera Utara
ANALISIS Escherichia coli SEBELUM DAN SESUDAH PENAMBAHAN
SERBUK BIJI KELOR (Moringa oleifera Lam) PADA
AIR SUMUR GALI

ABSTRAK

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang
banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Air yang digunakan sebagai kebutuhan
sehari-hari, sebaiknya tidak bewarna, tidak berasa, tidak berbau, dan jernih.
Penentuan kualitas air secara mikrobiologis menurut APHA (American Public
Health Association) dan WHO (World Health Organization) dilakukan berdasarkan
analisis adanya indikator, yaitu bakteri golongan Coli Fecal. Oleh karena itu
PDAM menggunakan kaporit untuk membunuh bakteri patogen dalam air. Salah
satu bahan untuk penjernihan air yang dapat digunakan adalah serbuk biji kelor
(Moringa oleifera Lam). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik
simplisia biji kelor, menganalisis jumlah koloni E. coli sebelum dan sesudah
penambahan serbuk biji kelor.
Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang eksperimental
yaitu meliputi pengambilan sampel dengan konsentrasi 0; 0,00125; 0,0025; 0,005;
0,01%, identifikasi sampel, karakterisasi simplisia, pengolahan sampel, uji
mikrobiologi dilakukan dengan Angka Lempeng Total dan identifikasi
Escherichia coli untuk memastikan koloni bakteri yang ada dalam air sumur gali di
jalan Bunga Teratai X Pasar 2 Padang Bulan Medan.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah koloni sebelum penambahan biji
kelor 2,1 x 102 kol/g sedangkan setelah penambahan 0,00125% biji kelor yaitu 4,7
x 102 kol/g; 0,0025% yaitu 2,0 x 102 kol/g; 0,005% yaitu 3,5 x 101 kol/g; 0,01%
yaitu 0 kol/g. Hasil identifikasi menunjukkan positif bakteri Escherichia coli
ditandai dengan koloni berwarna hijau metalik dan pengecatan gram didapat gram
negatif berbentuk batang berwarna merah muda. Karakteristik simplisia biji kelor
meliputi pemeriksaan mikroskopik parenkim dengan minyak atsiri, sklerenkim,
berkas pembuluh dan serat sklerenkim. kadar air 2,46%; kadar sari larut air
21,77%; kadar sari larut etanol 13,07%; kadar abu total 2,05% dan kadar abu tidak
larut dalam asam 0,79%. Serbuk biji kelor dengan konsentrasi 0,01% efektif dalam
membunuh koloni Koloni Escherichia coli pada air sumur gali.

Kata kunci: air sumur gali, angka lempeng total, Escherichia coli, serbuk biji
kelor

vii
Universitas Sumatera Utara
ANALYSIS OF Escherichia coli BEFORE AND AFTER ADDITION
MORINGA SEED POWDER (Moringa oleifera Lam) IN
DUG WELL WATER

ABSTRACT

Water is a natural resource that is necessary for the living of many people,
even by all living creatures. Water for daily activity must be colorless, tasteless,
odorless, clear. Water quality determination of microbiological according to APHA
(American Public Health Association) and WHO (World Health Organization) is
based on presence analysis of indicator, PDAM use chlorine to kill pathogens in
water. One of natural source for water purification that can be used is moringa seed
powder (Moringa oleifera Lam). The purpose of this study is to determine the
characteristics of moringa seed powder, analysis of Escherichia coli before and
after addition moringa seed powder.
The method used is an experimental study that includes sampling at a
concentration of 0; 0.00125; 0.0025; 0.005; 0.01%, sample identification, simplicia
characterization, sample processing, microbiological testing conducted by Total
Plate Count and identification of Escherichia coli to ensure colonies of bacteria in
the dug well water in Jl. Bunga Teratai X Pasar 2 Padang Bulan Medan.
The results showed the number of colonies before the addition of moringa
seed powder 2.1 x 102 col/g, while after the addition of 0.00125% of moringa seed
powder at 4.7 x 102 col/g; 0.0025% is 2.0 x 102 col/g; 0.005% is 3.5 x 101 col/g;
0.01% is 0 col/g. Identification result positive bacteria Escherichia coli colonies are
marked with a green metallic and Gram coloring showed gram-negative, shaped
basil pink. Characteristics of moringa seed powder include microscopic
examination of the parenchyma with essential oils, sklerenkim, file vessels, and
sklerenkim fibers. Water content 2.45%; water soluble extract content 21.77%;
ethanol soluble extract content 13.07%; total ash content 2.05% and ash content
acid insoluble 0.79%. Moringa seed powder at a concentration 0.01% kill colonies
Escherichia coli in dug well water effectively.

Keywords: dug well water, total plate count, Escherichia coli, moringa seed
powder

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ........................................................................................................ i

HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

SURAT PERNYATAAN ........................................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................. vii

ABTRACT .................................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .................................................................. 3

1.3 Hipotesis .................................................................................... 3

1.4 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 5

2.1 Uraian Tumbuhan....................................................................... 5

2.1.1 Sistematika Tumbuhan .................................................... 5

2.1.2 Nama Daerah ................................................................... 5

2.1.3 Morfologi Tumbuhan ...................................................... 5

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Kandungan Kimia ........................................................... 6

2.1.5 Khasiat Tumbuhan ......................................................... 6

2.2 Air .............................................................................................. 7

2.3 Sumur Gali ................................................................................ 10

2.4 Simplisia .................................................................................... 11

2.5 Sterilisasi ................................................................................... 11

2.5.1 Sterilisasi Panas Kering ................................................... 12

2.5.2 Sterilisasi Panas Basah .................................................... 13

2.6 Bakteri ....................................................................................... 14

2.6.1 Uraian Umum .................................................................. 14

2.6.2 Escherichia coli ............................................................... 15

2.7 Metode Uji Angka Lempeng Total ........................................... 18

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 20

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 20

3.2 Metode Pengambilan Sampel ..................................................... 20

3.3 Alat dan Bahan ........................................................................... 20

3.3.1 Alat .................................................................................. 20

3.3.2 Bahan ............................................................................... 21

3.4 Pengumpulan Sampel dan Pengolahan Bahan Tumbuhan ......... 21

3.4.1 Identifikasi Tumbuhan .................................................... 21

3.4.2 Pengumpulan Bahan Tumbuhan ..................................... 21

3.4.3 Pembuatan Serbuk Biji Kelor .......................................... 21

3.4.4 Pengambilan air sumur gali ............................................. 22

3.4.5 Pengolahan Sampel ......................................................... 22

x
Universitas Sumatera Utara
3.5 Pembuatan Media ....................................................................... 23

3.5.1 Media Lactose Broth ....................................................... 23

3.5.2 Media Plate Count Agar ................................................. 23

3.5.3 Media Eosin Methylene Blue Agar ................................. 24

3.6 Sterilisasi Alat ............................................................................ 24

3.7 Karakterisasi Simplisia............................................................... 24

3.7.1 Pemeriksaan Makroskopik ............................................... 24

3.7.2 Pemeriksaan Mikroskopik................................................ 25

3.7.3 Penetapan Kadar Air ........................................................ 25

3.7.4 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Air ........................... 25

3.7.5 Penetapan Kadar Sari Larut dalam Etanol ...................... 26

3.7.6 Penetapan Kadar Abu Total ............................................ 26

3.7.7 Penetapan Kadar Abu yang tidak Larut Asam ................ 27

3.8 Metode Pengujian Angka Lempeng Total ................................. 27

3.8.1 Pengenceran Sampel untuk Uji Angka Lempeng Total .. 27

3.8.2 Uji Angka Lempeng Total ............................................... 28

3.8.3 Identifikasi Escherichia coli ........................................... 29

3.8.3 Pengecatan Gram ............................................................ 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 30

4.1 Identitas Tumbuhan ................................................................. 30

4.2 Karakteristik Simplisia ............................................................ 30

4.3 Analisis Angka Lempeng Total .............................................. 31

4.4 Identifikasi Escherichia coli .................................................... 34

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 35

xi
Universitas Sumatera Utara
5.1 Kesimpulan .............................................................................. 35

5.2 Saran ........................................................................................ 35

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 36

xii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Karakterisasi simplisia serbuk biji kelor ..................................... 30

4.3 Tabel nilai ALT sebelum (0%) dan sesudah (0,00125; 0,0025;
0,005; 0,01%) penambahan serbuk biji kelor .............................. 31

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Escherichia coli ....................................................................... 16

4.1 Jumlah koloni Escherichia coli sebelum dan sesudah


penambahan serbuk biji kelor .............................................. 32

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Hasil identifikasi tumbuhan...................................................... 38

2 Sampel yang digunakan ............................................................ 39

3 Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk biji kelor .................... 43

4 Analisis angka lempeng total ................................................... 44

5 Identifikasi Escherichia coli ..................................................... 47

6 Bagan alir penelitian ................................................................. 48

7 Pengolahan sampel untuk uji ALT ........................................... 49

8 Pengenceran sampel untuk uji ALT ......................................... 50

9 Uji ALT sebelum dan sesudah penambahan serbuk biji kelor . 51

10 Identifikasi escherichia coli ..................................................... 52

11 Perhitungan karakterisasi simplisia .......................................... 54

12 Perhitungan jumlah koloni ....................................................... 57

xv
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup

orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber

daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai

kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang (Effendi, 2003).

Sumur merupakan sumber air yang banyak dipergunakan masyarakat

Indonesia. Agar air sumur memenuhi syarat kesehatan sebagai air rumah tangga,

air sumur harus dilindungi terhadap bahaya pengotoran dan pencemaran.

Standar air minum meliputi standar fisik dari suhu, warna, bau, rasa, dan kekeruhan

air. Standar biologi meliputi kuman patogen, dan bakteri golongan Coli. Standar

kimia meliputi derajat keasaman dan bahan kimia (Widyati dan Yuliarsih, 2002).

Penentuan kualitas air secara mikrobiologis menurut APHA (American

Public Health Association) dan WHO (World Health Organization) dilakukan

berdasarkan analisis kehadiran jasad indikator, yaitu bakteri golongan Coli Fecal

yang selalu ditemukan didalam tinja atau hewan berdarah panas, baik yang sehat

maupun yang sakit. Pencemaran materi fekal sangat tidak diharapkan. Pada suatu

kadar tertentu, bakteri E. coli terbukti dapat menyebabkan berbagai infeksi, antara

lain diare, infeksi pada saluran kencing dan meningitis. E. coli tidak menimbulkan

penyakit kecuali apabila bakteri ini hidup dan berkembang dalam jumlah yang

sangat banyak (Nugroho, 2006).

1
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena itu Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) menggunakan

kaporit untuk membunuh bakteri patogen dalam air. Kandungan klorin yang

terdapat pada kaporit juga diatur dalam PP No. 22 Tahun 2001 yaitu sebesar 0,03

ppm (mg/L). Akan tetapi, penggunaan bahan kimia kaporit (Ca(ClO) 2) oleh PDAM

secara terus menerus akan menyebabkan gangguan fungsi ginjal dan merusak

vitamin B, C, E dalam tubuh (Latif, 2014).

Salah satu bahan untuk penjernihan air yang dapat digunakan

adalah serbuk biji kelor (Moringa oleifera Lam). Dari beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa serbuk biji kelor ternyata dapat digunakan sebagai

pengabsorbsi, menggumpalkan sekaligus penjernihan air. Hal ini disebabkan

karena adanya kandungan bahan aktif 4-alfa-4 rhamnosilox-benzil-isothiocynate

yang terkandung dalam biji kelor (Latif, 2012).

Salah satu cara untuk mengendalikan mutu simplisia dengan melakukan

standarisasi simplisia. Standarisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa

simplisia yang digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi

persyaratan tertentu. Parameter mutu simplisia meliputi susut pengeringan, kadar

air, kadar abu total, kadar abu tidak larut dalam asam, kadar sari larut air dan kadar

sari larut etanol. Untuk uji kebenaran bahwa dilakukan uji makroskopik (Ditjen

POM, 2000).

Peneliti dari Universitas Gadjah Mada melaporkan bahwa serbuk biji kelor

mampu mengisolasi bakteri secara luar biasa, yaitu 90% dari total bakteri E. coli

dalam 1 liter air selama 2 menit. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa

serbuk biji ini mampu menjernihkan air, sehingga relatif aman untuk diminum. Biji

kelor (Moringa oleifera Lam) dipilih sebagai bahan percobaan, karena cara

2
Universitas Sumatera Utara
penjernihan ini sangat mudah dan dapat digunakan di daerah pedesaan yang banyak

ditumbuhi pohon kelor (Latif, 2014).

Berdasarkan uraian diatas, agar serbuk biji kelor dapat dimanfaatkan secara

efektif maka konsentrasi dalam penggunaan serbuk biji kelor harus diketahui. Oleh

karena itu, dilakukan penelitian analisis Escherichia coli sebelum dan sesudah

penambahan serbuk biji kelor (Moringa oleifera Lam) pada air sumur gali untuk

mengetahui potensi biji kelor dalam menurunkan jumlah koloni Escherichia coli

sehingga dapat digunakan dalam pengolahan air sumur gali, serta dilakukan

standarisasi untuk mengetahui mutu simplisia.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah pada

penelitian ini adalah:

a. Bagaimana karakterisik dari simplisia biji kelor?

b. Apakah serbuk biji kelor efektif membunuh koloni Escherichia coli pada air

sumur gali?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini

adalah:

a. Simplisia biji kelor memiliki karakteristik tertentu dan dapat diperoleh dengan

menggunakan prosedur yang terdapat pada Materia Medika Indonesia.

b. Serbuk biji kelor efektif membunuh koloni Escherichia coli pada air sumur

gali.

3
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

a. Mengetahui karakteristik simplisia biji kelor

b. Mengetahui efektifitas serbuk biji kelor dalam membunuh koloni Escherichia

coli pada air sumur gali.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai infomasi mengenai karakteristik

simplisia dan efektifitas serbuk biji kelor (Moringa oleifera Lam) dalam

membunuh koloni Escherichia coli pada air sumur gali sehingga meningkatkan

pemanfaatannya sebagai penjernih air dan antibakteri.

BAB II

4
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Tumbuhan

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Hasil identifikasi tumbuhan dari Herbarium Medanense, (2017), diperoleh:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledoneae

Ordo : Brassicales

Famili : Moringaceae

Genus : Moringa

Spesies : Moringa oleifera Lam

2.1.2 Nama daerah

Kelor (Sunda, Jawa, Bali, Sumatera Utara, dan Lampung), kerol (Buru),

maronggih (Madura), moltong (Flores), kelo (Gorontalo), keloro (Bugis), kawano

(Sumba), ongge (Bima), serta bau fo (Timor) (Tilong, 2012).

2.1.3 Morfologi tumbuhan

Tanaman kelor jenis perdu yang dapat memiliki ketinggian batang 7-11 m

(sumber lain menyatakan 7-12 m). Tanaman ini berupa semak atau pohon dan

mempunyai umur panjang (perenial). Batangnya berkayu (lignosus), tegak,

berwarna putih kotor, berkulit tipis, permukaan kasar dan batang kayunya getas

(mudah patah). Daun tanaman kelor memiliki karakteristik bersirip tidak sempurna,

berbentuk kecil dan menyerupai telur, serta hanya sebesar ujung jari. Bunga

5
Universitas Sumatera Utara
tanaman kelor berwarna putih kekuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna

hijau (Tilong, 2012).

Sementara itu, buah kelor (Jawa: klentang) berbentuk panjang dan segitiga,

dengan panjang sekitar 20-60 cm. Ketika masih muda, buah tanaman kelor ini

berwarna hijau, namun setelah tua warnanya berubah menjadi cokelat. Bentuk

bijinya bulat, berwarna cokelat kehitaman, sayap bijinya ringan, kulit bijinya

mudah dilepas sehingga meninggalkan biji yang berwarna putih. Bila terlalu kering

di pohon, polong biji akan pecah dan “terbang” kemana-mana (Tilong, 2012).

2.1.4 Kandungan kimia

Biji kelor merupakan bagian dari tanaman kelor yang memiliki protein

dengan konsentrasi tinggi. Protein biji kelor penting untuk diketahui dalam proses

penjernihan air, protein inilah yang berperan sebagai koagualan partikel-partikel

penyebab kekeruhan. Biji kelor juga berperan sebagai koagulan yang efektif karena

adanya zat aktif 4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocynate yang terkandung

dalam biji kelor (Khasanah, 2008).

2.1.5 Khasiat tumbuhan

Biji kelor berkhasiat mengatasi mual/muntah. Biji kelor yang masak dan

kering mengandung pterigospermin yang pekat hingga bersifat germisida. Selain

itu, biji tua kelor yang dicampur dengan kulit jeruk dan buah pala dapat menjadi

spiritus kelore composites yang digunakan sebagai stimulan, stomachikum,

carminativum, dan diuretikum (Tilong, 2012).

Biji kelor tua bisa digunakan untuk penjernihan air permukaan, sebagai

pengendap dengan hasil yang memuaskan. Kelor bermanfaat karena memiliki sifat

antimikroba, khususnya terhadap bakteri. Sifat antimikroba inilah yang mampu

6
Universitas Sumatera Utara
menghancurkan bakteri, sehingga meskipun di dalam air terdapat bakteri

Escherichia coli (salah satu bakteri yang terdapat di dalam air minum), itu bisa

tereduksi atau mati (Tilong, 2012).

Serbuk biji kelor bertindak sebagai koagulan alami, mampu menjernihkan

air keruh. Bahkan, serbuk biji kelor ini dapat digunakan sebagai metode yang

paling cepat dan sederhana untuk membersihkan air kotor. Serbuk mengikat

padatan dalam air dan menenggelamkannya ke dasar (Tilong, 2012).

2.2 Air

Air merupakan suatu sarana utama meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

penularan, terutama penyakit perut. Melalui penyedian air bersih baik dari segi

kualitas maupun kuantitasnya di suatu daerah, maka penyebaran penyakit menular

dalam hal ini adalah penyakit perut diharapkan bisa ditekan seminimal mungkin

(Sutrisno dan Eni, 1996).

Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hidup orang

banyak, bahkan oleh semua makluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus

dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makluk

hidup lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilaksanakan secara

bijaksana, memperhitungkan kepentingan generasi mendatang (Effendi, 2003).

Meskipun rumus kimia air murni dilingkungan laboratorium adalah H2O

namun kenyataannya di alam, rumus tersebut seolah-olah berupa menjadi H2O + X.

Dalam hal ini, X merupakan komponen-komponen yang masuk atau dimasukkan

kedalam badan air sehingga menyebabkan perairan menurunkan kualitasnya dan

7
Universitas Sumatera Utara
tidak sesuai dengan peruntukannya. Komponen-komponen tersebut dapat berupa

komponen non-biologis dan komponen biologis. Komponen non-biologis dapat

berupa pupuk/nutrient tanaman, sampah/padatan, minyak, bahan radioaktif,

senyawa anorganik dan mineral, termasuk logam-logam berat. Komponen biologis

dapat berupa mikroba, khususnya mikroba yang bersifat merugikan manusia dan

makhluk lainnya seperti patogen bakteri pencemar (Nugroho, 2006).

Menurut peruntukanya, air pada sumber air dapat dikategorikan menjadi

empat golongan, (Efendi, 2003) yaitu:

a. Golongan A yaitu air yang digunakan sebagai air minum langsung tanpa

pengolahan terlebih dahulu.

b. Golongan B yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk diolah

sebagai air minum dan keperluan rumah tangga lainnya.

c. Golongan C yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan

pertanian.

d. Golongan D yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan

dapat digunakan untuk usaha perkotaaan, industri dan listrik tenaga air.

Menurut Widyati dan Yuliarsih, (2002), ditinjau dari perlu tidaknya

pengolahan sumber air minum dapat dibebankan atas:

a. Air yang langsung dapat diminum, misalnya air tanah yang tidak

terkontaminasi.

b. Air yang perlu pembunuhan desinfektan, misalnya air dalam tanah yang tidak

terkontaminasi.

c. Air yang membutuhkan penyaringan pasir cepat dan dilanjutkan dengan

klorinasi secara tetap.

8
Universitas Sumatera Utara
Menurut Widyati dan Yuliarsih, (2002), untuk mengelola ketiga jenis air

tersebut, secara umum dapat dibedakan menjadi sebagai berikut:

a. Pengolahan secara alamiah (sistem sedimentasi)

Dilakukan dengan penyimpanan/pengendapan (purifikasi). Penyimpanan air

yang cukup tinggi asal dijaga agar tempat penampungan terhindar dari

kontaminasi dengan pengawasan yang baik.

b. Pengolahan air dengan penyaringan (sistem filtrasi)

Dalam proses ini dikenal dua jenis saringan, sebagai berikut:

 Saringan pasir lambat (slow sand filter) dimana aliran air hanya

berdasarkan gaya gravitasi.

 Saringan pasir cepat (rapid sand filter) dalam hal ini aliran berdasarkan

tekanan dan perlu adanya pengolahan air sebelumnya, misalnya dengan

menambahkan zat koagulan (zat kimia untuk mempercepat proses

penjernihan).

c. Pengolahan air dengan menambahkan zat kimia (sistem desinfektan)

Adapun zat kimia yang digunakan dalam proses ini, sebagai berikut:

 Zat koagulan yaitu zat kimia yang berguna untuk mempercepat proses

penjernihan.

 Zat klor yaitu proses yang dinamakan dengan klorinasi, yaitu bertujuan

untuk membunuh bibit penyakit (kuman) dalam air.

d. Pengolahan air dengan mengalirkan udara (aeration)

Proses ini bertujuan untuk:

 Menghilangkan rasa dan bau yang tidak enak;

 Menghilangkan gas-gas yang tidak dibutuhkan, misalnya;

9
Universitas Sumatera Utara
 CO2, metan, H2S, dan lain-lain

 Menaikkan pH air

 Menambahkan gas-gas yang diperlukan.

e. Memanaskan air hingga mendidih

Pada waktu klorinasi, kadar klor sisa dalam air untuk air minum adalah 0,1

ppm-0,2 ppm, maksimal 0,4 ppm.

f. Sistem koagulasi

Sistem pembersihan dan penjernihan air dengan cara keeping-keping kotoran

digumpalkan dengan zat penggumpal, seperti tawas, kapur, dan soda.

2.3 Sumur Gali

Sumur merupakan sumber air yang banyak dipergunakan masyarakat

Indonesia. Agar air sumur memenuhi syarat kesehatan sebagai air rumah tangga,

air sumur harus dilindungi terhadap bahaya pengotoran dan pencemaran (Widyati

dan Yuliarsih, 2002).

Menurut Widyati dan Yuliarsih, (2002), sumur yang baik harus memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

a. Lokasi/tempat yaitu jarak sumur dengan WC minimum 10 meter.

b. Konstruksi yaitu dinding sumur satu meter diatas tanah dan tiga meter dalam

tanah harus dibuat dari tembok (disemen) yang tidak tembus air agar

perembesan air dari sekitar tidak terjadi.

Menurut Chandra, (2007), secara teknis sumur dapat dibagi menjadi 2 jenis:

a. Sumur dangkal (shallow well)

10
Universitas Sumatera Utara
Sumur semacam ini memiliki sumber air yang berasal dari resapan air hujan di

atas permukaan bumi terutama di daerah dataran rendah. Jenis sumur ini

banyak terdapat di Indonesia dan mudah sekali terkontaminasi air kotor yang

berasal dari kegiatan mandi-cuci-kakus (MCK) sehingga persyaratan sanitasi

yang ada perlu diperhatikan.

b. Sumur dalam (deep well)

sumur ini memiliki sumber air yang berasal dari proses purifikasi alami air

hujan oleh lapisan kulit bumi menjadi air tanah. Sumber airnya tidak

terkontaminasi dan memenuhi persyaratan sanitasi.

2.4 Simplisia

Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang

digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan. Kecuali

dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 60 derajat (BPOM R.

I., 2012).

Pembuatan serbuk simplisia merupakan proses awal pembuatan ekstrak.

Serbuk simplisia dibuat dari simplisia utuh atau potongan-potongan halus simplisia

yang sudah dikeringkan melalui proses pembuatan serbuk dengan alat tanpa

menyebabkan kerusakan atau kehilangan kandungan kimia yang dibutuhkan dan

diayak hingga diperoleh serbuk dengan derajat kehalusan tertentu. Derajat

kehalusan serbuk simplisia terdiri dari serbuk sangat kasar, kasar, agak kasar,

halus, dan sangat halus (Kemenkes R. I., 2010).

Penyiapan simplisia kering dapat dilakukan dari bahan segar yang telah

melalui proses tersebut di atas atau dari bahan kering yang diperoleh dari pemasok.

11
Universitas Sumatera Utara
Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan kotoran, bahan organik asing, dan

simplisia yang rusak akibat proses sebelumnya. Sortasi kering ini juga dilakukan

untuk memilih simplisia kering yang bermutu baik (BPOM R. I., 2012).

Simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan tertentu sampai derajat

kehalusan tertentu. Proses ini mempengaruhi mutu ekstrak, makin halus serbuk

simplisia, proses ekstraksi makin efektif dan efisien. Namun makin halus serbuk

maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk tahapan filtrasi (BPOM R. I.,

2012).

2.5 Sterilisasi

Bahan atau peralatan yang dipergunakan dalam bidang mikrobiologi harus

dan dalam keadaan steril. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak

diharapkan kehadirannya, baik yang mengganggu atau merusak media atau

mengganggu kehidupan dan proses yang sedang dikerjakan. Setiap

proses baik fisika, kimia, dan mekanik yang membunuh semua bentuk hidup

terutama mikroorganisme disebut dengan sterilisasi (Waluyo, 2007).

Metode sterilisasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisik dan metode

kimia. Metode sterilisasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan

kimia, sedangkan metode sterilisasi fisik dapat dilakukan dengan cara panas baik

panas kering maupun panas basah, radiasi dan filtrasi (Pratiwi, 2008).

Metode sterilisasi panas merupakan metode yang paling dapat dipercaya

dan banyak digunakan. Metode sterilisasi ini digunakan untuk bahan yang tahan

panas. Metode sterilisasi panas dengan penggunaan uap air disebut metode

sterilisasi panas lembab atau sterilisasi basah. Metode sterilisasi panas tanpa

12
Universitas Sumatera Utara
kelembapan (tanpa penggunaan uap air) disebut metode sterilisasi panas kering

atau sterlisasi kering (Pratiwi, 2008).

2.5.1 Sterilisasi panas kering

Umumnya bahan yang sensitif terhadap kelembapan digunakan metode

sterilisasi panas kering pada temperatur 160-180 0C. Metode ini tidak dapat

digunakan untuk bahan yang terbuat dari karet atau plastik, waktu sterilisasinya

lama dan berdaya penetrasi rendah. Metode sterilisasi kering ini tidak memerlukan

air sehingga tidak ada uap air yang membasahi alat atau bahan yang disterilkan.

Sterilisasi panas kering berfungsi untuk mematikan mikroorganisme dengan cara

mengoksidasi komponen sel ataupun mendenaturasi enzim (Pratiwi, 2008).

Menurut Pratiwi, (2008), metode sterilisasi panas kering terbagi 2, yaitu:

a. Insinerasi (incineration) merupakan metode sterilisasi dengan pembakaran

menggunakan api dari Bunsen dengan temperatur sekitar 350 0C.

b. Udara panas oven yang lebih sederhana dan murah dengan temperatur sekitar

160-170 0C

2.5.2 Sterilisasi panas basah

Metode ini biasanya digunakan untuk bahan yang sensitif panas, dengan

pemanasan pada temperatur 100 0C selama 5-10 menit. Tingkat sterilisasi panas

basah pada temperatur kurang dari 100 0C tergantung pada temperatur dan/ atau

waktu sterilisasi (Pratiwi, 2008).

Menurut Pratiwi, (2008), metode sterilisasi panas basah dibagi 2, yaitu:

a. Dengan perebusan menggunakan air mendidih selama 10 menit pada temperatur

100 0C

13
Universitas Sumatera Utara
b. Menggunakan autoklaf, alat serupa pressure cooker dengan pengatur

tekanan dan klep pengaman dengan temperatur di atas 100 ºC yang

dilakukan dengan uap. Prinsip autoklaf adalah terjadinya koagulasi yang

lebih cepat dalam keadaan basah dibandingkan dengan kering.

Proses sterilisasi dengan autoklaf dengan cara mendenaturasi atau

mengkoagulasi protein pada enzim dan membran sel mikroorganisme.

2.6 Bakteri

2.6.1 Uraian umum

Spesies bakteri dapat dibedakan berdasarkan morfologi (bentuk),

komposisi kimia (umumnya dideteksi dengan reaksi kimia), kebutuhan nutrisi,

aktivitas biokimia dan sumber energi (Pratiwi, 2008).

Pertumbuhan dan perkembangan bakteri dipengaruhi oleh:

a. Zat makanan (nutrisi)

Sumber zat makanan bagi bakteri diperoleh dari senyawa karbon, nitrogen,

sulfur, fosfor, unsur logam, vitamin dan air untuk fungsi metabolik dan

pertumbuhannya (Pelczar dan Chan, 1988).

b. Temperatur

Menurut Pelczar dan Chan, (1988), proses pertumbuhan bakteri tergantung

pada reaksi kimiawi dan laju reaksi kimia yang dipengaruhi oleh temperatur.

Berdasarkan hal tersebut maka bakteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

 Bakteri psikofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 0-30 0C,

dengan temperatur optimum adalah 10-20 0C.

14
Universitas Sumatera Utara
 Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur 5-60 0C,

dengan temperatur optimum adalah 25-40 0C.

 Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup pada temperatur optimum yaitu

55-65 0C.

c. Keasaman dan kebasaan (pH)

Kebanyakan bakteri patogen mempunyai pH optimum pertumbuhan antara

7,2-7,6.

d. Oksigen

Menurut Pratiwi, (2008), Oksigen dapat mempengaruhi pertumbuhan

mikroorganisme, berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri dapat dibedakan menjadi

4 kelompok antara lain:

 Aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen dalam pertumbuhannya.

 Anaerob yaitu bakteri yang dapat tumbuh tanpa oksigen.

 Anaerob fakultatif yaitu bakteri yang dapat tumbuh dengan atau tanpa adanya

oksigen.

 Mikroaerofilik yaitu bakteri yang dapat tumbuh baik dengan adanya sedikit

oksigen.

e. Tekanan osmosa

Medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri adalah medium isotonis

terhadap isi sel bakteri (Pelczar dan Chan, 1988).

f. Kelembapan

Secara umum bakteri tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada

lingkungan yang lembab. Kebutuhan akan air tergantung dari jenis bakterinya

(Pelczar dan Chan, 1988).

15
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Escherichia coli

Penentuan kualitas air secara mikrobiologis menurut APHA (American

Public Health Association) dan WHO (World Health Organization) dilakukan

berdasarkan analisis kehadiran jasad indikator, yaitu bakteri golongan Coli Fecal

yang selalu ditemukan didalam tinja atau hewan berdarah panas, baik yang sehat

maupun yang sakit. Selain itu, prosedur pengujian kualitas air menggunakan Coli

Fecal bersifat spesifik, artinya pengujian tidak memberikan hasil positif yang salah

dan bersifat sangat sensitif, yang artinya kualitas air dapat ditentukan meskipun

Coli Fecal tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, misalnya hanya

ditemukan 1 sel per milliliter sampel air (Nugroho, 2006).

Gambar 2.1 Escherichia coli (Nugroho, 2006)

Golongan bakteri Coli merupakan indikator alami baik di dalam air yang

tampak jernih maupun air kotor, yang memiliki karakteristik sebagai berikut:

berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, pada temperature 37 0C

dapat memfermentasikan laktosa dengan membentuk asam dan dalam 48 jam dapat

membentuk gas (Nugroho, 2006).

Menurut Nugroho, (2006), bakteri Coli terdiri dari 3 kelompok, yaitu:

16
Universitas Sumatera Utara
a. Kelompok Escherichia, misalnya Escherichia coli, Escherichia freundii dan

Escherichia intermedia

b. Kelompok Aerobacter, misalnya Aerobacter aerogenes, A. cloacae.

c. Kelompok Klebsiela, misalnya Klebsiela pneumonia

Dari ketiga kelompok tersebut, kelompok Escherichia khususnya

Escherichia coli merupakan bakteri yang paling tidak dikehendakinya di dalam

air minum maupun makanan. Aerobachter dan Klebsiela yang biasa

disebut golongan perantara, mempunyai sifat seperti Coli Fecal, tetapi tidak

dapat hidup pada suhu di atas 37 0C dan lebih sering dijumpai di dalam

tanah dan air daripada di dalam saluran pencernaan makanan manusia.

Umumnya genus-genus tersebut tidak patogen. Oleh karena itu kelompok

Aerobacter dan Klebsiela disebut kelompok bakteri Coli Non-Fecal

(Non-Fecal Coliform Bacterial/Non-FCB) (Nugroho, 2006).

Escherichia mula-mula ditemukan oleh Escherich pada 1885 dari feses

seorang bayi. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa Escherichia juga

banyak ditemukan pada saluran pencernaan makanan manusia dewasa dan

hewan-hewan berdarah panas. Bakteri ini dapat hidup pada suhu 42 0C. Dari

sekitar 100-150 gram feses yang setiap hari dikeluarkan oleh seorang

manusia, ternyata di dalamnya mengandung sekitar 3 x 10 11(300 milyar) sel bakteri

Coli. Oleh karena itu, kelompok Escherichia lebih dikenal dengan sebutan

kelompok bakteri Coli Fecal (Fecal Coliform Bacterial/ FCB). Sejak saat itu,

bila dalam sumber air ditemukan bakteri Coli Fecal maka hal ini dapat

menjadi indikasi bahwa air tersebut telah mengalami pencemaran oleh feses

manusia dewasa atau hewan-hewan berdarah panas (Nugroho, 2006).

17
Universitas Sumatera Utara
Pencemaran materi fekal sangat tidak diharapkan, bakteri E. coli terbukti

dapat menyebabkan berbagai infeksi, antara lain diare, infeksi pada saluran kencing

dan meningitis (Nugroho, 2006).

2.7 Metode uji angka lempeng total

Pemeriksaan mikrobiologi paling sensitif, meskipun bukan yang paling

cepat, terhadap indikasi pencemaran persediaan air minum. Tidak seperti analisis

kimia atau fisik, namun ini adalah mencari jumlah yang sangat kecil dari ogamisme

layak dan tidak. Karena media pertumbuhan dan kondisi inkubasi, serta sifat dan

usia sampel air, dapat mempengaruhi spesies terisolasi dan jumlah dalam

pemeriksaan mikrobiologi (WHO, 1993).

Pengukuran kuantitatif populasi mikroba sering diperlakukan dalam

berbagai penelaahan mikrobilogi. Pada umumnya pengukuran dasar populasi

mikroba dengan penentuan jumlah sel dan penentuan massa sel. Pengukuran

jumlah sel biasanya dilakukan untuk mikroba bersel tunggal; sedangkan penentuan

massa sel dapat dilakukan tidak hanya pada mikroba bersel satu tetapi juga untuk

mikroba berfilamen (misalnya jamur) (Waluyo, 2004).

Perhitungan jumlah mikroorganisme dengan cara viable count atau disebut

juga sebagai standard plate count didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel

mikroorganisme hidup dalam suspense akan tumbuh menjadi satu koloni setelah

diinkubasikan dalam media biakan dan lingkungan yang sesuai. Setelah masa

inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau

18
Universitas Sumatera Utara
dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut (Lay dan Hastowo,

1994).

Metode hitungan cawan didasarkan pada pada anggapan bahwa setiap sel

yang dapat hidup akan berkembang menjadi suatu koloni. Jumlah koloni yang

muncul pada cawan merupakan suatu indeks jumlah mikroba yang hidup

terkandung dalam sampel. Hal yang perlu dikuasai dalam hal ini adalah teknik

pengenceran. Setelah inkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati.

Untuk memenuhi persyaratan statistik, cawan yang dipilih untuk dihitung

mengandung 30-300 koloni. Untuk memenuhi syarat tersebut harus dilakukan

sederetan pengenceran dan pencawanan. Jumlah mikroba dalam sampel ditentukan

dengan mengalikan jumlah koloni dengan faktor pengenceran pada cawan yang

bersangkutan (Waluyo, 2004).

Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila sel mikroba yang masih

hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikroba tersebut akan berkembang biak

dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung, dan kemudian dihitung tanpa

menggunakan mikroskop (Waluyo, 2004).

Menurut Waluyo, (2004), metode ini merupakan cara paling sensitif untuk

menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan:

 Hanya sel mikroba yang hidup yang dapat dihitung.

 Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus.

 Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba, karena koloni yang

terbentuk mungkin berasal dari mikroba yang mempunyai penampakan

spesifik.

19
Universitas Sumatera Utara
Selain keuntungan-keuntungan tersebut di atas, mikroba hitungan cawan

juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:

 Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena

beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni.

 Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan

membentuk koloni yang kompak, jelas, tidak menyebar.

 Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga pertumbuhan

koloni dapat dihitung.

20
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

eksperimental yaitu meliputi pengambilan sampel, identifikasi sampel, pengolahan

sampel, uji mikrobiologi.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium

Mikrobiologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Penelitian ini

dilakukan pada bulan maret hingga juni 2017.

3.2 Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive yang dikenal juga

sebagai sampling pertimbangan dimana sampel ditentukan atas dasar pertimbangan

bahwa sampel yang diambil dapat mewakili populasi atau pengambilan sampel

secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas,

aluminium foil, alat tanur, seperangkat alat destilasi penetapan kadar air, autoklaf

(Fisons), blender (Philips), benang wol, blender (Philips), botol kaca, inkubator

(Fiber Scientific), cawan petri, jarum ose, kasa, kamera digital (Samsung), kaca

21
Universitas Sumatera Utara
objek, kapas, kertas perkamen, kompor gas (Rinnai), laminar air flow cabinet

(Astec HLF 1200L), lampu bunsen, lemari pendingin (Toshiba), mikroskop

(Olympus), oven (Memmert), penangas air, pinset, pipet mikro (Eppendorf), pipet

tetes, spidol (Snowman).

3.3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk biji kelor,

air sumur, air suling, alkohol 70%, eosin methylene blue agar (Oxoid), kloralhidrat,

lactosa broth (Merck), plate count agar (Merck), triphenyltetrazolium chloride 1%.

3.4 Pengumpulan Sampel dan Pengolahan Bahan Tumbuhan

3.4.1 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi biji kelor dilakukan di Herbarium Medanense, Departemen

Biologi FMIPA USU.

3.4.2 Pengumpulan bahan tumbuhan

Pengambilan bahan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkan tumbuhan yang sama pada daerah lain. Bahan yang digunakan

adalah biji kelor tua yang berasal dari Padangsidimpuan, Provinsi Sumatera Utara.

3.4.3 Pembuatan serbuk biji kelor

Prosedur kerja dari pembuatan serbuk biji kelor menurut Khasanah (2008)

adalah sebagai berikut: diambil buah kelor yang sudah tua dan kering, dikupas kulit

luarnya, sehingga diperoleh biji kelor yang masih terbungkus kulit luar yang

bewarna cokelat. Biji kelor yang terbungkus kulit tersebut dikupas lagi, sehingga

diperoleh biji kelor yang bewarna putih, biji kelor dikeringkan pada lemari

pengering selama 8 hari (biji menjadi keras), kemudian biji kelor dibungkus

22
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan alumanium foil, lalu dikeringkan dengan menggunakan oven

selama ± 48 jam pada suhu 50 0C. Setelah biji kelor kering, dihaluskan dengan

menggunakan mortal dan diayak dengan menggunakan ayakan mesh 40 sehingga

diperoleh serbuk yang bewarna putih, serbuk biji kelor dikeringkan dalam oven

selama ± 24 jam. Dapat dilihat pada Lampiran 6 halaman 48.

3.4.4 Pengambilan air sumur gali

Pengambilan air sumur gali di Jl. Bunga Teratai Pasar 2 Padang Bulan,

Medan. Dengan kriteria air sumur yang diambil adalah :

a. Letak sumur dekat dengan sumber pengotoran (MCK kurang dari 10 m).

b. Sumur digunakan dalam berbagai aktivitas masyarakat disekitarnya.

c. Tidak memenuhi syarat fisik (berwarna dan berbau).

d. Tidak memenuhi syarat konstruksi (tidak memiliki saluran pembuangan air

kotor).

Diambil air dengan menggunakan botol kaca yang sudah disterilkan

(Latif, 2014).

3.4.5 Pengolahan sampel

Serbuk biji kelor ditimbang sebanyak 0,00125%; 0,0025%; 0,005%; 0,01%.

Kemudian masing-masing ditambahkan sedikit air sampai membentuk pasta.

Kemudian ditambahkan 10 ml air, lalu diaduk dan disaring dengan menggunakan

kain kasa. Setelah itu filtratnya dicukupkan kedalam 1 liter air, diaduk selama 15

menit, lalu didiamkan selama 2 jam. Air bersih yang diperoleh kemudian

diambahkan masing-masing 100 ml untuk uji mikrobiologi di laboratorium. Dapat

dilihat pada Lampiran 7 halaman 49.

23
Universitas Sumatera Utara
3.5 Pembuatan Media

3.5.1 Media lactose broth

Media lactose broth adalah media yang digunakan untuk memfermentasi

laktosa oleh bakteri dengan konsistensi cair, terdiri dari:

- gelatin pancreatic digest 5 g

- lactose monohidrat 5g

- beef extract 3g

- akuades add 1L

cara pembuatan: 8 gr serbuk lactose broth dicampur dengan 5 gr

laktosa monohidrat. Campuran ini kemudian dilarutkan dalam 1 L akuades, diaduk

hingga larut. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit

(Anonim, 2009).

3.5.2 Media plate count agar

Media plate count agar adalah media pertumbuhan mikroorganisme yang

umum digunakan untuk menghitung jumlah bakteri total pada sampel dengan

konsistensi padat, terdiri dari:

- kasein pancreatic digest 5,0 g

- yeast extract 2,5 g

- desxtrose 1,0 g

- agar 15 g

- akuades add 1L

cara pembuatan: 23,5 g serbuk plate count agar disuspensikan dalam 1 L akuades

dengan memanaskannya dalam air mendidih. Media disterilkan dalam autoklaf

pada suhu 121 0C selama 15 menit (Anonim, 2009).

24
Universitas Sumatera Utara
3.5.3 Media eosin methylene blue agar

Media eosin methylene blue agar adalah media selektif untuk bakteri

dengan konsistensi padat, terdiri dari:

- peptone 10 g

- lactose 10 g

- dipotassium hidrogen fosfat 2g

- eosin 0.4 g

- methylene blue 0.065 g

- agar 15 g

- akuades add 1L

cara pembuatan: 36 gr serbuk eosin methylene blue agar disuspensikan dalam 1 L

akuades dengan memanaskannya dalam air mendidih. Media disterilkan

dalam autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit (Anonim, 2009).

3.6 Sterilisasi Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, disterilkan terlebih dahulu

sebelum dipakai. Alat-alat gelas disterilkan di dalam oven pada suhu 170 0C selama

1 jam. Media disterilkan di autoklaf pada suhu 121 0C selama 15 menit. Jarum ose

dan pinset dipijar dengan lampu Bunsen (Lay dan Hastowo, 1994).

3.7 Karakterisasi Simplisia

3.7.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia biji kelor

dengan mengamati bentuk, bau, rasa dan warna (Depkes R. I., 1989).

25
Universitas Sumatera Utara
3.7.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk simplisia biji kelor.

Serbuk simplisia ditaburkan di atas kaca objek yang telah ditetesi larutan

kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, lalu diamati di bawah mikroskop

(Depkes R. I., 1989).

3.7.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen).

Cara penetapan : ke dalam labu alas bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml

akuades, didestilasi selama 2 jam. Toluena didinginkan dan volume air pada tabung

penerima dibaca, kemudian kedalam labu dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang

telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluena

mendidih, kecepatan tetesan diatur kurang lebih 2 tetes tiap detik, hingga sebagian

air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik

lalu bagian dalam pendingin dibilas dengan toluena yang telah jenuh. Penyulingan

dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin

sampai suhu kamar, setelah air dan toluena memisah sempurna, volume dibaca.

Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam

bahan yang diperiksa (WHO, 1998).

volume air ml)


adar air simplisia
berat sampel g)

3.7.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-

kloroform (2,5 ml kloroform dalam aquadest sampai 100 ml) dengan menggunakan

botol bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian

26
Universitas Sumatera Utara
dibiarkan 18 jam dan disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga kering

dalam cawan berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan

dalam oven pada suhu 105 oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut

dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes R. I., 1989).

berat sari g)
adar sari larut dalam air
berat sampel g)

3.7.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml

etanol 96 % dengan menggunakan botol bersumbat sambil sesekali

dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan

disaring. Sebanyak 20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan yang

berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Residu dipanaskan dalam

oven pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam

air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes R. I., 1989).

berat sari g)
adar sari larut dalam etanol
berat sampel g)

3.7.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2,5 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama,

dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan

ditara, kemudian diratakan. Kurs porselin bersama isinya dipijarkan perlahan

hingga arang habis, didinginkan, ditimbang sampai diperoleh bobot yang tetap.

Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes R. I.,

1989).

berat abu g)
adar abu total
berat sampel g)

27
Universitas Sumatera Utara
3.7.7 Penetapan kadar abu yang tidak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25

ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut asam dikumpulkan,

disaring dengan kertas saring, lalu cuci dengan air panas. Residu dan kertas saring

dipijarkan sampai diperoleh bobot yang tetap, dinginkan, dan ditimbang beratnya.

Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di

udara (Depkes R. I., 1989).

berat abu g)
adar abu tidak larut dalam asam
berat sampel g)

3.8 Metode Uji Angka Lempeng Total

3.8.1 Pengenceran sampel untuk uji angka lempeng total

a. Sebelum penambahan serbuk biji kelor

Larutan pengencer LB dimasukkan ke dalam tabung reaksi sebanyak 90 mL

dan ditambahkan air sumur gali sebanyak 10 mL secara aseptis, kemudian

dihomogenkan (pengenceran 10-1). Larutan pengencer LB dimasukkan ke dalam 5

buah tabung reaksi masing-masing 9 mL. Pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 mL

lalu dimasukkan secara aseptis kedalam tabung reaksi pertama dan

dihomogenkan hingga diperoleh pengenceran 10-2. Selanjutnya dilakukan hingga

diperoleh pengenceran 10-6 dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 50 (Purlianto,

2015).

b. Setelah penambahan serbuk biji kelor

Larutan pengencer lactose broth dimasukkan ke dalam tabung reaksi

sebanyak 90 mL dan ditambahkan sampel dengan konsentrasi 0,00125%; 0,0025%;

0,005%; dan 0,01% masing-masing sebanyak 10 mL secara

28
Universitas Sumatera Utara
aseptis, kemudian dihomogenkan (pengenceran 10 -1). Larutan pengencer

lactose broth dimasukkan ke dalam 5 buah tabung reaksi masing-masing

9 mL. Pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 mL lalu dimasukkan secara

aseptis kedalam tabung reaksi pertama dan dihomogenkan hingga

diperoleh pengenceran 10-2. Selanjutnya dilakukan hingga diperoleh

pengenceran 10-6. Dapat dilihat pada Lampiran 8 halaman 50 (Purlianto,

2015).

3.8.2 Uji angka lempeng total

Dipipet masing-masing 1 mL dari pengenceran yang telah dilakukan secara

aseptis kedalam cawan petri dan dibuat duplo. Media plate count agar (PCA) yang

telah ditambahkan 1% triphenyltetrazolium chloride, dituang 15 mL kedalam

setiap cawan petri. Dihomogenkan hingga tersebar merata dan dibiarkan hingga

memadat. Dibuat blanko untuk mengetahui sterilitas

dari pengencer dan media dengan cara menuang pengencer lactose broth (LB)

sebanyak 1mL dan ditambahkan media plate count agar (PCA)

sebanyak 15 mL ke dalam cawan petri dan biarkan memadat. Seluruh

cawan petri diinkubasi terbalik pada suhu 37 0C selama 24 jam hingga

48 jam. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung, dengan

mengalikan jumlah rata-rata koloni pada cawan dengan faktor

pengenceran yang digunakan. Dapat dilihat pada Lampiran 9 halaman 51

(Purlianto, 2015).

Koloni per gram = jumlah koloni x faktor pengenceran

29
Universitas Sumatera Utara
3.8.2 Identifikasi Escherichia coli

Pengenceran 10-1 diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C lalu diambil 1

sengkelit biakan menggunakan jarum ose. Digoreskan kedalam media EMBA dan

diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C. Amati hasil koloni warna hijau logam

(metalik) dapat dilihat pada Lampiran 10 halaman 52 (Latif, 2014).

3.8.3 Pengecatan Gram

Objek glas dicuci dengan alkohol 70% lalu difiksasi. Satu tetes akuades

steril diteteskan pada objek glas lalu kedalamnya dimasukkan satu ose biakan dari

media EMBA kemudian dihomogenkan. Ditambahkan satu tetes gentian violet lalu

ditambahkan satu tetes larutan lugol didiamkan 1 menit, diratakan dan difiksasi.

Dicuci objek glas dengan alkohol 70% sampai tetesan terakhir tidak berwarna,

kemudian difiksasi. Diteteskan satu tetes safranin, dibiarkan 1 menit lalu dicuci

dengan akuades steril, kemudian difiksasi. Diteteskan 1-2 tetes minyak imersi.

Diamati dibawah mikroskop perbesaran 40x. Dapat dilihat pada Lampiran 10

halaman 53 (Mansauda dkk, 2014).

30
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identitas Tumbuhan

Identifikasi tumbuhan biji kelor dilakukan di Herbarium Medanense

Universitas Sumatera Utara. Tumbuhan yang digunakan adalah biji kelor (Moringa

oleifera Lam), suku Moringaceae. Hasil identifikasi tumbuhan dapat dilihat pada

Lampiran 1 halaman 38.

4.2 Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan makroskopik pada simplisia biji diperoleh bentuknya yang

menciut, berwarna putih kecoklatan, tidak berbau dan berasa kelat. Simplisia biji

kelor ditunjukkan pada Lampiran 2 halaman 42. Pemeriksaan mikroskopik pada

serbuk biji menunjukkan adanya sel-sel parenkim dengan minyak atsiri,

sklerenkim, parenkim dengan minyak atsiri, berkas pembuluh dengan penebalan

spiral, amilum dan serabut sklerenkim dapat dilihat pada Lampiran 3 halaman 43.

Hasil penetapan kadar air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang

larut dalam etanol, kadar abu total dan kadar abu yang tidak larut dalam asam dari

simplisia biji kelor dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut:

Tabel 4.1 Karakterisasi serbuk simplisia serbuk biji kelor (Moringa oleifera
Lam)

No. Penetapan Hasil (%)


1 Penetapan kadar air 2,46
2 Penetapan kadar sari larut air 21,77
3 Penetapan kadar sari larut etanol 13,07
4 Penetapan kadar abu total 2,05
5 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam 0,79

31
Universitas Sumatera Utara
Monografi simplisia biji kelor tidak terdaftar di buku Farmakope Herbal

Indonesia (FHI) dan (MMI). Syarat kadar air untuk simplisia pada umumnya

<10%, pada pemeriksaan ini kadar air simplisia biji kelor adalah 2,45%. Apabila

kadar air simplisia lebih besar 10% maka simplisia tersebut akan mudah ditumbuhi

kapang pada saat penyimpanan sehingga mutu simplisia akan menurun.

4.3 Analisis Angka Lempeng Total

Pemeriksaan parameter mikrobiologi untuk mengetahui derajat kontaminasi

air oleh bahan buangan yang berasal dari manusia, hewan, maupun buangan rumah

tangga. Bakteri golongan Coli Fecal merupakan parameter mikrobiologi terpeting

bagi kualitas air bersih. Keberadaan bakteri ini menunjukkan tingkat hygiene yang

rendah yang membahayakan kesehatan . Hasil pengujian air sumur gali

sebelum dan sesudah ditambahkan serbuk biji kelor dapat dilihat pada Tabel 4.2

pada Lampiran 12 halaman 57.

Hasil yang didapat bahwa sebelum penambahan serbuk biji kelor, nilai

angka lempeng total yang diperoleh yaitu lebih tinggi dari angka lempeng total

setelah ditambahkan serbuk biji kelor, kecuali pada konsentrasi 0,00125%.

dapat dilihat pada Lampiran 4 halaman 44. Jumlah koloni yang

didapat pada air sumur gali sebelum penambahan dan setelah penambahan serbuk

biji kelor yaitu dapat dilihat pada Tabel dibawah ini:

Tabel 4.3 Nilai ALT sebelum (0%) dan sesudah (0,00125; 0,0025; 0,005;
0,01%) penambahan serbuk biji kelor

Konsentrasi (%) serbuk biji kelor Nilai ALT (koloni/g)


0 2,1 x 102 ± 2,82
0,00125 4,7 x 102 ± 5,56
0,0025 2,0 x 102 ± 1,41
0,005 3,5 x 101 ± 1,41
0,01 0

32
Universitas Sumatera Utara
Pada blanko tidak ditumbuhi koloni bakteri hal ini menandakan bahwa

media dan pereaksi yang digunakan dalam penelitian sudah steril. Pada tabel diatas

dapat dilihat bahwa konsentrasi 0.01% yaitu 0 koloni/g maka efektif menurunkan

jumlah koloni bakteri. Pada konsentrasi 0.00125% pertumbuhan koloni meningkat

dikarenakan konsentrasi yang digunakan terlalu kecil, sehingga menyebabkan

pertumbuhan bakteri. Biji kelor mengandung protein dengan konsentrasi tinggi

yang merupakan sumber karbon senyawa organik sebagai nutrisi untuk

pertumbuhan mikroba (Pelczar dan Chan, 1988).

Pada konsentrasi 0,0025% masih menunjukkan adanya bakteri yang tumbuh

sehingga dianggap tidak efektif, sedangkan pada konsentrasi 0,005% dapat

menurunkan jumlah bakteri yaitu 3,5 x 10 1 koloni/g tapi tidak efektif. Dapat dilihat

pada Gambar berikut:

600

500
Nilai ALT (koloni/g)

400

300

200

100

0
0 0.00125 0.0025 0.005 0.01
Konsentrasi (%) serbuk biji kelor

Gambar 4.1 Nilai ALT koloni Escherichia coli sebelum (0%) dan sesudah
(0,00125; 0,0025; 0,005; 0,01%) penambahan serbuk biji kelor
Biji kelor mengandung protein dengan konsentrasi yang tinggi. Protein biji

kelor penting untuk diketahui dalam proses penjernihan air (Khasanah, 2008).

Beberapa faktor yang menyebabkan kurang efektifnya biji kelor

33
Universitas Sumatera Utara
dalam membunuh bakteri adalah penumbukan biji kelor yang dilakukan

secara manual, hasilnya tidak terlalu halus, sehingga perlu dilakukan

pengolahan khusus untuk biji kelor agar hasilnya lebih halus. Apabila

serbuk kelor lebih halus, maka akan mudah larut dalam air (Latif,

2014).

Pengolahan air dengan biji kelor sangat efektif karena air tidak berwarna,

tidak berasa dan tidak berbau dapat dilihat pada Lampiran 2

halaman 39. Namun kekurangannya adalah pengolahan air dengan

biji kelor harus langsung digunakan untuk kebutuhan harian

karena penyimpanan dapat menyebabkan air menjadi berbau

busuk.

Kelor bermanfaat karena memiliki sifat antimikroba, khususnya

terhadap bakteri. Sifat antimikroba inilah yang mampu menghancurkan

bakteri, sehingga meskipun di dalam air terdapat bakteri Escherichia coli

(salah satu bakteri yang terdapat di dalam air minum), itu bisa tereduksi atau mati

(Tilong, 2012).

Biji kelor merupakan bagian dari tanaman kelor yang memiliki

protein dengan konsentrasi tinggi. Protein biji kelor penting untuk

diketahui dalam proses penjernihan air, protein inilah yang berperan

sebagai koagualan partikel-partikel penyebab kekeruhan. Biji kelor juga

berperan sebagai koagulan yang efektif karena adanya zat aktif

4-alfa-4-rhamnosyloxy-benzil-isothiocynate yang terkandung dalam biji kelor

(Khasanah, 2008).

34
Universitas Sumatera Utara
4.4 Identifikasi Escherichia coli

Untuk memberikan data yang valid maka dilakukan pengujian Escherichia

coli pada media Eosin Methylen Blue Agar (EMBA). Setelah 24 jam ditemukan

adanya koloni E.coli, yang ditandai dengan warna hijau metalik. Selanjutnya

dilakukan pengecatan gram yang dilanjutkan pada pengamatan dengan

menggunakan mikroskop. Dapat dilihat pada Lampiran 5 halaman 47.

EMB (Eosin Methylene Blue) Agar adalah medium selektif untuk isolasi

dan pertumbuhan dari bakteri enteric mikroorganisme coliform, selain itu juga

digunakan untuk identifikasi Candida albicans. Formula ini telah umum digunakan

untuk meneliti coliform dengan prosedur yang direkomendasikan oleh APHA di

Amerika serikat. Escherichia coli dengan morfologi koloni biru kehitaman dengan

diameter 2-3 mm, tepian jelas, berkilau hijau metalik (Safitri dan Novel, 2010).

Kompleks crystal violet-iodin yang masuk ke dalam sel bakteri gram positif

tidak dapat larut oleh alkohol karena adanya lapisan peptidoglikan yang kokoh

pada dinding sel; sedangkan pada bakteri gram negatif, alkohol akan merusak

lapisan lipopolisakarida. Kompleks crystal violet-iodin pada bakteri gram negatif

dapat terlarut dan menyebabkan sel bakteri tampak transparan, yang akan berwarna

merah setelah diberi safranin (Pratiwi, 2008).

35
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap simplisia biji kelor (Moringa

oleifera Lam) diperoleh kesimpulan:

a. Karakteristik simplisia biji kelor meliputi pemeriksaan mikroskopik sel-sel

parenkim dengan minyak atsiri, sklerenkim, sel parenkim dengan minyak atsiri,

berkas pembuluh dengan penebalan spiral, amilum dan serabut sklerenkim.

kadar air 2,46%; kadar sari larut air 21,77%; kadar sari larut etanol 13,07%;

kadar abu total 2,05% dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,80%.

b. Serbuk biji kelor efektif dalam membunuh koloni Escherichia coli yaitu pada

konsentrasi 0,01%.

5.2 Saran

Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengolah serbuk biji kelor ke

dalam bentuk nano partikel sehingga hasil yang di dapat lebih optimum.

36
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2009). Difco dan BBL Manual Manual of Microbiological Culture


Media. Second edition. Sparks: Becton, Dickinson and Company 7 Loveton
Circle. Halaman 223, 290, 441.

BPOM, R. I. (2012). Pedoman Teknologi Formulasi Berbasis Ekstrak. Volume II.


Jakarta: Direktorat Obat Asli Badan POM. Halaman 5, 10-11.

Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Halaman 45.

Depkes, R. I. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid Kelima. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 537-541.

Ditjen POM. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 4-5.

Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kanisius. Halaman 11, 14.

Herbarium Medanense. (2017). Identifikasi Tumbuhan. Medan: Herbarium


Medanense Sumatera Utara.

Kemenkes, R. I. (2010). Suplemen I Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 140.

Khasanah, U. (2008) Efektifitas Biji Kelor Moringa oleifera Lamk sebagai


Koagulan Fosfat dalam Limbah Cair Rumah Sakit. Studi Kasus di RSU Dr.
Saiful Anwar Malang. Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Negeri Malang. Halaman 11,13,46.

Latif, U. T. A. (2014). Efektifitas Biji Kelor (Moringa oleifera Lamk) Untuk


Penanggulangan Bakteri Coli Pada Air Sumur. Makassar: Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin. Jurnal Teknosains. Vol. 8.
No. 1. Halaman 51 – 60.

Lay, B. W., dan Hastowo, S. (1994). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta :


PT. Raja Grafindo Persada. Halaman 34, 48,72-73.

Mansauda, K. L. R., Fatimawali., dan Kojong, N. (2014). Analisis Cemaran Bakteri


Coliform Pada Saus Tomat Jajanan Bakso Tusuk Yang Beredar Di Manado.
Manado: Program Studi Farmasi FMIPAUNSRAT. Jurnal Ilmiah Farmasi.
Vol. 3. No. 2. Halaman 40.

37
Universitas Sumatera Utara
Nugroho, A. (2006). Bioindikator Kualitas Air. Jakarta: Penerbit Universitas
Trisakti. Halaman 9-14, 19-21.
Pelczar, M. J. Dan Chan, E.C.S. (1986). Elements of Microbiology. Penerjemah:
Hadioetomo, R. S., Imas, T., Tjitrosomo , S. S., dan Angka, S. L. (1988).
Dasar - Dasar mikrobiologi. Jilid 2. Jakarta: UI-Press. Halaman 461-471.

Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman


18, 32.

Purlianto, N. A. I. (2015). Uji Lempeng Total Dan Identifikasi Escherichia coli


Pada Jamu Pahitan Brotowali Yang Diproduksi Oleh Penjual Jamu
Gendong Keliling Di Wilayah Tonggalan Klaten Tengah. Skripsi. Fakultas
Farmasi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Halaman 27-29.

Safitri, R., dan Novel, S. S. (2010). Medium Analisis Mikroorganisme. Jakarta:


Trans Info Media. Hal: 63.

Sutrisno, C. T., dan Eni, S. (1996). Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta:
Penerbit Rineka Cipta. Halaman 1-4, 30.

Tilong, A. D. ( 2012). Ternyata Kelor Penakluk Diabetes. DIVA Press (Anggota


IKAPI). Yogyakarta. Halaman 10-15, 33-35.

Waluyo, L. (2004). Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. Malang: UMM Press.


Halaman 214-215.

Waluyo, L. (2007). Mikrobiologi Umum Edisi Revisi. Malang: UMM Press.


Halaman 39.

Widyati, R., dan Yuliarsih. (2002). Higiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan.
Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Halaman 4-5.

WHO. (1993). Guidelines for Drinking-Water Qualiy. Second Edition. Geneva:


WHO. Halaman 14.

WHO. (1998). Quality Control Methods for Medicinal Plant Material.


Switherland: WHO.

38
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Hasil identifikasi tumbuhan

39
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Sampel yang digunakan

A B C D E

Air sumur gali sebelum dan sesudah penambahan serbuk biji kelor

Keterangan:

A = 0,01%;
B = 0,005%;
C = 0,0025%;
D = 0,00125%;
E=0

40
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. (Lanjutan)

Tumbuhan kelor

Buah kelor
Lampiran 2. (Lanjutan)

41
Universitas Sumatera Utara
3 cm

Buah kelor tua

1 cm

Biji kelor tua dengan kulit biji

Lampiran 2. (Lanjutan)

42
Universitas Sumatera Utara
1 cm

Simplisia biji kelor tua

Serbuk biji kelor


Lampiran 3. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk biji kelor (perbesaran 10x40)

43
Universitas Sumatera Utara
1.

2.
5.
6.

3.

4.

Keterangan :

1. Sel-sel Parenkim
2. Sklerenkim
3. Sel parenkim dengan minyak atsiri
4. Serabut sklerenkim
5. Berkas pembuluh dengan penebalan spiral
6. Amilum

Lampiran 4. Analisis angka lempeng total

44
Universitas Sumatera Utara
Blanko (1 mL lactose broth + 15 mL plate count agar)

Koloni Escherichia coli sebelum penambahan serbuk biji kelor


Lampiran 4. (Lanjutan)

45
Universitas Sumatera Utara
Koloni Escherichia coli sesudah penambahan 0,00125% serbuk biji kelor

Koloni Escherichia coli setelah penambahan 0,0025% serbuk biji kelor


Lampiran 4. (Lanjutan)

46
Universitas Sumatera Utara
Koloni Escherichia coli setelah penambahan 0,005% serbuk biji kelor

Koloni Escherichia coli setelah penambahan 0,01% serbuk biji kelor


Lampiran 5. Identifikasi Escherichia coli

47
Universitas Sumatera Utara
Koloni E. coli berwarna hijau metalik dalam media eosin methylen blue agar

Pengecatan Gram

48
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Bagan alir penelitian

Buah yang sudah tua dan kering


Dikupas kulit luarnya sampai diperoleh

biji kelor yang berwarna putih

Dikeringkan biji kelor pada lemari

pengering selama 8 hari (biji menjadi

keras)

Dibungkus biji kelor menggukanan

aluminium foil, lalu dikeringkan dengan

menggunakan oven selama ± 48 jam

pada suhu 500C.

Dihaluskan dengan menggunakan

blender

Diayak dengan menggunakan mesh 40

dikeringkan dalam oven selama ± 24

jam pada suhu 500C.


Serbuk Putih

Karakterisasi Analisis
simplisia mikrobiologi

1. P. Makroskopik 1. Uji Angka Lempeng


2. P. Mikroskopik Total sebelum dan
3. Penetapan kadar air sesudah penambahan
4. Penetapan kadar sari larut etanol serbuk biji kelor
5. Penetapan kadar sari larut dalam 2. Identifikasi Escherichia
air coli
6. Penetapan kadar abu total
7. Penetapan kadar abu yang tidak
larut dalam asam

49
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7. Pengolahan sampel untuk uji ALT

Serbuk biji kelor

ditimbang sebanyak 0,00125%;

0,0025%; 0,005%; 0,01%

masing-masing ditambahkan sedikit air

sumur hingga membentuk pasta

ditambahkan 10 ml air lalu diaduk dan

disaring dengan kain kasa

diaddkan ke dalam 1 L air sumur gali

dan diaduk selama 15 menit

didiamkan ± 2 jam

100 ml untuk uji


mikrobiologi

50
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 8. Pengenceran sampel untuk uji ALT

90 mL LB
Dimasukkan kedalam tabung reaksi dan

ditambahkan 10 mL air secara aseptis lalu

dihomogenkan (pengenceran 10-1).

Dimasukkan kedalam 5 tabung reaksi masing-

masing 9 mL lactose broth

Dipipet 1 mL dari 10-1 kedalam tabung reaksi

pertama secara aseptis dan dihomogenkan

(pengenceran 10-2).

Dilakukan hingga pengenceran 10-6

Selanjutnya dilakukan pengenceran untuk sampel

uji dengan konsentrasi masing-masing 0,00125%;

0,0025%; 0,0050%; 0,001% mulai dari 10-1

hingga 10-6

Pengenceran

51
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 9. Uji ALT sebelum dan sesudah penambahan serbuk biji kelor

Pengenceran

Dipipet masing-masing 1 mL secara aseptis

ke dalam cawan petri dan dibuat duplo

Dituang media PCA yang telah ditambahkan

1% TTC sebanyak 15 mL kedalam setiap

cawan petri, dihomogenkan hingga merata

dan dibiarkan hingga memadat

Dilakukan uji kontrol dengan cara menuang

1mL LB ditambah 15 mL media PCA

dihomogenkan dan biarkan memadat

Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan

dihitung

Selanjutnya dilakukan hal yang sama pada

pengenceran sampel uji dengan konsentrasi

0,00125%; 0,0025%; 0,005% dan 0,01%

Seluruh cawan petri diinkubasi terbalik pada

suhu 37oC selama 24 jam hingga 48 jam

Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan

dihitung

Koloni bakteri

52
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. Identifikasi Escherichia coli

a. Menggunakan media selektif

1 ml air sumur + 9 ml LB

Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam

Diambil 1 sengkelit menggunakan jarum ose

Digoreskan pada media EMBA

Diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam

Koloni berwarna
hijau metalik

53
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 10. (Lanjutan)

b. Pengecatan Gram

Objek glas

Dicuci dengan alkohol 70% lalu difiksasi

Diteteskan satu tetes akuades steril dan

kedalamnya dimasukkan satu ose biakan dari

media EMBA lalu dihomogenkan

Ditambahkan satu tetes gentian violet lalu

ditambahkan satu tetes larutan lugol didiamkan 1

menit diratakan dan difiksasi

Diteteskan larutan lugol satu tetes di atas kaca

preparat dan didiamkan 1 menit

Dibilas dengan alkohol 70% sampai tetesan

terakhir tidak berwarna lalu difiksasi

Diteteskan saru tetes safranin dibiarkan hingga 1

menit

Dibilas dengan akuades steril hingga warnanya

hilang kemudian difiksasi

Diteteskan 1-2 tetes minyak imersi

Diamati dibawah mikroskop perbesaran 40x

Batang warna merah

54
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. Perhitungan karakterisasi simplisia

1. Penetapan kadar air simplisia

volume air ml)


adar air simplisia
berat sampel g)

Berat Volume Volume Volume


No.
sampel (g) awal (ml) akhir (ml) air (ml)
1. 5,000 1,60 1,75 0,15
2. 5,002 1,70 1,80 0,10
3. 5,001 1,65 1,80 0,15

,
Kadar air sampel I = × 100 % = 3,00 %
,
,
Kadar air sampel II = × 100 % = 1,99 %
,
,
Kadar air sampel III = × 100 % = 2,99 %
,
, , ,
% Rata-rata kadar air serbuk biji kelor = = 2,66 %

2. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

berat sari g)
adar sari larut dalam air
berat sampel g)

Berat sampel
No. Berat sari (g)
(g)
1. 5,006 0,223
2. 5,008 0,220
3. 5,006 0,212

,
Kadar sari larut dalam air sampel I = × × 100 % = 22,33 %
,
,
Kadar sari larut dalam air sampel II = × 100 % = 21,99 %
,
,
Kadar sari larut dalam air sampel III = × × 100 % = 21,17 %
,

55
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)

,
% Rata-rata kadar sari larut dalam air = = 21,83%

3. Penetapan kadar sari larut etanol

berat sari g)
adar sari larut dalam etanol
berat sampel g)

Berat sampel
No. Berat sari (g)
(g)
1. 5,005 0,132
2. 5,005 0,129
3. 5,006 0,131

,
Kadar sari larut etanol sampel I = × × 100 % = 13,19 %

Kadar sari larut etanol sampel II = × × 100 % = 12,93 %


,
,
Kadar sari larut etanol sampel III = × × 100 % = 13,16 %
,
, , ,
%Rata-rata kadar sari larut etanol = = 13,09%

4. Penetapan kadar abu total

berat abu g)
adar abu total
berat sampel g)

Berat sampel
No. Berat abu (g)
(g)

1. 2,005 0,040
2. 2,005 0,060
3. 2,003 0,024

Kadar abu total sampel I = × 100 % = 1,99 %

56
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 11. (Lanjutan)

Kadar abu total sampel II = × 100 % = 2,99 %

,
Kadar abu total sampel III = × 100 % = 1,19 %
,

,
%Rata-rata kadar abu total serbuk biji kelor = = 2,05%

5. Penetapan kadar abu total yang tidak larut asam

berat abu g)
adar abu tidak larut dalam asam
berat sampel g)

Berat sampel
No. Berat abu tidak larut asam (g)
(g)
1. 2,005 0,013
2. 2,005 0,020
3. 2,003 0,015

Kadar abu total tidak larut asam sampel I = × 100 % = 0,648 %

Kadar abu total tidak larut asam sampel II = × 100 % = 0,997 %

Kadar abu total tidak larut asam sampel III = × 100 % = 0,748 %

, , ,
% Rata-rata kadar abu total tidak larut asam =

= 0,797%

57
Universitas Sumatera Utara
58
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai