Anda di halaman 1dari 45

Metode Pelaksanaan

Struktur Jembatan Box Girder


Bunyamin Hatibie, Technical Manager Divisi Konstruksi Jembatan Freyssinet International.
Disampaikan pada Workshop Perancangan dan Pelaksanaan Prestressed pada Box Girder.
Medan, 23-24 November 2018

Abstrak

Makalah ini menjelaskan tipe-tipe struktur jembatan serta berbagai macam metode pelaksanaannya
secara umum. Adapun, secara khusus akan membahas langkah demi langkah metode span-by-span
dengan segmen precast menggunakan Overhead Launching Gantry. Metode ini termasuk salah satu
metode yang cukup sering digunakan di berbagai belahan dunia maupun di Indonesia.
Selain membahas metode itu sendiri makalah ini juga memberi penekanan pada aspek-aspek
penting yang berkaitan dengan sebuah metode seperti proses pemilihan metode dan penerapan
manajemen keselamatan pada tiap tahapan, dimana bila aspek-aspek tersebut dipahami dengan
baik diharapkan dapat tercipta pelaksanaan konstruksi yang aman.

1. Pendahuluan
Struktur jembatan dan jalan layang baik untuk kendaraan maupun kereta api di berbagai daerah di
Indonesia masih dibutuhkan saat ini dan di masa depan.
Dalam kurun waktu 25 tahun terakhir, di berbagai daerah di Indonesia terdapat berbagai macam
tipe jembatan yang telah dibangun. Yang paling umum dijumpai adalah tipe balok beton prategang
atau Prestressed Concrete Beams seperti jalan layang Tol Cawang – Tanjung Priok di Jakarta, 1996,
yang terkenal dengan inovasi metode sosrobahu. Demikian pula tipe kotak atau Box Girder seperti
jalan layang kereta Medan – Kualanamu, 2018. Terdapat banyak faktor yang menjadi pertimbangan
dalam menentukan sebuah tipe jembatan.

Di bawah ini adalah beberapa contoh jembatan dengan berbagai tipe yang berbeda yang telah atau
sedang dibangun di Indonesia.
- Jembatan Barelang, Batam, 1997 (tipe Cable-stayed, Pelengkung dan Box Girder)
- Jembatan Barito, Kalimantan Selatan, 1997 (tipe jembatan gantung baja)
- Jembatan Pasupati, Bandung, 2005 (tipe Cable-stayed dan Box Girder)
- Jembatan Suramadu, Surabaya, 2009 (tipe Cable-stayed)
- Jalan Layang Non-Tol Tanah Abang – Kampung melayu, Jakarta, 2013 (Box Girder)
- Jembatan Soekarno, Manado, 2015 (tipe Cable-stayed dengan deck slab beton )
- Jalan Layang LRT Jabodebek, Jakarta – sedang dikerjakan (tipe U dan Box Girder)
- Jalan Layang Kereta MRT Jalur Lebak Bulus – Blok M, Jakarta, hampir selesai (Box Girder)

1 of 45
Pelaksanaan konstruksi jembatan terutama jembatan panjang mempunyai tingkat kesulitan dan
resiko yang tinggi sehingga dibutuhkan pemahaman yang baik pada teknik dan metode-metode
pembuatannya.
Aspek keselamatan kerja adalah yang utama, sehingga setiap tahapan konstruksi bahkan sebelum
sebuah metode atau alat konstruksi didesain, harus mempertimbangkan aspek tersebut.
Salah satu yang penting dalam aspek keselamatan kerja adalah jumlah yang cukup dari pelaksana-
pelaksana konstruksi dengan pemahanan yang baik pada metode-metode pelaksanaan.
Hal tersebut diatas adalah faktor yang sangat penting dalam sebuah proyek agar sebuah jembatan
dapat dibangun dengan benar sesuai dengan perencanaan dan dilaksanakan dengan aman dan
selamat.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan penjelasan yang cukup detil mengenai langkah-langkah
pelaksanaan konstruksi jembatan box girder menggunakan Launching Gantry untuk pihak-pihak
pelaksana konstruksi jembatan demi tercapainya pelaksanaan konstruksi yang aman.

Lingkup Pembahasan
Pada bagian awal akan dijelaskan secara umum tipe-tipe jembatan dan berbagai metode
pelaksanaannya dan selanjutnya akan dibahas secara khusus dan lebih detil pada langkah-langkah
pelaksanaan metode Span-by-span dengan segmen precast menggunakan Overhead Launching
Gantry.

Dasar Hukum dan Acuan Pelaksanaan Konstruksi Jembatan


o Peraturan Perundang-undangan tentang Konstruksi:
PERMEN PUPR 41/PRT/M/2015 (Penyelenggaraan Keamanan Jembatan dan Terowongan
Jalan)
PERMEN PUPR 66/PRT/M/2018 (Komite Keselamatan Konstruksi atau K3)
UU NO.2 Tahun 2017 (Komisi Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan atau KKJTJ +
Penilai Ahli)
PERMEN NO. 04/PRT/M/2009 (Dasar Hukum Sistem Manajemen Mutu atau SMM)
PERMEN PU NO. 05/PRT/M/2014 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
atau SMK3 Bidang Pekerjaan Umum)
o SOP aktifitas tertentu (misalnya SOP Launching Gantry) yang berlaku secara nasional dan
diterbitkan oleh pemerintah.
o SOP aktifitas tertentu yang berlaku khusus bila belum atau tidak tercantum dalam SOP yang
diterbitkan oleh pemerintah.

2. Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan


Terdapat bermacam-macam metode pelaksanaan struktur jembatan yang dipilih bergantung pada
situasi dan kondisi yang berbeda. Sebuah metode dipilih bisa karena tipe jembatan, kondisi
lingkungan, biaya, ketersediaan sarjana dan pekerja yang terlatih, jangka waktu pelaksanaan dan lain
sebagainya.

2 of 45
2.1. Pemilihan Metode Pelaksanaan

Gambar X
Proyek Jalan layang metode balanced cantilever dengan segmen precast
menggunakan Launching Gantry dan Lifting Frame
(Main Contractor: Gammon Construction Ltd.; Deck Erection Specialist: Freyssinet, Hong Kong 2018)

Faktor-faktor yang dapat menjadi pertimbangan dalam memilih metode yang tepat dijelaskan
sebagai berikut :

Lokasi Jembatan
Lokasi jembatan, apakah itu berada di tengah kota, atau berada di daerah terpencil dapat menjadi
salah satu faktor untuk menentukan metode yang cocok.
Tergantung dengan faktor lainnya misalnya jangka waktu pengerjaan, biaya, dan skala besarnya
proyek, jembatan yang berlokasi di atau dekat perkotaan biasanya lebih mudah dari segi logistik dan
operasional serta ketersediaan staff dan tenaga kerja sedangkan bila di daerah terpencil tentunya
lebih sulit.
Namun demikian, jembatan di tengah kota mempunyai tantangan tersendiri misalnya padatnya
bangunan-bangunan di sekitar proyek, lahan yang terbatas, adanya jalan protokol, adanya jaringan
air/listrik/gas. Sebagai contoh, pada daerah padat biasanya sulit atau bahkan tidak memungkinkan
untuk menggunakan alat berat seperti crane dan trailer karena akses terlampau sempit, demikian
pula bila terdapat jaringan kabel listrik yang berbahaya diatas lokasi jembatan yang membatasi
jangkauan boom dari crane.
Pada daerah terpencil biasanya lebih mudah karena ruang yang tersedia lebih luas.

Kondisi Lahan
Kondisi lahan bisa menjadi salah satu faktor dalam memutuskan metode yang sesuai.
Sebagai contoh, bila kondisi tanah baik dan kuat menahan beban besar serta jembatan tidak
terlampau tinggi dari tanah dan tidak terlalu panjang, metode ground support atau scaffolding dapat
menjadi pilihan untuk tipe cast in-situ. Atau, bila jembatan itu cukup panjang misalnya 2 km dan
cukup beralasan menggunakan cara segmental precast, kombinasi scaffolding dan crane bisa

3 of 45
menjadi pilihan. Dalam kondisi ini, penggunaan metode Launching Gantry biasanya menjadi solusi
yang tidak ekonomis.
Sebaliknya, bila kondisi tanah buruk, level jembatan yang tinggi misalnya lebih dari 10m dan
jembatan sangat panjang misalnya 5 km, penggunaan metode Launching Gantry bisa menjadi pilihan
yang tepat.

Tingkat Kesulitan dan Resiko


Setiap metode yang berbeda mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda pula tergantung faktor-
faktor lain. Tingkat kesulitan ini dapat menimbulkan resiko misalnya resiko keselamatan/keamanan,
resiko biaya operasional, dan resiko waktu keterlambatan, apabila pelaksana tidak dibekali keahlian
atau pelatihan yang cukup.
Semakin tinggi tingkat kesulitan sebuah metode biasanya akan semakin tinggi pula resikonya.
Namun demikian, resiko-resiko tersebut dapat di hindari bila terdapat pengorganisasian yang baik
dalam melaksanakannya.
Sebagai contoh dari sisi pelaksanaan, metode Launching Gantry termasuk metode dengan tingkat
kesulitan yang tinggi. Tim operator dari sebuah Launching Gantry haruslah mempunyai paling tidak 1
atau 2 orang supervisor dan site engineer yang sangat berpengalaman, tidak hanya dalam segi teknis
tapi juga dalam segi kepemimpinan, organisasi lapangan dan sebagai orang yang bertanggung jawab
pada alat tersebut. Tim pekerja atau labor pun harus yang terlatih dengan baik (skilled labor).

Pendanaan
Seringkali faktor dana atau bujet yang terbatas menjadi kendala dalam memilih metode yang tepat.
Dalam hal ini tentunya para perancang jembatan dan juga pelaksana konstruksi dituntut untuk
mencari metode yang paling ekonomis tanpa mengorbankan resiko keselamatan dan keamanan
dalam pelaksanaanya.
Sebagai contoh, metode incremental launching (ILM) seringkali menjadi alternatif solusi yang
ekonomis dibanding metode lain yang diasumsikan pada tahap awal desain jembatan walaupun
metode ini membutuhkan kondisi khusus pada geometri jembatan dimana bila perlu dilakukan
desain ulang dari desain jembatan.

Besar atau kecilnya skala proyek


Pada proyek skala besar atau mega proyek biasanya cukup beralasan untuk memilih metode yang
paling efisien walaupun kadang biaya yang dibutuhkan untuk sebuah alat pada metode tertentu
termasuk lebih mahal dari metode lainnya.
Sebagai contoh, pada proyek jalan layang dengan panjang lebih dari 5 km dan menerus (tidak
terpisah-pisah pada lokasi yang tersebar), pemilihan alat Launching Gantry cukup beralasan.
Walaupun harga alat tersebut mahal, dan tingkat kesulitan yang tinggi, namun produktifitas yang
dihasilkan alat tersebut untuk pemasangan span (span erection) dengan siklus misalnya 3-5 hari per
span adalah faktor yang dapat dipertimbangkan untuk dipilih.
Lain halnya bila skala proyek tersebut tidak besar atau jembatan terbagi dalam beberapa seksi yang
terpisah lokasinya sehingga dibutuhkan perpindahan alat, pemilihan launching gantry bisa menjadi
tidak ekonomis dan sangat mahal secara keseluruhan. Dalam hal ini, metode lain bisa menjadi
pertimbangan.

Transfer teknologi dan Pengenalan Metode Baru


Faktor ini tergantung pada pertimbangan untuk berani memperkenalkan berbagai metode baru
dimana selain tujuan utama yaitu membangun jembatan yang relatif ekonomis, dicapai pula tujuan
memperkaya pengalaman dan referensi pada metode baru dari berbagai pihak yang terlibat. Yang
dimaksud metode baru di sini adalah metode yang belum pernah atau masih jarang digunakan di
Indonesia.

4 of 45
Sebagai contoh dari situasi di atas adalah pada proyek Barelang di Batam yang dikerjakan antara
tahun 1995 sampai dengan 1997. Pada proyek ini terdapat berbagai tipe jembatan dan metode
konstruksi yang sangat menarik yang saat itu belum banyak dikenal misalnya metode pengerjaan
jembatan Cable-stayed, jembatan Pelengkung beton dan jembatan box girder dengan metode
segmen precast.
Proyek tersebut berhasil membekali sarjana-sarjana teknik sipil Indonesia yang terlibat dengan
pengalaman yang berharga untuk perkembangan konstruksi jembatan selanjutnya.
Jumlah jembatan Cable-stayed semakin banyak didapati pada daerah-daerah di Indonesia, demikian
pula jembatan pelengkung. Penggunaan metode Launching Gantry, Lifting Frame dan Form Traveler
semakin sering terlihat di berbagai proyek konstruksi jembatan di tanah air.
Contoh-contoh proyek lain yang menggunakan metode dengan Form Traveler dan Launching Gantry
pun cukup banyak terlihat selama 10-15 tahun terakhir.

Proyek design-and-build
Salah satu kuntungan dari proyek design-and-build adalah terdapatnya kesempatan dimana para
perancang jembatan dan pelaksana yang terlibat secara bersama dapat mempelajari dan
menentukan sebuah metode yang dianggap terbaik dan menjadi dasar asumsi perancangan
jembatan yang akan dibuat sejak awal. Hal ini menghindari atau meminimalisasi potensi masalah
atau tantangan yang sering timbul pada proyek konvensional dimana desain dibuat terlebih dahulu
sebelum kontraktor ditunjuk dalam sebuah lelang. Tantangan tersebut dikarenakan tingkat akurasi
asumsi pada tahap desain mempunyai variasi yang besar dan sering berbeda pada kondisi aktual
pelaksanaan oleh kontraktor misalnya pada alat dan beban-beban konstruksi yang berhubungan.

Ketersediaan Sumber Daya manusia (SDM)


Pada proyek-proyek yang berlokasi di tempat terpencil, SDM terutama pekerja lapangan yang cukup
terlatih biasanya sulit didapatkan sehingga pemilihan metode pun harus sesuai dengan kondisi
misalnya menggunakan metode yang semudah dan sesederhana mungkin.

Organisasi dan perencanaan SDM yang baik perlu dilakukan baik secara lokal maupun nasional untuk
menjamin ketersediaan SDM yang berkualitas pada bidangnya di kemudian hari.

2.2. Jenis-jenis Metode Pelaksanaan

Setiap metode pelaksanaan yang berbeda mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing
dan seringkali tidaklah mudah menentukan metode yang terbaik dan paling ekonomis. Kondisi dari
berbagai macam faktor seperti dibahas pada bab sebelumnya perlu diidentifikasi dan dipelajari
dengan baik sebelum memutuskan metode yang dipilih.
Pada Tabel 1 and Table 2 berikut ini ditampilkan pembagian metode dan alat konstruksi untuk
berbagai tipe jembatan. Tabel 1 adalah untuk jembatan pracetak atau precast dan Tabel 2 untuk
jembatan cor di tempat atau Cast In-situ.

5 of 45
Tabel 1

Klasifikasi Metode Pelaksanaan Struktur Jembatan berdasarkan cara Precast

Precast

Box Girder, Segmental Balanced Cantilever


Box Girder, Segmental Span-by-Span

Box Girder or U Girder, Full Span

Segmental, Suspension Bridge


Segmental, Cable-stayed
Beams / U-Beams

Box Girder, Arch


Ground Support / Scaffolding / Shoring x x x x x
Equipment / Methods

Overhead launching Gantry x x x


Underslung Launching Gantry x
Lifting Frame / Segment Lifter x x x x
Heavy Lifting x x x
Sliding x
Crawler / Mobile Crane / Portal Crane x x x x x x
Full Span with Special Launching Gantry x
Special Method x x x

6 of 45
Tabel 2

Klasifikasi Metode Pelaksanaan Struktur Jembatan berdasarkan cara Cast In-situ

Cast In-situ

Box Girder, Segmental Balanced Cantilever

Beam and Slab, Segmental, Cable-stayed

Box Girder, Segmental Cable-stayed


Box Girder, Segmental Pelengkung
Box Girder, Span-by-span
Overhead Form Traveler x x x x
Equipment /
Methods

Underslung Form Traveler x x x x


Movable Scaffolding System (MSS) x
Ground Support / Scaffolding System x x
Incremental Launching Method (ILM) x

2.2.1. Metode Span-by- Span segmen precast menggunakan Scaffolding

Pada prinsipnya dibutuhkan kondisi tanah yang kuat yang di desain dan dipersiapkan untuk
menahan beban baik beban scaffolding dan beban segmen precast.

Gambar X
Beam dan Prop
metode span-by-span dengan precast segmen

7 of 45
Gambar X
Scaffolding sebagai penumpu pada
pemasangan span menggunakan cara segmental precast span-by-span

2.2.2. Metode Span-by-span dengan Launching Gantry

Gambar X
Overhead Launching Gantry
metode Span-by-span dengan segmen precast

8 of 45
Gambar X
Underslung Girder pada
pemasangan span dengan cara Span-by-span menggunakan segmen precast

Gambar X
Peletakan dan matching segmen precast dengan crane
pada Underslung Girder

9 of 45
2.2.3. Metode Precast Balanced Cantilever dengan Launching Gantry (LG)

Metode ini umumnya cocok untuk jembatan panjang dengan bentang melebihi 50m sampai dengan
80m. Penggunaan jembatan yang lebih panjang dimungkinkan namun beberapa kondisi khusus
harus dipertimbangkan misalnya apakah menggunakan LG yang sangat panjang agar support bisa
ditempatkan persis pada kedua pier sehingga tidak perlu membebani kantilever. LG yang lebih
pendek dapat digunakan dimana support belakang akan ditempatkan pada kantilever.
Pada metode ini LG tidak perlu memikul atau menggantung seluruh span seperti pada metode span-
by-span tapi hanya mengangkat 1 pasang segmen saja. Biasanya LG dilengkapi dengan dua buah troli
pengangkat segment (Winch Trolley).

Gambar X
Metode Balanced Cantilever dengan segmen precast menggunakan
Overhead Launching Gantry (Freyssinet)

10 of 45
2.2.4. Metode Precast Balanced Cantilever dengan Lifting Frame (LF)

Metode ini cocok untuk jembatan pendek sampai sangat panjang 100m. Penggunaan pada jembatan
yang lebih panjang dari 100m biasanya terkendala dengan besarnya momen akibat beban alat di
ujung kantilever yang menyebabkan kebutuhan tendon prestress yang besar yang sering cukup
kompleks dalam penempatannya pada penampang box girder.
Untuk jembatan pendek logistik yang dibutuhkan untuk pemasangan dan penurunan alat Lifting
Frame menjadi mahal.
Kelebihan metode ini adalah kemudahan alokasi penggunaan alat yang dapat dipindah-pindahkan
pada proyek dimana lokasi balanced cantilever tersebar pada daerah yang berbeda, tanpa harus
memasang secara berurutan. Hal ini tidak dimungkinkan pada metode menggunakan LG.
Kekurangan dari metode ini adalah terdapatnya beban alat pada ujung kantilever jembatan yang
berkisar antara 40 Ton - 80 Ton ataupun lebih tergantung dari berat segmen yang diangkat dan
kondisi atau tipe alat LF.

Gambar X
Pengangkatan segmen precast dengan Lifting Frame
pada metode balanced cantilever (Freyssinet)

11 of 45
2.2.5. Metode Cast In-situ Balanced Cantilever dengan Form Traveler

Gambar X
Overhead Form Traveler pada proyek Jembatan Box Girder

Gambar X
Underslung Form Traveler pada Jembatan Box Girder

12 of 45
Gambar X
Tampak Bawah dari Underslung Form Traveler pada jembatan Cable-stayed

Gambar X
Tampak atas dari Underslung Form Traveler pada jembatan Cable-stayed

13 of 45
2.2.6. Metode Full-span dengan Heavy Lifting Jack

Metode ini dapat dipertimbangkan pada jembatan bentang pendek atau panjang sampai 100m
bahkn lebih dan tergantung tipe jembatan yang umumnya jembatan baja, situasi dan kondisi proyek.
Keuntungan dari metode ini adalah dapat dilakukannya perakitan di tempat terpisah dengan kualitas
yang terkontrol baik. Hampir semua komponen bisa dirakit sepenuhnya sebelum jembatan dibawa
ke lokasi untuk pengangkatan. Alat pengangkatan (Heavy Lift) umumnya juga tidak mahal
dibandingkan alat LG dan LF.
Kekurangan dari metode ini adalah dibutuhkannya alat transportasi berat yang mahal, misalnya
marine barge untuk pengangkutan lewat laut atau trailer bila lewat jalan darat.

Gambar X
Pengangkatan dengan Heavy Lifting Jack
pada metode Full-span (Freyssinet)

2.2.7. Metode Full-span Sliding

Metode ini biasanya digunakan untuk penggantian jembatan lama dengan jembatan baru ataupun
pada pembuatan jembatan baru dimana lokasi akhir jembatan karena alasan tertentu belum dapat
digunakan pada waktunya.
Jembatan baru dirakit penuh pada lokasi sementara di samping lokasi akhir jembatan. Pada
waktunya jembatan baru di dorong atau ditarik (sliding) dengan sistem yang menggunakan jack
hidrolik (menggunakan push-pull jack pada metode dorong dan juga metode tarik, menggunakan
kabel prestress untuk metode tarik)

Gambar X
Metode Sliding dengan full-span precast (Freyssinet)

14 of 45
Gambar X
Metode Sliding dengan full precast menggunakan Air Pad (Hebetec)

2.2.8. Metode Precast Balanced Cantilever dengan Crane dan Portal Crane

Metode ini biasanya digunakan untuk proyek dimana kondisi lahan dan akses untuk Crane ataupun
Portal Crane sangat terbuka dan kondisi tanah yang kuat dan rata yang cocok untuk pemakaian
Crane. Demikian pula bila ketersediaan crane atau portal crane tidak menjadi kendala maka metode
ini dapat menjadi pilihan.
Kelebihan metode ini adalah penggunaan Crane yang merupakan alat yang sangat umum digunakan
sehingga biasanya ketersediaan operator yang baik tidak menjadi kendala.
Kelebihan lain adalah penggunaan Crane tidak memberikan tambahan beban pada struktur
cantilever seperti pada penggunaan Lifting Frame.

2.2.9. Metode Precast Beam dengan Crane

Metode ini sangat umum dilakukan.

Gambar X
Metode Pemasangan Precast Beam menggunakan Crane pada proyek Monorail (Freyssinet)

15 of 45
2.2.10. Metode Full-span dengan Special Launching Gantry

Metode ini biasanya digunakan untuk proyek jalan layang sangat panjang misalnya untuk kereta
cepat (High Speed Train) yang bisa mencapai puluhan bahkan ratusan kilometer.
Kelebihan metode ini adalah pada kecepatan pemasangan span yang bisa mencapai 1 span per hari.
Kekurangan dari metode ini adalah jembatan harus juga didesain untuk memikul beban karena
pengangkutan span melewati span-span yang sudah terpasang sebelumnya.
Alat ini biasanya lebih mahal dari Launching Gantry tipe biasa.

Gambar X (foto diambil dari presentasi IABSE Group 6 Seminar, Singapore)


Pemasangan precast full-span dengan Special Launching Gantry
Foto atas menunjukkan Gantry dengan menggunakan troli
dan foto bagian bawah menggunakan special carrier dan under bridge.

2.2.11. Metode Rotasi

Metode ini dipilih biasanya untuk menghindari aktifitas atau pembebanan pada lintasan dibawah
jembatan yang bisa berupa lalu-lintas jalan raya ataupun jalur kereta api yang tidak bisa diganggu
ataupun berupa lintasan sungai.
Jembatan dirakit sepenuhnya pada sisi jalan atau sungai searah memanjang. Sistem pemutar
didesain pada titik putar yang direncanakan pada jembatan.
Untuk metode rotasi horisontal alat pemutar bisa terdiri dari sistem jack hidrolik atau menggunakan
kabel prestress. Pada metode rotasi vertikal biasanya digunakan pada proyek jembatan pelengkung,
dimana pelengkung dibagi menjadi dua dan dirakit secara vertical pada kedua sisi jembatan di sisi
jalan atau sungai untuk kemudian diputar ke bawah menggunakan kabel prestress dan jack khusus
dan disambung pada titik tengah. Titik putar berada pada pangkal struktur pelengkung.

16 of 45
Gambar X
Metode Rotasi Horisontal
Jembatan Cable-stayed dirakit sepenuhnya pada sisi jalan raya sebelum diputar pada posisi final

Gambar X
Metode Rotasi Vertikal pada jembatan pelengkung

17 of 45
2.2.12. Metode Kombinasi pada Jembatan Pelengkung

Beberapa metode dapat digunakan dalam sebuah konstruksi jembatan pelengkung beton.
Pelengkung beton dikerjakan dengan metode cantilever cast in-situ dengan Form Traveler dari kedua
sisi jembatan. Temporary stay cable dibutuhkan untuk memikul bagian cantilever saat pemasangan
sampai kedua sisi tersambung di tengah.
Sementara itu untuk konstruksi lantai jembatan dikerjakan dengan metode Incremental Launching
menggunakan temporary launching nose dari girder baja.
Setelah pilar-pilar diatas pelengkung selesai dikerjakan maka lantai jembatan di launch ke arah
tengah dan setelah launching nose dilepas dan launching dilanjutkan, maka kedua ujung akan
bertemu dan dilakukan penyambungan atau closure.

Gambar X
Kombinasi beberapa metode seperti penggunaan Form Traveler dan cable-stayed sementara
untuk konstruksi bagian pelengkung dan metode incremental launching untuk bagian deck.
(Proyek Barelang, Freyssinet)

18 of 45
2.2.13. Metode Balanced Cantilever dengan Heavy Lifting pada Jembatan Hybrid Cable-
stayed

Gambar X
Pengangkatan segmen dengan Heavy Lifting Jacks
pada jembatan Cable-stayed Hybrid (proyek Yavuz Sultan Selim Bridge, Turki)

2.2.14. Metode Span-by-span cast in-situ dengan Movable Scaffolding Method (MSS)

Gambar X
Metode span-by-span cast-insitu dengan MSS
(proyek BTS Extension Silom Line, Bangkok, prestressing oleh Freyssinet)

19 of 45
2.2.15. Metode Incremental Launching (ILM)

Gambar X
Metode Incremental Launching (ILM oleh Freyssinet)

20 of 45
2.3. Pembebanan Jembatan Dalam Masa Pelaksanaan Konstruksi

Berdasarkan SNI 1725:2016 Pasal 6.2.1


Pada Kombinasi I, III, V  Faktor Beban untuk MA dan MS = 1,25 (min.)
Pada Kombinasi I  Faktor Beban pelaksanaan PL = 1,5 (min.)
Pada Kombinasi III  Faktor Beban untuk angin EWs = 1,25 (min.)

Berdasarkan SNI 1725:2016 Pasal 6.2.2


Bila dalam kontrak diharuskan adanya evaluasi lendutan selama masa pembangunan :
Lendutan  gunakan batas daya layan kombinasi I
Beban mati akibat peralatan konstruksi  harus dianggap sebagai bagian dari beban
permanen
Beban hidup akibat peralatan konstruksi  harus dianggap sebagai bagian dari beban hidup
Besar lendutan yang diijinkan dalam masa pembangunan  harus dicantumkan dalam
kontrak

Berdasarkan SNI 1725:2016 Pasal 7.5


Pengaruh tetap pelaksanaan adalah beban yang disebabkan oleh metode dan urutan
pelaksanaan pekerjaan jembatan. Beban ini biasanya mempunyai kaitan dengan aksi-aksi
lainnya, seperti pra-penegangan dan berat sendiri. Dalam hal ini, pengaruh faktor ini tetap
harus dikombinasikan dengan aksi-aksi tersebut dengan faktor beban yang sesuai. Bila
pengaruh tetap yang terjadi tidak begitu terkait dengan aksi rencana lainnya, maka
pengaruh tersebut harus dimaksudkan dalam batas daya layan dan batas ultimit
menggunakan faktor beban sesuai dengan Tabel 10.

Berdasarkan SNI 1725:2016 Pasal 10.3


Beban pelaksanaan terdiri atas:
a) beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri dan;
b) aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan.
Perencana harus membuat toleransi untuk berat perancah atau yang mungkin akan dipikul
oleh bangunan sebagai hasil dari metode atau urutan pelaksanaan
Perencana harus memperhitungkan adanya gaya yang timbul selama pelaksanaan dan
stabilitas serta daya tahan dari bagian-bagian komponen
Apabila rencana tergantung pada metode pelaksanaan, struktur harus mampu menahan
semua beban pelaksanaan secara aman.
Perencana harus menjamin bahwa tercantum cukup detail ikatan dalam gambar untuk
menjamin stabilitas struktur pada semua tahap pelaksanaan.
Cara dan urutan pelaksanaan, dan tiap tahanan yang terdapat dalam rencana, harus
diperinci dengan jelas dalam gambar dan spesifikasi. Selama waktu pelaksanaan jembatan,
tiap aksi lingkungan dapat terjadi bersamaan dengan beban pelaksanaan.
Perencana harus menentukan tingkat kemungkinan kejadian demikian dan menggunakan
faktor beban sesuai untuk aksi lingkungan yang bersangkutan.
Tidak perlu untuk mempertimbangkan pengaruh gempa selama pelaksanaan konstruksi.

21 of 45
* Keterangan :

Beban permanen MA adalah beban mati komponen struktural dan non-struktural jembatan
sedangkan MS adalah beban mati perkerasan dan utilitas. PL adalah gaya-gaya yang terjadi
pada struktur jembatan yang disebabkan oleh proses pelaksanaan, termasuk semua gaya
yang terjadi akibat perubahan statika yang
terjadi pada konstruksi segmental

Kuat I : Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya-gaya yang timbul pada


jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan beban angin. Pada keadaan
batas ini, semua gaya nominal yang terjadi dikalikan dengan faktor beban yang sesuai.

Kuat III : Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin berkecepatan 90
km/jam hingga 126 km/jam.

Kuat V : Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal jembatan dengan


memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.

Layan I : Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional jembatan dengan


semua beban mempunyai nilai nominal serta memperhitungkan adanya beban angin
berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam. Kombinasi ini juga digunakan untuk
mengontrol lendutan pada goronggorong baja, pelat pelapis terowongan, pipa termoplastik
serta untuk mengontrol lebar retak struktur beton bertulang; dan juga untuk analisis
tegangan tarik pada penampang melintang jembatan beton segmental. Kombinasi
pembebanan ini juga harus digunakan untuk investigasi stabilitas lereng.

Untuk lebih jelasnya mengenai faktor beban dan kombinasi pembebanan secara keseluruhan
maka dapat mengacu pada SNI 1725:2016.

22 of 45
3. Metode Span-by-span dengan segment precast menggunakan
Overhead Launching Gantry
Metode ini dapat digunakan pada jembatan box girder span tumpuan sederhana (simply supported
spans) maupun pada jenis span menerus (continuous span).
Pada makalah ini akan dibahas untuk konfigurasi LG pada span tumpuan sederhana saja.

3.1. Karakteristik jembatan

Sebelum menentukan jenis dan konfigurasi LG yang sesuai maka perlu dipelajari terlebih dahulu
karakteristik dari jembatan yang akan dibangun, demikian pula kondisi-kondisi lain pada sebuah
proyek seperti dijelaskan pada paragraf 2.1.
Karakteristik Jembatan adalah termasuk bagian-bagian sebagai berikut :
Layout dan Alinyemen
o Batas titik awal dan titik akhir jembatan dan rangkaian jembatan.
o Alinyemen Horisontal dan Vertikal
o Lokasi Pilar Jembatan
o Lokasi Abutmen
o Peta lahan untuk keperluan studi akses jalan untuk kendaraan berat, studi kecukupan ruang
(clearance) terhadap penggunaan Launching Gantry
Dimensi
o Panjang span (tipikal, minimum, maksimum)
o Lebar dan tinggi box girder
o Ketinggian box girder dari muka tanah atau muka air
o Radius horisontal (maksimum, minimum berikut lokasinya)
o Radius horisontal minimum pada span dengan panjang maksimum
o Dimensi penampang box girder tipikal
o Dimensi penampang box girder pada bagian-bagian yang khusus atau ekstrim
o Panjang segmen (tipikal, maksimum, minimum)
o Dimensi Pilar dan kepala pilar
o Dimensi Abutmen
o Dimensi Parapet dan handrail
Material
o Karakteristik beton box girder precast, pilar, pondasi.
o Karakteristik tulangan baja
o Karakteristik kabel prategang
Konfigurasi dan detil Kabel Prategang
o Jenis kabel apakah jenis internal atau eksternal
o Layout Kabel
o Lokasi Angkur
o Lokasi dan urutan penarikan kabel
Jaringan Drainasi dan Utilitas
o Pipa-pipa drainasi dan gully
o Rak-rak kabel untuk jaringan utilitas (listrik, gas) bila ada.
Bearing dan Expansion Joint
o Jenis bearing (Elastomeric Bearing, Pot Bearing)
o Cara pemasangan bearing

23 of 45
Gambar X
Contoh tampak samping jembatan box girder tumpuan sederhana dengan segmen precast.
(* dimensi yang tercantum adalah hanya sebagai contoh)

Gambar X
Contoh penampang box girder
(* dimensi yang tercantum adalah hanya sebagai contoh)

24 of 45
Gambar X
Contoh tampak depan dan samping pilar (Pier) serta tampak atas kepala pilar.
(* dimensi yang tercantum adalah hanya sebagai contoh)

Bila metode span-by-span dengan LG sudah diasumsikan (pada proyek skema biasa) atau ditetapkan
(pada proyek skema design-and-build), maka detil jembatan dapat dibuat sedapat mungkin sesuai
dengan kebutuhan metode ini sejak tahap perancangan jembatan.

Pada proyek skema biasa (bukan design-and-build) penentuan asumsi metode sedapat mungkin
dilakukan dengan cukup akurat walaupun pada tahap ini pelaksana konstruksi belum ditunjuk dan
data alat belum mencukupi.

Untuk itu, pemahaman yang cukup baik dari pihak konsultan perencana terhadap prinsip
operasional metode tersebut sangat dianjurkan sehingga dapat memperkirakan asumsi data awal
dari Launching Gantry seperti panjang, lebar, tinggi, berat alat dan juga posisi tumpuan.

25 of 45
3.2 Konfigurasi Overhead Launching Gantry (LG)

Terdapat beberapa konfigurasi LG yang berbeda sesuai kebutuhan dan kondisi jembatan.

Truss atau Girder

Struktur utama LG dibuat dari material baja dimana bisa berupa tipe truss ataupun box girder dan
bisa terdiri dari tipe truss/box tunggal atau ganda. Penampang truss tersebut bisa berupa segitiga
atau segiempat. Dimensi dan berat dari truss bisa berbeda-beda tergantung beban jembatan dan
kebutuhan operasional.

Gambar X
Overhead Launching Gantry menggunakan truss segiempat tipe tunggal (single truss)

Gambar X
Overhead Launching Gantry menggunakan truss segitiga tipe ganda (double truss)
(Gantry Design : Freyssinet Thailand Co.Ltd.)

26 of 45
Gambar X
Overhead Launching Gantry menggunakan Box Girder tipe ganda (double girder)

Support

Pada umumnya LG mempunyai dua support utama yang berfungsi sebagai penumpu truss yang
membentang di atas satu span. Ada pula tipe LG yang mempunyai tiga support utama dimana truss
membentang di atas dua span untuk menggantung dua span tersebut sekaligus.

Support utama terdiri dari support bagian depan, yang biasa disebut Front Support (FS) dan bagian
belakang, yang biasa disebut Rear Support (RS). Pada LG terdapat pula satu support tambahan, yang
biasanya disebut Auxiliary Support (AS) yang berada di belakang RS.

Support tambahan lainnya, bila ada, terdapat pada ujung depan, biasanya disebut Front Leg (FL) dan
ujung belakang dari truss, yang biasanya disebut Rear Leg (RL).

Support tambahan adalah support yang berfungsi sebagai penumpu sementara saat LG bergerak
maju atau mundur pada proses launching sehingga support utama dapat direlokasi ke posisi
selanjutnya.

27 of 45
3.3. Komponen Overhead Launching Gantry (LG)

Gambar X
Ilustrasi dari Overhead Launching Gantry pada posisi pemasangan span
dengan segment dibawa dengan trailer dari arah belakang
(view dari arah belakang)

Lifting Beam (LB)

PT Bar

Spreader Beam
(SB)

28 of 45
Hanger Bar

Winch Trolley (WT)

Main Truss (MT)

Segmen pada
posisi tersusun

Auxiliary Support (AS) Rear Support (RS) Segmen pada tahap


pemutaran

Main Truss (MT)

MT terdiri dari Truss Ganda (Double Truss) yang terhubung dengan bracing pada kedua ujungnya.
Jarak minimum kedua truss ditentukan sedemikian agar ruang bebas di antara truss cukup untuk lalu
lintas segmen yang akan di bawa oleh troli dari posisi angkat di belakang Rear Support (RS) ke posisi
akhir melewati RS. Kondisi ini adalah bila segment dibawa dengan trailer dari arah belakang melalui
span yang sudah selesai dipasang sebelumnya. Apabila seluruh segmen pada sebuah proyek
jembatan ditentukan untuk dibawa dari arah bawah melalui jalan akses di atas tanah dan tidak ada
kebutuhan untuk mengangkat segment sampai setinggi posisi tertentu diantara dua truss, maka
jarak antara dua truss dapat dikurangi bila perlu dan ketinggian MT terhadap lantai jembatan bisa
dikurangi.

MT didesain untuk memikul beban-beban gravitasi seperti berat sendiri dan berat span jembatan
serta beban-beban lainnya sesuai peraturan atau standar desain yang berlaku (beban hidup/
konstruksi, beban angin).

29 of 45
MT dilengkapi berbagai komponen lain misalnya, walkway, platform kerja berikut handrail, sistem
penggerak (launching system), rel untuk sistem rem, sistem penggantung segmen (hangers), rel
untuk troli pengangkat (Winch Trolley).

Front Support (FS)


Pada jembatan span dengan tumpuan sederhana, FS akan bertumpu pada kepala pilar sedemikian
supaya memberikan ruang bebas yang cukup untuk segmen pertama atau segment pada pilar (pier
segment) dan juga ruang untuk pekerjaan stressing pada kabel prestress. Dengan kondisi ini maka FS
mempunyai bagian kaki yang tinggi dan juga bagian Cross Beam di atasnya.
Pada umumnya ruang di atas kepala pilar adalah sempit sehingga bagian bawah dari FS harus
didesain dengan ukuran yang mempertimbangkan ruang yang tersedia.
Pada Cross Beam FS dilengkapi oleh blok roda dan juga jack hidrolik untuk menumpu truss.

Rear Support (RS)


Hampir sama dengan FS, RS juga terdiri dari cross beam dan mempunyai kaki-kaki namun lebih
pendek dikarenakan akan bertumpu pada level lantai jembatan.

3.4. Langkah-langkah Pelaksanaan

3.4.1. Pengaturan posisi Launching Gantry (LG)

a. RS ditempatkan pada posisi yang ditentukan diatas lantai jembatan. Posisi RS pada
umumnya dibuat tegak lurus terhadap alinyemen horisontal jembatan dan cross beam
dibuat rata terhadap bidang horisontal atau kemiringan 0%.

Kaki-kaki tumpuan dari RS didesain untuk berada pada posisi sedekat mungkin dengan
pertemuan dinding (web) dan lantai atas (slab) dari box girder. Bila terdapat kemiringan
pada lantai box girder (slab) maka tinggi kaki-kaki tersebut akan diatur berbeda dikarenakan
cross beam selalu pada posisi rata.

Ketinggian Cross Beam (untuk RS dan juga FS) dari lantai jembatan diatur berdasarkan
kebutuhan launching tergantung alinyemen jembatan terutama bila terdapat tanjakan dan
turunan tajam dengan jarak yang dekat.

RS perlu diangkur pada box girder menggunakan prestress bar untuk menahan gaya-gaya
negatif atau uplift yang disebabkan gaya guling yang terjadi pada RS yang disebabkan gaya-
gaya horisontal pada MT ataupun pada kasus MT berada pada posisi offset terhadap titik
tengah RS.

b. FS ditempatkan pada kepala pilar depan. FS perlu diangkur pada kepala pilar dengan
prestress bar (PT Bar).

c. Main Truss (MT) secara prinsip diatur pada posisi sentris (di arah transversal dan
longitudinal) terhadap span yang akan dipasang. Dengan kata lain, untuk span lurus, MT
dipasang persis ditengah cross beam pada RS dan FS sedangkan untuk span melengkung
dengan radius tertentu MT diatur sedemikian sehingga segaris dengan titik berat span
supaya distribusi beban sedapat mungkin merata di antara kedua sisi MT, sehingga posisi MT
pada RS dan FS akan ekesentris (offset).

30 of 45
LG mempunyai keterbatasan dalam pemasangan span melengkung yang mempunyai radius
kecil. Data radius jembatan diperlukan pada desain LG.

Penguncian horisontal / horizontal restraint pada MT sebagai syarat kestabilan struktur,


umumnya dilakukan pada RS.
Penguncian in bisa dengan cara medudukkan MT pada jack hidrolik vertikal (dimana tersedia
kapasitas friksi yang akan menahan gaya horisontal) atau bisa juga berupa pengaktifan jack
hidrolik horisontal atau system lainnya yang menghubungkan RS dan rel khusus pada MT
sehingga gaya horisontal yang bekerja pada MT akan ditransfer melalui RS dan kemudian
pada box girder.

3.4.2. Pemasangan Segmen

1. Pengangkatan dimulai dari segmen pertama atau Pier Segment (PS) menggunakan troli
pengangkat atau Winch Trolley (WT) dan dilanjutkan dengan segmen-segmen lainnya.
Dari Precast Yard (PCY), segmen dibawa menggunakan trailer menuju posisi pengangkatan
(pick up point) yang pada umumnya berada dibawah LG. Namun demikian, bila akses trailer
pada muka jalan terbatas atau tidak tersedia, maka dimungkinkan cara lain untuk membawa
segmen melalui span yang sudah dipasang menuju pick up point di belakang LG. Tentunya,
kekuatan span-span yang sudah terpasang harus dicek kekuatannya dalam memikul beban
akibat pengangkutan segmen dengan trailer. Temporary Bearing dan Span Jack disiapkan
pada tempatnya sebelum pier segmen diangkat.

Pier Segment (PS) pada sisi dekat RS diatur (adjusted) sesuai alinyemen desain menggunakan
sistem hidrolik yang terdapat pada Lifting Beam (LB).
Setelah PS berada pada posisi yang seharusnya selanjutnya Span Jack diaktivasi menekan
bawah segment dan dikunci, kemudian bar penggantung atau Hanger Bars (HB) dikoneksi
pada spreader beam (SB) dan dipasang pula pengaman sementara untuk mencegah
pergerakan pada PS. Pengaman ini dapat dikoneksi dengan span sebelumnya dengan
menggunakan Prestressing bar (PT Bar) atau takel (chain block). Pengaman ini harus
dilepaskan kembali sebelum dilakukan stressing pada tendon prestress.

31 of 45
Beban dari PS kemudian ditransfer dari LB dan WT pada Hanger Bars (HB) yang terkoneksi
pada MT. LB dapat dilepaskan dari segmen dengan merilis WT, hanya setelah seluruh beban
segmen bertumpu pada HB.

2. Selanjutnya segmen selanjutnya diangkat satu per satu dan digantung sementara, berjajar
sepanjang bentang diantara dua support (RS dan FS) kurang lebihnya pada posisi akhir sesuai
desain. Celah (gap) di antara segmen biasanya tidak kurang dari 50mm. Dikarenakan
akumulasi celah diantara segmen, maka tidak dimungkinkan untuk menjajarkan seluruh
segmen pada level yang sama sehingga salah satu segmen harus diposisikan pada level yang
lebih tinggi atau lebih rendah (staggered).

3. Segmen ke-2 kemudian dipasangkan (matched) pada PS menggunakan WT. Pada umumnya
pemasangan segmen pada segmen lainnya menggunakan lem epoxy. Namun demikian, bila
diijinkan oleh peraturan setempat (misalnya di negara Thailand, Australia), ada pula yang
tanpa lem epoxy yang biasa disebut Dry Joint. Setelah lem epoxy diaplikasikan pada
permukaan joint dari segment maka dilanjutkan proses kompresi/penekananan kedua
segmen menggunakan sistem temporary prestressing bars yang dipasang dan di stressing
supaya proses pengeleman pada joint berfungsi dengan baik.

Beban dari Segmen ke-2 kemudian ditransfer dari LB dan WT pada HB dengan cara yang sama
seperti langkah sebelumnya pada PS.

Setelah PS dan Segmen ke-2 terpasang maka alinyemen kedua segmen diperiksa apakah
sesuai alinyemen desain. Pengaturan kecil kedua segmen tersebut dapat dilakukan dengan
adjustment kecil pada HB menggunakan jack hidrolik.

32 of 45
4. Selanjutnya dilakukan langkah yang sama untuk memasangkan segmen demi segmen sampai
semua segmen terpasang secara keseluruhan.

5. Sesuai prinsip match-cast pada precast segmen untuk metode span-by-span, maka segmen-
segmen yang terpasang tersebut akan membentuk sebuah span dengan geometri sesuai
desain tanpa perlu dilakukan pemeriksaan geometri (survey) pada setiap kali segmen
dipasang. Namun demikian, posisi atau alinyemen span itu sendiri akan diperiksa apakah
sesuai desain atau tidak.

Pengaturan atau adjustment yang kecil, misalnya +/- 50mm dapat dilakukan pada waktu
yang berbeda setelah LG menyelesaikan dua span selanjutnya, menggunakan jack hidrolik
dan adjustment system yang akan dibahas terpisah.

6. Setelah semua segmen terpasang maka dilakukan pemasangan dan stressing pada tendon.
Stressing dilakukan secara bertahap pasang demi pasang tendon sesuai instruksi yang
diberikan pada gambar desain oleh perancang jembatan.

33 of 45
7. Proses stressing pada tendon mengakibatkan terjadinya gaya angkat dan lendutan keatas
pada span. Dikarenakan perbedaan kekakuan antara jembatan box girder yang digantung dan
MT, kondisi ini bisa mengakibatkan pertambahan tegangan pada bar-bar penggantung
segmen sehingga ukuran bar penggantung harus dipertimbangkan saat merencanakan,
biasanya harus mempunyai safety factor (SF) minimum 2.

Selain itu, akan terjadi pula transfer beban secara bertahap dimana tegangan penggantung
di daerah tengah akan berkurang sementara untuk bar penggantung didaerah pinggir atau
mendekati pier tegangan akan bertambah. Secara bersamaan dengan proses stressing pada
tendon, dari waktu ke waktu dilakukan adjustment penambahan beban pada jack hidrolik
sementara (temporary jack) yang menumpu dibawah pier segment dengan cara menaikkan
piston dari jack sedikit demi sedikit. Pada akhirnya semua beban akan berpindah
(transferred) sepenuhnya dari bar penggantung ke temporary jack.

Setelah itu bar penggantung dapat dirilis secara perlahan sampai semua bar bebas tanpa
beban untuk kemudian dilepaskan dari Spreader Beam (SB).

34 of 45
8. Tahap selanjutnya adalah menurunkan span pada bearing sementara (temporary bearing).

3.4.3. Launching

1. Tahap pertama adalah mengatur MT pada posisi horisontal sesuai arah launching. Bila
diperlukan, tinggi piston jack hidrolik pada RS dan FS diatur untuk mengatur kemiringan
longitudinal dengan mempertimbangkan ketinggian pier selanjutnya yang dituju.

2. Perpindahan RS dilakukan dengan cara transfer beban dari RS ke Support Pembantu


(Auxiliary Support AS) untuk merilis RS. Jack hidrolik diaktifkan dengan menaikkan piston
sampai terjadi pembebanan pada AS kemudian penguncian horisontal diaktifkan.
Selanjutnya RS dipindahkan ke posisi di belakang FS. RS dilengkapi dengan sistem penggerak
otomatis yang dapat berjalan sendiri pada rel dibawah MT.

3. Tempatkan RS pada posisinya dengan mengatur ketinggian sesuai yang ditentukan dan
pasang angkur. Selanjutnya aktifkan jack hidrolik dengan menaikkan piston sampai terjadi
pembebanan pada jack kemudian jack di kunci. Pada kondisi ini FS dapat dirilis dan bebas dari
beban, MT ditumpu oleh AS dan RS.

4. LG di launching sampai ujung depan dari MT diatas pier depan sedemikian sehingga nantinya
FS dapat dipindahkan pada posisi yang tepat.
Launching dilakukan dengan melepaskan pengunci horisontal pada AS dan mengaktifkan
sistem penggerak untuk memajukan MT.

35 of 45
5. Setelah MT dilaunching, pengunci horisontal kembali dipasang, kali ini pada RS. FS pada pier
selanjutnya dipindahkan dengan cara menjalankan FS secara otomatis pada rail di bawah dari
MT.

6. FS dipasang dan angkur distressing pada posisinya pada kepala pilar (pier head).
Jack hidrolik diaktifkan dengan menaikkan piston sampai terjadi pembebanan dan sekaligus
menekan MT ke atas untuk mengembalikan kelurusan MT yang sebelumnya melendut,
kemudian jack hidrolik dikunci.

7. Pengunci horisontal pada AS dilepaskan dan launching pada LG dilanjutkan sampai titik berat
MT berapa pada zona aman dari bahaya guling (overturning), yaitu di antara RS dan FS, saat
AS dirilis.

8. AS kemudian dirilis untuk dipindahkan pada posisi di belakang RS dan diangkur.

36 of 45
9. Launching pada LG dilanjutkan sampai posisi MT sentris terhadap lokasi span selanjutnya
yang akan dipasang. Pengunci horisontal dipasang pada RS.

10. Pada kondisi ini LG siap untuk memulai kembali siklus operasional untuk pemasangan span
berikutnya.

37 of 45
3.4.3. Erection dan Launching pada span melengkung

Span melengkung horisontal, terutama span dengan radius R yang kecil, mempunyai posisi titik berat
yang eksentris terhadap garis tengah box girder. Kondisi ini menyebabkan posisi MT perlu diatur
sedemikian sehingga titik tengah MT bisa tepat atau mendekati titik berat span untuk membagi
distribusi beban yang sama pada kedua sisi truss MT (atau girder).

Posisi MT seperti ini menyebabkan titik potong antara MT dan Support (RS dan FS) menjadi eksentris
terhadap titik tengah Support.

Pada tahap launching, semakin kecil Radius pada span yang panjang maka eksentrisitas atau offset
yang dibutuhkan LG pada support semakin besar dan ini akan menentukan panjang Cross Beam pada
support yang dibutuhkan. Offset MT pada Support harus dibatasi untuk menjaga stabilitas dari
Support. Dengan demikian, sebuah Launching Gantry juga biasanya terbatas dalam kapasitas
launching untuk span melengkung. Dalam spesifikasi LG harus dicantumkan minimum radius dari
jembatan yang sesuai dengan kapasitas LG.
Pada span melengkung, AS perlu dipasang pada posisi antara untuk memfasilitasi manuver launching
dari LG.

Langkah-langkah LG pada span melengkung dapat dilihat pada gambar berikut ini sebagai contoh
dengan asumsi radius R275m dan bentang 45m.

Stage 1

38 of 45
Stage 2

Stage 3

Stage 4

39 of 45
Stage 5

Stage 6

Stage 7

40 of 45
3.5. Pembebanan Pada Jembatan akibat LG

Akurasi besarnya beban dan lokasi pembebanan pada struktur jembatan akibat LG adalah bervariasi
tergantung beberapa hal. Misalnya, apakah tipe dan konfigurasi LG bisa ditetapkan dan disetujui
dengan mudah sebelum tahap desain jembatan dimulai sehingga asumsi-asumsi beban yang diambil
lebih jelas dan lebih akurat, ataukah proses penentuan tersebut masih menemui kendala sedangkan
waktu yang tersedia terbatas sehingga asumsi kasar sebuah konfigurasi dan berat LG diperlukan
supaya proses desain bisa berjalan.
Pemahaman yang cukup baik pada metode pelaksanaan dengan LG akan membantu perancang
jembatan menggunakan asumsi-asumsi beban berikut toleransinya dengan lebih akurat.
Beban-beban yang terjadi pada sistem LG akan disalurkan pada struktur jembatan termasuk pada
span box girder dan juga pilar melalui titik kontak pada jembatan yaitu kaki-kaki Support (AS, RS,
FS). Beban-beban ini menjadi beban vertikal, beban horisontal, momen lentur ataupun momen torsi
pada jembatan secara global maupun beban lokal pada titik kontak tersebut di atas yang
mengakibatkan tegangan tekan (bearing stress) ataupun mungkin punching shear pada slab.

3.5.1. Berat sendiri LG

Berat sendiri dari alat LG untuk metode span-by-span bervariasi tergantung berbagai hal seperti
karakter jembatan, pendekatan desain dari alat, aspek pengangkutan dari segmen dan kebutuhan
yang spesifik pada proyek tertentu misalnya apakah alat yang diinginkan mempunyai tingkat
otomatisasi yang tinggi atau lebih sederhana, dan sebagainya.
Sekadar gambaran kasar, berat sebuah sistem LG dapat bervariasi antara 400 ton sampai 1100 ton
bahkan lebih, dimana berat span dan juga kondisi launching adalah aspek utama yang menentukan
berat dari Main Truss atau Main Girder dari sebuah LG.

3.5.2. Beban Angin pada LG

Perhitungan beban angin pada LG mengacu pada peraturan yang berlaku (SNI 1725:2016) termasuk
arah angin yang perlu dipertimbangkan.
Beban angin harus dipertimbangkan bekerja pada komponen-komponen LG termasuk Main Truss
atau Main Girder, Winch Trolley, Support.

3.5.3. Beban Kerja Konstruksi

Beban kerja konstruksi adalah berupa beban hidup yang terjadi karena aktifitas konstruksi di atas
struktur jembatan yang sedang dipasang seperti beban yang disebabkan penumpukan material, alat
konstruksi, beban orang / pekerja.

Bila tidak ada penentuan yang spesifik maka beban sebesar 0.5 kN/m2 yang bekerja pada span yang
sedang dipasang bisa dipertimbangkan.

3.5.4. Toleransi berat aktual beton pada segmen precast.

Tambahan beban ini biasanya dipertimbangkan baik pada berat segmen maupun berat total span
terpasang. Besar tambahan beban ini biasanya sebesar 2%.

3.5.5. Beban Uji (Test Load)

Pengujian beban pada LG dilakukan untuk mendapatkan ijin pemakaian atau sertifikat laik pakai
pada suatu proyek oleh otoritas yang berwenang.

41 of 45
Uji Beban Statis
Pada alat angkat atau Winch Trolley  pembebanan 125% dari kapasitas angkat
Pengujian dilakukan dengan mengangkat beban uji dan didiamkan selama waktu yang disetujui
biasanya selama 30 menit – 1 jam untuk kemudian diturunkan kembali.

Uji Beban Dinamis


Pada alat angkat atau Winch Trolley  pembebanan 110% dari kapasitas angkat

Pengujian dilakukan dengan mengangkat beban uji dan kemudian menggerakkan Winch Trolley ke
segala arah serta menjalankan semua fungsi operasional pada kondisi terbebani.

Uji Beban statis pada struktur LG bervariasi antara 110% -125% dari kapasitas LG dalam
memikul berat span tergantung persetujuan pihak-pihak
yang terlibat.

Pengujian dilakukan pada span terpanjang dengan beban terberat. Semua segmen precast digantung
pada MT kemudian beban tambahan ditambahkan sehingga total beban sesuai dengan beban uji.

Perilaku struktur LG terutama lendutan pada MT dipantau pada setiap penambahan pembebanan
yang bertahap mulai dari nol sampai mencapai beban uji dan juga pada tahap pengurangan beban
uji. Hasil pemantauan diperiksa oleh perancang alat dan dilaporkan pada otoritas yan gberwenang
dengan memberikan rekomendasi kelaikan pada alat ataupun permasalahan bila ada. Selanjutnya
pihak otoritas yang berwenang akan memberikan sertifikasi laik pakai pada alat bila hasil pengujian
memuaskan.

3.5.6. Beban dan Penyaluran Beban Pada Support

Tergantung prinsip desain dari LG yang disetujui, maka sistem penumpu struktur secara keseluruhan
perlu dipahami secara jelas baik dalam sistem tumpuan untuk Main Truss (MT) atau Main Girder
(MG) pada Support dan juga sistem tumpuan Support itu sendiri pada jembatan.

Sistem tumpuan pada Main Truss.

1. Tumpuan Sederhana pada Jack atau blok penumpu.


Kondisi ini biasanya berlaku pada saat pemasangan span dimana Main Truss (MT) bertumpu
pada Jack atau dudukan dari blok penumpu pada kedua support yaitu RS dan FS. Penahan
horisontal atau horizontal restraint terdapat atau tersedia selama kapasitas gesek antara
permukaan MT dan Jack atau dudukan mencukupi. Biasanya kapasitas gesek lebih dari cukup
untuk memikul beban horisontal pada arah longitudinal.
Sedangkan pada arah transversal, detil pada dudukan mempunyai stopper guide yang juga
mencukupi untuk menahan gaya horisontal dari arah transversal.

Blok Penumpu itu sendiri dipasang pada Cross beam dari Support dan dilengkapi mekanisme
pergerakan dan alat penggerak horisontal yang memungkinkan bergerak ke kiri dan ke
kanan sesuai kebutuhan LG. Blok Penumpu didesain sedemikian rupa memenuhi stabilitas
tumpuan dalam menahan beban beban vertikal dan horisontal.

42 of 45
2. Tumpuan Pada Roller

Kondisi ini berlaku pada saat launching dimana MT bergerak di atas roller pada kedua
support. MT dapat bergerak maju atau mundur dan dalam posisi menanjak atau menurun
tergantung kondisi jembatan.
Sistem dari roller didesain menggunakan spreader dan pin untuk menyamakan distribusi
beban pada roda.
Stabilitas horisontal terdapat pada sistem penggerak atau launching system didesain selalu
menahan MT pada kedua arah longitudinal. Pada arah transversal kupingan dari roller yang
duduk pas dengan rel pada bagian bawah MT akan menahan atau menyalurkan beban
horisontal ke blok penumpu dan pada akhirnya ditransfer ke support.

Sistem tumpuan pada Rear Support (RS) dan Auxiliary Support (AS)

Gaya-gaya yang terjadi pada Main Truss ditransfer melalui blok tumpuan dan pada akhirnya menjadi
beban pada struktur support itu sendiri.

RS terdiri dari struktur cross beam dan empat buah kaki-kaki tumpuan yang duduk pada box girder.
RS dilengkapi dengan sistem pengangkuran menggunakan PT Bar yang dipasang pada box girder baik
melalui lubang pada slab ataupun menggunakan soket tanam pada segmen pier dan PT Bar ini
distress sesuai kebutuhan untuk menahan gaya-gaya angkat atau uplift yang terjadi akibat beban.

Struktur RS didesain untuk menahan beban-beban vertikal termasuk beban pada bagian kantilever
demikian pula beban horisontal baik di arah longitudinal maupun arah transversal. RS juga harus
mempunyai kapasitas untuk menahan guling dan geser akibat beban horisontal yaitu dengan
dilengkapi sistem pengangkuran. PT Bar yang distress sebagai angkur memberikan gaya kompresi
antara support dan box girder sehingga memberikan kapasitas gesek yang cukup dalam menahan
beban horisontal terutama saat MT sedang tidak memikul berat span.

Sistem tumpuan pada Front Support (FS)

Berbeda dengan RS atau AS, ruang yang tersedia diarah longitudinal terbatas pada kepala pilar (pier
head) yang tidak memungkinkan untuk melengkapi FS dengan semacam outrigger yang berfungsi
menahan beban momen atau gaya guling. Sehingga, kapasitas momen hanya dapat dilakukan
dengan sistem pengangkuran pada bagian bawah atau base yang menjadikan model struktur FS
sebagai batang kantilever vertical dengan tumpuan jepit.
Pengangkuran dilakukan dengan memasang PT Bar pada angkur tanam pada kepala pilar.

43 of 45
4. Kesimpulan dan Saran
Sebuah metode pelaksanaan struktur jembatan termasuk metode box girder dengan Launching
Gantry sebaiknya dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan studi yang mencakup
berbagai macam aspek. Pemilihan yang tepat akan mengurangi potensi permasalahan yang timbul
pada saat masa konstruksi.

Asumsi beban-beban yang timbul akibat pelaksanaan suatu metode yang dipilih harus
dipertimbangkan pada desain jembatan sejak dari awal dan diverifikasi kembali saat alat selesai
didesain dan di fabrikasi.

Pemahaman yang baik pada metode Span-by-span dengan segmen precast menggunakan Launching
Gantry akan membantu pihak-pihak yang terlibat dalam proyek demi tercapainya konstruksi
jembatan yang lebih aman dan lebih efisien. Perancang jembatan dapat mempertimbangkan beban-
beban yang timbul akibat Launching Gantry sehingga struktur jembatan dapat memenuhi standar
kekuatan yang cukup. Demikian pula untuk pihak pelaksana konstruksi dapat menjalankan metode
konstruksi dengan aman sesuai prosedur yang ditentukan.

Metode-metode yang telah dibahas termasuk span-by-span dengan Launching Gantry melibatkan
alat-alat khusus dengan beban yang sangat berat dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi
dibanding metode konvensional seperti metode perancah dan bekisting untuk pengcoran jembatan.

Sehingga, beberapa hal perlu diterapkan secara berkesinambungan yaitu sebagai berikut:

- Kesadaran yang tinggi terhadap pentingnya keamanan dan keselamatan pada konstruksi
jembatan perlu tetap dimiliki dan ditingkatkan oleh semua pihak yang terlibat. Selain
kesadaran pribadi, pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan K3 dan juga penerapan
yang baik dan konsisten pada Sistem Manajemen K3 perlu tetap dilakukan dan diperluas
jangkauannya.
- Pengajaran dan pelatihan berbagai metode pelaksanakan konstruksi yang benar termasuk
prinsip struktur, baik berupa teori maupun praktek dan juga kunjungan langsung pada
proyek-proyek perlu dipertimbangkan untuk membekali calon-calon sarjana maupun sarjana
teknik sipil dan pelaksana konstruksi lainnya supaya lebih siap baik secara mental maupun
keahlian saat terjun dalam bidangnya masing-masing.

44 of 45
Daftar Pustaka

Construction Methods – Cast In-situ Cantilever Bridges, Brosur, Freyssinet

Construction Methods – Segmental Construction, Brosur, Freyssinet

Various papers, State-of-the-art bridge deck erection: safe and efficient use of special
equipment IABSE WG-6 Seminar, Singapore, 2010

Rosignoli, Marco, Bridge Construction Equipment, 2013

Pembebanan untuk Jembatan SNI 1725:2016, BSN, 2016

45 of 45

Anda mungkin juga menyukai