Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN

PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)


DI
BALAI LABORATORIUM KESEHATAN YOGYAKARTA

ANALISIS KUANTITATIF BAKTERI COLIFORM DAN FECAL COLI


PADA AIR SUNGAI DENGAN METODE MPN (MOST PROBABILITY
NUMBER)

Disusun oleh :

Nama : Fitriana Dian Kusuma


NIM : 4411415002
Jurusan/Prodi : Biologi/Biologi

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktek Kerja Lapangan di Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta


dengan judul :

Analisis Kuantitatif Bakteri Coliform dan Fecsl Coli Pada Air Sungai
dengan Metode MPN (Most Propability Number)

Telah disahkan pada

Hari :

Tanggal :

Dosen Pembimbing Pembimbing Lapangan

Dr. Ari Yuniastuti, S.Pt, M.Kes Evina Widi Astuti, S.S.T


NIP. 196806021998032002 NIP. 198408012010012017

Mengetahui Kepala BALABKES


Ketua Jurusan Biologi

Dra. Endah Peniati, M.Si drh. Berty Murtiningsih, M.Kes


NIP. 196511161991032001 NIP. 196408221991032003
PRAKATA
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 1
1.4 Manfaat Penulisan ................................................................................. 2
1.5 Urgensi Penelitian .................................................................................. 2
1.6 Luaran Penelitian ................................................................................... 2
1.7 Kontribusi Penelitian ............................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inhibitor Enzim Katepsin ...................................................................... 2
2.2 Kemunduran Mutu Cumi-cumi ............................................................ 3
2.3 Biologi Ikan Patin .................................................................................. 3
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 4
3.2 Alur Penelitian ....................................................................................... 4
3.3 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... 5
3.4 Prosedur Penelitian ................................................................................ 5
3.4.1 Persiapan Cumi-cumi dan Ekstraksi Enzim Katepsin ..................... 5
3.4.2 Ekstraksi dan Uji Aaktivitas inhibitor ............................................. 6
3.4.3 Uji TVB (Total Volatile Basa) ........................................................ 7
3.4.4 Uji TPC (Total Plate Count) ........................................................... 7
3.4.5 Pengambilan dan Pengukuran Data ................................................ 8
3.4.6 Metode Analisis Data ...................................................................... 8
BAB 4 ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya .................................................................................... 9
4.2 Jadwal Kegiatan .................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 9
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota ............................................................. 11
Lampiran 2. Rincian Anggaran Kegiatan ............................................................. 16
Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Kegiatan dan Pembagian Tugas .............. 19
Lampiran 4. Surat Pernyataan Ketua Kegiatan ....................................................20
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skema Prosedur Penelitian ................................................................. 5

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tahapan dan Target Penelitian ............................................................... 4


Tabel 2. Prosedur pengukuran aktivitas Enzim katepsin ..................................... 6
Tabel 3. Prosedur pengukuran aktivitas Inhibitor katepsin .................................. 6
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air merupakan sumber utama bagi kelangsungan kehidupan di muka bumi ini,
air hampir menutupi 71% permukaan bumi. Pembagian jenis-jenis air di
kategorikan menjadi dua bagian, diantaranya ialah; air tanah, dan air permukaan.
Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah. Sedangkan Air
pemukaan adalah air yang berada di permukaan tanah dan dapat dengan mudah
dilihat oleh mata kita. Contoh air permukaan seperti laut, sungai danau, kali, rawa,
kolam, dan lain sebagainya (Etnize, 2009).
Sungai banyak dijadikan sebagai tempat pembuangan kotoran dan sampah
terutama pada kota-kota besar (Indarsih dkk., 2011; Shoolikhah dkk., 2014).
Terdapat keterkaitan antara penggunaan lahan dengan konsentrasi bakteri pada
sungai (Eleria and Vogel, 2005). Urbanisasi dan industrialisasi sangat
berpengaruh terhadap keberadaan bakteri fecal coliform pada perairan (Kalaivani,
et.al, 2014). Fecal coliform akan meningkat pada wilayah sungai perkotaan
seiring dengan bertambahnya aliran sungai dan curah hujan (Sanders et.al, 2013).
Masyarakat mendirikan jamban di sungai yang menyebabkan sungai
tercemar kotoran manusia. Kotoran manusia dapat menjadi sumber penyakit
(Notoatmodjo, 2007). Wilayah dengan septic tank yang banyak merupakan
penghasil bakteri fecal coliform yang tinggi (Eukene et.al, 2014). Keterdapatan
bakteri pada tubuh perairan menjadi indikator kualitas air permukaan dan
kesesuaian air tersebut untuk dimanfaatkan sebagai air minum, rekreasi, irigasi,
dan perikanan (Onwumere, 2007; Haider and Ali, 2011).
Kotoran manusia dapat menghasilkan bakteri pathogen berupa Escherichia
coli, Shigella sp., Vibrio cholerae, Campylobacter jejuni dan Salmonella
merupakan anggota dari fecal coliform. Bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya
diare pada manusia. Escherechia coli apabila dikonsumsi terus-menerus dalam
jangka panjang akan berdampak pada timbulnya penyakit seperti radang usus,
diare, infeksi pada saluran kemih dan saluran empedu (Prayitno, 2009).
Menurut Dwidjoseputro (1990), pencemaran air oleh virus, bakteri patogen, dan
parasit lainnya ataupun oleh zat kimia, dapat terjadi pada sumber air bakunya,
ataupun terjadi pada saat pengaliran air olahan dari pusat pengolahan ke
konsumen. Dibeberapa Negara yang sedang berkembang, termasuk di Indonesia,
sungai, danau, kolam dan kanal sering digunakan untuk berbagai kegunaan
misalnya untuk mandi, mencuci pakaian, untuk pembuangan limbah kotoran
(tinja), sehingga badan air menjadi tercemar berat oleh virus, bakteri patogen serta
parasit lainnya.
 Tujuan
 Tujuan umum : Mengetahui sistem analisis kuantitaif bakteri Coliform dan
Fecal Coli pada air sungai dengan Metode MPN di laboratorium
Mikrobiologi Balai kesehatan Yogyakarta.
 Tujuan Khusus :
1. Mengetahui jumlah bakteri coliform dan fecal coli beberapa sungai di
Yogyakarta dengan metode MPN.
2. Mengetahui proses analisis kuantitaif bakteri coliform dan fecal coli
beberapa sungai di Yogyakarta.
3. Mengetahui media yang digunakan untuk analisis kuantitaif bakteri
coliform dan fecal coli.
4. Mengetahui kualitas beberapa air sungai di Yogyakarta.
 Manfaat
1. Bagi instansi : Terjalinnya kerja sama antara Balai Laboratorium
Yogyakarta dan Jurusan Biologi Universitas Negeri Semarang.
2. Bagi Mahasiswa :
a. Memperoleh informasi jumlah bakteri coliform dan fecal coli
beberapa sungai di Yogyakarta.
b. Memperoleh informasi proses analisis kuantitatif bakteri coliform
dan fecal coli beberapa sungai di Yogyakarta.
c. Memperoleh informasi kualitas air sungai di Yogyakarta.

B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan PKL


Tempat : Laboratorium Mikrobiologi dan Media Balai Laboratorium
Kesehatan Yogyakarta yang beralamat di Jl. Ngadinegaran MJ III/62
Yogyakarta 55143
Waktu : 08 Oktober-03 November 2018

C. Metode Pengumpulan Data


D. Tinjauan Pustaka
1. mikrobiologi air sungai
Air merupakan kebutuhan dasar hidup di bumi yang menentukan kesehatan
dan kesejahteraan manusia (Cahyadi et al., 2011; Sumantri, 2013). Salah satu
sumber air tawar dengan potensi yang besar adalah sungai. Sungai menyediakan
air tawar yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga
(Notoatmodjo, 2007). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011
tentang sungai, sungai merupakan wadah air alami sebagai penyedia air dan
wadah air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan,
pertanian, industri, pariwisata, olahraga, pertahanan, perikanan, pembangkit
tenaga listrik dan transportasi.
Sungai banyak dijadikan sebagai tempat pembuangan kotoran dan sampah
terutama pada kota-kota besar (Indarsih dkk., 2011; Shoolikhah dkk., 2014).
Terdapat keterkaitan antara penggunaan lahan dengan konsentrasi bakteri pada
sungai (Eleria and Vogel, 2005). Urbanisasi dan industrialisasi sangat
berpengaruh terhadap keberadaan bakteri fecal coliform pada perairan (Kalaivani,
et.al, 20014). Fecal coliform akan meningkat pada wilayah sungai perkotaan
seiring dengan bertambahnya aliran sungai dan curah hujan (Sanders et.al, 2013).
Masyarakat mendirikan jamban di sungai yang menyebabkan sungai
tercemar kotoran manusia. Kotoran manusia dapat menjadi sumber penyakit
(Notoatmodjo, 2007). Wilayah dengan septic tank yang banyak merupakan
penghasil bakteri fecal coliform yang tinggi (Eukene et.al, 2014). Keterdapatan
bakteri pada tubuh perairan menjadi indikator kualitas air permukaan dan
kesesuaian air tersebut untuk dimanfaatkan sebagai air minum, rekreasi, irigasi,
dan perikanan (Onwumere, 2007; Haider and Ali, 2011).
Kotoran manusia dapat menghasilkan bakteri pathogen berupa Escherichia
coli, Shigella sp., Vibrio cholerae, Campylobacter jejuni dan Salmonella
merupakan anggota dari fecal coliform. Bakteri ini dapat menyebabkan terjadinya
diare pada manusia. Escherechia coli apabila dikonsumsi terus-menerus dalam
jangka panjang akan berdampak pada timbulnya penyakit seperti radang usus,
diare, infeksi pada saluran kemih dan saluran empedu (Prayitno, 2009).
2. Bakteri coliform
Bakteri coliform adalah golongan bakteri intestinal, yaitu hidup didalam
saluran pencernaan manusia. Bakteri coliform adalah bakteri indikator keberadaan
bakteri patogenik lain. Lebih tepatnya, bakteri coliform fekal adalah bakteri
indikator adanya pencemaran bakteri patogen. Penentuan coliform fekal menjadi
indikator pencemaran dikarenakan jumlah koloninya pasti berkorelasi positif
dengan keberadaan bakteri patogen. Selain itu, mendeteksi coliform jauh lebih
murah, cepat, dan sederhana daripada mendeteksi bakteri patogenik lain. Contoh
bakteri coliform adalah, Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes. Jadi,
coliform adalah indikator kualitas air. Makin sedikit kandungan coliform, artinya,
kualitas air semakin baik. E.Coli jika masuk ke dalam saluran pencernaan dalam
jumlah banyak dapat membahayakan kesehatan. Walaupun E. Coli merupakan
bagian dari mikroba normal saluran pencernaan, tapi saat ini telah terbukti bahwa
galur-galur tertentu mampu menyebabkan gastroenteritis taraf sedang hingga
parah pada manusia dan hewan. Sehingga, air yang akan digunakan untuk
keperluan sehari-hari berbahaya dan dapat menimbulkan penyakit infeksius
(Suriaman, 2008).
Bakteri kelompok koliform meliputi semua bakteri berbentuk batang, gram
negatif, tidak membentuk spora dan dapat memfermentasi laktosa dengan
memproduksi gas dan asam pada suhu 370C dalam waktu kurang dari 48 jam.
Adapun bakteri E.Coli selain memiliki karakteristik seperti bakteri koliform pada
umumnya juga dapat menghasilkan senyawa indole didalam air pepton yang
mengandung asam amino triptofan, serta tidak dapat menggunakan natrium sitrat
sebagai satu-satunya sumber karbon. Terdapat tiga jenis E.coli, yaitu: E. coli
enterotoksigenik (enterotoxigenic E.coli (ETEC)). Produksi enterotoksin oleh
E.coli ditemukan sekitar tahun 1970 dari strain-strain yang ada hubungannya
dengan penyakit diare. Penelitian selanjutnya menerangkan strain-strain
enterototoksigenik dari E.coli sebagai suatu hal yang bersifat patogen pada
penyakit diare manusia. Dua tipe toksin E.coli disebut sebagai toksin labil (labile
toxin, LT) dan toksin stabil (stable toxin, ST).
Akhir-akhir ini kelompok E.coli dari serotipe yang berbeda (umumnya O, O,
O) yang memproduksi enterotoksin telah ditemukan sebagai etiologi penting diare
akut, termasuk diare epidemik, pada neonatus (Sack,1977). Smith dan Gyles
(1970) mengemukakan adanya E.coli patogen pada babi yang mempunyai plasmid
(suatu massa DNA yang mempunyai kromosom) yang mudah dipindahkan dan
dikenal sebagai plasmid Ent+ yang mempunyai kemampuan membentuk berbagai
macam enterotoksin. Pada manusia, E.coli patogen juga mempunyai plasmid Ent
+ yang membentuk toksin tahan panas (stable toxin, ST) dan toksin tidak tahan
panas (labile toxin, LT) atau kombinasi(ST/LT). Seperti toksin kolera, toksin
LTETEC dapat merangsang adenilsiklase dalam sel mukosa usu halus (Evans,
1972; Sujudi, 1983). E.coli enteropatogenik (Entheropathogenic E.coli (EPEC)).
Pada tahun 1945 Bray berhasil menemukan tipe antigen spesifik E.coli pada bayi
penderita kolera.
Selain itu dikemukakan terdapatnya bau yang khas seperti semen dari cairan
yang dihasilkan oleh organisme itu. Tidak lama kemudian Kauffman berhasil
menyusun satu sistem untuk menentukan tipe E.coli yang didasarkan atas antigen
somatik (antigen O), antigen kapsular (antigen K) dan antigen Flagelar (antigen
H). Sejak itu ditemukan 15 serogrup, diantaranya yang dikenal sebagai bentuk
EPEC yang telah diketahui pula sebagai penyebab epidemi diare pada bayi
(Evans, 1979). Yang paling banyak didapatkan ialah: OB, OB, OB dan yang agak
kurang OB, OB, OB, OB (Cruickshank, 1974). Pada kira-kira 2-3% bayi sehat
ditemukan EPEC. Indonesia, sejak tahun 1968 E.coli lebih banyak diperhatikan
sebagai penyebab diare pada bayi atas dasar hasil yang diperoleh pada tahun
tersebut di Bandung oleh Soeprapti Thaib dkk.(1968) yaitu 41,9% (88 dari 210
tinja) pada bayi yang berumur 0-6 bulan dan 35,3% (45 dari 136 tinja) pada bayi
umur 6-12 bulan, Ono Dewanoto dkk.(1969) melaporkan 36,2% (163 dari 448
tinja) untuk bayi berumur 0-24 bulan dan Gracey dkk.(1973) melaporkan angka
35,0% (7 dari 20 tinja bayi 0 24 bulan yang dirawat di Bangsal Gastroenterologi
Anak RSCK/FKUI Jakarta) pada tahun 1973.
Sejak tahun 1975, perhatian terhadap penyakit diare akut beralih dari E.Coli
enteropatogenik (EPEC) ke E.coli enterotoksigenik (ETEC) disamping Rotavirus
dan Salmonella Oranienburg E. Coli enteroinvasif (enteroinvasive E.coli (EIEC)).
Beberapa E.coli dapat menyebabkan diare berdarah dan berinvasi ke usus besar.
Strain ini terdiri dari sejumlah kecil serogrup yang dapat dibedakan dari E.coli
Enterotoksegenik dan E.coli enteropatogenik dan disebut E.coli enteroinvasif.
Strain ini seperti organisme lain yang bersifat invasif, sering juga terdapat dalam
tinja yang penuh dengan leukosit dan eritrosit (Suharyono, 2008). Untuk
menguatkan hasil pengujian kemungkinan adanya pencemaran faeces, selain
E.Coli juga digunakan bakteri indikator lain sebagai pelengkap, yaitu
streptococcus faecalis. Bakteri ini terdapat didalam faeces dan jumlahnya
bervariasi, tetapi biasanya ada dalam jumlah lebih sedikit dari pada E.Coli. Di
dalam air, streptococcus faecalis kemungkinan mati atau hilang dengan kecepatan
kurang lebih sama dengan E.Coli, tetapi lebih cepat dari bakteri koliform lainnya.
Apabila dalam suatu sampel air ditemukan bakteri dari kelompok koliform tetapi
bukan E.Coli, ditemukannya streptococcus faecalis menunjukkan bukti penguat
bahwa sampel tersebut telah tercemar kotoran atau faeces.
Bakteri koliform lain yang juga sering dianalisis untuk mengetahui kualitas
air adalah Clostridium Perfringens. Merupakan bakteri yang bersifat gram positif
berbentuk batang dan membentuk spora (Fardiaz, 2011). Bakteri ini juga bersifat
anaerobik (tidak memerlukan oksigen untuk kehidupannya). Clostridium
Perfringens biasanya juga terdapat didalam faeces, meskipun dalam jumlah jauh
lebih sedikit dari pada E.Coli.
Spora bakteri ini dalam air dapat bertahan hidup lebih lama dibandingkan
dengan bakteri dari kelompok coliform, serta tahan terhadap proses klorinasi pada
proses yang biasa digunakan pada praktek sanitasi air. Ditemukannya spora dari
Clostridium Perfringens pada suatu sampel air menunjukkan adanya kontaminasi
oleh faeces, dan bahwa pencemaran tersebut telah terjadi dalam waktu yang agak
lama. Aerobacter dan Klebsiela yang biasa disebut golongan perantara,
mempunyai sifat seperti coli, tetapi lebih banyak didapatkan di dalam habitat
tanah dan air daripada di dalam usus, sehingga disebut “non-fekal”, dan umumnya
tidak patogen (Suriawiria, 2008)
3. Bakteri fecal coli
Bakteri koliform adalah bakteri berbentuk batang yang memiliki sifat anaerob
fakultatif dan termasuk bakteri gram negatif. Sumber energi untuk pertumbuhan
koliform berasal dari oksidasi senyawa organik (Wron 2006). Pertumbuhan
bakteri yang bersifat heterotrof ini hanya memakan waktu yang singkat yaitu 15
menit sampai 20 menit. Menurut Supardi dan Sukamto (1999), selang waktu yang
dibutuhkan bagi sel untuk membelah menjadi dua kali lipat tergantung pada
media, suhu, ketersedian oksigen, dan pH. Koliform termasuk kelompok
psikotrofik yang mengalami pertumbuhan minimum pada suhu -10 °C, optimum
pada suhu 20-30 °C, dan maksimum pada suhu 24 °C (Garbutt 1997). Mekanisme
untuk mendapatkan energi bakteri yang memiliki flagela peritrikus ini terdapat
dua cara, yaitu apabila ada oksigen, energi diperoleh secara respirasi aerob dan
apabila tidak ada oksigen maka energi diperoleh secara fermentasi anaerob.
Bakteri yang termasuk kelompok koliform yaitu Escherichia coli, Edwarsiella,
Citrobacter, Klebsiella, Enterobacter, Hafnia, Serratia, Proteus, Arizona,
Providentia, dan Pseudomonas.
Koliform dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu koliform fekal seperti
Escherichia colidan non-fekal seperti Enterobacter aerogenes (Garbutt 1997).
Escherichia coli memproduksi indol dan asam di dalam medium glukosa tetapi
tidak memproduksi asetoin. Bakteri yang tidak dapat menggunakan sitrat sebagai
sumber karbon ini dapat memproduksi karbondioksida dan hidrogen dengan
perbandingan 1:1. Bakteri ini berperan dalam sintesis vitamin K serta secara
normal ditemukan di dalam saluran pencernaan manusia dan hewan berdarah
panas, sehingga sering terdapat dalam feses karena itu disebut bakteri fekal (Wron
2006).
Enterobacter aerogenes memproduksi asam lebih sedikit, membentuk asetoin,
tetapi tidak membentuk indol. Bakteri ini memproduksi karbondioksida dan
hidrogen dengan perbandingan 2:1 dan dapat menggunakan sitrat sebagai sumber
karbon. Enterobacter aerogenes dapat ditemukan di dalam air, limbah dan juga
pada saluran pencernaan hewan berdarah panas serta dapat menginfeksi saluran
kemih (Sunatmo 2009). Bakteri ini dapat memproduksi gas lebih banyak dari pada
Escherichia coli sehingga sering menyebabkan kerusakan susu, keju, dan
makanan lainnya.
Enterobacter aerogenes ditemukan pada tanaman atau hewan yang telah mati
dan sering menimbulkan lendir pada makanan (Winarno 1993). Menurut Supardi
dan Sukamto (1999), koliform termasuk bakteri yang dapat mengubah karbohidrat
melalui glikolisis. Proses yang tidak mengharuskan adanya oksigen ini merupakan
proses perombakan karbohidrat menjadi asam piruvat yang akan diubah lagi
menjadi asam laktat melalui fermentasi.
4. Uji MPN (Most Propably Number)
Air yang harus diminum adalah air yang sehat yang harus memenuhi
persyaratan Bakteriologi, kimia radioaktif dan fisik berdasarkan KepMenKes RI
No : 907/MenKes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air
minum, dimana untuk nilai Most probable Number (MPN) yaitu 0 / 100 ml contoh
air yang dianalisis (Depkes, 2002). Pemeriksaan MPN dilakukan untuk
pemeriksaan kualitas air minum, air bersih, air badan, air permadian umum, air
kolam renang dan pemriksaan angka kuman pada air PDAM.
Ada 3 macam ragam yang digunakan dalam metode MPN yaitu :
1. Ragam I : 5 x 10 ml, 1 x 1 ml, 1 x 0,1 ml.
Untuk spesimen yang sudah diolah atau angka kumannya diperkirakan rendah.
2. Ragam II : 5 x 10 ml, 5 x 1ml, 5 x 0,1 ml.
Untuk spesimen yang belum diolah atau yang angka kumannya diperkirakan
tinggi. Kalau perlu penanaman dapat dilanjutkan dengan 5 x 0,01 ml dan
seterusnya.
3. Ragam III : 5 x 10 ml, 1 x 1 ml x 0,1 ml.
Adalah ragam alternatif untuk ragam II, apabila jumlah tabung terbatas begitu
pula persedian media juga terbatas, cara pelaksanaannya seperti ragam II
(Soemarno, 2002). Dalam metode MPN untuk air minum ada dua tahap
pemeriksaan yaitu :
a. Tes Pendahuluan (Presumtive Test)
Pemeriksaan pada tes pendahuluan dengan menginokulasi pada media Lactose
Broth dilihat ada tidaknya pembentukan gas dalam tabung durham setelah di
inkubasi selama 24 – 48 jam pada suhu 35oC – 37oC. Bila terdapat pembentukan
gas tabung durham maka tes air minum menurut KepMenKes RI No. :
907/MenKes/SK/VII/2002. bila setelah 48 jam tidak terbentuk gas, hasil
dinyatakan negatif dan tidak perlu melakukan penegasan.
b. Tes Penegasan (Confirmatif Tes)
Pemeriksaan pada tes penegasan dengan penanaman pada media Brillian
Green Lactosa Bile Broth, dilihat ada tidaknya pembentukan gas dalam tabung
durham setelah diinkubasi selama 48 jam. Bila terbentuk gas dalam tabung
durham maka tes dinyatakan positif.
BAB II
PAPARAN LAPORAN

A. Pekerjaan/pelaksanaan PKL
1. Profil Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta
Balai laboratorium kesehatan (BLK) adalah instansi pelayanan kesehatan
milik pemerintah daerah provinsi daerah istimewa yogyakarta. BLK berdiri sejak
tanggal 25 januaro 1950 merupakan laboratorium tipe A. Sejak berlakunya
otonomi daerah Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta yang sebelumnya unit
pelayanan teknis daerah (UPTD) Departemen Kesehatan diserahkan kepada
pemerintah daerah provinsi DIY merupakan Unit pelaksanaan Teknis Dinas
Kesehatan di lingkungan pemerintah Daerah provinsi DIY.
1. Sejarah
Balai laboratorium Kesehatan pada awanya merupakan laboratorium
Assaineering DIY yang berada dibawah Fakultas Teknik Universitas Gadjah
Mada Yogyakarta. Pada tanggal 25 januari 1950 laboratorium pusat klaten dan
disebut laboratorium umum atau laboratorium kesehatan yogyakarta (SK
Kem.Kes.Nomor : 126/secr. Dj/64 tanggal 25 januari 1950 beralamat di
Polowijan, Ngasem, Yogyakarta, memiliki bagian kimia (termasuk Hortus
Medicus di Tawangmangu), bagian bakteriologi, bagian serologi dan bagian
kesehatan Teknik dipimpin oleh Prof. Dr. Sardjito.
Pada tanggal 1 januari 1952 nama laboratorium diubah menjadi laboratorium
kesehatan daerah Yogyakarta (Labkesda) menunjuk milayah kerja yang meliputi
Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah Selatan oleh M. Soepadi
sastrodarsono dan supervisor Prof. Dr. Sardjito (SK Kem.Kes Nomor :
888/UK/III, tanggal 24 Februari 1952). Pada bulan Agustus 1952 bagian kimia,
bagian bakteriologi dan serologi pindah menempati lokasi di Jl. Malioboro 16
Yogyakat. Pada tanggal 1 juli 1953 bagian teknik kesehatan bergabung dengan
laboratorium ilmu kesehatan teknik bandung.
Sejak 1 maret 1960 laboratorium kesehatan daerah menempati bekas dalem
ngadinegaran MD.VII/48 Yogyakarta atau sekarang Ngadinegaran MJ.III/62
Yogyakarta bersama dengan sekolah penunjang Kesehatan Tingkat F (SPKF)
Pada bulan Juni 1974 nama laboratprium kesehatan daerah berubah menjadi
laboratorium kesehatan yogyakarta. Pada tanggal 28 April 1978, laboratorium
kesehatan yogyakarta berubah menjadi Balai Laboratorium Kesehatan
Yogyakarta (SK Men.Kes.RI Nomor : 142/Menkes/SK/IV/1978) sesuai undang-
undang Nomor 22 tahun 1999 tentang kewenangan pemerintah dan provinsi
sebagai daerah otonomi, maka BLK Yogyakarta yang semula unit pelaksana
teknis (UPT) yang dikelola oleh pusat melalui kantor wilayah department
kesehatan provinsi DIY diserahkan kepada pemerintah provinsi DIY.
Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta adalah unit pelaksana tenik
daerah (UPTD) di lingkungan pemda provinsi DIY yang menyelenggarakan
pelayanan pemeriksaan laboratorium kesehatan yogyakarta. Periode
kepemimpinan Balai Laboratorium Yogyakarta ditunjukan pada tabel 1.
Tabel 1. Data kepemimpinan Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta
No. Tahun Pimpinan
1. 1950-1951 Prof. Dr. Sardjito
2. 1952-1961 M.Soepandi Sastodarsono
3. 1962-1963 R. Noerudin
4. 1964-1968 R.M. Jatman
5. 1969-1992 Dr. Soetrisno Eram, MPH
6. 1993-1998 Dr. Drajat Nenrosuwito, M.Sc
7. 1999-2000 Dr. Harundiyo, MPH
8. 2000-2001 Dr. Bambang Sugiarto, MPHM, DTMH
9. 2003-2005 Dr. M. Kristi Indarti S
10. 2005-2006 Dr, Siti Sudardjijah
11. 2007-20 Drg. H. M. Taufig, AK, M.Kes

2. Visi, misi, dan tujuan balai laboratorium kesehatanYogyakarta


Visi
Balai laboratorium Yogyakarta sebagai pusat pelayanan laboratorium dan
laboratorium rujukan berkualitas mendukung terwujudnya masyarakat sehat.
Misi
a. Memberikan pelayanan secara profesional, terjangkau semua lapisan
masyarakat.
b. Menerapkan sistem mutu laboratorium.
c. Berperan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat dan SDM di bidang
kesehatan.
d. Mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Tujuan
a. Meningkatkan kualitas pelayanan pemeriksaan laboratorium sehingga
dapat memberikan pelayanan yang tepat, cepat, akurat, dapat menunjang
ketepat diagnose dan dapat memberikan kepuasaan pelanggan.
b. Meningkatkan cakupan dan jangkauan pelayanan sehingga mudah
diterima oleh masyarakat, terjangkau, dan dapat menjangkau semua
lapisan masyarakat.
c. Meningkatkan kesehatan masyarakat.
d. Meningkatkan kualitas cakupan pembinaan sehingga dapat memberikan
pembimbingan secara profesioanal serta meningkatkan SDM tenaga
kesehatan yang berkualitas.
e. Meningkatkan penelitian yang didukung SDM profesional yang
berpengalaman.
4. Fungsi dan Tugas Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta
Sesuai keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 160 Tahun
2002 tentang uraian Tugas dan Tata Kerja Unit pelaksana teknis dinas kesehatan
provinsi DIY, Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta mempunyai fungsi dan
tugas sebagai berikut :
a. Fungsi
Balai laboratorium yogyakarta mempunyai fungsi sebagai unsur pelaksana
operasional sebagian kewenangan dinas dalam bidang pelayanan
laboratorium kesehatan masyarakat melalui kegiatan pemeriksaan
laboratorium dan kegiatan rujukan.
b. Tugas
1. Merencanakan dan melaksanakan penyediaan sarana dan prasarana.
2. Mengelola sarana dan prasarana melalui kegiatan pemeliharaan
peralatan.
3. Melayani pemeriksaan klinis atau medis.
4. Melayani kesehatan masyarakat individiu dan institusi.
5. Melayani pelayanan higiene sanitase.
6. Menyelenggarakan pembinaan laboratorium kesehatan.
7. Menyelenggarakan kerjasama pelatihan.
8. Melayani konsultasi bidang kesehatan yang berkaitan dengan
laboratorium.
9. Melaksanakan ketatausahaan.
5. Struktur organisasi

Kepala balai laboratorium

Kesehatan sub bagian tata Kelompok jabatan


usaha fungsional

Seksi Seksi kimia Seksi Seksi Seksi media


mikrobiolo kesehatan patologi toksikologi dan
gi dan klinik dan klinik reagensia
immunolog
i
6. Kegiatan pelayanan Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta
Balai Laboratorium Kesehatan Yogyakarta memiliki 5 bidang kegiatan
pelayanan yaitu bidang mikrobiologi dan imunologi, bidang patologi klinik,
bidang kimia kesehatan, bidang teknologi dan forensik, bidang media dan
reagensia dengan spesifikasi kegiatan sebagai berikut :
A. Bidang Mikrobiologi dan Immunologi
1. Bakteriologi
a. Pemeriksaan mikroskopis, GO, BTA, filarial, leptospira, dan
bakteri lain dengan pengecatan gram.
b. Kultur urine, feses, darah, gagal kultur, pus, sputum, Go, BTA,
sekret vagina, swab tenggorok, sekret uretra, cairan pelura, dan
cairan crebspinat.
c. Kultur leptospira
d. Tes kepekaan antibiotika (sensitivity test)
e. Tes resistensi terhadap obat TBC
f. Pemeriksaan infeksi nosokomial di rumah sakit
g. Pemeriksaan bakteriologik air, makanan, minuman, bahan obat,
dan kain kasa
h. Pemeriksaan bakteriologi keracunan makanan (makanan dan
minuman, muntahan darah, tinja, dan air bersih)
i. Uji sterilisasi
j. Uji bakteriologi makanan di rumah makan.
2. Parasitologi
a. Identifikasi parasit dari preparat direk (amoeba cacing,
plasmodium malaria, trikomonas, dan jamur)
b. Biakan dan tes kepekaan (jamur dan larva cacing)
3. Virologi
a. Isolasi dan identifikasi enterovirus (polio, Echo, coxsackie) dengan
biakan jaringan
b. Isolasi dan identifikasi virus campak dengan biakan jaringan.
4. Immunologi
a. Pemeriksaan hepatitis diantaranya : HbsAg, anti HBs, anti HBc,
anti HCV, dan anti HAV total.
b. Pemeriksaan TORCH dan STD (Sexual Transmitted Diseases)
diantaranya : panel TORCH, IgM anti toxoplasma, IgG anti
toxoplasma, IgG toxoo activity, IgManti Rubella, IgG antirubela,
IgM anti CMV, IgG anti CMV, IgG activity, IgM anti HSV 1, IgG
anti HSV 1, IgM anti HSV 2, anti HIV, THPA, dan VDRL
c. Pemeriksaan rematik dan protein spesifik lainnya meliputi : RF
(kualitatif dan semi kualitatif) dan feritin.
d. Pemeriksaan infeksi lain meliputi : widal, dengue (HI), leptospira,
dan pes.
e. Pemeriksaan penanda tumor : AFP, CEA, PSA, Ca 125
f. Pemeriksaan hormon dan endokrin : T3, T4. h-TSH, Ft3, Ft4. FSH,
esterogen, progesteron, prolaktin, B-Hcg, dan pemeriksaan
kehamilan.
g. Pemeriksaan avian flu dengan metode PCR.
B. Bidang Patologi Klinik
1) Hematologi
a. Hematologi lengkap
b. Morfologi sel-sel darah.
c. Pemeriksaan fungsi koagulasi, hemostatis : CT dan BT, Aptt, PTT, dan
fibrinogen.
d. Pemeriksaan bank darah : golongan darah ABO dan rhesus, dan
Coomb’s test
e. Pemeriksaan LE sel
2) Kimia klinik
a. Pemeriksaan fungsi ginjal : BUN, keratin, dan asam urat.
b. Pemeriksaan fungsi hepar : SGOT dan SGPT, alkali phospatase,
bilirubin total dan direk, protein, albumin, dan globulin, dan
cholinesterase.
c. Pemeriksaan fungsi jantung : CK dan CKMB, LDH, hemosistein, dan
troponin T.
d. Pemeriksaan profil lemak : kolesterol total, trigliserida, HDL
kolesterol, LDL, total lipid, lipoprotein a, Apo A-I, dan Apo B.
e. Pemeriksaan elektrolit : natrium, kalium, klorida, kalsium, dan
magnesium.
f. Pemeriksaan kimia lainnya : amilase dan lipase.
g. Urinalisa lengkap
h. Analisa sperma
i. Analisis batu saluran kemih.
C. Bidang kimia kesehatan
1) Kesehatan kimia lingkungan
a. Pemeriksaan kimia terhadap kualitas air minum, air bersih, air kolam
renang, air limbah, air laut, dan air pemandian umum.
b. Pemeriksaan kualitas makanan dan minuman.
c. Pemeriksaan kandungan kimia tertentu seperti formalin dan pewarnaan
tekstil dalam makanan dan minuman.
d. Pemeriksaan kimia limbah cair industri seperti tekstil, penyamakan
kulit, gula, tapioca, minuman ringan, pengelolaan buah dan sayuran,
rumah pemotongan hewan, percetakan, bengkel, dan kegiatan insudtri
lain.
e. Pemeriksaan kimia limbah cair kegiatan hotel dan usaha sejenis
lainnya.
f. Pemeriksaan kimia limbah cair pelayanan kesehatan masyarakat
maupun swasta
g. pemeriksaan kimia akuadestilitas, madum dan minyak kayu putih.
h. Pemeriksaan kandungan pestisida pada makanan terutama pada buah
dan sayuran.
i. Pemeriksaan logam berat dalam makanan dan minuman.
D. Bidang teknologi dan forensik
1) Toksikologi
a. Pemeriksaan toksikologi logam berat dalam spesimen manusia
b. Pemeriksaan keracunan pestisida
c. Toksikologi obat dalam spesimen manusia : narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat aditif lainnya.
2) Forensik
Memeriksa sampel dari hasil otopsi untuk mengetahui penyebab
kematian pasien bekerjasama dengan kepolisian dan RSUP. Dr.
Sardjito Yogyakarta.
E. Bidang Media dan Reagensia
Untuk mendukung kebutuhan media dan reagensia BLK Yogyakarta
memiliki seksi media dan reagensia dengan kegiatan sebagai berikut :
1) Membuat media dan reagensia yang rutin digunakan untuk kebutuhan
pemeriksaan seksi mikrobiologi dan lainnya.
2) Melaksanakan uji coba laboratorium dengan menggunakan hewan
percobaan.
3) Pembuatan cat Ziehl Neelsen dalam rangka pelayanan program TB di
puskesmas.
4) Melaksanakan pencucian dan sterilisasi alat-alat atau glassware untuk
keperluan rutin.
5) Membuat media dan reagensia yang dibutuhkan oleh instansi
pemerintahan maupun swasta.
7. Kegiatan pengembangan progran dan mutu laboratorium kesehatan
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, balai laboratorium berkewajiban untuk
selalu meningkatkan mutu pelayanan laboratorium baik dalam BLK sendiri
maupun laboratorium lainnya terutama puskesmas. Selain itu melayani dan
memfasilitasi penelitian-penelitian juga menjalin kerjasama baik dari individu,
instansi pemerintah maupun swasta dalam bidang penelitian, pendidikan, dan
pengujian.
Upaya BLK Yogyakarta dalam memberikan pelayanan pemeriksaan
laboratorium yang berkualitas sesuai kebutuhan masyarakat dan berorientasi pada
kepuasan pelanggan, maka BLK Yogyakarta sejak tahun 2005 telah diakreditasi
oleh komite akreditasi laboratorium kesehatan (KALK) berdasarkan SK Menkes
No. 943 tahun 2002 dan mendapatkan status akreditasi penuh sesuai SK Dinas
Kesehatan Provinsi DIY tanggal 14 januari 2006 No. 445/0299/IV 2. Selain itu
BLK Yogyakarta saat ini dakam persiapan untuk diakreditasi oleh komite
akreditasi nasional sesuai standard ISO 17025 tahun 2005. Untuk memenuhi
akreditasi nasional BLK Yogyakarta memiliki 4 bidang antara lain :
A. Bidang perbekalan, reagen, dan peralatan laboratorium
Tugas dan tanggung jawab bidang ini meliputi 4 bidang pokok yaitu
pelaksanaan kaliberasi alat-alat laboratorium yang rutin dilakukan setiap tahun,
bekerjasama dengan lembaga kalibrasi yang sudah terakreditasi; bertugas dan
bertanggungjawab dalam inventerisasi alat-alat laboratorium yang dimiliki baik
alat yang masih layak pakai maupun alat laboratorium yang sudah tidak terpakai
lagi; merencanakan kebutuhan reagen dan media untuk kegiatan pelayan
laboratorium serta penyiapan hewan percobaan untuk pemeriksaan khusus
lainnya.
B. Kegiatan di BLK Yogyakarta
Beberapa kegiatan yang merupakan program unggulan BLK Yogyakarta saat
ini adalah :
1) Satu-satunya laboratorium kesehatan di Indonesia yang mampu membuat
antigen F1 untuk pemeriksaan serologi pes yang hasilnya setara dengan
produk dari Ford Colins Amerika Serikat.
2) Memelihara lebih dari 302 jenis strain kuman yang sangat bermanfaat
untuk penelitian/pendidikan dan pelaksanaan program pemantapan Mutu
Eksternal Mikrobiologi.
3) Pemeriksaan isolasi virus campak untuk wilayah DIY dan Jawatengah

2. Deskripsi khusus
A. Alat dan Bahan
a. Alat
Alat yang digunakan dalam pengujian kualitas air sungai dengan metode MPN
adalah botol steril untuk menampung sampel air yang akan diuji, kapas untuk
menutup tabung reaksi, rak tabung dan tabung reaksi, tabung durham untuk
mendeteksi adanya gelembung gas, kertas semak untuk menutup botol sampel,
keranjang sebagai tempat reagen dan media, pipet ukur volume 1 ml serta bol
pipet untuk mengambil larutan, lampu spirtus sebagai alat sterilisasi, inkubator
suhu 35°C dan 44°C, kain lap, lembar kerja analis.
b. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengujian analisis kuantitatif bakteri pada air
sungai dengan metode MPN (Most Probable Number) adalah sampel air sungai,
media LTB (Lauryl Tryptose Broth) single, LTB triple, media BGLB (Brilliant
Green Lactose Bile), media EC (E. Coli Broth) dan alkohol 90%.
B. Metode penelitian
Metode penentuan Bakteri Coliform dan Fecal coli menggunakan metode
MPN (Most Probable Number) dari SNI-01-2332-1991. Metode analisa tersebut
diantaranya terdiri dari:
1. Uji Pendahuluan atau pendugaan (persumtive test) coliform
Uji pendahuluan untuk satu sampel dilakukan dengan menyiapkan 30 tabung
reaksi berisi durham dan 4 tabung tanpa durham untuk NaCl yang berisi 5 tabung
LTB dan 15 tabung LTSB serta 4 tabung NaCl untuk mengencerkan sampel.
Kemudian sampel terlebih dahulu dikocok dan diambil pada 5 tabung depan berisi
LTB sebanyak 10 ml, 5 tabung LTSB 1 ml, 5 tabung LTSB berikutnya 0,1 ml,
kemudian sampel diambil sebanyak 1 ml dihomogenkan dengan 9 ml NaCl dan
disebut pengenceran pertama. Pengenceran pertama diambil 1 mL diencerkan ke 9
ml NaCl berikutnya disebut pengenceran kedua. Pengenceran kedua diambil 1 ml
dihomogenkan ke 9 ml NaCl disebut pengenceran ketiga. Kemudia pengenceran
ketiga diambil 1 ml dihomogenkan ke 9 ml NaCl disebut pengenceran ke 4.
Pengenceran kedua diambil 1 ml untuk diuji di 5 LTSB ketiga dan pengenceran
ketiga dan ke empat diambil 1 ml diuji hingga masing-masing LTSB ke 4 dan 5/
kemudian diinkubasi pada suhu 35°C selama 48 jam. Hasil positif akan
menunjukan adanya gas pada sekitar durham.
2. Uji Konfirmasi atau Pendugaan (Confirmative test) Coliform
Uji konfirmasi dilakukan dengan menyiapkan tabung yang berisi BGLB
(Briliant Green Lactose Bile) Broth 2% yang berisi durham. Metode ini hanya
dilakukan untuk hasil positif pada uji pendahuluan dengan cara menuangkan hasil
positif uji pendahuluan ke BGLB dan diinkubasi pada suhu 35°C selama 48 jam.
Hasil positif akan menunjukan adanya gas pada sekitar tabung durham.
3. Uji Pendugaan Fecal coli
Uji pendugaan Fecal coli dilakukan dengan menuangkan hasil positif dari uji
pendahuluan kedalam media BGLB diinkubasi pada suhu 35°C dan EC yang
berisi durham kemudian diinkubasi pada suhu 44°C selama 48 jam lalu hasil
positif akan menunjukan adanya gelembung gas pada durham. Kemudian hasil
positif BGLB dan EC akan menghasilkan gas sekitar durham. Hasil positif ditulis
pada lembar analis.
4. Uji Konfirmasi Fecal coli
Uji kofirmasi fecal coli dilakukan dengan memindahkan hasil uji positif dari
uji pendugaan fecal coli ke media TBX plate dengan metode streak kemudian
hasil positif menunjukan adanya koloni E coli dengan warna hijau toska.
5. Analisis data
Analisis data dilakukan dengan mengisi worksheet yang telah disediakan
kemudian dicocokan dengan tabel MPN 555 menurut THOMAS yang terlampir
dalam lampiran

C. Analisis hasil praktik kerja lapangan


1. Hasil praktik kerja lapangan
Hasil yang diperoleh dari hasil pengujian sampel air sebanyak 10 sampel
adalah sebagai berikut :
Kode Tanggal Tanggal Jumlah Koloni Jumlah Koloni
No.
Sampel Mulai Selesai Coliform/100 mL Fecal Coli/100 mL
1. 130542 08-10-2018 12-10-2018 170x101 110x101
2
2. 130528 08-10-2018 12-10-2018 130x10 79x102
3. 135291 08-10-2018 12-10-2018 33x102 170x101
4. 150875 09-10-2018 13-10-2018 49x102 49x102
5. 115874 15-10-2018 19-10-2018 170x102 170x102
6. 119321 15-10-2018 19-10-2018 49x103 49x103
7. 118715 15-10-2018 19-10-2018 350x103 170x103
8. 185552 16-10-2018 20-10-2018 70x103 23x103
9. 185511 16-10-2018 20-10-2018 170x102 220x102
10. 187111 16-10-2018 20-10-2018 70x101 33x101

2. Pembahasan hasil praktik kerja lapangan


Pengujian MPN coliform dan fecal coli di laboratorium mikrobiologi balai
laboratorium kesehatan yogyakarta menggunakan metode Most Propable Number.
Menurut price & kevin (2003) semakin banyak jumlah bakteri yang tersedia
didalam sampel, semakin besar pengenceran yang diperlukan untuk mengurangi
sampai tidak ada bakteri didalam tabung sampel tersebut. Hasil yang diperoleh
diatas merupakan hasil pengujian MPN jumlah koloni coliform dan fecal coli dari
berbagai sungai di Yogyakarta yang termasuk dalam sungai kelas IV menurut
PERDA DIY No.20 tahun 2008 yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan
untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Peraturan Gubernur Kalimantan Selatan Nomor 08 Tahun 2008 tentang
Peruntukan dan Baku Mutu Air Sungai, dinyatakan bahwa pengujian parameter
biologi dilakukan melalui pengukuran kadar fecal coliform dan coliform air yang
peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaannya. Pengujian
sampel air Sungai di Yogyakarta menunjukan kualitas air Sungai di Yogyakarta
yang disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Baku Mutu bakteri coliform beberapa sampel air sungai di Yogyakarta

Air baku
Prasarana/sarana Pembudidayaan Mengairi
Kode air minum
No. rekreasi air ikan air tawar pertamanan
Sampel 100/100
100/100ml 2000/100ml 2000/100ml
ml
1. 130542
2. 130528
3. 135291
4. 150875
5. 115874
6. 119321
7. 118715
8. 185552
9. 185511
10. 187111
Tabel 2. Baku Mutu bakteri fecal coliform beberapa sampel air sungai di
Yogyakarta

Air baku
Prasarana/sarana Pembudidayaan Mengairi
Kode air minum
No. rekreasi air ikan air tawar pertamanan
Sampel 1000/100
5000/100ml 10000/100ml 10000/100ml
ml
1. 130542
2. 130528
3. 135291
4. 150875
5. 115874
6. 119321
7. 118715
8. 185552
9. 185511
10. 187111

Keterangan

: diatas ambang baku

: dibawah ambang baku

Dari hasil pengujian dan analisis data beberapa sampel sungai di


Yogyakarta menunjukan bahwa air sungai di Yogyakarta banyak yang tercemar
oleh bakteri coliform terutama jenis bakteri fecal coli yang disebabkan oleh
kotoran makhluk hidup dan selebihnya air sungai tercemar bakteri non fecal coli
yang disebabkan oleh faktor lingkungan.
a. Total coliform
Total bakteri coliform yang terdapat pada beberapa air sungai di Yogyakarta
menunjukan adanya bakteri coliform yang menunjukan kepadatan bakteri
coliform. Dari 10 sampel air sungai hanya dua sungai yang statusnya dibawah
ambang batas dan aman digunakan untuk sungai kelas 3 dan kelas 4 sedangkan
sampel yang lain semua status bakteri coliformnya diatas ambang batas sehingga
tidak dapat digunakan sebagai sumber air yang bersih. Hasil positif yang
menunjukan adanya bakteri coliform menunjukan adanya gelembung gas pada
tabung durham yang telah diisi dengan sampel dan media LTSB dan LTB.
Adanya gelembung gas pada setiap tabung durham menunjukkan bahwa bakteri
tersebut mampu memfermentasikan laktosa, menghasilkan asam dan gas. Hasil
tersebut menandakan bahwa perairan sungai di Yogyakarta termasuk kedalam
perairan yang kurang baik. Dengan adanya bakteri coliform, kondisi lingkungan
di beberapa sungai di Yogyakatya tersebut juga sudah menurun secara biologis.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 pasal 8 bahwa klasifikasi
mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas, yaitu sebagai berikut:
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lainyang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan ,air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk imengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan
tersebut; serta
d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
Sesuai dengan hasil pada uji pendugaan E.coli bahwa tabung-tabung berisi
media EC broth yang sudah diinokulasi dengan sampel air muara mendapatkan
hasil positif bahwa pada perairan muara tersebut terdapat bakteri E.coli. Hasil
tersebut ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung pada tabung durham berisi
media EC broth setelah diinkubasi selama 48 jam. Selain itu dilakukan uji
lanjutan yaitu uji penegasan E.coli. Total bakteri Escherichia coli yang didapat
sangat berlimpah sama halnya dengan bakteri coliform, yaitu >110.000 sel/100ml.
Keberadaan bakteri E.coli pada perairan didukung dengan nilai temperatur
pada perairan tersebut yaitu berkisar antara 29-31°C. Bakteri dapat berkembang
biak dalam kondisi tersebut. Menurut Dwidjoseputro (1990), pada temperatur
sekitar 300C merupakan temperatur yang baik bagi kehidupan bakteri patogen
yang berasal dari hewan maupun tubuh manusia. Sinar matahari (terutama sinar
ultraviolet) memang dapat mematikan bakteri akan tetapi daya tembus sinar akan
tetapi daya tembus sinar ke dalam air tidak maksimal. Bakteri E.coli ini bersifat
anaerob fakultatif artinya bakteri ini hidup tanpa adanya oksigen namun masih
bisa hidup walaupun terdapat oksigen. Hal ini didukung oleh nilai DO pada
perairan yang berkisar antara 2,4-5,6mg/l.
Menurut Effendie (2003), sumber utama oksigen dalam perairan adalah proses
fotosintesis. Semakin subur suatu perairan akan semakin banyak fitoplankton
yang hidup didalamnya dan akhirnya akan meningkatkan pasokan oksigen terlarut
dalam air. Kandungan oksigen yang rendah disebabkan karena aktifitas respirasi
dan dekomposisi aerob oleh bakteri. Oksigen terlarut sangat diperlukan untuk
respirasi tumbuhan dan hewan selain itu hilangnya oksigen terlarut diperairan juga
dimanfaatkan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik.
b. Kesesuian kepadatan bakteri coliform di perairan
Kandungan bakteri coliform pada sungai nomor 1 dan 10 dibawah ambang
batas dan 8 sungai lainnya tidak memenuhi kriteria menurut UU No. 28 Tahun
2004 DIY. Hal ini disebabkan Yogyakarta merupakan kota besar yang sebagian
yang menjadikan perairan tersebut menjadi tempat pembuangan akhir limbah.
Masukan limbah pada muara tersebut yaitu dari limbah domestik secara langsung,
limbah pasar serta pertokoan, limbah TPI, limbah kapal yang bersandar, maupun
limbah dari toilet umum yang berada di sekitar muara.
Menurut Bachtiar dalam Atmojo (2011), bahwa sekitar 50 – 70% dari beban
organik di sungai pada daerah perkotaan di Indonesia berasal dari limbah
domestik. Tingginya kontribusi limbah domestik terhadap lingkungan mendorong
perlunya informasi tentang sumber dan keberadaanya di lingkungan terutama
pada perairan. Peningkatan sumber limbah mengakibatkan sungai sebagai badan
penerima limbah menjadi semakin berat untuk dapat menguranginya. Tingginya
kandungan baketri coliform di perairan ini dapat menyebabkan kehadiran bakteri
petogen lainnya. Karena bakteri coliform ini mempunyai sifat dapat berkorelasi
positif terhadap bakteri patogen lain.
Menurut Bambang et al., (2014), semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri
coliform, semakin tinggi pula resiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang
biasa hidup dalam kotoran manusia dan hewan. Salah satu contoh bakteri patogen
yang kemungkinan terdapat dalam air terkontaminasi kotoran manusia atau hewan
berdarah panas ialah bakteri Escherichia coli, yaitu mikroba penyebab gejala
diare, demam, kram perut, dan muntah-muntah.
Hasil yang didapat dari total bakteri coliform dan E.coli, keduanya telah
melebihi ambang batas kriteria mutu air. Jumlah total bakteri yang sama tidak
menunjukkan jika kedua bakteri tersebut memiliki jumlah yang sama. Jumlah
coliform yang didapat sudah termasuk adanya bakteri E.coli, namun tidak semua
bakteri E.coli yang ada didalam perairan tersebut. Jumlah yang didapat hanya
sebagai perkiraan dari total bakteri tersebut. Namun, dari perhitungan bakteri fecal
coli yang menyebabkan tercemarnya sungai di Yogyakarta terdapat lima sungai
dari 10 sampel sungai yang ambang batasnya melebihi normal sehingga tidak
layak untuk dijadikan sebagai sumber air minum, rekreasi, budidaya ikan, dan
pengairan taman. Bakteri fecal coli ini merupakan bakteri E.coli saja yang
disebabkan oleh limbah feses manusia dan hewan.
c. Keberadaan bakteri coliform dan fecal coli di perairan Yogyakarta
Berdasarkan hasil penelitian pada air sungai di Yogyakarta menunjukan
bahwa total bakteri fecal coli yang disebabkan oleh limbah kotoran manusia dan
hewan hanya satu sungai nomor 8 yang tingkat bakteri fecal colinya sedikit
sehingga masih aman digunakan untuk air minum, rekreasi, budidaya ikan, dan
pengairan taman. Hal ini diperkirakan bahwa air sungai tersebut mempunyai arus
yang deras atau cahaya matahari yang baik karena cahaya matahari mengandung
sinar UV yang mampu mengganggu hidup bakteri air. Sedangkan sungai nomor 1,
2, 3, dan 4 mempunyai tingkat kandungan fecal coli yang cukup karena
mempunyai tingkatan kandungan E.coli yang dapat digunakan untuk rekreasi,
budidaya ikan, dan pengairan taman namun tidak baik untuk digunakan sebagai
air minum karena kandungan E.colimya melebihi ambang batas. Sedangkan 5
sungai yang lain mempunyai kualitas sungai yang buruk karena berada diatas
ambang batas. Total bakteri coliform yang didapat hanya dua sungai yang cukup
layak karena berada dibawah ambang batas untuk budidaya ikan air tawar dan
pengairan taman sedangkan sungai yang lain kualitas perairannya buruk karena
berada diatas ambang batas sehingga tidak layak digunakan untuk air minum,
rekreasi air, budidaya ikan, dan pengairan taman.
Adanya bakteri coliform pada perairan dapat menjadi patogen terhadap
keberadaan biota-biota yang ada di perairan tersebut. Biota yang ada di dalamnya
dapat terkontaminasi oleh bakteri patogen. Menurut Sutiknowati (2014), apabila
ditemukan kepadatan bakteri coli melebihi ambang batas yang ditentukan dan
adanya bakteri patogen dengan kepadatan yang tinggi, maka perairan tersebut
tidak layak untuk kegiatan budidaya karena dapat menyebabkan kematian benih
secara masal dan turunnya kualitas biota pasca panen. Kelayakan konsumsi biota
tersebut salah satunya dilihat dari kandungan bakteri patogen yang dicemari dari
perairan tersebut. Sehingga apabila biota tersebut dikonsumsi oleh manusia secara
tidak langsung bisa menyebabkan berbagai jenis penyakit.
Menurut Suriawiria (1996), berbagai jenis penyakit telah sejak lama
dikenal penyebarannya melalui air, terutama untuk air didalam keadaan kotor,
seperti air sungai, air danau, air rawa, air sawah, air laut, air hujan dan sumber air
lainnya. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen yang disebarkan
melalui air yaitu Disentri basiler, kolera, paratifoid, tularemia, tifoid, dan lefrosi.
Penyebaran mikroba patogen ini dikarenakan masuknya limbah-limbah yang
diterima oleh perairan secara langsung. Menurut Suriawiria (1996), pencemaran
tersebut biasanya dikarenakan masuknya tinja, kotoran hewan, sampah, air
kencing, dahak (ludah), ekskresi luka dan sebagianya ke dalam badan air atau ada
kalanya pencemar yang masuk ke badan air tidak disengaja, seperti masuknya
kembali air buangan ke dalam sumur, keadaan pipa air yang bocor pada tempat
yang kotor dan sebagainya.
Limbah dari pemukiman warga sekitar merupakan salah satu penyumbang
terbesar adanya bakteri patogen di perairan ini. Limbah ini juga tidak dikelola
dengan baik yang menjadikan perairan ini menjadi tercemar secara biologis. Hal
ini diperkuat oleh Aqielatunnisa (2015), bahwa limbah rumah tangga merupakan
sumber pencemar biologis tertinggi yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian,
limbah bekas industri rumah tangga serta kotoran manusia. Penanganan limbah
yang tidak dikelola secara baik yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran
lingkungan yang dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Kandungan
mikroba patogen yang terdapat dalam biota perairan tersebut bisa menjadi racun
bagi orang yang mengkonsumsinya. Dampak dari tercemarnya biota terhadap
manusia terjadi secara tidak langsung. Karena manusia hanya mengkonsumsi
biota yang berada di sekitar perairan tersebut, tidak memanfaatkan perairan secara
langsung untuk kegiatan konsumsi.
Menurut Sutiknowati (2014), bahwa keberadaan total bakteri coli dalam
suatu perairan adalah akibat dari kegiatan domestik berupa buangan atau limbah
yang masuk ke perairan laut dan tambak akibat dari luapan hujan atau pasang air
laut. Bakteri koli dan E.coli kemungkinan bisa dihilangkan dengan perlakuan
sterilisasi (Sinar UV) dan pemberian desinfektan yang diperbesar konsentrasinya.
Sumber terbesar penyumbang bakteri patogen di perairan yaitu berasal dari
limbah domestik. Pembuangan langsung yang dibuang ke sungai terdekat yang
seharusnya di salurkan ke septitank. Di daerah perkampungan biasanya warga
tidak memiliki pengelolaan pembuangan limbah domestik seperti di daerah
perkotaan. Selain itu pengelolaan air bersih maih terpusat di daerah perkotaan,
sehingga banyak warga di daearh perkampungan yang masih menggunakan sumur
sebagai sumber airnya.
Penyinaran sinar UV dan penggunaan desinfektan untuk menghilangkan
bakteri E.coli memang merupakan cara yang baik, namun hal tersebut tidak
dimungkinkan jika dilakukan di daerah perkampungan karena keterbatasan SDM
serta kurangnya pengetahuan masyarakat sekitar. Salah satu cara untuk
menghindari kontaminasi bakteri tersebut yaitu dengan merebus air yang akan
digunkana pada suhu tinggi. Karena temperatur optimal pertumbuhan bakteri ini
yaitu pada suhu 370C. Hal ini juga diperkuat oleh Willshaw et al., (2000), suhu
pertumbuhan optimum Escherichia coli adalah 37oC, tetapi juga dapat tumbuh
pada kisaran temperatur 15-45oC. Strain Escherichia coli tumbuh secara baik
pada hampir semua media membentuk koloni yang halus, bulat, konveks dengan
diameter 2-3 mm.

Anda mungkin juga menyukai