Pendahuluan
Sejak tahun 2001, International Development Research Centre (IDRC) yang bermarkas di Canada,
telah melakukan evaluasi tentang bagaimana penelitian mereka dari waktu ke waktu mempenga-
ruhi proses terjadinya kebijakan publik (Mably, 2006). Evaluasi itu diarahkan untuk memetakan
pengetahuan yang dihasilkan dan cara mentransforma-sikannya menjadi kebijakan. Penelitian itu
berusaha mempelajari bagaimana saluran ide untuk keputusan-keputusan dalam pembuatan
kebijakan dan bagaimana pengambil keputusan mendapatkan akses ke ide-ide yang mereka
butuhkan (Carden 2005). Dalam hal ini, secara umum telah diakui bahwa hubungan antara ilmu
pengetahuan dan hasil penelitian dengan pembuatan/evaluasi kebijakan tidak linier. Artinya
keberadaan ilmu pengetahuan dan hasil penelitian itu tidak secara langsung dapat diadopsi untuk
pembuatan/evaluasi kebijakan.
Pengetahuan yang diperoleh IDRC tersebut sangat penting digunakan untuk melakukan
evaluasi dan pengembangan kebijakan kehutanan—termasuk pengembangan Kesatuan Pengelo-
laan Hutan (KPH)—karena cukup banyak pengetahuan dan kebijakan baru dalam pembangunan
kehutanan yang perlu diadopsi oleh Pemerintah Daerah. Peneliti atau analis kebijakan harus
mengetahui masalah dalam pembuatan kebijakan dan strategi mengatasinya. Seorang analis
kebijakan harus faham narasi kebijakan yang digunakan, aktor-aktor yang mendukung atau
menolaknya, serta kepentingan-kepentingan dibaliknya. Ia harus sadar bahwa dalam proses
kebijakan itu ia menjadi bagian dari kepentingan-kepentingan dan aktor-aktor yang saling
berkontestasi untuk mencapai tujuannya.
Sementara itu, keberhasilan pembangunan KPH itu sendiri tidak dapat dilepaskan dari
penyelesaian masalah-masalah yang terkait dengan kawasan hutan, integrasi pembangunan
kehutanan di wilayah KPH, hubungan KPH dan pemegang izin, pengembangan sumberdaya
manusia, pendanaan KPH, maupun evaluasi kebijakan dan pembentukan peraturan baru untuk
mendukung pengembangan KPH. Dalam hal ini, KPH hanya instrumen agar pelaksanaan pem-
bangunan KPH mewujudkan pengelola di lapangan/tapak, sehingga terjadinya akses terbuka
maupun pembiaran-pembiaran pelanggaran di lapangan dapat diminimalkan. Selebihnya, persoa-
1
Naskah ini disusun sebagai materi diskusi dalam acara Ekspose Hasil Penelitian, Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru, 19 September 2013 dengan tema: "Tantangan dan Isu Terkini pembangunan Kehutanan: Konsep
Pembangunan Kehutanan (KPH) di Lingkup Akademisi”. Kecuali disebutkan lain, materi ini diambil dari draft buku
“Pengantar Analisis Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Alam: Narasi—Aktor—Politik—Jaringan, Bab VII, oleh
Hariadi Kartodihardjo.
2
Guru Besar Kebijakan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, IPB, Ketua Program Studi Sekolah Pascasarjana, IPB dan
Ketua Presidium Dewan Kehutanan Nasional.
1
lan-persoalan pengelo-laan hutan pada umumnya harus dapat diselesaikan oleh berbagai otoritas
yang lebih luas dan tidak terbatas pada upaya membangun KPH tersebut.
Naskah ringkas ini menjelaskan konsep adopsi ilmu pengetahuan dan hasil penelitian dalam
pembuatan kebijakan—tidak terbatas untuk pengembangan KPH—serta berbagai langkah dan
upaya penyelesaian masalah-masalah kehutanan yang akhir-akhir ini sedang berjalan dan
berpengaruh terhadap pengelolaan hutan secara keseluruhan.
3
Secara lengkap dokumen ini yaitu: Carden, Fred (2005-1); Carden, Fred (2005-2); Carden, Fred and Stephanie
Neilson (2005).
3
penelitian, jenis struktur pemerintahan (sentralisasi vs desentralisasi), tekanan eksternal, serta
desain proyek penelitian. Di luar semua itu, hubungan antara peneliti dengan pengambil
keputusan secara umum sangat penting untuk menumbuhkan pengaruh;
Internal dan Eksternal
2. Analisis IDRC yang mengidentifikasi lima model berbeda di atas, masing-masing mencerminkan
perbedaan kondisi internal yang berpengaruh terhadap tingkat penerimaan hasil penelitian
yang berbeda dalam proses terbentuknya kebijakan, serta strategi integrasi peneliti ke dalam
proses pengambilan keputusan. Setiap model memberi informasi kepada peneliti mengenai
jenis upaya yang diperlukan;
3. Kondisi eksternal, seperti situasi politik negara atau keadaan lembaga pengambil keputusan-
nya, lebih sulit untuk dikelola meskipun dapat berpengaruh. Misalnya, ketidak-stabilan Peme-
rintah dalam membuat kebijakan atau peraturan-perun-dangan, atau kurangnya kapasitas
pembuat kebijakan di lembaga pengambil kepu-tusan untuk menggunakan data penelitian.
Kondisi demikian dapat mengakibatkan hasil penelitian tidak digunakan sama sekali;
Peran Jaringan
4. Jaringan dapat menjadi platform untuk tindakan yang memfasilitasi pengembangan aliansi
baru, peluang kebijakan berubah (policy space), cara negosiasi, dan akhirnya cara yang efektif
untuk mempengaruhi kebijakan. Dalam jaringan, ide-ide dipertukarkan lintas lembaga dan
pembuat kebijakan dapat mudah menggunakan hasil penelitian jika tergabung dalam jaringan;
5. Jaringan membantu memperkuat kapasitas peneliti, keterampilan dan posisinya di suatu
daerah. Penelitian dapat menjadi lebih relevan dengan kebijakan dan komunikasi dari temuan
penelitian untuk kebijakan cenderung lebih efektif. Dalam jaringan, negara-negara kecil dapat
memanfaatkan pengalaman menggunakan penelitian untuk kebijakan dari negara-negara
yang lebih besar;
Rasa Memiliki
6. ‘Rasa memiliki’ hasil penelitian oleh pembuat kebijakan mendorong penyerapan penelitian
dan meningkatkan efektivitas pengaruh penelitian itu terhadap isi kebijakan. Hal ini dapat
timbul karena adanya rasa percaya atau pengakuan diri bahwa hasil penelitiannya digunakan;
Kapasitas Peneliti dan Anggaran
7. Membangun kapasitas penelitian memerlukan waktu lama dan membutuhkan ketekunan.
Dukungan untuk sebuah proyek penelitian tunggal tidak dapat berharap untuk berbuah
banyak—biasanya justru terperangkap pada administrasi proyek itu. Sebaliknya, dari waktu ke
waktu, melalui beberapa proyek penelitian yang dapat saling menguatkan satu sama lain, para
peneliti dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuan, perubahan peran mereka,
permintaan masukan dari pihak lain kepada mereka meningkat, dan diharapkan dengan
bertambahnya kapasitas, mereka dapat terlibat akitif dalam jaringan dan pembuat kebijakan;
8. Para peneliti secara rutin mengalami kesulitan untuk dapat berkomunikasi dan menyebarkan
temuan mereka kepada para pembuat kebijakan dalam format dan bahasa yang mudah. Para
peneliti diharapkan mempunyai kemampuan lebih dari sekedar meneliti. Mereka diharapkan
memahami efektivitas kemasan komunikasi, menyebarkan karya mereka dalam format yang
sesuai, memahami kebijakan dan proses pengambilan keputusan, serta membangun komuni-
kasi dan strategi advokasi. Singkatnya, peneliti diharapkan menjadi “interprener kebijakan”. Ini
membutuhkan dorongan baru dalam pengembangan kapasitas para peneliti dan anggaran
penelitian seharusnya tersedia untuk mendukung kegiatan ini, sebagai bagian dari proyek
penelitian.
BUKTI/PENGETAHUAN
Hubungan kebijakan-
ide/informasi baru—
jaringan, hubungan,
power, narasi,
kepercayaan, PENGHUBUNG
penggunaan
pengetahuan, dll.
1. Konteks politik: meliputi derajat kebebasan politik di suatu negara, tingkat kontestasi,
kekuatan dan kepentingan pribadi, tekanan lembaga, sikap dan insentif diantara para pejabat,
keleluasaan mereka bergerak dan menjadi inovatif, serta hubungan-hubungan kekuasaan;
2. Bukti/pengetahuan: harus topikal relevan dan kredibel. Menggunakan bukti ini, penelitian
menyajikan solusi yang layak terhadap masalah yang ada, sebaiknya diuji-coba untuk membuk-
tikan kegunaannya. Komunikasi dengan para pembuat kebi-jakan harus bersifat interaktif
dengan menggunakan pesan penelitian yang dikemas dalam cara yang menarik dan dimenger-
ti;
3. Hubungan: Keterlibatan peneliti/pembawa pengaruh dalam jaringan dengan pembuat kebija-
kan, seperti para pembuat kebijakan atau koalisi advokasi dapat menciptakan kepercayaan,
5
legitimasi dan keterbukaan. Penerjemah dan komuni-kator antara penelitian dan kebijakan,
seperti media, juga berperan penting dalam membangun hubungan;
4. Pengaruh eksternal: ini berkisar dari dampak kebijakan dan proses seperti liberalisasi atau
demokratisasi internasional, sikap lembaga donor dan prioritas yang dapat mempengaruhi
kegunaan proyek penelitian bagi penerima manfaat.
Pengambilan
Epistemic keputusan Informasi hasil
community terjadinya penelitian
kebijakan
Pihak-pihak yang Informasi atau
mengalami dampak advokasi dari media
kebijakan atau interest groups
Kondisi sosial-
ekonomi-politik saat
keputusan diambil
Gambar 2. Delapan faktor yang menentukan pembuatan kebijakan mengambil keputusan
Tanpa ideologi dan sistem kepercayaan, tidak ada individu yang dapat mengorganisir dan
menafsirkan sejumlah besar informasi relevan dan berpotensi memecahkan masalah yang sedang
dihadapi (Stein, 1988). Sementara Roe (1991) menyebutkan bahwa narasi kebijakan akan
7
cenderung bertahan dan terus memandu pembuatan kebijakan, terutama karena narasi itu
mereproduksi narasi-narasi sederhana sebagai respon yang baik untuk informasi yang overload
dan dapat membantu menghindari keputusan yang sulit. Implikasinya adalah bahwa penelitian
akan memiliki dampak yang lebih besar jika cocok dalam kisaran apa yang dapat dilihat sebagai
'nasihat yang baik'. Ide-ide baru harus sesuai dalam narasi yang ada dan secara sederhana dan
meyakinkan untuk menggantikan mereka. Bukti-bukti yang dapat megkounter tidak akan dianggap
serius kecuali berhasil terlibat dengan pembuat kebijakan dalam kerangka pemikiran mereka—
atau mampu memberi tekanan yang cukup untuk mengubah kerangka kerja konseptual mereka.
Perubahan kebijakan terjadi tidak hanya melalui tindakan individu, tetapi pada umumnya
sebagai akibat dari tindakan kolektif (Schlager, 1999). Pengambilan keputusan melakukan tindakan
lebih dari sekedar menentukan masalah kerangka atau alternatif untuk diperhatikan dan
memberikan aturan dan norma-norma prosedural untuk pengambilan keputusan. Mereka juga
mempengaruhi pilihan substantif. Tidak selamanya pandangan yang menjadi keputusan kelompok
dan mencerminkan rata-rata respon individu, hasil studi menunjukkan pengambilan keputusan
kelompok dapat mempengaruhi keputusan individu. Juga ditemukan bahwa diskusi kelompok
dapat mempengaruhi kesediaan pengambil kebijakan untuk mendukung strategi berisiko—lihat
diskusi berisiko (Stoner, 1961) dan 'individu Groupthink' (Janis, 1982).
Pelaksanaan Kebijakan
Pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu bidang utama yang diidentifikasi dalam lingkup
proses terjadinya kebijakan. Pembahasan isu-isu pelaksanaan kebijakan menjadi bagian terpisah
karena orang cenderung meremehkan atas kepentingannya. Bagian ini berfokus pada isu-isu
implementasi yang terkait, yang dapat mempengaruhi hasil penelitian bagi kebijakan. Ini termasuk
insentif kelembagaan dan tekanan, akuntabilitas, peran tingkat bawah/pelaksana (street level
beaurocrats) dan ruang untuk manuver serta otonomi (politik dan administratif). Isu-isu tersebut
penting karena orang cenderung meremehkannya dalam diskusi proses terjadinya kebijakan.
Mengapa implementasi penting? Lipsky (1980) telah memeriksa apa yang terjadi pada titik
di mana kebijakan diterjemahkan ke dalam praktek, dalam berbagai pelayanan birokrasi. Dia
berpendapat bahwa implementasi kebijakan pada akhirnya bermuara pada orang-orang yang
benar-benar menerapkannya, yaitu praktisi atau birokrat tingkat bawah (street level bureaucra-
cy)—termasuk sumberdaya manusia dan birokrasi di KPH. Maka, tidak cukup penelitian bagaimana
mempengaruhi perumusan kebijakan tanpa memperhatikan kebijakan dalam prakteknya. Lipsky
mencatat kontroversi street-level birokrat karena mereka harus diperhatikan apabila kebijakan
akan diubah karena kedekatan interaksi mereka pihak-pihak yang dilayani (Lipsky, 1980). Dalam
rangka melihat “apa yang kebijakan dapat lakukan”, penelitian harus mampu melihat situasi
birokrat “tingkat jalanan” tersebut. Hal penting adalah isu-isu insentif dan kendala yang dialami
birokrat yang benar-benar harus menerapkan kebijakan—mereka dapat memberikan pengaruh
yang sangat besar pada apa yang sebenarnya terjadi ketika kebijakan baru dijalankan. Misalnya,
dalam sejumlah kasus yang ditelaah, perubahan di lapangan berdasarkan penelitian setempat
sering sudah terjadi sebelum perubahan kebijakan formal (Court dan Young, 2003).
Apa pentingnya kelembagaan? Struktur kelembagaan membatasi atau memandu perilaku
dan memberikan kesempatan bagi perubahan kebijakan dan aksi sosial/ politik. Aturan organisasi,
norma dan prosedur yang berlaku dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan dan ruang lingkup
untuk kesalahan individu dalam suatu organisasi dan untuk membimbing mereka ke arah
pencapaian tujuan operasional. Dengan demikian kelembagaan tidak hanya bertindak untuk
membatasi perilaku. Kelembagan juga dapat memberikan insentif. Bukti menunjukkan bahwa
budaya politik dan administrasi tidak mempengaruhi serapan hasil penelitian (Trostle et al, 1999).
8
Dari sudut pandang yang dipertanyakan adalah: Apa insentif kelembagaan dan tekanan yang
menyebabkan pemanfaatan hasil penelitian? Awalnya, disoroti beberapa karakteristik kunci yang
tampaknya juga mempengaruhi penyerapan hasil penelitian:
1. Rekrutmen pegawai: Telah dicatat bahwa hubungan antara penelitian dan kebijakan adalah
yang terkuat di negara-negara di mana pegawai negeri senior telah memiliki pengalaman
penelitian.
2. Insentif: Seperti yang ditunjukkan melalui banyak tulisan, insentif dapat efektif pada tingkat
individu dan sistem (Frenk, 1992). Salah satu isu kunci adalah apakah suatu organisasi memiliki
insentif untuk belajar? Apakah mendukung inovasi organisasi? Yaitu organisasi yang individu
di dalamnya berpikiran terbuka dan menganggap penting beradaptasi dengan ide-ide baru dari
dunia luar.
Apakah ada hubungan yang baik dalam lembaga dimana pelajaran dapat dibagi dan
ditindaklanjuti? Apakah sistem penghargaan mendorong penggunaan penelitian dalam
meningkatkan implementasi? Apakah ada panduan yang jelas dari atas mengenai tujuan
organisasi? Kogan dan Henkel (1983) menunjukkan bahwa kesediaan para pejabat untuk
melakukan analisis kebijakan adalah penting.
3. Struktur karir pembuat kebijakan: Ada sebuah diskusi yang menarik tentang implikasi dari
struktur karir pegawai untuk masalah menjembatani penelitian dan kebijakan. Hanney et al
mencatat bahwa mobilitas pembuat kebijakan mungkin menyebabkan pemanfaatan
penelitian menjadi tidak efektif (Hannay et al, 2003).
4. Akuntabilitas: Bukti di tingkat makro dan mikro menunjukkan akuntabilitas merupakan isu
utama.
Percobaan kelompok yang terkontrol dalam ilmu perilaku telah meneliti hubungan antara
akuntabilitas dan penggunaan informasi dalam pengambilan keputusan sebagai berikut (Huber
dan Seiser, 2001):
1. Para pembuat kebijakan membutuhkan keterampilan dan pengalaman, baik untuk menghim-
pun maupun menginterpretasikan hasil penelitian, serta untuk meng-gunakan temuan di
dalam praktek pembuatan kebijakan. Grindle menekankan kapasitas lembaga birokrasi untuk
berhasil mengelola program, termasuk peningkatan keahlian, personel, dukungan politik (elit),
sumber daya dll (Grindle, 1980)
2. Apakah organisasi memiliki struktur yang cukup fleksibel untuk memungkinkan pengembang-
an kelompok atau unit baru, yang akan berlaku efektif dalam melihat perubahan kebijakan?
Apakah lingkungan kelembagaan mengizinkan restrukturisasi yang diperlukan?
3. Adakah sumber daya dalam organisasi, atau sumberdaya dapat dikumpulkan, untuk mendu-
kung cara kerja baru.
4. Adakah mekanisme khusus jika diperlukan. Apakah ada unit penelitian kebijakan di dalam
lembaga itu:
a. Ada unit analisis kebijakan atau think-tank dalam pembuatan kebijakan untuk lemba-
ga?
b. Bagaimana posisi dan kewenangan mereka?
c. Apa dampaknya dibandingkan dengan lembaga eksternal? (Thompson dan Yessian,
1992)
d. Apakah ada mekanisme tertentu yang mengarah pada penggabungan penelitian
instrumen kebijakan.
5. Selain masalah organisasi, literatur juga menyoroti beberapa isu kebijakan tertentu yang
mungkin mempengaruhi pemanfaatan penelitian oleh organisasi pelaksana:
9
a. Apa manfaat perubahan yang dilakukan berdasarkan hasil penelitian? Potensi
keuntungan dalam jangka panjang atau manfaat langsung dan nyata.
b. Mirip dengan perumusan kebijakan, kontestasi juga dapat terjadi selama pelaksanaan
kebijakan, terutama jika birokrat menentang arah kebijakan baru. Apakah ada
konsensus umum dalam organisasi tentang perubahan yang dibutuhkan? Apakah
pengambil keputusan memerankan perilaku pencari konsensus?
c. Penerimaan atau ditolak oleh praktisi mungkin karena berbagai alasan karena ada
masalah nyata dengan pelaksanaan kebijakan baru (Grindle, 1980). Ada juga kendala
sangat praktis—seperti waktu dan kurangnya akses terhadap informasi. Pembuat
kebijakan juga beroperasi dalam pengaturan organisasi dan situasional yang
memberlakukan batasan praktis dalam hal waktu yang tersedia untuk mengakses
informasi, mengolah dan merumuskan kebijakan.
d. Grindle juga menekankan pentingnya tingkat perubahan perilaku yang diperlukan
dalam melaksanakan temuan penelitian baru.
Pustaka
Referensi utama yang digunakan dalam naskah ini:
1. Carden, Fred, 2005-2. Capacities, Contexts, Conditions: the influence of IDRCsupported research on
policy processes. Ottawa, March 2005, URL: http://www.idrc.ca/uploads/ user-S/11315653011
Highlight_5.pdf
2. Court, J,Lin Cotterrell, 2004. What Political and Institutional Context Issues Matter for Bridging
Research and Policy? A Literature Review and Discussion of Data Collection Approaches. Overseas
Development Institute 111 Westminster Bridge Road London SE1 7JD, UK
3. Court, Julius, John Young, 2003. Bridging Research and Policy: Insight from 50 Case Studies, ODI,
London, August 2003, URL: http://www.odi.org.uk/RAPID/Publications/Documents/ WP213.pdf
4. Crewe, Emma, John Young, 2002. Bridging Research and Policy: Context, Evidence and Links, ODI
Working Paper 173, London, June 2002, URL: http://www.odi.org.uk/RAPID/ Publications/Documents/
wp173.pdf
5. de Vibe, Maja, Ingie Hovland and John Young (2002) “Bridging Research and Policy: An Annotated
Bibliography”, ODI Working Paper 174, London, September 2002, URL: http://www.odi.org.uk/RAPID/
Publications/Documents/wp174.pdf
6. Garrett, James L and Yasir Islam, 1998. Policy Reseach and the Policy Process: Do the Twin Ever Meet?
GateKeeper Series No 74. International Institute for Environment and Development (IIED). Washington
D.C.
7. Mably, Paul, 2006. Evidence Based Advocacy: NGO Research Capacities and Policy Influence in the
Field of International Trade. IDRC-CRDI. Canada.
8. Neilson, Stephanie, 2001. IDRC-Supported Research and its Influence on Public Policy: Knowledge
Utilization and Public Policy Processes: A Literature Review, IDRC Evaluation Unit, Ottawa, December
2001, URL: http://www.idrc.ca/uploads/user-S/10468843590 litreview_final1.doc
Referensi dalam referensi utama yang penting untuk mendalami materi naskah ini:
1. Brock, Cornwall, Gaventa, 2001. Power, Knowledge and Political Spaces in the Framing of Poverty
Policy", IDS Working Paper Series 143, Institute of Development Studies, Sussex. p.5
2. Carden, Fred, 2005-1. Making the most of research: the influence of IDRC-supported research on policy
processes. Paper presented at a conference organized by Secretariat for Institutional Support for
Economic Research in Afreica (SISERA), Dakar, Jan 28-29, 2005
13
3. Carden, Fred, Stephanie Neilson, 2005. Confluence and influence: Building policy capacities in research
networks, in Global Knowledge Networks and International Development: Bridges across boundaries,
Diane Stone and Simon Maxwell, eds., London and New York
4. Court, Julius, John Young, 2004. Bridging Research and Policy in International Development: An
Analytical and Practical Framework, RAPID Briefing Paper 1, ODI, London, October 2004, URL:
http://www.odi.org.uk/RAPID/Publications/Documents/rapid_bp1_web.pdf
5. Frenk, J, 1992. Balancing relevance and excellence: organizational responses to link research with
decision-making Social Science and Medicine, 35:1397-1404.
6. Grindle, M. S., (ed.), 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World. Princeton: Princeton
University Press.
7. Hanney, Gonzalez-Block, Buxton, Kogan, 2003. The utilisation of health research in policymaking:
concepts, examples and methods of assessment, Health Research Policy and Systems 2003 1:2.
8. Huber, Seiser, 2001. Accounting and Convincing: The Effect of Two Types of Justification on the
Decision Process, Journal of Behavioural Decision Making, vol. 14, pp. 69-85. p.69
9. Janis, I, 1982. Groupthink: Psychological Studies of Policy Decisions and Fiascoes, 2nd edn, Houghton
Mifflin, Boston. p.43
10. Kogan, M, Henkel, M. 2000. Future directions for higher education policy. Getting inside: policy
reception of research In: The Institutional Basis of Higher Education Research (Edited by Teichler U)
Dordrecht, Kluwer, 25-43.
11. Kingdon, J.W. 1984. Agendas, Alternatives, and Public Policies. New York: Harpers Collins.
12. Lindquist, Evert, 2001. Discerning Policy Influence: Framework for a Strategic Evaluation of IDRC-
Supported Research, IDRC Evaluation Unit, Ottawa.
13. Lipsky, M, 1980. Street-level Bureaucracy: Dilemmas of the Individual in Public Services, Russell Sage
Foundation, New York.
14. Marinetto, 1999. Studies of the Policy Process - A Case Analysis Prentice Hall Europe, Hertfordshire.
p.271.
15. Rein, Schon, 1991. Frame-Reflective Policy Discourse, p.263 in Social Sciences and Modern States -
National Experiences and Theoretical Crossroads, P. Wagner et al., eds., Cambridge University Press,
Cambridge, pp. 262-289.
16. Roe, E, 1991. Development Narratives - Or Making the Best of Blueprint Development, World
Development, vol. 19, no. 4, pp. 287-300.
17. Schlager, E, 1999. A Comparison of Frameworks, Theories and Models of Policy Processes, in Theories
of the Policy Process, P. A. Sabatier, ed., Westview Press, Colorado and Oxford, pp. 233-260.
18. Stein, 1988. Building Politics into Psychology: The Misperceptions of Threat, Political Psychology, vol.
9, p.252
19. Trostle J, Bronfman M, Langer A, 1999. How do researchers influence decision-makers? Case studies
of Mexican policies. Health Policy Plan 14: 103–114.
20. Young, John, 2005. Bridging research and policy: the RAPID Approach, Overseas Development Institute,
London, paper presented at a conference organized by Secretariat for Institutional Support for
Economic Research in Africa (SISERA), Dakar, Jan 28-29, 2005, URL: http://www.idrc.ca/uploads/user-
S/11085709621 Bridging_Research_and_Policy .pdf
21. Zahariadis, N, 1999. Ambiguity, Time, and Multiple Streams, in Theories of the Policy Process, P. A.
Sabatier, ed., Westview Press, Colorado and Oxford, p.75
ooo
14