Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Coklat

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki


peranan cukup penting bagi prekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia
lapangan pekerjaan, sumber pendapatan, dan devisa negara. Pemanfaatan biji
kakao untuk diolah menjadi produk olahan hilir kakao semakin meningkat,
sehingga berdampak pada meningkatnya produksi kakao mulai dari biji sampai
lemaknya dapat dimanfaatkan menjadi produk (Maluto, 2005). Produk olahan
tersebut banyak ditemui di pasaran, misalnya permen, coklat bubuk, coklat susu,
pasta coklat, coklat batangan ataupun produk lain yang berbahan dasar coklat
(Misnawi, 2008).
Cokelat adalah sebutan untuk hasil olahan makanan atau minuman dari
biji kakao (Theobroma cacao). Secara umum, proses terbentuknya coklat dari
buah kakao mengalami beberapa tahapan, yaitu pembersihan dan penyortiran biji
kakao, penyangraian, pemecahan dan pemisahan kulit, pengempaan untuk
mendapatkan lemak kakao dan bungkil kakao, serta terakhir pengolahan pasta
dan bubuk coklat untuk mendapatkan produk akhir yang diinginkan (Nasution
dkk, 1985). Produk hasil olahan kakao memiliki sifat yang spesial dari pangan
lainnya, bukan karena rasa dan nutrisinya yang baik, tetapi lebih karena sifatnya
yang tidak dimiliki oleh pangan lain yaitu bersifat padat di suhu ruang, rapuh saat
dipatahkan dan meleleh sempurna pada suhu tubuh (Misnawi, 2008).
Tahapan Proses Pengolahan Coklat
Coklat (chocolate) dibuat dengan menggunakan pasta coklat, yang ditambahkan
dengan sukrosa, lemak coklat, dengan atau tanpa susu dan bahan-bahan lain
(flavoring agent, kacang-kacangan, pasta kopi, dan sebagainya). Bahan-bahan ini
dicampur dalam sebuah mixer atau paster, sehingga dihasilkan pasta coklat yang
kental yang selanjutnya mengalami proses pelembutan (refining) dengan mesin
tipe roll sampai diperoleh massa coklat dengan tekstur yang halus (ukuran
partikel kurang dari 20 µm). Akan tetapi sebelum itu perlu dilakukan prosedur
awal seperti pemebersihan dan penyortiran, penyangraian, pemecahan dan
pemisahan kulit serta pemastaan coklat (Nuraeni, 1995).
1. Pembersihan dan Penyyortiran Biji Kakao
Biji kakao dibersihkan dari kotoran yang tidak diinginkan, yang mana
pada umumnya dilakukan secara mekanis. Akan tetapi, petani Indonesia masih
umun melakukan pembersihan biji kakao secara manual. Pembersihan secara
mekanis memanfaatkan perbedaan sifat fisik (ukuran) dan sifat magnet (logam
dan nonlogam) antara biji kakao dan kontaminan-kontaminannya sebagai dasar
proses pembersihan. Sortasi dilakukan untuk memisahkan antara biji sehat
dengan biji yang rusak agar tidak tercemar oleh biji yang rusaks sehingga biji
kakao yang dihasilkan bermutu tinggi (Hatta, 1992).
2. Penyangraian Biji Kakao
Tujuan dari penyangraian adalah mengembangkan cita rasa dan aroma
khas coklelat, menurunkan kadar air, mematikan mikroba, menggelembungkan
kulit biji hingga mudah dipisahkan dari nib, dan membuat nib lebih renyah
sehingga memudahkan penghancuran dan penghalusan (Wahyudi dkk, 2009).
Pemberian panas dalam proses penyangraian perlu dilakukan secara intensif dan
waktu yang cukup untuk perkembangan cita rasa (flavor) kakao, namun panas
yang berlebihan dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan atau kerusakan cita
rasa (Beckett, 1999). Proses penyangraian biji coklat dilakukan pada suhu
maksimal 150oC, selama 10 – 35 menit, tergantung dari tujuan akhir penggunaan
biji. Mutu produk kakao hasil sangrai ditentukan oleh mutu biji dan kondisi
penyangraiannya. Oleh karena itu, penyangraian merupakan hal yang harus benar
– benar diperhatikan untuk menghasilkan produk kakao yang bermutu baik.
3. Pemecahan dan Pemisahan Kulit
Komponen dari biji kakao yang berguna untuk bahan pangan adalah
daging biji (nib), sedangkan kulit biji merupakan limbah yang saat ini banyak
dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak, sebab adanya shell atau kulit yang
terikat dalam produk kakao akan memberikan flavor inferior (Mulato, 2005). Biji
yang telah disangrai secepatnya didinginkan untuk mencegah pemanasan yang
berlebihan. Biji selanjutnya dihancurkan dan dipisahkan dari kulit ari dan
lembaganya dengan menggunakan teknik hembusan udara (menampi secara
mekanis). Keberadaan kulit ari dan lembaga tidak diinginkan karena akan
merusak flavor dan karakteristik produk olahan coklat.
4. Pemastaan Coklat
Tahap selanjutnya adalah penggilingan nib menjadi pasta kakao sebagai
produk primer kakao pertama. Proses ini menyebabkan titik cair lemak kakao
turun di bawah titik cair sesungguhnya (Wahyudi dkk, 2008). Mekanisme kerja
alat pemasta yaitu dimasukkannya bahan berupa inti biji kakao kedalam hooper
mesin pemasta. Pemastaan coklat dapat dikontrol untuk proses masuknya nib
sedikit demi sedikit sehingga penggerusan berlangsung lebih efektif. Penggerusan
nib menyebabkan terjadinya pengecilan ukuran, dimana akan menyebabkan
terjadinya gesekan yang menghasilkan panas sehingga mencapai suhu 45 – 50o C.
Timbulnya panas ini mengakibatkan lemak pada nib mencair sehingga berubah
menjadi pasta (Wahyudi 2008). Sebagai contoh, suhu penggilingan untuk nib
sumber aroma dipertahankan agar tetap rendah sehingga cita rasa yang mudah
menguap tidak hilang. Oleh karena itu, idealnya peralatan modern untuk
penggilingan harus dilengkapi dengan pendingin air.
Selain itu, setelah kakao mengalami pemastaan juga ditambahkan beberapa
bahan seperti sukrosa, lemak coklat, dengan atau tanpa susu dan bahan-bahan lain
(flavoring agent, kacang-kacangan, pasta kopi, dan sebagainya). Fungsi sukrosa
atau gula adalah sebagai pengawet dan pengikat bahan sehingga pasta lebih tahan
lama dan dapat tetap bertekstur kental. Selain itu dalam lemak pada kakao akan
tercampur rata bersama dengan susu yang ditambahkan dengan adanya sukrosa
sebagai pelarut atau pengganti air. Karena dalam produk coklat dikehendaki
kandungan air yang sangat sedikit untuk mencegah ketengikan dan kerusakan
dari coklat itu sendiri. Fungsi susu bubuk pada pembuatan pasta coklat adalah
sebagai bahan pengemulsi sehingga tekstur pasta coklat dapat menggumpal,
karena susu memiliki casein yang dapat menggumpal. Pada saat pembuatan pasta
dilakukan pemanasan dengan cara di steam hal ini karena bahan utama pasta
adalah coklat, coklat memiliki sifat yang cepat gosong apabila dilakukan
pemanasan secara langsung oleh karena itu pemanasan pada pasta dilakukan
dengan cara di steam (Minifie, 1999).
5. Conching
Proses penghalusan (conching) adalah proses pencampuran untuk
menghasilkan coklat dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus. Biasanya
dilakukan dua tahap, proses dilakukan pada suhu 80oC selama 24 – 96 jam.
Adonan coklat dihaluskan terus-menerus dan lesitin ditambahkan pada akhir
conching untuk mengurangi kekentalan coklat. Pada tahapan ini, air dan senyawa
pengganggu flavor menguap, lemak kakao akan menyelimuti partikel coklat, gula
dan susu secara sempurna sehingga memberikan sensasi tekstur yang halus.
Lemak coklat memiliki beberapa bentuk polimorfik dan proses pendinginan yang
dilakukan akan sangat mempengaruhi bentuk kristalnya. Jika pemadatan
(kristalisasi) coklat cair dilakukan dengan proses pendinginan yang tidak
terkontrol, akan dihasilkan coklat padat dengan tekstur yang bergranula dan spot-
spot warna kelabu dipermukaan (Wahyudi, 2008).
6. Tempering
Tempering merupakan tahapan proses berikutnya, yang dilakukan untuk
memperoleh coklat yang stabil, karena akan menghasilkan kristal-kristal lemak
berukuran kecil dengan titik leleh yang tinggi. Adonan lemak cair didinginkan
dari 50oC menjadi 18oC dalam waktu 10 menit dengan pengadukan konstan.
Adonan lalu didiamkan di suhu dingin selama sekitar 10 menit untuk membentuk
lemak coklat dengan kristal tipe ẞ yang bersifat stabil. Suhu selanjutnya
dinaikkan menjadi 29 – 31oC, dalam waktu 5 menit. Proses ini bisa bervariasi,
tergantung komposisi bahan yang digunakan. Sebelum pencetakan, suhu coklat
cair dijaga pada 30–32oC untuk dibawa ke wadah-wadah pencetakan.
Selanjutnya, dilakukan pendinginan lambat untuk memadatkan coklat dan coklat
dikeluarkan dari cetakan setelah suhu mencapai 10oC. proses pendinginan
terkontrol akan menghasilkan coklat padat dengan kristal lemak yang halus dan
struktur yang stabil terhadap panas, terlihat dari sifat lelehnya yang baik dan
permukaan yang mengkilap (Misnawi dkk, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Beckett, S.T. 1999. Industrial Chocolate Manufacture and Use. Blackwell


Science Ltd, Oxford.
Hatta, Sunanto. 1992. Cokelat Budidaya, Pengolahan Hasil dan Aspek
Ekonomisnya. Kanisius, Yogyakarta.
Minifie, B.W., 1999. Chocolate, Cocoa and Confectionary: Science and
Technology. The AVI Publishing, Connecticut, USA
Misnawi dan Selamet, J. 2008. Cita Rasa, Tekstur, dan Warna Cokelat. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Misnawi (2008). Psyco-cehemical Changes During Cocoa Fermentation and Key
Enzyme Involved. Warta Review Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, 24(1), 53-70.
Mulato, S.; Widyotomo, S.; Misnawi dan Suharyanto, E. 2005. Pengolahan
Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kapi dan Kakao
Indonesia.Jember.
Nasution, M.Z.; Tjiptadi, W. dan Laksmi , B.S. 1985. Pengolahan Cokelat.
Bogor : Agroindustri Press.
Nuraeni. 1995. Coklat Pembudidayaan, Pengolahan, dan Pemasaran.
PenebarSwadaya. Jakarta.
Wahyudi, T, Pangabean dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Wahyudi, T.; Panggabean, T.R. dan Pujiyanto, 2009. Paduan Lengkap Kakao.
Penebar Swadaya, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai