Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dan benci
atau marah yang bisa membahayakan diri sendiri dan orang lain. Gangguan jiwa
perilaku kekerasan dapat terjadi pada setiap orang memiliki tekanan batin yang
berupa kebencian terhadap seseorang. Maka seseorang yang memiliki gangguan
jiwa perilaku kekerasan ini perlu mendapatkan perhatian khususnya dalam
perawatan supaya resiko tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri dan
orang lain bias diperkecil. (Yosep, 2007).
Salah satu bentuk gangguan jiwa adalah perilaku amuk. Amuk merupakan
respon kemarahan yang palin maladaftif yang ditandai dengan perasaan marah
dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya kontrol, dimana individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain maupun lingkungan (Keliat, 2010).
Tingkah laku amuk dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain model teori
importation yang mencerminkan kedudukan klien dalam membawa atau
mengadopsi nilai-nilai tertentu. Model teori yang kedua yaitu model
situasionisme, amuk adalah respon terhadap keunikan, kekuatan dan lingkungan
rumah sakit yang terbatas yang membuat klien merasa tidak berharga dan tidak
diperlakukan secara manusiawi. Model selanjutnya yaitu model interaksi, model
ini menguraikan bagaimana proses interaksi yang terjadi antara klien dan perawat
dapat memicu atau menyebabkan terjadinya tingkah laku amuk. Amuk
merupakan respon marah terhadap adanya stress, cemas, harga diri rendah, rasa
bersalah,putus asa dan ketidakberdayaan. Respon ini dapat diekspresikan secara
internal maupun eksternal.Secara internal dapat berperilaku yang tidak asertif
dan merusak diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif
agresif. Adapun respon marah diungkapkan melalui 3 cara yaitu secara verbal,
menekan dan menantang. (Keliat, 2010).
World health organization (WHO) Global Campaign for Violence Prevention
tahun 2003, menginformasikan bahwa 1,6 juta penduduk dunia kehilangan
hidupnya karena tindak kekerasan dan penyebab utama kematian pada mereka
yang berusi antara 15 hingga 44 tahun. Sementara itu, jutan anak-anak di dunia
dianiaya dan ditelantarkan oleh orangtua mereka atau yang seharusnya mengasuh
mereka. Terjadi 57.000 kematian karena tindak kekerasan terhadap anak di
bawah usia 15 tahun pada tahun 2000, dan anak berusia 0-4 tahun lebih dari dua
kali lebih banyak dari anak berusia 5-14 tahun yang mengalami kematian.
Terdapat 4-6% lansia mengalami penganiayaan di rumah. Defisir kapasitas
mental tau retardasi mental 34%, disfungsi mental misalnya kecemasan, depresi,
dan sebagainya 16,2%, sedang disintegrasi mental atau psikosis 5,8%. (Hamid,
2009).

B. Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari perilaku amuk.
b. Mengetahui penyebab dari perilaku amuk.
c. Mengetahui manifestasi dari perilaku amuk.
d. Mengetahui bagaimana penanganan perilaku amuk.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Perilaku amuk (kekerasan) adalah salah satu bentuk ekspresi perasaan marah.
Manifestasi perasaan marah dapat berbeda pada setiap individu dan
berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptive, dari respon asertif –
frustrasi – pasif – agresif – sampai kekerasan. Asertif artinya mengungkapkan
perasaan secara spontan, tegas dan terbuka tanpa menyakiti perasaan orang
lain. Frutasi merupakan respon marah yang dimanifestasikan dalam bentuk
rasa kecewa, kalah, terkekang, gagal karena tidak mendapatkan
kebutuhannya. Pasif adalah keadaan emosional dimana individu berusaha
menekan respon marahnya, melarikan diri secara psikis dan meniadakan
kenyataan bahwa ia membutuhkan sesuatu yang gagal terpenuhi, bisa
berwujud sikap apatis/tidak peduli, masa bodoh, dan tidak mau tahu. Agresif
merupakan perilaku menuntut disertai ancaman kata-kata tanpa niat melukai,
ybs memperlihatkan permusuhan tapi umumnya masih bisa mengontrol
perilakunya. Kekerasan (amuk) adalah perilaku tak terkendali yang ditandai
dengan menyentuh diri sendiri atau orang lain secara menakutkan,
mengancam disertai melukai pada tingkat ringan sampai melukai/merusak
secara serius.

B. Etiologi
Faktor – faktor yang mempengaruhi amuk, antara lain:
1. Faktor Presipitasi (pencetus)
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut:
a. Internal
Kelemahan.
Rasa percaya menurun.
Takut sakit.
Hilang kontrol.
b. Eksternal
Penganiayaan fisik.
Kehilangan orang yang dicintai.
Kritik
2. Faktor Predisposisi (yang memudahkan)
a. Psikologis.
Kegagalan, masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan: perasaan
ditolak, dihina, dianiaya atau saksi penganiayaan.

b. Perilaku.

Reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan


(misal:"Bagus, pukul lagi, kamu kan anak laki!"), sering
mengobservasi kekerasan di rumah / di luar rumah, semua aspek ini
menstimulasi individu untuk mengadopsi perilaku kekerasan.

c. Sosial budaya.

Budaya tertutup dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan diterima.

d. Bioneurologis.
Banyak pendapat bahwa kerusakan otak pada system limbic, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidak-seimbangan neurotransmitter turut
berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.

C. Individu yang beresiko melakukan tindak kekerasan


Kunci penentu perilaku kekerasan pada individu adalah: riwayat
perilaku kekerasan pada masa lalu, pengguna aktif alkohol, kekerasan fisik
pada masa kanak-kanak, dan beberapa bentuk trauma otak.
D. Manifestasi Klinik Perilaku Amuk
Menurut Stuart & Sundeen (1995):
 Emosi:jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut, tidak
aman,cemas.
 Fisik:muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
 Intelektual: mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
 Spiritual:keraguan, kebijakan/keberanian diri, tidak bermoral, kreativitas
terhambat.
 Sosial:menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,humor.

E. Penanganan pasien dengan perilaku amuk di RS


Penanganan pasien amuk di RS terdiri dari Managemen Krisis dan
Managemen Perilaku Kekerasan. Managemen krisis adalah penanganan yang
dilakukan pada saat terjadi perilaku amuk oleh pasien. Tujuannya untuk
menenangkan pasien dan mencegah pasien bertindak membahayakan diri,
orang lain dan lingkungan karena perilakunya yang tidak terkontrol.
Sedangkan managemen perilaku kekerasan adalah penanganan yang
dilakukan setelah situasi krisis terlampaui, di mana pasien telah dapat
mengendalikan luapan emosinya meski masih ada potensi untuk untuk
meledak lagi bila ada pencetusnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain amupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu
akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan. Perilaku agresif dan perilaku
kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal
di suatu sisi dan perilaku kekerasan di sisi yang lain.
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain:
1. Menyerang atau menghindar
2. Memberontak
3. Perilaku kekerasan atau amuk

B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga
dalam mengatasi masalahnya. Kemampuan perawat dalam menangani klien
dengan masalah perilaku amuk meliputi keterampilan dalam pengkajian,
diagnosa, perncanaan, tindakan dan evaluasi. Salah satu contoh tindakan
keperawatan yang dilakukan pada klien perilaku amuk adalah dengan
mengajarkan teknik napas dalam atau memukul bantal agar klien dapat
merendam kemarahannya.

DAFTAR PUSTAKA

A., H. (2009). Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Kaplan, & Saddock . (1997). Sinopsis Psikiatri (2 ed., Vol. VII). Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Kartono, K., & Gulo, D. (2000). Kamus Psikologi. Jakarta: Pionir Jaya.

Keliat, A. B. (2010). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Kelliat, B. A. (2002). Pelatihan Nasional Asuhan Keperawatan Jiwa dan Komunikasi


Therapeutik Keperawatan. PPNI Komisariat RS Dr. Radjiman Wediodiningrat,
Lawang.

Tomb, D. A. (2003). Buku Saku Psikiatri (7 ed.). Jakarta: EGC.

Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai