Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH TENSION PNEUMOTHORAKS

Oleh

Kelompok 17

Astri Maulida I1B115208

Abdul Bari Setiawan I1B115201

Indah Sari I1B115223

Jannatu Rahmah I1B115227

Novita Fajeriani I1B115235

Akhmad Maulida NR I1B115207

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
Januari, 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Blok : Kegawatdaruratan II

Kelompok : 17

Anggota :

1. Nama : Astri Maulida


Nim : I1B115208
2. Nama : Indah Sari
Nim : I1B115223
3. Nama : Jannatu Rahmah
Nim : I1B115227
4. Nama : Novita Fajeriani
Nim : I1B115235
5. Nama : Abdul Bari Setiawan
Nim : I1B115201
6. Nama : Akhmad Maulidina NR
Nim : I1B115207

Banjarbaru, 11 Januari 2019


Pengajar ,

Bagus Rahmat Santoso,Ns.,M.Kep


KATA PENGANTAR

Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat,
inayah, taufik dan hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah tension pneumothoraks pada blok kegawatdaruratan II ini dalam
bentuk maupun isinya yang sederhana.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah tension ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Banjarbaru, 11 Januari 2019

Kelompok 17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem pernafasan merupakan salah satu organ terpenting dari bagian
tubuh manusia setelah kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem
pernafasan akan mempengaruhi semua organ yang lain yang akan
mengganggu aktivitas manusia.
Seiring dengan kemajuan zaman, semakin banyaknya transportasi dan
pola hidup yang kurang baik dapat menjadi suatu masalah kesehatan jiwa,
salah satunya yaitu gangguan sistem pernafasan yang serius dan
membahayakan jiwa, keadaan ini akan menimbulkan berbagai penyakit primer
yang mengenai sistem bronkopulmoner seperti hemoptisis masif, pneumotorak
ventil status asmatikus dan pneumotorak berat. Sedangkan gangguan fungsi
paru yang sekunder terhadap gangguan organ lain seperti keracunan obat yang
menimbulkan depresi pusat pernafasan.
Di Amerika didapatkan 180.000 orang meninggal akibat gangguan fungsi
paru seperti trauma thorak, baik karena trauma thorak langsung maupun tidak
langsung. Trauma thorak dapat mengakibatkan terjadinya robekan pada pleura,
adanya robekan ini dapat menjadi celah masuknya udara ke dalam rongga
tersebut sehingga menjadi Pneumotoraks. Dari pneumotoraks ini dapat menjadi
tension pneumotoraks jika tidak ditangani dengan baik.
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana
akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas.
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ
mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami
tekanan.
Insidensi dari tension pneumotoraks di luar rumah sakit tidak mungkin
dapat ditentukan. Revisi oleh Department of Transportation (DOT) Emergency
Medical Treatment (EMT) Paramedic Curriculum menyarankan tindakan
dekompresi jarum segera pada dada pasien yang menunjukan tanda serta
gejala yang non-spesifik. Sekitar 10-30% pasien yang dirujuk ke pusat trauma
tingkat 1 di Amerika Serikat menerima tindakan pra rumah sakit berupa
dekompresi jarum torakostomi, meskipun pada jumlah tersebut tidak semua
pasien menderita kondisi tension pneumotoraks.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Mahasiswa dapat memahami konsep dari tension pneumothorax
2. Tujuan Khusus
a. Definisi tension pneumothorax
b. Etiologi tension pneumothorax
c. Patofisiologi tension pneumothorax
d. Manifestasi klinis tension pneumothorax
e. Pemeriksaan penunjang tension pneumothorax
f. Penatalaksanaan tension pneumothorax
g. komplikasi tension pneumothorax
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tension Pneumothoraks


Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/ penimbunan udara di ikuti
peningkatan tekanan di dalam rongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah
satu rongga paru terluka, Sehingga udara masuk ke rongga pleura dan
udara tidak bisa keluar secara alami. Kondisi ini bisa dengan cepat
menyebabkan terjadinya insufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan
akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani. Hasil yang baik
memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension
pneumothoraks adalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali
karena perbaikan di pelayanan-pelayanan darurat medis dan tersebarnya
penggunaan sinar-x dada.
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana
akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali bernapas.
Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya organ
mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang
mengalami tekanan.

B. Etiologi Tension Pneumothoraks


Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena
iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut:
 Trauma benda tumpul atau tajam – meliputi gangguan salah satu
pleura visceral atau parietal dan sering dengan patah tulang rusuk
(patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya
Tension Pneumotoraks).
 Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat),
biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter
subklavia).
 Komplikasi ventilator, pneumothoraks spontan, Pneumotoraks
sederhana ke Tension Pneumotoraks.
 Ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke
pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai 1-
way katup.
 Akupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan
pneumothoraks.

C. Patofisiologi Tension Pneumothoraks

Tension pneumotoraks terjadi ketika udara dalam rongga pleura memiliki


tekanan yang lebih tinggi daripada udara dalam paru sebelahnya.Udara
memasuki rongga pleura dari tempat ruptur pleura yang bekerja seperti
katup satu arah. Udara dapat memasuki rongga pleura pada saat inspirasi
tetapi tidak bisa keluar lagi karena tempat ruptur tersebut akan menutup
pada saat ekspirasi.

Pada saat inspirasi akan terdapat lebih banyak udara lagi yang masuk
dan tekanan udara mulai melampaui tekanan barometrik.Peningkatan
tekanan udara akan mendorong paru yang dalam keadaan recoiling
sehingga terjadi atelektasis kompresi.

Udara juga menekan mediastinum sehingga terjadi kompresi serta


pergeseran jantung dan pembuluh darah besar. Udara tidak bisa keluar dan
tekanan yang semakin meningkat akibat penumpukan udara ini
menyebabkan kolaps paru.Ketika udara terus menumpuk dan tekanan
intrapleura terus meningkat, mediastinum akan tergeser dari sisi yang
terkena dan aliran balik vena menurun.Keadaan ini mendorong jantung,
trakea, esofagus dan pembuluh darah besar berpindah ke sisi yang sehat
sehingga terjadi penekanan pada jantung serta paru ke sisi kontralateral
yang sehat.

Dalam keadaan normal pleura parietal dan visceral seharusnya dapat


dipertahankan tetap berkontak karena ada gabungan antara tekanan
intraprgleura yang negative dan tarikan kapiler oleh sejumlah kecil cairan
pleura. Ketika udara masuk ke ruang pleura factor-faktor ini akan hilang dan
paru di sisi cedera mulai kolaps, dan oksigenasi menjadi terganggu. Jika
lebih banyak udara yang memasuki ruang pleura pada saat inspirasi di
bandingkan dengan yang keluar pada saat ekspirasi akan tercipta efek bola
katup dan tekanan pleura terus meningkat sekalipun paru sudah kolaps total
dan akhirnya tekanan ini menjadi demikian tinggi sehingga mendiastinum
terdorong ke sisi berlawanan dan paru sebelah juga terkompresi dan dapat
menyebabkan hipoksia yang berat dapat timbul dan ketika tekanan pleura
meninggi dan kedua paru tertekan, aliran darah yang melalui sirkulasi sentral
akan menurun secara signifikan yang mengakibatkan hipotensi arterial dan
syok.

D. Manifestasi Tension Pneumothoraks


 Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi,
hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit.
Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju
ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher atau
vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis.
 Terjadi sesak napas yang progresif dan berat.
 Terdapat kolaps dengan pulsus kecil dan hipotensi berat sebagai akibat
gangguan pada jantung dan terhalangnya aliran balik vena ke jantung.
 Tanda-tanda pergesaran mediastinum jelas terlihat.
 Perkusi biasanya timpani, mungkin pula redup karena pengurangan
getaran pada dinding toraks .
 Apabila pneumotoraks meluas atau apabila yang terjadi adalah tension
pneumothoraks dan udara menumpuk di ruang pleura, jantung dan
pembuluh darah besar dapat bergeser ke paru yang sehat sehingga dada
tampak asimetris.

E. Pemeriksaan penunjang Tension Pneumothoraks


1. Pemeriksaan Computed Tomography (CT-Scan) diperlukan apabila
pemeriksaan foto dada diagnosis belum dapat ditegakkan. Pemeriksaan
ini lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa dengan
pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmonal serta untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
dengan pneumotoraks sekunder.
2. Pemeriksaan endoskopi (torakoskopi) merupakan pemeriksaan
invasive, tetapi memilki sensivitas yang ebih besar dibandingkan
pemeriksaan CT-Scan.Ada 4 derajat.
3. Pemeriksaan foto dada tampak garis pleura viseralis, lurus atau
cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis.
Celah antara kedua garis pleura tersebut tampak lusens karena berisi
kumpulan udara dan tidak didapatkan corakan vascular pada daerah
tersebut.
Sinar x dada :  menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural;
dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal.
4. Pemeriksaan Laboratorium :
 GDA: variable tergantung dari derajat paru yang dipengaruhi,
gangguan mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi.
PaCO2 kadang-kadang meningkat. PaO2 mungkin normal atau
menurun, saturasi oksigen biasanya menurun. Analisa gas darah arteri
memberikan gambaran hipoksemia.
 Hb: menurun, menunjukan kehilangan darah.
 Torasentesis: menyatakan darah / cairan sero sanguinosa.

F. Penatalaksanaan Tension Pneumothoraks


1. Primery Survey
a. Airway and cervical spine control
Pemeriksaan apakah ada obstruksi jalan napas yang disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, atau maksila dan mandibula, faktur
laring atau trakea. Jaga jalan nafas dengan jaw thrust atau chin lift,
proteksi c-spine, bila perlu lakukan pemasangan collar neck. Pada
penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap bahwa jalan napas
bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus
tetap dilakukan.
b. Breathing: gerakan dada asimetris, trakea bergeser, vena jugularis
distensi, tapi masih ada nafas.
 Needle decompression: Tension pneumothorax membutuhkan
dekompresi segera dan penaggulangan awal dengan cepat
berupa insersi jarum yang berukuran besar pada sela iga dua
garis midclavicular pada hemitoraks yang terkena. Tindakan ini
akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumothoraks
sederhana. Evaluasi ulang selalu diperlukan. Terapi definitif selalu
dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada
sela iga ke 5 (setinggi puting susu) di anterior garis
midaksilaris.Dekompresi segera pake jarum suntik tusuk pada sela
iga ke 2  di midklavikula dan tutup dengan handskon biar udara
lain tidak masuk nanti lakukan WSD lebih lanjut setelah sampai
RS.
 Prinsip dasar dekompresi jarum adalah untuk memasukan kateter
ke dalam rongga pleura, sehingga menyediakan jalur bagi udara
untuk keluar dan mengurangi tekanan yang terus bertambah.
Meskipun prosedur ini bukan  tatalaksana definitif untuk tension
pneumothorax, dekompresi jarum menghentikan progresivitas dan
sedikit mengembalikan fungsi kardiopulmoner.
 Pemberian Oksigen.
c. Circulation : (takikardia, hipotensi)
 Kontrol perdarahan  dengan balut tekan tapi jangan terlalu rapat
untuk menghindari parahnya tension pneumothoraks.
 Pemasangan IV line 2 kateter berukuran besar (1-2 liter RL hangat
390C)
d. Disability : nilai GSC daan reaksi pupil
 Tentukan tingkat kesadaran ketika sambil lakukan ABC
e. Rujuk ke rumah sakit terdekat dengan peralatan medis sesuai
kebutuhan  atau yang mempunyai fasilitas bedah saat kondisi pasien
sudah distabilkan.
f. Pengelolaan selama transportasi :
 Monitoring tanda vital dan pulse oksimetri.
 Bantuan kardiorespirasi bila perlu.
 Pemberian darah bila perlu.
 Pemberian obat sesuai intruksi dokteranalgesic jangan
diberikan karena bisa membiaskan simptom.
2. Secondary survey dilanjutkan dengan Tatalaksana definitif
Prinsip tatalaksana di UGD
a. Eksposure : buka pakaian penderita, cegah hipotermia, tempatkan
di tempat tidur dengan memperhatikan jalan nafas terjaga.
Pemasangan IV line tetap.
b. Re-evaluasi :
 Laju nafas.
 Suhu tubuh.
 Pulse oksimetri saturasi O2.
 Pemasangan kateter folley (kateter urin) monitor dieresis,
dekompresi v. urinaria sebelum DPL.
 EKG.
 NGT  bila tidak ada kontraindikasi (fraktur basis kranii).
 Bersihkan dengan antiseptic  luka memar dan lecet bila ada
lalu kompres dan obati
c. Lakukan tube thoracostomy / WSD (water sealed drainage,
merupakan tatalaksana definitif tension pneumothorax),
(Continous suction).
d. WSDSebagai alat diagnostic, terapik, dan follow up
mengevakuasi darah atau udara sehingga pengembangan paru
maksimal lalu lakukan monitoring.
e. Penyulit perdarahan dan infeksi atau super infeksi.
Medis : Tindakan pengobatan pneumotoraks tergantung dari luasnya
pneumotoraks. Tujuan dari pneumotoraks tersebut yaitu untuk
mengeluaran udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan
untuk kambuh lagi. Prinsip-prinsip penanganan pneumotoraks adalah:

a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen, Tindakan ini


dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila
fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam
rongga pleura perlahan-lahan akan direabsobsi. Laju reabsobsi
diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks perhari. Laju reabsobsi
tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen.
b. WSD (Water Seal Drainage), Tindakan ini dilakukan seawall mungkin
pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini
bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura. Tindakan ini dapat
dilakukan dengan cara memasukan jarum di intercosta pada daerah
apikal yaitu ICS 2-3 sedangkan pada daerah basal yaitu ICS 8-9.
c. Torakoskopi, adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam
rongga toraks dengan alat bantu torakoskop sangat efektif dalam
penanganan PSP dan mencegah berulangnya kembali. Dengan
prosedur ini dapat dilakukaan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa
dilakukan untuk pleurodesis.
G. Komplikasi pada Tension Pneumothoraks
 Gagal napas akut (3-5%).
 Komplikasi tube torakostomi lesi pada nervus interkostales.
 Henti jantung-paru.
 Infeksi sekunder dari penggunaan WSD.
 Kematian timbul cairan intra pleura, misalnya
- Pneumothoraks disertai efusi pleura : eksudat, pus.
- Pneumothoraks disertai darah : hemathotoraks.
- Syok.
 Tension pneumothoraks dapat menyebabkan pembuluh darah kolaps,
akibatnya pengisian jantung menurun sehingga tekanan darah menurun.
Paru sehat juga dapat terkena dampaknya.
 Pneumothoraks dapat menyebabkan hipoksia dan dispnea berat.
Kematian dapat terjadi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana
akumulasi udara dalam rongga pleura akan bertambah setiap kali
bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan bergesernya
organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang
mengalami tekanan.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini, semoga dapat membantu para
pembaca khususnya perawat dalam memahami konsep dari tension
pneumothorax. Sehingga dapat menambah pengetahuan yang dapat
diterapkan dalam kasus tension pneumothorax.
DAFTAR PUSTAKA

Alagaff, Hood, dkk 2005, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlannga
University Press.
Alagaff, Hood, dkk 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press.
Aru W.Sudoyo,dkk 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Ed V. Jakarta:
Interna Publishing.
Bosswick, John A., Jr. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J, Corwi 2009, Buku Saku Patofisiologi
Kowalak, Jennifer P, Dkk, 2011 Buku Ajar Patofisiologi: Sistem Pernapasan-
Pneumothoraks, BAB.7-Hal.253 Jakarta: EGC
Manson, J. Robert. 2010. Murray & Nadel’s Textbook of Respiratory Medicine,
5/e. Saunders. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai