Anda di halaman 1dari 14

Breeding Soundness Examination (BSE) PADA DOMBA

DAN PRAKTIK PEMBUATAN SEMEN CAIR DAN SEMEN


BEKU PADA DOMBA

Disusun Oleh:

Kelompok J
PPDH Angkatan IV 2017/2018

Andi Tifani, SKH B94174407


Albert Umbu Ndjanji, SKH B94174408
Hakim Aziz Supriyanto, SKH B94174418
Siti Vanessa F, SKH B94174444

Dosen Pembimbing:
Dr Drh Yudi, MSi

BAGAIAN REPRODUKSI DAN KEBIDANAN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu usaha pemanfaatan pejantan unggul sehingga dapat


meningkatkan kualitas ternak adalah dengan cara inseminasi buatan (IB) (Suharyati
dan Hartono 2011). Keuntungan penggunaan IB pada domba adalah untuk
meningkatkan populasi, peternak tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
pemeliharaan pejantan, mendapatkan sumber spermatozoa yang berasal dari
pejantan unggul dan menghindari penularan penyakit terutama penyakit kelamin.
Keberhasilan program inseminasi buatan meliputi beberapa manajemen
diantaranya adalah kesehatan domba betina, kesuksesan penyerentakan birahi,
penanganan semen pada saat koleksi dan setelah koleksi, kualitas semen,
pelaksanaan IB pada kondisi yang tepat, teknisi atau pelaksana IB yang trampil,
penanganan ternak pada saat di IB dan pasca IB serta kualitas pejantan yang
digunakan. Semua hal tersebut di atas saling terkait seperti sebuah rantai dan
apabila salah satu diabaikan akan berpengaruh terhadap rendahnya persentase
kebuntingan kebuntingan (Asmarasari dan Tiesnamurti 2007)
Breeding Soundness Evaluation/ Examination (BSE) adalah penilaian secara
keseluruhan potensi kemampuan pejantan untuk melayani dan mengawini sejumlah
betina dalam suatu waktu tertentu. Penilaian yang dilakukan meliputi; pemeriksaan
fisik hewan, body condition score (BCS), lingkar skrotum, dan evaluasi semen
secara mikroskopis. Domba jantan berkontribusi sebanyak 75% terhadap
perubahan genetik di dalam kawanan. Peternak harus ingat bahwa beberapa hal
dapat berubah; seekor pejantan bisa mendapatkan penyakit seperti; bluetongue,
pneumonia, atau cidera. Semua bentuk tekanan dapat menyebabkan perubahan
dalam kemampuan breeding dan kualitas semen (Parsons et al. 2017).
Pejantan dengan potensi fertilitas yang baik adalah pejantan dengan kondisi
fisik baik dan sehat tanpa adanya kelainan. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik dalam
BSE sangat penting untuk dilakukan. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat
keadaan umum atau sinyalemen pejantan. Keadaan fisik yang mempengaruhi
potensi fertilitas pejantan antara lain seperti mata, pertulangan, perototan,
persendian, teracak atau kuku terutama pada kaki belakang, body condition score
(BCS), kemampuan pejantan untuk beridiri menumpu pada dua kaki belakang,
kemampuan melakukan mounting, preputium, skrotum, dan testis. Pejantan dengan
kelainan seperti kepincangan, body condition score (BCS) yang buruk, dan kelainan
lainnya yang dapat mempengaruhi proses pembiakan dan perkawinan harus
disisihkan tanpa dilakukan evaluasi semen (Bagley 1997).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara koleksi semen, evaluasi


semen, dan mengetahui status kelayakan domba sebagai pejantan melalui breeding
soundness evaluation (BSE) dan membandingkan kualitas semen cair dan beku
dengan pengencer Tris kuning telur serta Na sitrat kuning telur.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat

Kegiatan BSE, koleksi semen, evaluasi semen dan pengolahan semen


dilaksanakan di Unit Rehabilitasi Reproduksi, Departemen Klinik, Reproduksi dan
Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 16-28
September 2018.
Pemeriksaan Fisik

Sinyalemen dan keadaan umum


Sinyalemen dan keadaan umum hewan yang perlu diketahui untuk BSE
antara lain nama hewan, jenis hewan, ras hewan, umur, berat badan, suhu tubuh,
frekuensi nadi, dan frekuensi napas.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan organ reproduksi untuk BSE dilakukan dengan
memperhatikan kondisi organ reproduksi eksternal hewan seperti skrotum, penis,
preputium, dan epididimis. Skrotum diamati posisi, bentuk, kesimetrisan testis, dan
diukur lingkar skrotum. Penis dan preputium diamati bentuk, ukuran, kebersihan,
dan kondisi preputium. Pemeriksaan epididimis dilakukan dengan cara palpasi pada
skrotum untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan kesimetrisannya.
Organ lain yang mempengaruhi kemampuan reproduksi pejantan seperti
mata, perototan, pertulangan, persendian, dan teracak pada kaki belakang juga
diperiksa. Pemeriksaan mata dilakukan dengan mengamati fungsi dan bentuk mata.
Kondisi ekstremitas kaki belakang seperti perototan, pertulangan, persendian, dan
teracak diamati dengan melihat bentuk, konsistensi, kesimetrisan, konformitas,
kondisi, dan pergerakan.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan saat praktikum adalah vagina buatan domba dan sapi,
tabung penampung semen, termos air panas, thermometer, stetoskop, jam tangan
atau stopwatch, meteran, corong, timbangan, spatula, kertas saring, tabung
Erlenmeyer, gelas beker, pipet ukur, mikropipet, heating table, gelas objek, kaca
penutup, syringe, pH meter, bulb, coen, wadah untuk prefreezing dan freezing,
mikroskop, Neubauer counting chamber, pinset, straw semen, container,
refrigerator, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah semen segar domba, gel, larutan formosaline
3%, eosin nigrosine, bahan pengencer yang terdiri dari tris hydroxymethyl
aminomethane, kuning telur, asam sitrat, fruktosa, antibiotik (PenStrep), gliserol,
akuades, air hangat 37oC, air dengan suhu ruang, tisu, dan nitrogen cair.

Penghitungan Bahan Pengencer

Praktikum kali ini menggunakan masing-masing dua jenis buffer pada


semen beku dan semen cair yaitu tris dan Na-sitrat. Berikut adalah komposisi yang
dibutuhkan untuk masing-masing buffer;
Komponen Jumlah
Tris hydroxymethyl aminomethane 3,27 gram
Asam sitrat 2,17 gram
Fruktosa 1,56 gram
Aquadest 100 mL

Semua bahan kemudian dihomogenkan dan dibagi ke dalam empat (masing-


masing 25 mL) tabung erlenmeyer untuk masing-masing pengenceran yaitu tris-KT
dan Na sitrat-KT semen cair serta tris-KT dan Na sitrat-KT semen beku. Masing-
masing tabung erlenmeyer yang berisi buffer kemudian akan ditambahkan kuning
telur. Sebelum menambahkan kuning telur, masing-masing buffer dikurangi
volumenya sebanyak 5 mL untuk buffer semen cair dan 6,5 mL untuk buffer semen
beku.Setelah itu kuning telur disiapkan dan ditambahkan ke dalam masing-masing
tabung erlenmeyer berisi larutan buffer dengan jumlah sebagai berikut;

Buffer Jumlah Kuning Telur Jumlah Gliserol


Tris-KT Semen Beku 3,27 gram 1,5 mL
Tris-KT Semen Cair 2,17 gram -
Na sitrat-KT Semen Beku 1,56 gram 1,5 mL
Na sitrat-KT Semen Cair 100 mL -

Prosedur Kerja

Melakukan Physical Examination (PE), pengamatan organ


reproduksi, penyiapan vagina buatan

Koleksi dan penampungan semen


sapi dan domba

Evaluasi semen segar

Pengenceran (Na Sitrat-KT & Pengenceran (Na Sitrat-KT-


Tris-KT) gliserol & Tris-KT-gliserol)
Evaluasi motilitas &
viabilitas
Penyimpanan suhu 4oC
Filling dan Sealing

Evaluasi motilitas & viabilitas


setiap 24 jam

Pembekuan dalam N2 cair

Thawing (27oC & 37oC)


HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi Semen Segar Domba pada Hari Ke-2

Breeding Soundness Evaluation (BSE) adalah teknik evaluasi dalam


menentukan keunggulan pejantan melalui pemeriksaan fisik dan organ
reproduksinya. Pengujian BSE meliputi pemeriksaan fisik untuk mengetahui
keabnormalan yang dapat mengganggu keinginan dan kemampuan pejantan untuk
kawin, pemeriksaan organ reproduksi yaitu penis, lingkar skrotum dan testis, serta
motilitas dan morfologi spermatozoa untuk mengetahui kesuburan pejantan
(Leamaster dan Duponte 2007). Metode BSE dapat dijadikan sebagai nilai potensi
pengembangbiakkan pejantan dalam upaya pemanfaatan bibit pejantan unggul
dalam rangka perbaikan mutu genetik pada ternak. Hasil pemeriksaan fisik yang
meliputi suhu tubuh, frekuensi napas, frekuensi jantung, dan lingkar skrotum pada
sapi dan domba dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan fisik domba.


Pemeriksaan sinyalmen dan keadaan umum domba jantan
Parameter Hasil
1. Jenis Domba
2. Ras Garut
3. Warna Rambut Rambut hitam
4. Kelamim Jantan
5. Frekuensi napas 40 kali / menit
6. Suhu tubuh 39. oC
7. Frekuensi detak jantung 96 kali / menit
Pemeriksaan organ reproduksi eksternal
1. Lingkar skrotum 27 cm
2. Konsistensi testis Kenyal
3. Keadaan testis Simetris
4. Arah preputium Ke depan
5. Keadaan preputium Tidak ada lesio

Domba yang diuji pada prkatikum kali ini adalah domba garut jantan. Suhu
yang diukur adalah 39ᵒC. Suhu domba masih dalam kisaran normal karena menurut
Smith dan Mangkoewidjojo (1988), suhu rektal domba normal berkisar pada 35,63-
39,13ᵒC. Frekuensi napas domba relatif tinggi yaitu 40 kali dalam satu menit,
dimana kondisi normal domba akan bernapas sebanyak 15-25 kali per menitnya
(Smith dan Mangkoewidjojo 1988). Hal ini dapat disebabkan kondisi domba yang
stress sebelum koleksi semen dilakukan. Frekuensi denyut jantung saat
pemeriksaan adalah 40 denyut per menit yang dapat diinterpretasikan normal
karena frekuensi jantung normal domba dewasa adalah 70-80 kali per menit (Smith
dan Mangkoewidjojo 1988). Pengukuran lingkar skrotum merupakan indikator
penting terkait dengan kapasitas produksi spermatozoa. Menurut Barth dan
Waldner (2002), lingkar skrotum sangat erat kaitannya terhadap motilitas dan
morfologi spermatozoa. Lingkar skrotum normal pada domba adalah 30.68-34.4
cm (Rizal et al. 2003)
Evaluasi Semen Segar Domba

Uji makroskopis dan mikroskopis dilakukan untuk evaluasi semen segar


domba. Uji makroskopis yang dilakukan meliputi pengamatan volume, warna,
konsistensi, bau, dan pH. Sementara uji mikroskopis yang dilakukan meliputi
pengamatan gerakan massa, gerakan progresif, perhitungan viabilitas, konsentrasi
spermatozoa, dan abnormalitas morfologi. Hasil penilaian karakteristik semen
segar domba dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Karakteristik semen segar


Parameter Pengamatan
Makroskopik
Volume (ml) 1 mL
Warna Putih Susu
Konsistensi Kental
pH 6.4
Bau Khas semen
Mikroskopik
Gerakan massa (+/ ++/ +++) +++
Motilitas progresif (0–100%) 80 %
Presentase hidup (viabilitas) 98.7 %
Konsentrasi spermatozoa Densum
(estimasi)
Counting chamber (x106 sel/ml) 2700
Abnormalitas morfologi 0,6 %

Evaluasi yang dilakukan terhadap semen domba adalah evaluasi


makroskopis dan mikroskopis. Evaluasi makroskopis meliputi volume, warna,
konsistesi, pH, dan bau. Evaluasi mikroskopis yang dilakukan adalah pengamatan
gerak massa,gerak individu, motilitas progressif, viabilitas, penghitungan
konsentrasi menggunakan estimasi jarak antar kepala dan counting chamber, serta
abnormalitas morfologi. Semen domba yang didapat adalah 1 mL dengan warna
putih susu berkonsistensi kental. Pengukuran pH dilakukan degan mendapatkan
hasil 6,4 dan bau khas semen. Menurut Toelihere (1993), volume semen segar
domba sangat bervariasi. Hal tersebut ditentukan oleh umur domba, kualitas pakan,
frenkuensi penampungan, serta ras domba. Pengukuran pH domba masih
mendapatkan hasil di batas normal yaitu 6,4. Menurut Paalloan (2013), nilai pH
domba normal berkisar antara 5,9-7,3. Derajat keasaman semen domba akan
semakin tinggi jika semen memiliki konsentrasi yang tinggi.
Parameter mikroskopis yang teramati yaitu gerakan masa, gerakan individu ,
motilitas progresif, persentase hidup (viabilitas), dengan jumlah konsentrasi
spermatozoa dan abnormalitas morfologi. Gerakan massa yang teramati memiliki
nilai +++, menurut Yongquist dan Threfal (2007) gerakan massa dipengaruhi oleh
konsentrasi spermatozoa, presentasi spermatozoa yang moti progresif, dan
kecepatan gerak maju spermatozoa. Gerak individu dan semen domba adalah 4
yang dapat dikategorikan baik. Menurut Feradis (2008), motilitas progresif yang
bernilai 50-80% data dikategorikan sebagai pejantan fertile. Semen domba yang diamati
dapat diinterpetasikan dalam kondisi baik yaitu 80% Faktor yang mempengaruhi motilitas
spermatozoa adalah usia, maturasi spermatozoa, faktor biofisika, dan fisiologi spermatozoa
(Garner dan Hafez 2000). Presentase hidup atau viabilitas diamati dengan teknik
pewarnaan menggunakan pewarna eosin. Presentase hidup yang didapat adalah 98,7%.
Persentase viabilitas berkaitan dengan persentase motilitas spermatozoa karena viabilitas
dan motilitas akan berpengaruh terhadap metabolisme spermatozoa.Evaluasi spermatozoa
hidup tidak menyerap warna pada kepalanya sedangkan spermatozoa mati mampu
menyerap warna pada kepalanya karena permeabilitas dinding meningkat sehingga
senyawa senyawa kimia dapat dengan bebas melewati plasma dan menembus sel
(Butar2009). Konsentrasi spermatozoa didapatkan dengan memperkirakan jarak antar
kepala spermatozoa dan penghitungan pada counting chamber.
Konsentrasi spermatozoa merupakan jumlah spermatozoa yang terkandung
dalam satu mL semen, semakin banyak sel spermatozoa maka semakin tinggi
spermatozoa yang dapat melakukan fertilisasi (Nurcholis et al. 2015). Pengamaan
jarak antar kepala menghasilkan estimasi konsentrasi yang kental/densum (>1000
x x106 sel/ml) karena jarak antar kepala spermatozoa sangat rapat (<1 kepala).
Sementara penghitungan dengan counting chamber mendapatkan hasil 2700 x106
sel/ml. Abnormalitas spermatozoa dilakuakan bersamaan dengan penghitungan
viabilitas spermatozoa. Nilai abnormalitas yang didapatkan adalah 0,6% dan dapat
dikategorikan dalam kondisi baik. Abnormalitas sel spermatozoa dilihat
keseluruhan mulai dari kepala hingga ekor. Kelainan pada kepala spermatozoa
diantaranya kepalakecil, kepalabesar, kepala memanjang, atau kepala terpisah
dengan ekor. Kelainan lainnya terjadi pada ekor spermatozoa seperti ekor
melingkar, ekor membentuk sudut, ekor lebih dari satu. Menurut Arifiantini (2012)
yang dapat menyebabkan abnormalitas pada sel spermatozoa adalah umur hewan
tua, manajemen pemeliharaan yang buruk, kualitas pakan buruk, dan hewan yang
tidak terbiasa ditampung semennya.

Evaluasi Semen Beku Domba

Hasil evaluasi semen beku diperoleh dari semen segar yang telah diencerkan
menggunakan pengencer Tris-kuning telur dan Na Sitrat-kuning telur yang dikemas
di dalam mini straw. Evaluasi semen beku dilakukan setelah beberapa perlakuan
yang diberikan diantaranya semen cair sebelum diekuilibrasi, setelah ekuilibrasi,
dan setelah thawing pada suhu 25ºC dan 37ºC . Pemeriksaan motilitas dan viabilitas
setelah perlakuan disajikan dalam Tabel 6.

Tabel 3 Data semen beku setelah perlakuan


Pengencer / Sebelum Setelah Post Thawing (%)
Paramater Ekuilibrasi (%) Ekuilibrasi (%) 37 ºC 27 ºC
30 detik 60 detik
Motilitas
Tris – KT 78.75 53.75 31.25 47.5
Na sitrat - KT 67,5 45 25 41.25
Viabilitas
Tris – KT 98.36 96.36 94.62 97.75
Na sitrat - KT 97,78 97.37 91.65 98.51

Berdasarkan hasil pengamatan semen beku yang telah diekuilibrasi, semen


degnan pengencer Tris memiliki motilitas 53,75% dengan viabilitas 96,36%,
sedangkan semen dengan pengencer Na Sitrat memiliki motilitas 45% dengan
viabilitas 97,37. Berdasarkan penelitian Kostaman et al. (2000) waktu ekulibrasi
empat jam terhadap semen menghasilkan semen beku yang lebih baik dibanding
dua jam. Pemberian gliserol pada semen mampu menjaga kualitas sperma pada saat
pembekuan dan thawing semen beku. Gliserol berfungsi sebagai agen pelindung
(Protective Agent). Penambahan gliserol pada pengencer tris dan kuning telur sitrat
sebagai bahan pengencer dapat melindungi sperma terhadap efek-efek mematikan
selama proses pembekuan. Selain itu, gliserol juga dapat berdifusi ke dalam sel-sel
sperma dan dapat dimetabolisir dalam proses-proses yang menghasilkan energi dan
membentuk fruktosa. Gliserol dapat memodifikasi kristal-kristal es yang terbentuk
dalam medium sewaktu pembekuan sehingga mampu menghambat kerusakan
membrane sel secara mekanis pada waktu penurunan suhu (cooling rate).
Pemberian gliserol dengan konsentrasi tiga hingga tujuh persen sebagai
krioprotektan masih dapat melindungi sperma selama proses pembekuan (Mumu
2009).
Semen beku dengan pengencer Tris yang telah dilakukan thawing selama
30 detik suhu 37OC memiliki motilitas 31,25% dengan viabilitas 94,62%,
sedangkan semen beku dengan pengencer Na Sitrat dengan waktu thawing dan suhu
yang sama memiliki motilitas 25% dengan viabilitas 91,65%. Semen beku dengan
pengencer Tris yang telah dilakukan thawing selama 60 detik dengan suhu 27OC
memiliki motilitas 47,5% dengan viabilitas 97,75%, sedangkan semen beku dengan
pengencer Na Sitrat dengan lama thawing yang sama memiliki motilitas 41,25
dengan viabilitas 98,51. Durasi thawing dan suhu dapat mempengaruhi kualitas dan
daya tahan spermatozoa pada semen beku yang telah mengalami proses thawing.
Berdasarkan penelitian Fitrik dan Supartini (2012) yang membandingkan pengaruh
durasi dan suhu thawing terhadap motilitas serta viabilitas sperma. Motilitas dan
viabilitas sperma berada di tingkat tertinggi ketika suhu thawing yang digunakan
sebesar 40 OC Pada rentang durasi thawing 15-30 detik menunjukkan bahwa
semakin lama durasi thawing mengakibatkan peningkatan motilitas serta viabilitas
sperma. Hal ini diakibatkan oleh durasi thawing yang terlalu cepat menyebabkan
kristal-kristal es belum mencair secara sempurna sehingga menghambat pergerakan
sel spermatozoa secara aktif.
Hasil pemeriksaan semen beku dengan dua jenis pengencer yang berbeda
menunjukkan bahwa pengencer Tris-KT memiliki kemampuan yang lebih baik dari
penggunaan pengencer Na Sitrat-KT dalam mempertahankan motilitas sperma
selama kriopreservasi. Pengencer tris memiliki komposisi tris hydroxymethyl
aminomethan, asam sitrat, fruktosa, antibiotik, lipoprotein dan lecithin.
Menyediakan zat makanan dan sumber energi yang penting bagi spermatozoa untuk
mempertahankan kehidupannya (Solihati 2008). Lipoprotein dan lecithin berfungsi
untuk mempertahankan serta melindungi integritas selubung lipoprotein sel
spermatozoa, fruktosa berfungsi sebagai sumber energi (Sorensen 1979).
Evaluasi Semen Cair Domba

Tabel 4 Motilitas dan viabilitas spermatozoa pada semen cair domba dengan
pengencer Na sitrat-kuning telur dan Tris-kuning telur
Motilitas Progresif (%) Viabilitas (%)
Jam ke- Na-sitrat Kuning Tris – Kuning Na-sitrat Tris – Kuning
Telur Telur Kuning Telur Telur
0 75 77,5 96,55 97,48
24 55 78,75 89,92 96,47
48 52.5 67,5 87,34 90,24
72 36.25 46.25 85,16 87,66
96 22.5 35 83,65 86,31

Pengamatan Motilitas dan Viabilitas dilakukan selama 5 hari. Hari ke-1


nilai motilitas spermatozoa pada pengencer Tris-KT dan Na Sitrat-KT masing-
masing yakni 77,5% dan 75%% sedangkan nilai viabilitas masing-masing yakni
97,48% dan 96,55%. Motilitas dan viabilitas spermatozoa pada kedua pengencer
terus mengalami penurunan hingga pada hari kelima. Motilitas spermatozoa pada
hari kelima pengencer Tris-KT dan Na Sitrat yakni 35% dan 22,5% sedangkan
viabilitasnya masing-masing 86,31% dan 83,65%. Tingkat penurunan motilitas dan
viabilitas spermatozoa dapat dilihat pada Gambar 1 dan 2.

90
80
70
60
50
40 Na Sitrat-KT

30 Tris-KT

20
10
0
1 2 3 4 5
Hari ke-

Gambar 1 Grafik nilai rataan motilitas semen cair domba


100

95

90

85 Na Sitrat-KT
Tris-KT
80

75
1 2 3 4 5

Hari ke-

Gambar 2 Grafik nilai rataan viabilitas semen cair domba

Penurunan pergerakan progresif (motilitas) dan viabilitas spermatozoa


dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya semakin bertambahnya jumlah
spermatozoa yang rusak dan mati akibat suhu dingin, ketersediaan energi dalam
bahan pengencer makin berkurang, semakin menuanya umur sperma dan
meningkatnya tingkat keasamaan (pH) semen. Menurut Aboagla dan Terada (2004),
selama proses preservasi semen terjadi perubahan suhu sehingga merusak
komposisi lipid membran plasma, dan berdampak pada penurunan motilitas dan
fertilitas spermatozoa. Membran dianggap target utama kerusakan sel pada
pendinginan atau pembekuan semen. Selain itu, Rizal (2006) juga menjelaskan
bahwa sebab dari penurunan persentase motilitas yaitu penurunan pH dalam semen
yang berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan energi dalam bentuk Adenosin
Trifosfat (ATP). Seiring lama penyimpanan, ketersediaan suplai energi semakin
berkurang, sehingga terjadi proses respirasi anaerob yang menghasilkan ATP dan
asam laktat. Asam laktat tersebut merubah pH medium pengencer menjadi lebih
asam dan meningkatkan osmolaritas sehingga menurunkan daya motilitas
spermatozoa.
Fungsi dari bahan pengencer meliputi, menyediakan nutrisi untuk
metabolisme spermatozoa, menetralisis sisa metabolisme, meningkatkan kestabilan
membran plasma serta menjaga keseimbangna tekanan osmotik di dalam semen.
Bahan pengencer yang digunakan dapat berupa larutan Tris atau Na Sitrat yang
dikombinasikan dengan kuning telur. Kuning telur biasanya ditambahkan dalam
pengencer karena mengandung fosfolipid yang sangat dibutuhkan karena
kemampuannya melindungi spermatozoa dari coldshock pada saat pendinginan
ataupun pembekuan (Amirat et al. 2004). Menurut Toelihere (1993), fungsi kuning
telur ayam terletak pada kandungan lipoprotein dan lesitin yang dapat bekerja
mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel
spermatozoa. Lipoprotein akan melindungi sperma dari luar sel yaitu dengan jalan
meletakkan diri pada membran plasma spermatozoa sehingga spermatozoa
terbungkus oleh lipoprotein. Lipoprotein adalah komponen utama di dalam kuning
telur yang mempunyai daya tarik menarik dengan membran plasma spermatozoa.
Hasil pengamatan juga menunjukan bahwa kombinasi Tris-KT memiliki
tingkat motilitas dan viabilitas yang lebih tinggi dibandingkan Na Sitrat-KT. Hasil
ini sesuai dengan hasil penelitian Hartono DC (2015) yakni kualitas semen domba
menggunakan pengencer Tris-KT lebih mampu melindungi dan mempertahankan
kehidupan spermatozoa selama proses preservasi dibandingkan dengan pengencer
Sitrat-KT. Pengencer Tris hidrroxymethil aminomethan mempunyai beberapa
kelebihan, antara lain dapat mempertahankan pH, mempertahankan tekanan
osmotik, dan menjaga keseimbangan elektrolit. Pengencer tris yang ditambahkan
kuning telur akan memberikan perlindungan lebih baik bagi spermatozoa (Ax et al.
2000). Menurut Paulenz et al. (2002), pengencer dasar tris dapat mempertahankan
spermatozoa hidup lebih baik daripada pengencer sitrat maupun susu skim pada
semen cair domba pada suhu 5 oC dan 20 oC. Sitrat memiliki struktur melingkar,
mengikat kalsium atau logam berat, dan memisahkan butiran lemak kuning telur.
Penggunaan Na sitrat-KT mengakibatkan ion sitrat akan berikatan dengan Ca yang
terdapat pada plasma semen, sehingga akan menghilangkan Ca sebagai pemacu
motilitas (Solihati et al. 2008). Hilangnya Ca akan menghambat metabolisme,
sehingga akan memicu terbentuknya asam laktat. Terbentuknya asam laktat
berkorelasi dengan motilitas dan memperpendek daya hidup spermatozoa (Bearden
dan Furquay 2000).

DAFTAR PUSTAKA

Aboagla EME, T Terada. 2004. Effects of egg yolk during the freezing step of
cryopreservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology.
62:1160–1172.
Amirat L, Tainturier D, Jeanneau L, Thorin C, Gerard O. 2004. Bull semen in vitro
fertility after cryopreservation using egg yolk LDL: a comparison with
Optidyl, a commercial egg yolk extender. Theriogenology. 61 : 895–907.
Arifiantini RI. 2012. Teknik koleksi dan evaluasi semen pada hewan. Yusuf TL,
editor. Bogor(ID): IPBPress
Asher GW et al. 1988. Hybridisation of Pere david deer (Elaphurus davidianus)
and red deer (Cervus elaphus) by artificial insemination. J Zool. 215: 197 –
203.
Asmarasari SA, Tiesnamurti B. 2007. Aplikasi teknologi inseminasi buatan melalui
transcervical menggunakan semen cair pada domba rambut st. Croix. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Ax RL, Dally MR, Didion BA, Lenz RW, Love CC, Varner DD, Hafez B,Bellin
ME. 2000. Semen evalution. In: Hafez B, Hafez ESE (Eds). Reproduction
inFarm Animals. 7th Ed. Philadelphia (US): Lippincott William & Wilkins.
365-375.
Bagley CV. 1997. Breeding soundness examination of rams. [internet]. [diunduh
pada 15 Sep 2018].Terhubung berkala: https:// digitalcommons.
usu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1426&amp;context=extension_curall.
Barth AD, Waldner CL. 2002. Factors affecting breeding soundness classification
of beef bulls examined at the Western College of Veterinary Medicine. Can
Vet J. 43(4): 274-284
Bearden HJ, Fuquay W. 2000. Applied Animal Reproduction 5 Edition. New
Jersey(US): Upper Saddle River.
Butar E. 2009. Efektivitas frekuensi exercise terhadap peningkatan kualitas semen
sapi simmental [skripsi]. Universitas Sumatera Utara: Fakultas Pertanian.
Feradis MP. 2010. Reproduksi Ternak. Bandung(ID) :Angkasa
Fitrik, Supartini N. 2012. Pengaruh suhu dan lama thawing terhadap kualitas
spermatozoa kambing Peranakan Etawa. Buana Sains. 12(1): 81-86.
Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and seminal plasma dalam: Hafez ESE.
Reproduction in farm animals 5th edition.Philadelphia(US):Lea and
Febiger:189-209
Herdis. 2005. Optimalisasi jenis pengencer dan dosis gliserol pada proses
pembekuan semen domba garut (Ovis aries). Di dalam : Optimalisasi
inseminasi buatan melalui aplikasi teknologi laserpunktur pada Domba Garut
(Ovis aries). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kostaman T, Sutama IK, Situmorang P, Budiarsana IGM. 2000. Pengaruh jenis
pengencer dan waktu ekulibrasi terhadap kualitas semen beku Kambing
Peranakan Etawah. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Balai
Pertanian Ternak.
Mumu MI. 2009.Viabilitas semen sapi simmental yang dibekukan menggunakan
krioprotektan gliserol. J Agroland. 16(2): 172-179.
Nurcholis, Yamin M, Arifiantini RI. 2015. Kualitas semen segar dan beku domba
garut setelah pemberian limbah tauge dan suplementasi omega-3 [Thesis].
Bogor(ID):IPB
Nurcholis, Yamin M, Arifiantini RI. 2015. Kualitas semen segar dan beku domba
garut setelah pemberian limbah tauge dan suplementasi omega-3 [Thesis].
Bogor(ID):IPB
Parker, J. E. 2000. Reproductive Physiologi In Poultry. In : E. S. E. Hafez (Ed).
Reproduction in Farm Animals (7th ed). Lippincott Williams & Wilkins,
USA.
Parsons G. 2017. Increasing Your Lamb Crop Series: Testing Rams for Breeding
Soundness. United States Lamb Resource Center.
Paulenz H, Soderquist L, Perez-Pe R, Berg KA. 2002. Effect of different extenders
and storage temperatures on sperm viability of liquid ram semen.
Theriogenology. 57(2):823-836.
Rizal M, Toelihere MR, Yusuf TL, Purwantara B, Situmorang P. 2003.
Karakteristik penampilan reproduksi pejantan Domba Garut. JITV.8(2): 134-
140
Smith, J.B. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan Dan
Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta. hlm. 37-
57.
Solihati N. 2008. Studi terhadap kualitas dan daya tahan hidup spermatozoa cauda
epididymis domba garut menggunakan berbagai jenis pengencer. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.
Sophiahani, 2006. Pengaruh frekuensi penampungan terhadap volume semen dan
motilitas spermatozoa ayam kampung. Skripsi. Universitas Diponegoro,
Semarang
Sorensen. 1979. Animal reproduction principle and practices. Mc Graw-Hill
Publication. J Agri Sci. 42-75.
Suharyati S, Hartono M. 2011. Preservasi dan kriopreservasi semen sapi berbagai
bahan pengencer. Jurnal Kedokteran Hewan. 5(2):53-58.
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Di dalam: Rizal M. Pengaruh
penambahan laktosa di dalam pengencer tris terhadap kualitas semen cair
domba garut. 2006. J Indon Trop Anim Agric. 31(4):224-231.
Walson PF, Martin CA. 1975. The influences of same fractions of egg yolk on
the survival of ram spermatozoa at 5oC. Reprod. Fertil Dev. 69:856 – 857.
Youngquist RS, Threlfall WR. 2007. Current therapy in large animal
theriogenology, Second Ed. Philadelphia(US): Saunders Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai