Anda di halaman 1dari 2

Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang umumnya timbul saat musim penghujan

dan terjadinya banjir seperti pada saat ini. Penyakit ini umumnya ditularkan melalui kencing
hewan mamaliatikus. Indonesia merupakan negara dengan risiko sedang dari penularan
leptospirosis. Leptospirosis mempunyai manifestasi luas dari self limited hingga sakit berat.
Pemeriksaan baku emas dari penyakit leptospirosis ialah dengan microscopic agglutination test.
Diagnosis terhadap penyakit leptospirosis dibagi atas suspek, probable, dan konfirmasi. Terapi
yang diberikan untuk menangani penyakit ini adalah melalui medikamentosa dengan antibiotik
dan suportif. Prognosis umumnya baik namun bisa juga terjadi gejala sisa. Tingkat fatalitas kasus
di berbagai belahan dunia berkisar <5%-30%.
Di Indonesia khusunya Pulau Jawa, leptospirosis tersebar di Propinsi Jawa Barat, Jawa
Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya. Penularan leptospirosis disebabkan
oleh bakteri Leptospira yang tersebar diseluruh dunia dan ditransmisikan baik secara langsung
ataupun tidak langsung dari binatang ke manusia (zoonosis). Transmisi dari manusia ke manusia
dapat terjadi, namun sangat jarang. Transmisi leptospira ke manusia terjadi karena kontak
dengan urin, darah, atau organ dari binatang terinfeksi, serta kontak dengan lingkungan (tanah,
air) yang terkontaminasi bakteri leptospira.

Angka kematian akibat leptospirosis di Indonesia termasuk tinggi, mencapai 2,5%-16,4% dan hal
ini tergantung sistem organ yang terinfeksi. Pada usia lebih dari 50 tahun kematian mencapai
56%

Berbagai spesies hewan, terutama mamalia, dapat bertindak sebagai sumber infeksi manusia,
diantaranya ialah:1

1. Spesies mamalia kecil, seperti tikus liar (termasuk mencit), bajing, landak

2. Hewan domestik (sapi, babi, anjing, domba, kambing, kuda, kerbau)

3. Hewan penghasil bulu (rubah perak) di penangkaran

4. Reptil dan amfibi mungkin juga membawa leptospira

Beberapa pekerjaan yang berisiko seperti petani sawah, pekerja pejagalan, peternak, pekerja
tambang, industri perikanan, serta petani tebu dan pisang. Dokter hewan maupun staf
laboratorium yang kontak dengan kultur leptospirosis juga memiliki risiko terpapar leptospirosis.
Beberapa kegemaran yang bersentuhan dengan air atau tanah yang tercemar juga bisa
menularkan lepto-spirosis, seperti berkemah, berkebun, berkelana di hutan, berakit di air
berjeram, dan olahraga air lainnya (Gambar 2).4

Meskipun leptospirosis sering dianggap sebagai penyakit pedesaan, orang yang tinggal di kota
juga dapat terkena, tergantung pada kondisi hidup dan tingkat kebersihan baik di rumah maupun
lingkungan terdekatnya. Wabah leptospirosis telah dilaporkan mengikuti terjadinya bencana
alam seperti banjir dan badai

Salah satu kendala penanganan leptospirosis ialah kesulitan dalam menegakkan diagnosis awal.
Biasanya pasien datang dengan berbagai macam keluhan dari berbagai sistem organ sehingga
sering didiagnosis dengan meningitis, hepatitis, nefritis, fever of unknown origin (FUO),
influenza, sindrom Kawasaki, sindrom syok toksik, dan penyakit Legionela.9

Pada anamnesis, penting untuk menanyakan identitas pasien, misalnya pekerjaan dan tempat
tinggal untuk menunjukkan apakah pasien termasuk orang berisiko tinggi atau tidak kontak
dengan binatang atau tanah/air yang terkontaminasi urin hewan. Gejala demam, nyeri kepala
frontal, nyeri otot, mual, muntah, dan fotofobia dapat dicurigai ke arah leptospirosis. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai demam, bradikardia, nyeri tekan otot, hepatomegali, dan lain-lain

Pemberian doksisiklin 200 mg/minggu dapat memberikan pencegahan sekitar 95% pada orang
dewasa yang berisiko tinggi, namun profilaksis pada anak belum ditemukan. Pengontrolan
lingkungan rumah dan penggunaan alat pelindung diri terutama di daerah endemik dapat
memberikan pencegahan pada penduduk berisiko tinggi walaupun hanya sedikit manfaatnya.
Imunisasi hanya memberikan sedikit perlindungan karena terdapat serotipe kuman yang berbeda

Leptospirosis terjadi secara insidental dan umumnya ditularkan melalui kencing tikus saat terjadi
banjir. Manifestasi leptospirosis yaitu dari self limited, gejala ringan hingga berat bahkan
kematian bila terlambat mendapat pengobatan.

Pemeriksaan baku emas leptospirosis dengan microscopic agglutination test. Diagnosis dini dan
penatalaksanaan yang cepat akan mencegah perjalanan penyakit yang berat. Terapi diberikan
medika-mentosa dengan antibiotik dan suportif. Prognosis umumnya baik namun bisa terjadi
gejala sisa. Pencegahan dini terhadap yang memiliki faktor resiko terinfeksi, diharapkan dapat
melindungi dari serangan leptospirosis

Anda mungkin juga menyukai