Anda di halaman 1dari 20

KONSEP IMMUNOLOGI DALAM MIKROBIOLOGI

Pendahuluan
Tubuh manusia sebagai inang, dilengkapi mekanisme kekebalan yang dapat melawan patogen
dan meminimalkan kerusakan akibat serangan patogen yang dikenal dengan respon imun.

Dalam bab ini kita akan mempelajari sel yang terlibat dan mekanisme tanggungjawabannya
dalam imunitas (kekebalan) terutama untuk menolak infeksi mikrob. Selanjutnya kita akan
meninjau imunitas nonspesifik, yaitu kemampuan dari sel untuk melawan virus, bakteri, dan
fungi secara umum. Respon imun spesifik dapat disintesa untuk melawan berbagai molekul
galur asing pada inang vertebrata. Molekul-molekul asing ini dikenal sebagai immunogen atau
antigen. Antigen umumnya merupakan komponen makromolekul dari patogen, seperti protein
permukaan luar, protein sekresi, yaitu toksin.
Antigen dilewatkan sepanjang sel-sel antigen-spesifik, limfosit T atau sel T oleh proses
yang disebut presentasi antigen. Sel-sel T sitotoksik (Tc) berinteraksi secara langsung dengan
sel-sel yang membawa antigen dan merusak sel-sel secara langsung. Sel-sel T lainnya, T helper
( Th) berinteraksi dengan antigen dan mensekresikan protein pengaktivasi sel yang
disebut sitokin. Dengan perantara sitokin, sel-sel Th mengaktifkan sel efektor yang merusak
sel-sel antigen. Masing-masing sel-sel ini menghasilkan respon imun yang dikenal sebagaicell-
mediated immunity. Sitokin yang disekresi oleh sel Th menginduksi sel B untuk membuat
protein yang disebut immunoglobulin atau antibodi. Antibodi-antibodi ini secara umum
ditemukan sebagai protein-protein yang dapat larut dalam serum atau sekresi tubuh, yang
bereaksi dengan antigen untuk merusak atau menetralisirnya. Antibody-mediated immunity
dikenal sebagai imunitas humoral. Cell-mediated responses diproduksi oleh sel-sel T yang
berinteraksi secara langsung terhadap antigen atau mikroorganisme dalam sel-sel inang pada
saat antibody berinteraksi dengan patogen atau produk-produk mereka yang ditemukan di luar
sel-sel inang.
Respon imun adaptif memiliki 3 karakteristik utama: spesifisitas, memori, dan toleransi.
Dalam modul ini kita akan mempelajari:
I. Tinjauan sistem pertahanan tubuh
II. Antigen, sel T dan Imunitas seluler
III. Imunitas dan Antibodi
IV. Penyakit / kelainan Respon Imunitas
V. Respon imunitas dalam Pencegahan Penyakit

I. Tinjauan Sistem Pertahanan Tubuh


Sistem Pertahanan tubuh adalah suatu sistem yang berfungsi untuk mempertahankan
tubuh dari adanya infeksi atau serangan zat asing (antigen). Terdapat respon imun alami yang
non spesifik dan didapat atau spesifik. Beberapa contoh sistem pertahanan tubuh non
spesifik adalah:
a. Permukaan kulit, untuk melindungi serangan mekanik. Dan juga kulit yang utuh, kering dan
asam melindungi kita terhadap serangan mikroba.
b. Zat kimia. Adanya sekresi mukus disepanjang permukaan saluran pencernakan, pernafasan
dan urogenital yang melindungi serangan mikroba patogen, sehingga apabila patogen akan
menyerangnya patogen tersebut harus mampu menghancurkan zat-zat yang terdapat pada
permukaan saluran ini. Enzim lisozim pada air mata melindungi mata dari serangan zat asing.
c. Sel pemakan. Bila antigen memasuki bagian tubuh kita akan bertemu dengan sel pemakan
(neutrofil, monosit dan makrofag). Sel ini akan menerkam antigen dengan
proses phagocytosis. Dalam sel pemakan antigen akan dihancurkan karena dalam sel
tersebut terdapat enzim-enzim penghancur.
d. Kecepatan aliran darah. Bila ada infeksi maka aliran darah akan dipercepat agar leikosit datang
lebih cepat ditempat pemasukan antigen.
Reaksi panas pada tubuh. Adanya mikroba pada darah akan mengakibatkan suhu tubuh
meningkat sehingga dapat diketahui bahwa proses infeksi masih berlangsung.
Di dalam darah fungsi pertahanan menjadi tanggung jawab dari sel darah putih. Secara
ringkas ada 3 tahap aktifitas sel-sel pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan zat asing
yaitu:
1. Pengenalan antigen
Sel-sel darah putih akan mengenali antigen / zat asing yang kemudian menandai bentuk
molekul protein dan molekul lain pada permukaan sel, dengan demikian akan dapat dibedakan
antara sel diri sendiri dan bukan diri sendiri ( sel asing ).
2. Komunikasi antar sel
Leukosit yang sudah mengenali molekul asing (misalnya berupa bakteri maupun
mikroorganisme lain) selanjutnya menginformasikan kepada sel-sel pertahanan tubuh lain
bahwa antigen telah datang. Komunikasi antar sel tersebut diperantarai oleh sitokin suatu
protein yang disekresi oleh sel bernukleus.
3. Mengalahkan penyerang.
Sel penyerang / antigen akan dilemahkan dengan protein spesifik yang diproduksi oleh sel
pertahanan tubuh yang disebut antibodi. Antibodi akan mengikat antigen sehingga mudah
dihancurkan oleh leukosit.

II.Antigen, sel T dan Imunitas seluler


Untuk mempelajari imunitas kita perlu mengetahui molekul dan struktur
Immunogen dan Antigen
Immunogen pada adalah antigen yang dapat menimbulkan respon imun apabila
memasuki tubuh vertebrata. Reespon imun mungkin melibatkan produksi antibodi, aktivasi sel T
spesifiik, atau keduanya. Antigen yang tidak imunogen yaitu haptens adalah substansi dengan
berat molekular rendah menginduksi antibodi spesifik tetapi tidak oleh diri mereka sendiri
melainkan bergabung dengan protein lain. Termasuk hapten adalah molekul seperti gula, asam
amino, dan komponen-komponen organik dengan berat molekul rendah lainnya.
Antibodi maupun TCR tidak berinteraksi dengan makromolekul antigenik sebagai suatu
keseluruhan tetapi hanya melawan bagian nyata dari molekul yang disebut determinan
antigennya atau epitopnya (Gambar 20.5). Antigen determinan meliputi gula, asam amino, dan
hidrokarbon lainnya. Jadi, hapten yang disebutkan sebelumnya merupakan contoh nyata dari
determinan antigen individu.
Spesifisitas antibodi adalah cukup sensitif untuk membedakan diantara epitop yang
berhubungan tertutup. Sebagai contoh, antibod dapat membedakan diantara gula, glukosa dan
galaktosa, yang mana berbeda hanya dalam orientasi dari kelompok hidroksil. Bagaimanapun
juga, spesifisitas adalah tidak mutlak dan suatu antibod mungkin bereaksi, paling sediikit
beberarpa tingkat dengan epitop-epitop lainnya. Atigen yang menginduksi antibod disebut
antigen homolog, dan antigen lainnya yang berinteraksi dengan antibodi disebut antigen
heterolog. Interaksi antara antibodi dan antigen heterolog disebut sebagai reaksi silang.
Pada saat antibodi secara umum mengenal epitop yang dinyatakan pada permukaan
makromolekular, TCRs mengenal determinan hanya setelah makromolekul telah didegradasi
secara sebagian. Antigen yang telah diproses ini kemudian dipreesentasikan ke sel-sel T pada
permukaan antigen-presenting cells (APCs) terspesialisasi atau sel-sel target. Sejak antigen
memproses dan presentasinya secara normal merusak struktur konformasi dari suatu antigen,
epitop sel T terdiri atas rangkaian bagian linear dari protein-protein yang lebih daripada eepiop
konformasional yang dikenal oleh antibodi.

Immunitas Nonspesifik: Fagosit dan Fagositosis


Pada beberapa kesempatan, patogen menerobos mekanisme pertahanan fisik dan kimia inang.
Kemudian dapat menyerbu jaringan inang dan memulai untuk mengkolonisasi dan menginfeksi
inang. Dalam hal ini, sistem imun harus mennjadi aktif.
Titik permulaan imunitas yang merupakan dampak akhir adalah spesifik dan non
spesifik, selular atau humoral, adalah interaksi dari sel dengan patogen atau protein
immunogenik. Sel yang berperan dalam interaksi awal ini adalah fagosit. Fungsi utama dari
fagosit adalah menelan dan merusak pahogen dan mencerna sisanya. Dalam proses ini, antigen
jarang membangkitkan dan mempresentasikan sel-sel imun antigen-spesifik.

Fagosit
Beberapa leukosit yang ditemukan dalam darah adalah fagosit, dan fagosit juga ditemukan
dalam bermacam-macam jaringan dan cairan-cairan tubuh. Fagosit biasanya motil dan bergerak
oleh aksi amuboid. Paling banyak memiliki granular yang disebut lisosom, yang mengandung
substansi bakterisidal seperti hidrogenperoksida, lisozim, protease, fosfatase,
nuklease dan lipase. Fagosit dapat memerangkap suatu patogen pada permukaannnya juga
dinding pembuluh darah atau gumpalan beku fibrin. Setelah melekat ke sel, membran
sitoplasma fagosit menginvaginasi dan menelan sel-sel asing. Keseluruhan kompleks mencomot
dan sebenarnya bergabung dengan lisosom, membentuk suatu pemasukan baru, yaitu suatu
fagolisosom. Substansi dan enzim toksik di dalam fagolisosom biasanya mampu membunuh dan
menncerna mikroorganisme yang tertelan.
Suatu kelompok fagosit, yaitu neutrofil, atau leukosit polimorfonuklear (kadang-kadang
disingkat PMN), adalah sel-sel motil yang secara aktif dan mengandung sejumlah besar lisosom.
PMNs adalah sel-sel yang masa hidupnya pendek (2-3 hari) yang ditemukan lebih dominan
dalam aliran darah dan sumsum tulang tetapi mungkin tampak dalam jumlah besar di tempat
infeksi aktif dalam jaringan-jaringan. Mereka dapat bergerak secara cepat hingga 40 μm/ min
dan ditarik ke tempat bakteri dan komponen-komponennya ja. Secara umum, sejumlah besar
PMN dalam darah atau pada tempat peradangan menunjukkan suatu infeksi aktif.
Makrofag dan monosit adalah kelompok utama lainnya dari sel-sel fagositik. Makrofag
adalah sel besar yang mampu mencerna dan merusak banyak patogen dan antigen sama
seperti bekerjasama limfosit dalam menghasilkan imunitas spesifik. Monosit dalam darah
berdiferensiasi menjadi makrofag dan bertempat di jaringan (gambar 20.6a dan 20.7). Jadi,
istilah makrofag secara umum digunakan untuk melukiskan fagosit yang di rmukaan
jaringan dan istilah monosit melukiskan peredaran prekursor. Ukuran makrofag hingga 10 kali
lebih luas daripada monosit. Makrofag adalah APCs yang penting; mereka dapat
mempresentasikan antigen asing yang terdegradasi ke antigen-specific T cells, suatu langkah
awal dalam produksi antibodi.
Selama proses fagositosis, fagosit mengubah dari respirasi aerobik ke metabolisme
anaerobik. Glikolisis anaerobik dihasilkan dalam pembentukan asam laktat mengakibatkan
penurunan pH. Penurunan pH ini adalah bagian dari usaha untuk kematian sel-sel mikroba yang
tercerna sebab semua enzim hidrolitik lisosomal memiliki pH asam yang optimal. Pada akhirnya
tindakan pengenalan dari fagositosis mengkondisikan fagosit supaya lebih efisien dapat
mengumpulkan bakteri kira-kira 10 kali lebih efisien.

Kerusakan/ Kegagalan Fagosit


Kegagalan pagositosis dapat terjadi, sebagai contoh Staphylococcus aureus memproduksi
komponen pigmen yang disebut karotenoid yang memadamkan singlet oxygen mencegah
pembunuhan. Patogen intraselular sepertiMycobacterium leprae dan Mycobacterium
tuberculosis tumbuh dan tetap berada dalam sel-sel fagositik.
Patogen intraselular lainnya yang memproduksi protein leukosidin, dapat
menghancurkan fagosit. Dalam beberapa hal patogen tidak terbunuh ketika tercena tetapi
membunuh fagosit dan kemudian dilepaskan.Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus
aureus adalah penghasil leukosidin utama.
Pertahanan mikroba penting lainnya dalam melawan fagosit adalah kapsul bakteri.
Bakteri yang berkapsul begitu resisten dengan fagositosis, secara nyata atau jelas sebab kapsul
bagaimanapun juga mencegah pelekatan fagosit ke sel bakteri. Yang paling nyata dari
pentingnya kapsul adalah mencegah fagositosis seperti Streptococcus pneumoniae. Jika hanya
sedikit sel dari suatu rantai yang terkapsulasi dari spesies ini disuntikkan ke dalam tikus, suatu
infeksi dikenal mebuat kematian dalam beberapa hari. Di pihak lain, rata-rata sejumlah besar
dari strain mutan nonkapsulasi adalah secara kompleks avirulen. Komponen permukaan lainnya
selain kapsul dapat juga menghambat fagositosis. Streptococcus pyogenes memproduksi suatu
bahan spesifik, protein M, yang keduanya permukaan sel dan fimbriae. Protein M secara nyata
merubah kepemilikan permukaan sel bakteri yang merupakan suatu jalan bahwa fagosit tidak
dapat beraksi.
III. Imunitas dan antibodi
Imunitas Spesifik
Sel yang berperan dalam imunitas spesifik adalah makrofag dan limposit.
Makrofag untuk mempresentasikan antigen ke limfosit. Limfosit adalah salah satu dari tipe sel
mamalia yang paling umum (rata-rata orang dewasa memiliki 1012 limfosit). Limfosit B atau
limfosit T meliputi respon imun antigen spesifik dan diambil dari cabang sel di sumsum tulang.
Perbedaan dari cabang sel-sel ke dalam limfosit diattur oleh organ yang mana limfosit precursor
dibuat (gambar 20.3). Sel-sel B dewasa di sumsum tulang mamalia, teetapi berkembang di
organ khusus yang disebut Bursa Fabricius di dalam burung. Sel T dewasa dalam kelenjar
timus. Oleh karena perkembangan mereka dalam perkembangan dan pendewasaan awal darri
seel B dan seel T, sumsum tulang, bursa (hanya burung), dan kelenjar timus, diseebut organ
limfoit primer. Seetelah pendewasaan, sel B dan sel T dibubarkan melalui tubuh oleh darah dan
kelenjar getah bening. (gambar 20.4) dan datang bertempattinggal dalam lymph nodes, limpa,
atau mucosa-associated lymphoid tissue (MALT) (gambar 20.4a), yang mana seecara kolektif
dikenal sebagai organ limfoid sekunder. Limpa dan lynnph nodes diposisikan dalam darah dan
kelenjar geetah bening dan bertindak sebagai filter dimana mereka memerangkap
antigen. MALT berinteraksi dengan antigen yang ditemukan di permukaan mukosa. Sel B dan
sel T dalam organ ini kemudian dapat menghasilkan suatu reespon imun.

Limfosit-Limfosit B
Sel-sel B bertanggungjawab terhadap interaksi antigen, produksi antibodi, dan memori imun.
Limfosit B dibedakan dari limfosit T oleh kehadiran molekul-molekul immunoglobulin
perbanyakan dari tipe tunggal antibodi yang merupakan pemberian sel B yang akan
menghasilkan kemudian dalam perkembangannya. Permukaan immunoglobulin pada sel-sel B
yang mengenal antigen yang sesuai dengan aslinya biasanya berada pada permukaan patiogen.
Sel-sel B terkonsentrasi dalam korteks lymph nodes dimana mereka dapat berhubungan dengan
antigen. Setelah pembukaan antigen, sel-sel B terbagi ke dalam sel-sel memori atau sel plasma.
Sel-sel memori hidup lebih panjang dan mungkin tinggal dalam daerah kortikal selama
bertahhun-tahun. Jika dibuka kembali ke dalam antigen yang sama, sel-sel memori secara
cepat berkembangbiak menghasilkan lebih sel-sel memori dan sel plasma. Perbedaannya, sel-
sel plasma yang memproduksi antibodi hidup selama beberapa hari. Mereka ditemukan dalam
medula dimana immunoglobulin dapat menyalurkan secara langsung ke dalam suatu efferent
lymph vessel. (gambar 20.4d)

Limfosit-Limfosit T
Kondisi sel-sel T lebih kompleks. Semua sel-sel T memiliki antigen-specific T cell reeceptors
(TCRs) pada permukaannya dan berinteraksi secara spesifik dengan antigen
Ada 2 subpopulasi utama yaitu CD 4 dan CD 8: Sel T tunggal dewasa hanya punya satu
dari protein-protein ini. Populasi CD 4 dibagi lagi ke dalam 2 set bagian fungsional yang disebut
TH1 atau T helper 1, dan TH2 atau sel T helper 2. Sel-sel TH1 berpartisipasi dalam imunitas cell-
mediated dan bertangguungjawab untuk mendapatkan dan mengaktivasi efektor non spesifik
seperi fagosit. Mereka sering disebut T inflammatory cells. Sel-sel TH2 menstimulasi limfosit B
untuk menghasilkan sejumlah besar antibod. Populasi sel T utama kedua adalah sel-sel CD 8
yanng hanya dimiliki oleh kumpulan sel T fungsional tunggal, sel T sitotoksik, yang juga dikenal
sebagai CTLs atau cytotoxic T lymphocytes. Sel-sel Tc membunuh antigen-bearing cell secara
langsung dan secara spesifik melalui interaksi diantara antigen permukaan sel pada sel target
dan sel T reseptor antigen-speecific.

Immunoglobulin-Immunoglobulin (Antibodi)
Immunoglobulin (antibodi) adalah molekul-molekul protein yang mampu untuk bergabung
dengan faktor antigen, ditemukan dalam serum dan cairan tubuh lainnya seperrti sekresi gastrik
dan susu. Serum mengandung antibodi antigen-spesifik yang sering diseebut antiserum.
Immunoglobulin (Ig’s) dapat dipisahkan ke dalam 5 kelas utama pada dasar fisik, kimia, dan
kepemilikan immunological mereka: IgG, Ig A, IgM, Ig D, dan Ig E. Kelas IgG selanjutnnya
dibagi ke dalam 4 sub kelas immunological utama yaitu Ig G1, IgG2, Ig G3, dan Ig G4. Subkelas-
subkelas ini secara genetik, secara struktural, dan funngsional berbeda dari yang lainnya. Pada
imunisasi awal, immunoglobulin yang tampak adalah IgM, suatu immunoglobulin pentamerik
dengan berat molekul kira-kira 970,000; selanjutnya IgG tampak kemudian. Paling banyak
individu kira-kira 80% serum immunoglobulin adalah protein IgG.

Struktur Immunoglobulin
Immuoglobulin G memiliki berat molekul kira-kira 150,000 dan disusun dari 4 rantaii polipeptida
(gambar 20.10a) Keduanya terdapat jembatan intrachain dan interchain disulfida (S-S). Dua
rantai ringan atau pendek kira-kira berat molekulnya 25,000 adalah identik dalam sekuen asam
amino, seperti dua rantai berat (lebi panjang, 50,000 beratnya). Molekul keseluruhannya adalah
simetrik. Tiap-tiap rantai pendek terdiri atas sekitar 220 asam amino dan tiap-tiap rantai berat
terdiri atas kira-kira 450 asam amino.
Ketika molekul IgG diperlakukan dengan enzim proteolitik papain, patah ke dalam
beberapa fragmen (gambar 20.10b). dua fragmen mengandunng rantai pendek lengkap
ditambah setengah amino terminal dari ranntai berat. Bagian ini menggabungkan antigen dan
disebut fragmen Fab (fragmen dari pengikatann anntigen). Fragmen ini mengandung sebagian
karboksi terminal dari kedua rantai berat yang disebut Fc (fragment crystallizable), yang tidak
bergabung dengan antigen. Untuk itu, tiap-tiap molekul antibodi dari kelas IgG meengandung 2
sites gabungan antigen (dan ini disebut bivalent). Bivalency dipertimbangkan penting dalam
mengetahui cara tiap-tiap reaksi antigen-antibodi. Tempat pengikatan antigen berada dalam
bagian amino-terminnal dari kedua rantai berat dan ringan (gambar 20.10). Immunoglobulin
juga mengandung sejumlah kecil karbohidrat kompleks yang dilekatkan ke bagian rantai berat;
karbohidrat adalah tidak dilibatkan dalam tempat pengikatan antigen.
Rantai Ringan atau Pendek dari IgG
Tiap-tiap rantai ringan Ig G mengandung 2 domain asam amino, yaitu variable domain dan
constant domain. Sekuense dari asam amino pada bagiann utama rantai pendek
immunoglobulin dari kelas IgG adalah identik, rata-rata IgGs langsung melawan factor antigen.
Ini disebabkan rangkaian asam amino dalam bagian carboxy-terminal rantai pendek yang
merupakann satu dari dua kekhususan dan rangkaian-rangkaian tetap, ditunjukkan dengan
rangkaian lambda (χ) dan rangkaian kappa (κ). Satu molekul IgG memiliki dua rantai χ atau dua
rantai κ juga tetapi tidak perrnah sattu dari tiap-tiap rantainya. Perbedaannya, rabtai pendek
variable domains (VL), berada dalam bagian amino terminal rantai pendek, selalu berbeda
dalam urutan rngkaian asam amino dari satu molekul
IgG ke kedua molekul beerikutnya yang dihasilkan oleh sel yang sama atau klon dari sel-sel.

Rantai berat atau Panjang dari IgG


Tiap-tiap rantai berat IgG mengandung satu variabel dan tiga domain tetap. Tiap-tiap domain
kurang lebih seepanjang 110 asam amino. Dapat disamakan untuk keadaan yang ada pada
rantai pendek, semua immunoglobulin dari kelas IgG memiliki bagian rantai beratnya (3 domain
carboxy-terminal) yang mana rangkaian asam amino ini ideentik (CH1, CH2, dan CH3) (gambar
20.10a) dari satu molekul IgG ke yang lainnya. Untuk itu tiap-tiap rantai panjang memiliki suatu
daeerah dalam domain amino-terminal (the heavy chain variable domain, VH). (gambar 20.10a)
dimana dipertimbangkan variasi rangkaian asam amino terjadi dari satu IgG ke yang
berikutnya.

Protein Histocompatibility
Antibodi mengenal antigen dalam penyelesaiannya. Bagaimanapun juga meskipun mereka
punya banyak kebiasaan secara struktural dengan antibodi, TCRs hanya dapat mengenali suatu
antigen yang meloncat ke sejumlah protein dirinya yang ditemukan pada permukaan sel
normal. Protein-protein ini disandikan oleh daerah genetik, ada pada semua vertebrata yang
disebut dengan major histocompatibility complex (MHC). Protein-protein MHC diproduksi oleh
sejumlah gen dalam kekompleksannya dan masing-masing disebut human leukocyte
antigens atau HLAs. Molekul-molekul MHC mula-mula ditemukan sebagai molekul target utama
untuk penolakan transplantasi; jika jaringan-jaringan dari satu hewan, suatu donor secara
immunologi ditolak ketika ditransplantasikan ke hewan-hewan lainnya, suatu penerima
kemudian protein-protein MHC-nya berbeda. Kita sekarang tahu bahwa fungsi protein MHC
sebagai molekul antigen-presenting dan berinteraksi dengan kedua antigen dan TCR. Jadi,
protein MHC adalah kumpulan ketiga dari molekul pengikat antigen dan memegang suatu peran
integral dalam respon imun.

Struktur dari Protein Kompleks Histocompatibility Utama Manusia


Gen-gen MHC disandikan oleh dua tipe nyata protein yang dikenal dengan kelas I dan kelas II.
Molekul kelas I dan kelas II ini adalah protein-protein permukaan sel dan diikenal termasuk
dalam peristiwa pengenalan imun. Protein-protein MHC kelas I ditemukan pada permukaan dari
semua sel berinti. Protein MHC kelas II ditemukan hanya pada permukaan limfosit B, makrofag
dan antigen-presenting cells (APCs) lainnya.
Protein-protein MHC secara struktural tidak identik dengan jenis yang diberikan.
Individu-individu yang berbeda sering tampak halus membedakann dalam rangkaiann asam
amino dari molekul-molekul MHC-nya. Macam-macam rangkaian yang terbatas ini
disebut polymorphisms. Ada beberapa ratus perbedaan gen-gen MHC dalam manusia dan
produk permukaan sel dari gen-gen ini adalah alasan utama mengapa jaringan yang
ditransplantasikan dari satu individu atau satu spesies ke beberapa pasangan, yang dikenal
sebagai bukan dirinya dan ditolak.

Fungsi dari Protein-Protein MHC


Protein-protein MHC giliran sebagai pusat keterangan molekular yang mengizinkan sel-sel T
untuk mengidentifikasi antigen-antigen asing. Pada hewan normal, sel-sel T melalui TCRs-nya
secara tetap berinteraksi dengan protein-protein atau antigen potensial lainnya. Mereka harus
mampu untuk membedakan dirinya dari antigen yang bukan dirinya. Sel T melalui TCR-nya
mengikat molekul-molekul MHC dan kemudian dapat mengenal antigen asing yang ditanam
dalam struktur MHC; suatu sel T tidak dapat mengenal suatu antigen asing kecuali kalau
dihadirkan dalam suasana protein MHC.
Bagaimana ini terjadi? Ketika antigen diakumulasi oleh sel-sel inang, sel memproses atau
mendegradasinya. Antigen yang telah terproses ini kemudian menjadi tertanam, atau meloncat
ke protein MHC dan kompleksnya dilewatkan melalui membran sitoplasma dan diekspresikan
pada permukaan sel. Dua pola nyata antigen-processing dikenal, satu untuk antigen
presentation kelas I dan satu unntuk antigen presentation kelas II (gambar 20.13). dalam pola
kelas I (gambar 20.13a), atigen yang dibuat oleh reaksi degradasi inang dinyatakan oleh
proteein kelas I dalam retikulum endoplasma. Peptida yang secara nyata telah terproses kira-
kira 10 asam amino panjangnya.Metode dari interaksi antigen ini sangat penting dalam infeksi
virus , dimana sel-sel inang membuat protein viral. Peptida viral yanng telahh terdegradasi
dimana adalah bukan dirinya, kemudian kompleks dengann protein kelas I. Kompleks bergerak
ke permukaan sel dan dikenal oleh sel-sel T peptide-specific melalui TCRs.
Sebagai akibatnya, molekul-molekul MHC bertindak sebagai suatu platform dimana
antigen-antigen asing diloncati. Infeksi viral dari suatu sel menimbulkan penanaman dari
antigen viral pada molekul kelas I pada permukaan sel yang terinfeksi. (gambar 20.13a). Sel-sel
Tc secara konstan dibuka ke keseluruhan populasi sel. Sel-sel Tc ini memiliki spesifisitas untuk
peptida bukan dirinya dalam konteks MHC dirinya. Secara normal, semua sel-sel sehat
mengekspresikan protein kelas I pada permukaannya, tetapi molekul-molekul kelas I
mengandung peptida-peptida sendiri, yang mana tidak dikenal oleh sel-sel T. Bagaimanapun
juga, sel-sel T mengenal sel yang terinfeksi virus sebab dia membuktikan loncatan antigen viral
bukan dirinya oleh molekul MHC kelas I. (gambar 20.13a). Jadi, TCR pada permukaan sel T
berinteraksi dengan kedua tempat antigen (nonself) dan molekul MHC (self). Interaksi spesifik
ini menginduksi sel Tc untuk memproduksi protein sitotoksik yang disebut perforins yang
membunuh sel target yang mengandung virus.
Pola antigen presentation kedua melibatkan molekul kelas II (gambar 20.13b). Dalam
beberapa hal, molekul-molekul kelas II lengkap dengan suatu peptida sendiri yang disebut Ii,
atau rantai invariant, garis vakuola-vakuola sel (lisosom) yang mendegradasi antigen difagosit
oleh APCs. Ketika fagosom mengandung antigen asing bergabung dengan lisosom membentuk
suatu fagolisosom, antigen yang dicerna oleh enzim proteolitik bersama-sama dengan Ii.
Peptida asing, secara umum kira-kira 11 sampai 15 asam amino panjangnya (lebih luas
daripada class I-binding peptides), kemudian diloncati oleh tempat pengikatan antigen kelas II
yang baru terbuka dan seluruh kompleks benar-benar diekspresikan pada membran sitoplasmik
eksternal dimana dia dipresentasikan ke sel-sel TH. Sel-sel TH melalui TCR dan koreseptor CD4
kemudian mengenali kompleks peptida asing MHC kelas II pada permukaan dari APCs. Sel TH2
diaktivasi oleh interaksi dengan antigen asing dan sekresi molekul-molekul yang juga
merangsang produksi antibodi oleh klon sel B spesifik atau mensekresi suatu deretan sitokin
inflammatory.
Pada akhirnya, protein-protein MHC secara nyata tidak mengenal setiap peptida
antigenik dengan suatu molekul MHC individual seperti mengerjakan TCRs dan antibodi. Sebab
variasi individual yang terbatas dalam proteein MHC (hanya 2 per lokus dan hanya 3 loci tiap
kelas I dan kelas II), suatu mekanisme berbeda untuk pengikatan sejumlah besar peptida
berbeda yang harus digunakan. Sebagai contoh, satu protein kelas I mengikat semua peptida
yang memiliki tiroksin pada posisi 2 dan leukin pada posisi 7. Jadi, protein MHC tunggal ini
mampu untuk mempresentasikan setiap peptida dengan rangkaian asam amino X-tirosin X-X-X-
X

Sitokin
Dalam menyelesaikan tugasnya, sel-sel dalam sistem imun harus berkomunikasi dan satu
metode dalam pengerjaannya melalui sejumlah protein yang dapat larut yang dikenal dengan
sitokin. Sitokin adalah sekelompok protein yang dapat larut yang mengatur fungsi selular.
Sitokin yang diproduksi oleh limfosit dikenal dengan namalymphokines. Secara umum, sitokin
dihasilkan dari satu sel dan mengikat reseptor spesifik pada sel target. Beberapa sitokin
mengikat ke reseptor pada sel yang memproduksi mereka. Jadi, sitokin ini memiliki
kemampuanautocrine (perangsangan diri). Reseptor bertannggunngjawab untuk transduksi
signal dan mengirimkan informasi ke dalam sel untuk meningkatkan atau menurunkan aktivitas
metabolik juga seperti sintesis protein dan pembelahan sel. Signal ini menghasilkan perbedaan
dan perkembangbiakan klonal dari leukosit. Banyak sitokin yang ditanndakan
dengan interleukins (ILs) sebab mereka adalah molekul-molekul yang memperantarai interaksi
diantara leukosit. Sitokin biasaya adalah protein-protein kecil yang kurang lebih berat
molekulnya 30,000 dn paling memiliki satu dari empat famili seperti yang telah didefinisikan
oleh struktur protein. .

Chemokines
Chemokines merupakan kelompok protein yang biasanya memiliki berat molekul 8-12,000, yang
fungsinya sebagai chemoattractants untuk sel-sel fagositik dan sel-sel T. Diproduksi oleh
limfosit dan suatu varietas lebar dari sel inang lainnya dalam merespon produk bakteri, virus,
dan agen lainnya yang dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel inang. Chemokines menarik
fagosit dan sel-sel T ke tempat luka-luka, merangsang respon inflammatori. chemokines yang
paling baik dipelajari adalah interleukin-8 (IL-8) dan macrophage
chemoattractant dan activating factor (MCAF). lL-8 dihasilkan oleh monosit, makrofag,
fibroblast, dan keratinosit (sel-sel kulit) dalam respon ke jaringan luka-luka atau kontak dengan
patogen. IL-8 disekresikan oleh sel-sel yang terpengaruh dan mengikat di sekeliling jaringan,
dimana ini adalah suatu chemoattractant untuk sel-sel T dan PMNs, menghasilkan suatu respon
inflammatory (PMNs) diikuti oleh respon imun spesifik (sel-sel T). Reseptor chemokine
membrane-integrated pada sel-sel target bertindak melewati jalur transduksi signal untuk
menginduksi aktivasi dari fagosit target atau sel-sel T. MCAF diproduksi oleh tipe sel yang sama
dan juga menarik sel-sel T. Bagaimanapun juga, MCAF menarik dan mengaktivasi makrofag
malahan PMNs, dengan demikian menarik sumber-sumber lainnya dari mediator inflammatory
sama baiknya seperti secara potensial mengorganisasi suatu respon imun. Jadi, chemokines
yang diproduksi oleh sejumlah luas tipe sel adalah inisiator kuat dari reaksi inflammatory dan
juga mempertinggi kesempatan untuk interaksi imun spesifik.

Natural Killer Cells (NK cell)


Sel-sel pembunuh adalah suatu kelas tambahan dari limfosit dari sel-sel T sitotoksik yang
memainkan peran dalam menghancurkan sel-sel asing. Sel-sel NK adalah bukan sel-sel B atau
sel T. Jumlah mereka tidak ditingkatkan atau mereka menunjukkan ingatan setelah stimulasi.
Sel NK mirip sel-sel Tc dalam kemampuannnya untuk membunuh sel-sel asing. Sel-sel NK
mampu menghancurkan sel-sel yang menular dan terinfeksi virus secara in vitro tanpa
pembukaan atau kontak sebelumnya dengan antigen asing. Target molekular untuk sel-sel NK
tampak menjadi kekurangan protein MHC kelas I yang cocok

Clonal Selection and Immune Tolerance


Kita sekarang telah mengembangkaan suatu peninjauan luas respon imun, khususnya
hubungan ke molekul-molekul efektor dan mekanisme-mekanismenya.

Clonal Selection
Teori seleksi klonal membagi bahwa tiap-tiap sel B atau sel T antigen reaktif hanya memiliki tipe
tunggal atau spesifisitas dari reseptor antigen-specific pada permukaannya. Ketika dirangsang
oleh interaksi dengan suatu antigen spesifik, tiap-tiap sel mampu membagi, membuat suatu
rangkapan dari dirinya. Sel-sel T dan B terus-menerus membelah, sel-sel yang bukan antigen-
stimulated tidak membelah; tiap-tiap sel antigen-stimulated membelah dan membuat duplikat
pasti dari dirinya; menghasilkan penggandaan rangkapan atau klon. (gambar 20.16).
Oleh karena vaietas tak terbatas dari antigen yang ada, sejumlah sel-sel antigen-reactive
ada dalam tubuh dan tiap-tiap sel mampu memperluas ke dalam klon antigen-reactive.
Bagaimanapun juga, sel-sel antigen-reactive harus mencegah interaksi dan reaksi-reaksi imun
subsequent dengan antigen dirinya dalam inang. Bagaimanna ini terjadi? Teori seleksi klonal
kembali mengusulkan suatu jawaban. Respon imun harus mengembangkan kemampuan untuk
membedakan antara antigen penyerang asing (bukan dirinya dan secara potensial berbahaya
dan antigen inang (dirinya dan tidak berbahaya) oleh penghapusan atau penonaktifan klon self-
reaction. Kapasitas ini untuk tidak adanya reaksi imun antigen-specific ke antigen dirinya yang
dikenal sebagai tolerance dan terjadi pada kedua sel T dan sel B.

Immune Tolerance
Timus punya peran utama dalam pematangan dan perkembangan sel-sel T dan oleh karena itu
merupakan organ limfoid utama. (gambar 20.4). Mula-mula terjadi tingkat pematangann sel T
yang disebut positive selection, limfosit yang akan menjadi sel-sel T meninggalkan sumsum
tulang dan memasuki timus dari pembuluh-pembuluh limpa (gambar 20.17). Setelah memasuki,
beberapa dari sel-sel T belum matang ini berinteraksi menggunakan TCRs baru yang telah
berkembang untuk mengikat molekul-molekul MHC dirinya pada kelenjar timus. Sel-sel T yang
tidak mengikat molekul-molekul MHC kemudian diprogram ke kematian; suatu proses yang
disebut apoptosis; sel-sel T yang mengikat protein MHC thymic melanjutkan ke pematangan
dan perkembangbiakan.
Tingkat kedua dari perkembangan sel T diistilahkan negative selection. Setelah
perkembangbiakan, secara positif menseleksi sel-sel T, melanjutkan ke reaksi dengan molekul-
molekul MHC yang mana mengkomplekskan dengan antigen. Antigen pada kelenjar timus
adalah paling banyak asli dirinya. Sel-sel T yang bereaksi dengan antigen dirinya dalam kelenjar
timus secara potensial berbahaya sebab mereka dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringannya sendiri. Oleh karena itu, sel-sel T autoreaktif ini dapat dieliminasi. Sel-sel T
autoreaktif ini mengikat sangat erat ke jaringan timus dan tidak dapat meninggalkan; mereka
mengisakan loncatan ke timus dan sebenarnya mati. Bagaimanapun juga sel-sel T yang
dipersiapkan untuk berinteraksi antigen bukan dirinya tidak mengikat secara erat yang agaknya
disebabkan tidak adanya antigen bukan dirinya dalam kelenjar timus.
Mekanisme ini menyebabkan tolerance yang disebut clonal deletion; prekursor dari klon-
klon sel T yang sedikit berguna atau berbahaya dihapus selama perkembangan. Ada juga bukti-
bukti untuk mekanisme tolerance lainnya. Dalam beberapa hal, klon-klon sel T self-reactive
mencegah penghilangan klonal namun mennjadi tidak responsif ke antigen dirinya melalui
interraksi dalam organ limphoid sekunder. Mekanisme ini dikenal sebagai clonal
energy atau clonal paralysis.
Dalam menjalankan tugas toleransi imun dalam sel B merupakan kebutuhan sebab
antibodi dihasilkan oleh sel-sel B sel-reactive yang mungkin merusak jaringan inang.

Mekanisme Pembentukan Immunoglobulin


Produksi immunoglobulin dalam respon perangsangan oleh antigen meliputi sel-sel T, sel-sel B,
dan antigen-presenting cell (APCs termasuk makrofag) dan interaksi pengenalan baik dari
macam-macam molekul permukaan sel.
APCs berinteraksi secara non spesifik untuk mencerrna antigen asing. Sekali antigen diproses,
APC mempresentasikannya ke sel-sel TH. Mengikuti interaksi antigen, sel-sel TH melepaskan IL-2
yang beraksi dalam suatu gaya autocrine melalui reseptor IL-2, merangsang perkembangbiakan
TH dan diferensiasi ke sel-sel TH2. Sel-sel TH2 pada gilirannya mensekresikan sitokin seperti IL-
4, IL-5, IL-6, dan IL-10. Sitokin-sitokin ini merangsang sel-sel B untuk memulai sintesis
antibodi. Walaupun interaksi awal diantara antigen dan APC mungkin non spesifik, semua
langkah selanjutnya dalam proses produksi antibodi adalah spesifik tinggi, molekul-molekul
reseptor pada permukaan kedua sel T (T cell receptors) dan B cell (molekul antibodi) adalah
spesifik untuk antigen itu.
Kontrol genetik produksi antibodi adalah juga suatu prosees sangat kompleks. Suatu
hewan mungkin mampu membuat lebih dari 1 milyar molekul-molekul antibodi yang tepat
secara struktural. Walaupun mula-mula ini tampak seperrti suatu permintaan yang sangat
besar pada suatu genetika organisme yang menyandikan secara potensial, kita melihat bahwa
hanya sejumlah kecil gen yang dibutuhkan untuk menyandikan keragaman antibodi yang besar
sekali sebab itu ini suatu fenomena yang dikenal sebagai gene rearrangement. Selama
perkembangan limfosit dalam sumsum tulang, penyusunan kembali gen terjadi dalam sel B
untuk memproduksi 2 unit transkripsional lengkap, satu yang mana kode untuk sintesis rantai
berat khusus dan satu untuk rantai ringan dari molekul antibodi.

Pemaparan Antigen
Antigen mungkin dikenalkan ke dalam beberapa bagian tubuh. Setelah pengenalan, antigen
dibedakan melalui limfatik dann sistem peredaran darah ke organ limpoid sekunder yang
berdekatan seperti lymph nodes, limpa, atau MALT (gambar 20.4).
Mengikuti pengenalan antigen, ada suatu selang waktu (periode laten) sebelum antibodi
spesifik terlihat dalam darah, diikuti oleh peningkatan berangsur-angsur dalam titer antibodi
dan kemudian turun. Reaksi ini ke suatu pembukaan antigen tunggal yang disebut respon
antibodi primer. (gambar 20.18). Ketika suatu pembukaan kedua ke antigen dibuat beberapa
hari atau minggu kemudian, titer meningkat secara deras ke maksimum dari 10-100 kali di atas
titer yang tercapai mengikuti pembukaan pertama. Keluasan ini meningkat dalam titer antibodi
yang ditunjukkan sebagai respon antibodi sekunder (gambar 20.18). Dengan waktu, titer secara
lambat turun kembali, namun kemudian membuka ke antigen yang sama dapat membawanya
kembali/ mundur. Respon sekunder adalah dasar untuk prosedur vaksinasi yanng dikenal
sebagai suatu “ booster shot“ (sebagai contoh setiap tahun suntiikan rabies diberikan untuk
hewan domestik). Pemberian imunisasi kembali secara periodik untuk memelihara tingkat tinggi
dari peredaran antibodi spesifik untuk antigen tertentu.

Interaksi-Interaksi Sel
Bagaimana sel-sel B, sel-sel TH2 dan APCs bekerjasama untuk memproduksi antibodi? APCs
untuk produksi antibodi termasuk makrofag, sel-sel dendrit, dan secara tak terduga sel-sel B.
Semua APCs mengekspresikan proteinl MHC kelas II pada permukaannya. Semua APCs adalah
fagosit efisien: mereka mencerna, memproses, dan menunjukkan antigen sangat efisien. Sel-sel
dendrit ditemukan sejumlah luas pada korteks lymph node (gambarr 20.4c), dimana mereka
adalah fagosit non-spesifik yang sangat efisien dan antigen presenter. Makrofag juga fagosit
yang sangat efisien dan presenter antigen non spesifik dan makrofag juga membunuh paling
banyak patogen yang tercerna.
Suatu antigen loncatan Ig kemudian difagosit dan dicerna ke dalam peptida-peptida kecil dalam
fagolisosom. Peptida yang dihasilkan mengikat ke MHC kelas II dan kompleks peptide-MHC
kemudian bergerak ke permukaan sel, yang mana dipresentasikan ke sel T. (gambar 20.13b)
Interaksi dari kompleks MHC-peptide dengan suatu T-cell reseptor menimbulkan aktivasi
dari sel TH1, menghasilkan produksi sitokin. Sitokin-sitokin menyebabkan aktivasi dan
perkembangbiakan dari sel B individual, menghasilkan suatu klon sel B antigen-spesific. Tiap-
tiap klon sel B yang teraktivasi berdiferensiasi membentuk antibody-secreting plasma sel dan
memori cells (gambar 20.19).
Sel-sel plasma berumur pendek (kurang dari 1 minggu), tetapi memproduksi dan
mensekresi sejumlah besar antibodi IgM dalam respon primer ke antigen.

Sistem Komplemen
Komplemen bertindak dengan kompleks spesifik antigen-antibodi untuk membawa kira-kira
reaksi yang tidak akan terjadi sebaliknya.
Komplemen disusun dari sejumlah protein, banyak aktifitas enzim yang berinteraksi
dalam rangkaian, memerintahkan mode sel-sel bakteri atau bahan asing lainnya, menimbulkan
lisis atau kebocoran unsur pokok selular sebagai hasil dari kerusakan membran sel. Protein-
protein ini ditemukan pada tingkat perbandingan dari serum semua individu yang hanya
diaktivasi ketika reaksi antigen-antibodi bereaksi. Dalam kenyataannya, fungsi utama dari
antibodi adalah mengenal sel-sel penyerang dan mengaktivasi sistem komplemen untuk
penyerangan.
Beberapa reaksi pengambilan komplemen termasuk : (1) lisis bakteri, khususnya bakteri
gram-negatif, ketika antibodi spesifik bergabung dengan antigen pada sel-sel bakteri dalam
kehadiran komplemen; (2) pembunuhan mikroba, lengkap dalam ketidakhadiran lisis; (3)
fagositosis yang mana tidak mungkin terjadi selama infeksi jika mikroorganisme
penyerang memprosees suatu kapsul atau struktur permukaan lainnya yang mencegah fagosit
dari tindakannya. Ketika antibodi dan komplemen bereaksi dengan antigen pada permukaan
sel, sel-sel lebih banyak yang difagosit. Hal ini disebabkan banyak fagosit termasuk makrofag
dan sel-sel B yang memiliki reseptor berafinitas tinggi, reseptor-reseptor C3 (C3R), spesifik
untuk protein komplemen C3. Amplifikasi dari fagosit normal ini diproses oleh antibodi dan
komplemennya disebut opsonization.

Aktivasi dari Sistem Komplemen


Komplemen adalah suatu sistem dari 11 protein, yang dibentuk C1, C2, C3, dan semacamnya.
Aktivasi dari komplemen terjadi hanya dengan antibodi dari kelas IgG dan IgM. Ketika antibodi-
antibodi bergabung dengan antigen masing-masingnnya, khususnya pada permukaan sel,
antibodi-antibodi mengambil penyesuaian baru dalam domain daerah tetap yang mengizinkan
mereka untuk berikatan ke protein komplemen ever-present (gambar 20.20). Protein
komplemen ini beraksi dalam mode air terjun dengan aktivasi dari satu komponen yang
menghasilkan aktivasi berikutnya. Langkah kuncinya adalah: (1) mengikat antibodi ke
antigen (inisiasi); (2) pengenalan kompleks antigen-antibodi oleh C1; (3)
Pengikatan C4-C2 ke suatu tempat mmbran yang berdekatan; (4) aktivasi dan
pengikatan C3; (5) pembentukan kompleks C5-C6-C7 pada tempat membran
lainnya; dan (6) pembentukan kompleks C8-C9 pada tempat yang sama ,
menyebabkan lisis sel.

Antibodi Poliklonal dan Monoklonal


Suatu respon imun yang khas dihasilkan dalam produksi spektrum luas molekul imunoglobulin
dari beranekaragam kelas, afinitas, dan spesifisitas, semuanya langsung pada banyak
determinan yang dihadirkan pada antigen. Imunoglobulin secara langsung menuju suatu
determinan tunggal yang mewakili hanya sebagian dari genangan jumlah antibodi. Tiap-tiap
imunoglobulin diproduksi oleh suatu klon tunggal dari sel-sel B yang mengikuti perangsangan
antigen; suatu antiserum mengandung seperti campuran dari antibodi yang ditunjukkan sebagai
suatu polyclonal antiserum. Bagaimanapun juga dia mungkin memproduksi yang hanya
suatu spesifisitas tunggal, turunan dari klon sel B tunggal. Suatu keanekaragaman dari antibodi-
antibodi monospesifik, yang disebut antibodi-antibodi monoklonal, yang telah dihasilkan untuk
kegunaan penelitian dan ilmu kedokteran klinis.

Hibridoma dan Antibodi Monoklonal


Tiap-tiap sel B pengaktivasi antigen secara genetik diprogram untuk menjadi suatu klon yang
memproduksi suatu antibodi monoklonal.
Limfosit B dapat digabungkann dengan sel-sel myeloma (tumor) untuk membentuk barisan/
macam sel hibrid yang akan tumbuh dalam kultur dan menahan kemampuan untuk
memproduksi antibodi. Sel-sel tumor tumbuh secara tak tentu dalam kultur dan teknik
kepemilikan sel mentransfer kepemilikan ini ke sel-sel B pemroduksi antibodi. Teknik
penggabungan sel B-cell myeloma ini dikenal sebagai teknik hibridoma. (gambar 20.22)

IV. Penyakit-Penyakit Imun


Hipersensitifitas
Hipersensitivitas (alergi) adalah suatu istilah untuk menunjukkan respon adaptif yang terjadi
secara berlebihan atau dalam bentuk yang tidak semestinya yang kadang-kadang menyebabkan
reaksi peradangan dan kerusakan jaringan. Hipersensitivitas terjadi pada respon imun
sekunder dan bukan pada respon primer.
Berdasarkan pada prosesnya, hipersensitivitas dibagi menjadi empat, yaitu Tipe I, Tipe II, Tipe
III dan Tipe IV. Tipe I, II dan III diperantarai oleh antibodi, sedangkan tipe IV diperantarai
terutama oleh sel T dan makrofag. Tipe I disebut juga hipersensitif langsung, terjadi jika IgE
merespon secara langsung antigen dari lingkungan, seperti serbuk sari dan tungau. Tipe II
atau hipersensitivitas sitotoksik, terjadi apabila IgG terikat pada antigen dan menyebabkan
fagositosis, aktivasi sel pembunuh dan lisis yang diperantarai oleh komplemen. Tipe III terjadi
ketika immune kompleks terbentuk dalam jumlah besar atau tidak dapat dibersihkan sehingga
menyebabkan ‘serum-sickness’. Tipe IV disebut juga hipersensitivitas lambat (DTH = delayed
type hypersensitivity) terjadi jika antigen (misalnya tubecle bacillus) terperangkap di dalam
makrofag dan tidak dapat dibersihkan. Seluruh antigen penyebab alergi disebut alergen.

Imunodefisiensi
Imunodefisiensi adalah hilang atau rusaknya fungsi satu atau lebih komponen sistem imun,
sehingga inang menjadi rentan terhadap infeksi.
Berdasarkan pada penyebabnya, imunodefisiensi dikelompokkan menjadi imunodefisiensi primer
yang disebabkan oleh kerusakan genetik dan imunodefisiensi sekunder yang disebabkan oleh
faktor eksternal seperti obat, infeksi patogen dan nutrisi.
Berdasarkan pada komponen sistem imun yang terlibat, imunodefisiensi dibagi menjadi spesifik
– kerusakan fungsi respon adaptif : sel B dan sel T – dan tidak spesifik – kerusakan respon
imun non-spesifik : komplemen dan fagosit.

Autoimun disease
Autoimunitas merupakan gangguan pada sistem imun dimana terbentuk antibodi dan aktivasi
sel T terhadap sel sendiri. Contoh pertama dari gejala ini adalah Hashimoto thyroiditis, dimana
terbentuk antibodi terhadap tyroglobulin (suatu protein dari tiroid).
Penyakit autoimun dapat terjadi pada spektrum yang bersifat organ spesifik(lokal) atau
nonorgan-spesifik.
Seseorang dapat mengidap lebih dari satu penyakit autoimun. Penderita gastric autoimmunity
biasanya juga menderita penyakit thyroid autoimmunity, pasien rheumatoid arthritis sering
mengidap systemic lupus erythematosus (SLE).
Mekanisme immunopathological sangat bervariasi tergantung spektrum penyakit autoimun
tersebut. Pada non organ-spesifik, penumpukan komplek imun menyebabkan terjadinya
imflamasi melalui berbagai mekanisme termasuk aktivasi komplemen dan fagositosis

Vaksinasi/ Imunisasi
Vaksinasi merupakan upaya untuk meningkatkan respon imun terhadap patogen tertentu yang
berdasarkan pada 2 elemen imunitas adaptif, yaitu spesifisitas dan memori. Vaksinansi disebut
juga imunisasi. Antigen yang digunakan dalam vaksin harus dapat meng-nduksi sel B atau sel
T dan terbentuknya sel memori.
Dibandingkan respon primer, respon imun sekunder bersifat terjadi lebih cepat, afinitasnya lebih
tinggi sehingga lebih efektif.
Syarat antigen yang digunakan harus bersifat:
1. Aman bagi penerima.
2. Menginduksi reaksi imun yang tepat.
3. Dapat diperoleh dari patogen yang diharapkan.
Tipe antigen yang digunakan tergantung pada banyak faktor. Lebih banyak antigen yang
bertahan di dalam vaksin akan lebih baik dan organisme hidup cenderung lebih efektif dari
organisme yang dimatikan. Untuk patogen yang menghasilkan toksin, vaksin diarahkan untuk
menghadapi toksin tersebut.
Antigen yang digunakan sebagai vaksin dapat berupa organisme hidup yang masih liar atau
yang sudah dilemahkan, organisme utuh yang dimatikan, fragmen subseluler dan antigen
permukaan sel, toksin yang diinaktifkan atau toksoid, rekombinan DNA, Anti-idiotipe
Beberapa contoh antigen yang digunakan sebagai vaksin
Tipe antigen Contoh vaksin

Organisme hidup Alami Vaccinia (u/ smallfox), vole bacillus (u/ TB)
Dilemahkan Polio (Sabin), campak, gondok, rubella,
penyakit kuning, varicella zoster (virus herpes
3), BCG (u/ TB)
Organisme utuh Virus Polio (Salk), rabies, influenza, hepatitis A dan
tapi tipus
tidak hidup Bakteri Pertusis, typhoid, kolera, plague

Fragmen Kapsul polisakarida Pneumococcus, meningococcus,


subseluler danHaemophilus influenzae
Antigen permukaan Hepatitis B
Toksoid Tetanus, dipteri
Rekombinan Klon dan ekspresi gen Hepatitis B (oleh khamir)
berdasarkan DNA
Ekspresi gen pada vektor Percobaan

DNA telanjang Percobaan


Anti-idiotipe Percobaan

Vaksin dari organisme yang dilemahkan


Organisme Penyakit Catatan

Virus Polio Tipe 2, 3 dapat kembali; termasuk juga vaksin yang


dimatikan
Campak Efektif 80%
Gondok
Rubella Diberikan untuk pria dan wanita
Yellow fever Stabil sejak 1937
Varicella zoster Terutama untuk leukemia
Hepatitis A Termasuk juga vaksin yang dimatikan

Bakteri Tuberculosis Stabil sejak 1921, juga berperan untuk melawan lepra

Vaksin dari organisme utuh yang dimatikan


Organisme Penyakit Catatan

Virus Polio Preferensi di Scandinavia, aman bagi immunocompromised

Rabies Dapat diberikan pada post-exposure dengan antiserum


pasif
Influenza Spesifik strain
Hepatitis A Juga termasuk vaksin yang dilemahkan

Bakteri Pertusis Berpotensi untuk menyebabkan kerusakan otak


(kontroversi ?)
Typhoid Melindungi sekitar 70%
Kolera Potensinya diragukan; mungkin dikimbinasikan dengan
toksin
Plague Melindungi untuk jangka waktu yang pendek

Demam Q Melindungi dengan baik

Vaksin yang berdasarkan pada toksin


Organisme Vaksin Catatan

Clostridium tetani Toksin yang 3 dosis; diendapkan oleh tawas, boster tiap 10
diinaktifkan tahun
Corynebacterium (formalin) Biasanya diberikan dengan tetanus
diphtheriae
Vibrio cholera Toksin; subunit B Kadang-kadang dikombinasikan dengan organisme
utuh yang dimatikan

Clostridium Toksin yang Anak domba yang baru


perfringens diinaktifkan dilahirkan
(formalin)

Vaksin yang berdasarkan pada fragmen subseluler mikroba


Organisme Catatan

Bakteri Neisseria meningitidis Efektif pada grup A dan C; grup B non-


imunogenik

Streptococcus pneumoniae 84 serotipe; vaksin yang diperoleh 23

Haemophilus influenzae B Semua vaksin polisakarida harus digabung


dengan protein pembawa

Neisseria gonorrhoeae Tidak efektif

Escherichia coli Veterinary

Virus Virus hepatitis B > 95% protektif

Organisme hidup yang liar jarang digunakan sebagai vaksin karena kurang aman. Organisme
hidup yang dilemahkan dengan cara menghilangkan virulensinya tanpa mengubah antigeniknya
dapat diperoleh dengan mutasi: menumbuhkan pada lingkungan yang tidak sesuai atau DNA
rekombinan. Vaksin dari organisme yang dimatikan bersifat: sangat efektif (rabies dan vaksin
polio Salk), efektif sedang (thypoid, kolera dan influenza) dan diragukan efektifitasnya (plague,
tipus).
Toksin yang diinaktifkan dan toksoid biasanya berupa ekso-toksin. Tetanus toksoid dapat
digunakan sebagai ‘carrier’ bagi vaksin lain. Bila memungkinkan, lebih baik digunakan protein
yang berasal dari organisme sasaran sebagi ‘carrier’ vaksin, seperti pneumococcus dan malaria.
Fragmen subseluler dan antigen permukaan - seperti kapsul polisakarida dan amplop virus -
adalah vaksin yang aman dan efektif karena merupakan antigen yang pertama kali dikenali
terutama oleh sel B dan antibodi.
Antigen yang berukuran kecil dapat dibuat secara sintetis atau dengan kloning gen. Hal ini
memungkinkan untuk menambahkan sekuens pada gen/antigen sehingga meningkatkan
efektivitas vaksin. Yang perlu diingat bahwa sel B mengenal stuktur 3 dimensi antigen
sedangkan sel T mengenal sekuen linear asam amino.
Pada vaksin rekombinan suatu gen dalam vektor - vaccinia, virus dan bakteri yang dilemahkan -
atau DNA sendiri diinjeksikan ke pasien. Ekspresi gen tersebut akan memberikan antigen in-
situ dalam jumlah yang memadai untuk menguinduksi respon imun antibodi maupun cell-
mediated tanpa menimbulkan toleran dari antigen.
Jika antigen yang ‘asli’ dari patogen tidak imunogenik maka dapat digunakan vaksin anti-
idiotipe yang memiliki struktur 3 dimensi yang sama dengan antigen ‘asli’. Misalnya:
polisakarida dan lipid A dari endotoksin (LPS).

Keefektifan dan keamanan vaksin


Vaksin yang efektif harus:
1. Menginduksi imunitas yang tepat. Sulit membuat vaksin yang menginduksi respon imun yang
tidak jelas, misalnya malaria.
2. Stabil di penyimpanan, terutama untuk vaksin dari organisme hidup. Biasanya disimpan pada
suhu dingin
3. Imunogenik. Untuk vaksin dari organisme yang dimatikan maka perlu ditambahkan adjuvan
untuk meningkatkan imunogenisitas.

Kekebalan Pasif/ Imunisasi Pasif


Imunisasi pasif adalah penggunaan (penyuntikan) antibodi untuk mengobati infeksi. Imunisasi
pasif ini dilakukan untuk menetralkan toksin yang sudah menyebar di dalam tubuh (mis :
tetanus, dipteri dan gigitan ular) dan apabila diperlukan antibodi spesifik dengan titre yang
tinggi.
Contoh penggunaan imunisasi pasif
Penyakit Sumber antibodi Indikasi

Dipteri Manusia, kuda Prophylaxis; pengobatan


Tetanus
Varicella-zoster Manusia Pengobatan imunodefisiensi
Gangrene Kuda Post-exposure
Botulismus
Gigitan ular
Sengatan kalajengking
Rabies Manusia Post-exposure (+ vaksin)
Hepatitis B Manusia Post-exposur
Hepatitis A Manusia Prophylaxis (perjalanan)
http://davidkusmawan.blogspot.com/2012/06/konsep-immunologi-dalam-mikrobiologi.html

Anda mungkin juga menyukai