Anda di halaman 1dari 7

KONSEP GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI WANITA

DEFINISI GENDER

Gender merupakan Peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan ditentukan
perbedaan fungsi, perandan tanggung jawab laki-laki dan perempuan sebagai hasil
konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan zaman peran dan
kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat. dan budayanya karena
sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan. (WHO 1998)

Gender adalah suatu konsep budaya yang berupaya untuk membuat perbedaan antara
laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik
emosional.

Gender adalah peran dan kedudukan seseorang yang dikonstruksikan oleh budaya
karena seseorang lahir sebagai perempuan atau lahir sebagai laki-laki.
Contoh :Sudah menjadi pemahaman bahwa laki-laki itu akan menjadi kepala keluarga,
pencari nafkah, menjadi orang yang menentukan bagi perempuan. Seseorang yang
lahir sebagai perempuan, akan menjadi ibu rumah tangga, sebagai istri, sebagai orang
yang dilindungi, orang yang lemah, irasional, dan emosional.

dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut. :

1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut pekerjaan
yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi maupun untuk
diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran di sector publik.
2. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk kegiatann yang
berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan pekerjaan urusan rumah
tangga, seperti mengasuh anak, memasak, mencuci pakaian dan alat-alat rumah
tangga, menyetrika, membersihkan rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut
juga peran di sektor domestik.
3. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk berpartisipasi di
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-royong dalam menyelesaikan
beragam pekerjaan yang menyangkut kepentingan bersama.
Perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan
secara sosial . Gender berhubungan dengan persepsi dan pemikiran serta tindakan
yang diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang dibentuk masyarakat,bukan
karena biolologis.

Definisi Seksualitas
1. Seksualitas/jenis kelamin adalah karakteristik biologis-anatomis (khususnya system
reproduksi dan hormonal) diikuti dengan karakteristik fisiologis tubuh yang
menentukan seseorang adalah laki-laki atau perempuan (Depkes RI, 2002:2).
2. Seksualitas/Jenis Kelamin (seks) adalah perbedaan fisik biologis yang mudah dilihat
melalui cirri fisik primer dan secara sekunder yang ada pada kaum laki-laki dan
perempuan(Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2003)
3. Seksualitas/Jenis Kelamin adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara
biologis melekat pada jenis kelamin tertentu 9handayani, 2002 :4)
4. Seks adalah karakteritik genetic/fisiologis atau biologis seseorang yang
menunjukkan apakah dia seorang perempuan atau laki-laki (WHO, 1998)

Menurut Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perbedaan antara Gender dan Jenis


Kelamin/seksualitas
Jenis Kelamin Gender
Tidak dapat berubah, contohnya alat kelamin Dapat berubah, contohnya peran dalam
laki-laki dan perempuan kegiatan sehari-hari, seperti banyak
perempuan menjadi juru masak jika dirumah,
tetapi jika di restoran juru masak lebih
banyak laki-laki.
Tidak dapat dipertukarkan, contohnya jakun Dapat dipertukarkan
pada laki-laki dan payudara pada perempuan
Berlaku sepanjang masa, contohnya status Tergantung budaya dan kebiasaan, contohnya
sebagai laki-laki atau perempuan di jawa pada jaman penjajahan belanda kaum
perempuan tidak memperoleh hak
pendidikan. Setelah Indo merdeka perempuan
mempunyai kebebasan mengikuti pendidikan
Berlaku dimana saja, contohnya di rumah, Tergantung budaya setempat, contohnya
dikantor dan dimanapun berada, seorang laki- pembatasan kesempatan di bidang pekerjaan
laki/perempuan tetap laki-laki dan perempuan terhadap perempuan dikarenakan budaya
setempat antara lain diutamakan untuk
menjadi perawat, guru TK, pengasuh anak
Merupakan kodrat Tuhan, contohnya laki-laki Bukan merupakan budaya setempat,
mempunyai cirri-ciri utama yang berbeda contohnya pengaturan jumlah a nak dalam
dengan cirri-ciri utama perempuan yaitu satu keluarga
jakun.

Ciptaan Tuhan, contohnya perempuan bisa Buatan manusia, contohnya laki-laki dan
haid, hamil, melahirkan dan menyusui sedang perempuan berhak menjadi calon ketua RT,
laki-laki tidak. RW, dan kepala desa bahkan presiden.

DISKRIMINASI GENDER

Diskriminasi gender diartikan oleh Volart (2004, h.1) adalah pembedaan yang dilakukan
oleh individu atau komunitas tertentu yang didasarkan pada jenis kelamin, diskriminasi
gender pada umumnya memberatkan posisi jenis kelamin perempuan dimana
pembedaan ini didasarkan pada pandangan atau persepsi bahwa perempuan memiliki
status dan kemampuan yang lebih rendahdibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki

Volart (2004, h.4) menguraikan diskriminasi gender menjadi dua tipe, yaitu :
a.Tipe diskriminasi gender secara sosial Tipe diskriminasi ini berdasarkan stigma sosial
tertentu yang memberikan label bahwa perempuan memiliki tingkat pendidikan yang
lebih rendah serta kurang berkompeten dibandingkan laki-laki sehingga ada
pembatasan atas akses terhadap posisi tertentu.
b.Tipe diskriminasi gender secara akses sumber dayaTipe diskriminasi ini membedakan
akses atau jalan masuk terhadap sumber-sumber daya yang ada di organisasi
sepertipromosi, wewenang dan lain sebgainya.

Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender


1. Marginalisasi (peminggiran).
merupakan suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang
mengakibatkan kemiskinan
Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi. Misalnya banyak perempuan hanya
mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja
ataupun status dari pekerjaan yang didapatkan. Hal ini terjadi karena sangat sedikit
perempuan yang mendapatkan peluang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di
rumah, tempat kerja, masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan,
tradisi/kebiasaan, kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan
(teknologi).
contoh : guru TK dan pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerjaan rendah
sehingga berpengaruh terhadap gaji / upah yang diterima

2. Subordinasi (penomorduaan),
anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain
sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.
contoh : masih sedikit jumlah wanita yang bekerja pada peran dan posisi pengambilan
keputusan kepenentu kebijakan dibandingkan dengan laki-laki

3. Stereotip (citra buruk)


pandangan buruk terhadap perempuan.
contoh : perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan berbagai
sebutan buruk lainnya.

4. Violence (kekerasan),
serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan,
dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotip diatas.
Perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan contoh kekerasan paling banyak
dialami perempuan.

5. Beban kerja berlebihan /beban ganda/ double burden


tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus.
contoh : seorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melahirkan,
menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang ia juga ikut mencari
nafkah (di rumah), dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan tanggung
jawab diatas.

Keterkaitan Antara Gender dengan Kesehatan Reproduksi


Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosial budaya, serta
hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting yang
berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan
dengan jelas oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV diBejing pada tahun
1995.
1. Jenis Kelamin, Gender, dan Kesehatan
Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan menunjukkan perbedaan
yang nyata. Perempuan sebagai kelompok cenderung mempunyai angka harapan
hidup yang lebih panjang dari pada laki-laki, yang secara umum dianggap sebagai
faktor biologis. Namun dalam kehidupannya perempuan lebih banyak mengalami
kesakitan dan tekanan dari pada laki-laki. Walaupun faktoryang melatar belakanginya
berbeda-beda pada berbagai kelompok sosial, haltersebut menggambarkan bahwa
dalam menjalani kehidupannya perempuan kurang sehat dibandingkan laki-laki.
Penjelasan terhadap paradoks ini berakar pada hubungan yang kompleks antara faktor
biologis jenis kelamin dan sosial (gender) yang berpengaruh terhadap kesehatan.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa berbagai penyakit menyerang laki-laki dan
perempuan pada usia yang berbeda, misalnya penyakit kardiovaskuler ditemukan pada
usia yang lebih tua pada perempuan dibandingkan laki-laki.Beberapa penyakit,
misalnya animea, gangguan makakn dan gangguan pada ototserta tulang lebih banyak
ditemukan pada perempuan daripada laki-laki. Berbagai penyakit atau gangguan hanya
menyerang perempuan, misalnya gangguan yang berkaitan dengan kehamilan dan
kanker serviks, sementara ituhanya laki-laki yang terkena kanker prostat.Kapasitas
perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka memerlukan
pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam keadaansakit maupun
sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk mengendalikan fertilitas dan
melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi
yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya sangat menentukan kesejahteraan dirinya.
Kombinasi antara faktor jenis kelamin dan peran gender dalam kehidupan sosial,
ekonomi dan budaya seseorang dapat meningkatkan resiko terhadap terjadinya
beberapa penyakit, sementara di sisi lain memberikan perlindungan terhadap penyakit
lainnya. Perbedaan yang timbul dapat berupa keadaan sebagai berikut :
a. Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.
b. Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit.
c. Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit.
d. Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan
kesehatan.
e. Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan. Sebagai
contoh, respon tetrhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan pemberian fokus pada
kelompok resiko tinggi,termasuk pekerja seks komersial. Laki-laki dianjurkan untuk
menjauhi pekerja seks komersial atau memakai kondom. Secara bertahap, fokus
beralih pada perilaku resiko tinggi, yang kemudian menekankan pentingnya laki-laki
menggunakan kondom. Hal ini menghindari isu gender dalam hubungan seksual,
karena perempuan tidak menggunakan kondom tetapi bernegosiasi untuk
penggunaanya oleh laki-laki. Dimensi gender tersebut tidak dibahas, sampai pada saat
jumlah ibu rumah tangga biasa yang tertular penyakit menjadi banyak. Dewasa ini,
kerapuhan perempuan untuk tertular HIV/AIDS dianggap sebagai akibat dari
ketidaktahuan dan kurangnya akses terhadap informasi. Ketergantungan ekonomi dan
hubungan seksual yang dialkukan atas dasar pemaksaan. Tejadinya tindak kekerasan
pada umumnya berkaitan dengan gender. Secara umum pelaku kekerasan biasanya
laki-laki, yang merefleksikan keinginan untuk menunjukkan maskulinitas, dominasi,
serta memaksakan kekuasaan dan kendalinyaterhadap perempuan, seperti terlihat
pada kekerasan dalam rumah tangga (domestik). Karena itu kekerasan terhadap
perempuan sering disebut sebagai “kekerasan berbasis gender”.
2. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Laki-Laki
Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk mempelajari
kesehatan seksual dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan mereka cenderung
terbatas. Hal ini menyebabkan laki-laki kurang berminat mencari informasi dan
pengobatan terhadap penyakit, misalnya : Infeksi Menular Seksual (IMS).
3. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Perempuan
Menikah pada usia bagi perempuan berdampak negtif terhadap kesehatannya. Namun
menikah di usia muda kebanyakan bukanlah keputusan mereka, melainkan karena
ketidakberdayaannya (isu gender). Di beberapa tempat di Indonesia, kawin muda
dianggap sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Perempuan tidak berdaya untuk
memutuskan kawin dan dengan siapa mereka akan menikah. Keputusan pada
umumnya ada di tangan laki-laki; ayah ataupun keluarga laki-laki lainnya.
Salah satu kasus yang terkait dengan masalah gender yaitu :
Seorang gadis umur 17 tahun, mengalami perdarahan. Setelah dirawat disebuah rumah
sakit selama dua jam, dia meninggal dunia. Gadis tersebut merupakan korban aborsi
yang dilakukan oleh seorang dukun. Usaha lain sebelum melakukanaborsi adalah
minum jamu peluntur, pil kina, dan pil lainnya yang dibeli di apotek. Kemudian dia
datang ke seorang dokter kandungan. Dokter menolak melakukan aborsi karena terikat
sumpah dan hukum yang mengkriminalisasi aborsi.
Si gadis minta tolong dukun paraji untuk menggugurkannya. Rupa-rupanya tidak
berhasil, malah terjadi perdarahan. Ia masih sempat menyembunyikan inisemua
kepada kedua orang tuanya, selama 4 hari berdiam di kamar dengan alasan sedang
datang bulan. Ia tidak berani bercerita pada siapa-siapa apalagi pada ibu dan
bapaknya. Cerita itu berakhir dengan amat tragis, gadis itu tidak tertolong. Kasus
tersebut menggambarkan ketidakberdayaan si gadis. Ia memilih mekanisme defensif
dan menganggapnya sebagai permasalahan dirinya sendiri. Ia menyembunyikan
keadaannya karena malu dan merasa bersalah. Masyarakat akan menyalahkan karena
dia tidak mengikuti apa yang disebut moral atau aturan sehingga ia memilih mati
meskipun tidak sengaja.
Aborsi merupakan dilema bagi perempuan, apa pun latar belakang penyebab
kehamilannya dan apa pun status ekonominya. Untuk menuntut hak reproduksinya dia
harus mendapat dukungan seperti bantuan dari komunitasnya atau dukungan
emosional dan tanggung jawab bersama dari orang yang paling dekat (pacarnya).
Dalam konteks ini, maka jelas bahwa persoalan hak reproduksi pada akhirnya adalah
persoalan relasi antara laki-laki yang berbasis gender serta masyarakat dan negara
sebagai perumus, penentu, dan penjaga nilai bagi realisasi hak reproduksi perempuan.
Pada contoh kasus tersebut merupakan bentuk kekerasan yang berbasis gender yang
memiliki alasan bermacam-macam seperti politik, keyakinan, agama, dan ideologi
gender. Salah satu sumber kekerasan yang diyakini penyebab pada kasus tersebut
adalah kekerasan dari laki-laki terhadap perempuan adalah ideologi gender, misalnya
perempuan dikenal lemah lembut, emosional, cantik, dan keibuan.
Sementara laki-laki dianggap lebih kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Bentuk
kekerasan ini merupakan dilanggarnya hak reproduksi akibat perbedaan gender.
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat
panjang. Perbedaan ini dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan
secara sosial dan budaya. Pada akhirnya perbedaan ini dianggap sebagai ketentuan
Tuhan yang tidak bisa diubah dan dianggap sebagai perempuan.
Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus berlangsung meskipun
perempuan tersebut sedang mengandung. Konsekuensi paling merugikanbagi
perempuan yang menjadi korban kekerasan adalah dampak terhadap kondisi
kesehatan mentalnya. Dampak ini terutama menonjol pada perempuan korban
kekerasan seksual. Dalam tindak perkosaan, misalnya, yang diserang memang tubuh
perempuan. Namun, yang dihancurkan adalah seluruh jati diri perempuan
yaitukesehatan fisik, mental psikologi, dan sosialnya.
Kekerasan domestik biasanya merupakan kejadian yang kronis dalam kehidupan
rumah tangga seorang perempuan. Cedera fisik dapat sembuh setelah diobati, tetapi
cedera psikis mental (seperti insomnia, depresi, berbagai bentuk psikosomatik sakit
perut yang kronis sampai dengan keinginan bunuh diri) akan selalu dapat terbuka
kembali setiap saat Dampak psikologis yang paling sulit dipulihkan adalah hilangnya
kepercayaan kepada diri sendiri dan orang lain.
Selain itu juga ada kecenderungan masyarakat untuk selalu menyalahkan korbannya.
Hal ini dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu ingin tampak harmonis. Bahkan,
walaupun kejadian dilaporkan, usaha untuk melindungi korbandan menghukum para
pelaku kekerasan sering mengalami kegagalan. Kondisi tersebut terjadi karena
kekerasan dalam rumah tangga, khususnya terhadap perempuan, tidak pernah
dianggap sebagai masalah pelanggaran hak asasi manusia.
Padahal kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya merupakan kejahatan terhadap
individu dan masyarakat yang pelakunya seharusnya dapat dipidana, tetapi sulit
ditangani (pihak luar) karena dianggap sebagai urusan internal rumah tangga

Anda mungkin juga menyukai