PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang
bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Secara
nasional standar wilayah kerja Puskesmas adalah satu kecamatan. Apabila di satu kecamatan
terdapat lebih dari satu Puskesmas, maka tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar
Puskesmas dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah yaitu desa/ kelurahan atau
dusun/rukun warga (RW).
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah terwujudnya
pelayanan kesehatan yang aman nyaman dan terjangkau. Kecamatan sehat mencakup 4
indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan
Puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional dalam
rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup sehat. Untuk mencapai visi tersebut,
Puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat.
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat,
Puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu.
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari orientasi obat
kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai
konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi
dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi
langsung dengan pasien.
Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana,
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik
(penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat dan
pencatatan/penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan
metode tatalaksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan.
B. Tujuan Pedoman
Tujuan Khusus :
E. Batasan Operasional
Batasan Operasional pedoman ini meliputi batasan pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian di Puskesmas Batu Putih.
Pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi kegiatan pelayanan di dalam dan diluar
gedung.
1. Pelayanan didalam gedung meliputi:
a. Perencanaan dan pengadaan Obat
b. Penyimpanan di Ruang Logistik Farmasi
c. Pencatatan, pelaporan dan Pemusnahan obat kadaluarsa dan obat rusak
d. Pendistribusian obat ke unit pelayanan Internal
e. Pengkajian resep,
f. Peracikan obat
g. Penyerahan obat
h. Pelayanan informasi obat
i. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat
j. Pemantauan terapi obat
k. Evaluasi penggunaan obat
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Menurut acuan Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 tahun 2014 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1 orang tenaga Apoteker sebagai
penanggungjawab, yang dapat di bantu oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan. Di
Puskesmas Batu Putih penanggungjawab kefarmasian adalah Seorang Asisten Apoteker. dan
dibantu oleh tenaga lain yang sudah di latih untuk membantu dalam pelaksanaan pelayanan
kefarmasian
Kompetensi Asisten apoteker di Puskesmas sebagai berikut:
1. Sebagai Penanggung Jawab
a. Mempunyai kemampuan untuk memimpin;
b. Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan
mengembangkan Pelayanan Kefarmasian;
c. Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri;
d. Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan
memecahkan masalah.
2. Sebagai Tenaga Fungsional
a. Mampu memberikan pelayanan kefarmasian;
b. Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian;
c. Mampu mengelola manajemen praktis farmasi;
d. Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian;
e. Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan; dan
f. Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan.
B. Distribusi Ketenagaan
Kegiatan kefarmasian di Puskesmas Batu Putih dilaksanakan oleh lima orang asisten
apoteker dengan dibantu oleh tenaga yang lain, yang sudah mendapatkan pelatihan tentang
pelayanan kefarmasian.
Pengaturan dan penjadwalan pelaksanaan pelayanan kefarmasian dikoordinir oleh
penanggungjawab pelayanan kefarmasian sesuai dengan kesepakatan.
Kepala
Penanggungjawab Gudang
Penanggungjawab Apotek Obat
Penanggungjawab Penanggungjawab
Administrasi Administrasi
Penanggungjawab
Pelayanan
C. Jadwal Kegiatan
STANDAR FASILITAS
Pintu Loket
Meja Administrasi
Lemari Obat
Lemari
Obat
Meja
Administrasi
Pallet
Lemari
Lemari Obat Rak Obat Rak Obat Napsa
C. Standar Fasilitas
Sesuai Permenkes No. 30 tahun 2014 sarana yang diperlukan untuk penunjang pelayanan
kefarmasian di Puskesmas,meliputi sarana yang memiliki fungsi :
- Ruang penerimaan Resep
Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 set meja dan kursi,satu set
computer, jika memungkinkan ruang penerimaan resep dtempatkan pada bagian paling
depan dan mudah terlihat oleh pasien.
- Ruang pelayanan resep dan peracikan ( produksi sediaan secara terbatas ) Ruang
pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak Obat
sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan peralatan peracikan,
timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat, bahan pengemas
Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label Obat,
buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat
tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang
cukup. Jika memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai
kebutuhan.
- Ruang penyerahan Obat
Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku pencatatan penyerahan
dan pengeluaran Obat. Ruang penyerahan Obat dapat digabungkan dengan ruang
penerimaan resep.
- Ruang Konseling
Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku-buku
referensi sesuai kebutuhan, leaflet, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling,
formulir jadwal konsumsi Obat (lampiran), formulir catatan pengobatan pasien
(lampiran), dan lemari arsip (filling cabinet), serta 1 (satu) set komputer, jika
memungkinkan.
- Ruang penyimpanan obat dan BMHP
- Ruang Arsip
Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam jangka waktu
tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk
memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin penyimpanan
sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.
Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’ secara fisik, namun
lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut
disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1
(satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas antar fungsi.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan
B. Langkah Kegiatan
Pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan salah satu kegiatan
pelayanan kefarmasian, yiatan pelayanan kefarmasian, yang dimulai dari perencanaan,
permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan serta pemantauan dan evaluasi.
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan
Puskesmas.
a. Perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati
kebutuhan;
Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan
mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat periode sebelumnya, dan
mutasi Obat, dan rencana pengem-bangan.
2. Permintaan
Tujuan permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah memenuhi kebutuhan
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan
kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
kebijakan pemerintah daerah setempat.
Selain permintaan ke Dinas Kesehatan, Puskesmas menyediakan obat dan BMHP
melalui pembelian dengan sumber dana BPJS.
3. Penerimaan
Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima
Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai
dengan permintaan yang telah diajukan.
Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh puskesmas.
a) Penyimpanan
Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan
pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar
dari kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan.
Beberapa sistem yang umum dalam penatalaksanaan obat selama penyimpanan :
a. Alfabetis berdasarkan nama generik
c) Pengendalian
Pengendalian obat dan bahan medis habis pakai adalah suatu kegiatan untuk
memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obat di unit pelayanan kesehatan dasar.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan obat di unit
pelayanan kesehatan dasar.
Pengendalian obat terdiri dari:
a) Pengendalian persediaan
Pemantauan dan evaluasi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai
dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk :
- Memperbaiki secara terus menerus pengelolaan obat dan bahan medis habis
pakai; dan
c. Tanggal resep.
1. Konseling
2. Ronde/visite Pasien
LOGISTIK
Kebutuhan dana dan logistik untuk kegiatan pelayanan farmasi ditentukan bersama antara
pihak managemen dengan pengelola farmasi dalam bentuk pengajuan anggaran operasional
(poa).
Pelayanan farmasi di Puskesmas Batu Putih dilakukan mengikuti paradigma
“Farmaceutical Care” oleh karenanya penyediaan obat dan perbekalan farmasi harus sesuai
kebutuhan, tepat jenis dan tepat waktu. Untuk memenuhi tuntutan tersebut, maka Puskesmas
Batu Putih melakukan pengelolaan logistik obat dan perbekalan farmasi secara professional.
Tujuan pengelolaan obat adalah menjamin tersedianya obat dengan mutu yang terjamin,
aman, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu
yang tepat (Depkes, 2005)
Sistem pengelolaan obat mempunyai 4 fungsi dasar untuk mencapai tujuan yaitu:
1. Perumusan kebutuhan atau perencanaan (selection)
2. Pengadaan (Procurement)
3. Distribusi (Distribution)
4. Penggunaan (Use)
Keempat fungsi didukung oleh sistem penunjang pengelolaan :
1. Organisasi (Organitation)
2. Pembiayaan dan kesinambungan (Financing and Sustainnability)
3. Pengelolaan informasi (Information Management)
4. Pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia (Human Resorces
Management)
GUDANG OBAT
POLINDES
KESELAMATAN SASARAN
Pengendalian risiko melalui sistem manajemen dapat dilakukan oleh pihak manajemen
pembuat komitmen dan kebijakan, organisasi, program pengendalian,prosedur pengendalian,
tanggung jawab, pelaksanaan dan evaluasi. Kegiatan-kegiatan tersebut secara terpadu dapat
mendukung terlaksananya pengendalian secara teknis.
Dalam membangun keselamatan pasien banyak istilah-istilah yang perlu dipahami dan
disepakati bersama. Istilah-istilah tersebut diantaranya adalah:
- Kejadian Tidak Diharapkan/KTD (Adverse Event)
- Kejadian Sentinel
- Medication Error
Improper dose/quantity Dosis, strength :atau jumlah obat yang tidak sesuai dengan
yang dimaskud dalam resep
Wrong dose preparatio method: Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang
tidak sesuai
Wrong dose form: Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara yang tidak sesuai
dengan yang diperintahkan di dalam resep
Wrong patient : Obat diserahkan atau diberikan pada pasien yang keliru yang tidak
sesuai dengan yang tertera di resep
Extra dose : Memberikan duplikasi obat pada waktu yang, Prescribing error Obat
diresepkan secara keliru atau perintah diberikan secara lisan atau diresepkan oleh
dokter yang tidak berkompeten
Wrong time : Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian atau diluar
jadwal yang ditetapkan
1. Pemilihan
- Simpan obat dengan nama, tampilan dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike
medication names) secara terpisah.
- Obat-obat dengan peringatan khusus (high alert drugs) yang dapat menimbulkan
cedera jika terjadi kesalahan pengambilan, simpan di tempat khusus. Misalnya :
menyimpan cairan elektrolit pekat seperti KCl inj, heparin, warfarin, insulin,
kemoterapi, narkotik opiat, neuromuscular blocking agents, thrombolitik, dan agonis
adrenergic
- kelompok obat antidiabet jangan disimpan tercampur dengan obat lain secara
alfabetis, tetapi tempatkan secara terpisah
- Simpan obat sesuai dengan persyaratan penyimpanan
4. Skrining Resep
- Apoteker tidak boleh membuat asumsi pada saat melakukan interpretasi resep
dokter. Untuk mengklarifikasi ketidaktepatan atau ketidakjelasan resep, singkatan,
hubungi dokter penulis resep.
Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan data klinis (alergi,
diagnosis dan hamil/menyusui). Contohnya, Apoteker perlu mengetahui tinggi
dan berat badan pasien yang menerima obat-obat dengan indeks terapi sempit
untuk keperluan perhitungan dosis.
Hasil pemeriksaan pasien (fungsi organ, hasil laboratorium, tanda-tanda vital dan
parameter lainnya). Contohnya, Apoteker harus mengetahui data laboratorium
yang penting, terutama untuk obat-obat yang memerlukan penyesuaian dosis dosis
(seperti pada penurunan fungsi ginjal).
Strategi lain untuk mencegah kesalahan obat dapat dilakukan dengan penggunaan
otomatisasi (automatic stop order), sistem komputerisasi (e-prescribing) dan
pencatatan pengobatan pasien seperti sudah disebutkan diatas.
- Permintaan obat secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan emergensi dan
itupun harus dilakukan konfirmasi ulang untuk memastikan obat yang diminta
benar, dengan mengeja nama obat serta memastikan dosisnya. Informasi obat
yang penting harus diberikan kepada petugas yang meminta/menerima obat
tersebut. Petugas yang menerima permintaan harus menulis dengan jelas instruksi
lisan setelah mendapat konfirmasi.
5. Dispensing
- Peracikan obat dilakukan dengan tepat sesuai dengan SOP.
- Pemberian etiket yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali :
pada saat pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dariwadah,pada
saat mengembalikan obat ke rak.
- Dilakukan pemeriksaan ulang oleh orang berbeda.
- Pemeriksaan meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan pakai,
pemeriksaan kesesuaian resep terhadap obat, kesesuaian resep terhadap isi etiket.
6. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Edukasi dan konseling kepada pasien harus diberikan mengenai hal-hal yang penting
tentang obat dan pengobatannya. Hal-hal yang harus diinformasikan dan
didiskusikan pada pasien adalah :
- Pemahaman yang jelas mengenai indikasi penggunaan dan bagaimana
menggunakan obat dengan benar, harapan setelah menggunakan obat, lama
pengobatan, kapan harus kembali ke dokter
- Peringatan yang berkaitan dengan proses pengobatan
- Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) yang potensial, interaksi obat dengan obat lain
dan makanan harus dijelaskan kepada pasien
- Reaksi obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction – ADR) yang
mengakibatkan cedera pasien, pasien harus mendapat edukasi mengenai
bagaimana cara mengatasi kemungkinan terjadinya ADR tersebut
- Penyimpanan dan penanganan obat di rumah termasuk mengenali obat yang sudah
rusak atau kadaluarsa.
Ketika melakukan konseling kepada pasien, apoteker mempunyai kesempatan untuk
menemukan potensi kesalahan yang mungkin terlewatkan pada proses sebelumnya.
7. Penggunaan Obat
Apoteker harus berperan dalam proses penggunaan obat oleh pasien rawat inap di
rumah sakit dan sarana pelayanaan kesehatan lainnya, bekerjasama dengan petugas
kesehatan lain. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
- Tepat pasien
- Tepat indikasi
- Tepat waktu pemberian
- Tepat obat
- Tepat dosis
- Tepat label obat (aturan pakai)
- Tepat rute pemberian
8. Monitoring dan Evaluasi
Apoteker harus melakukan monitoring dan evaluasi sesuai dengan SOP untuk
mengetahui efek terapi,mewaspadai efek samping obat, memastikan kepatuhan
pasien.Hasil monitoring dan evaluasi didokumentasikan dan ditindaklanjuti
denganmelakukan perbaikan dan mencegah pengulangan kesalahan.Seluruh personal
yang ada di tempat pelayanan kefarmasian harus terlibatdidalam program keselamatan
pasien khususnya medication safety dan harus secara terus menerus mengidentifikasi
masalah dan mengimplementasikan strategiuntuk meningkatkan keselamatan pasien.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Kesehatan & keselamatan kerja ( K3) merupakan hak asasi semua karyawan &salah satu
syarat untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Program keselamatan kerja
adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman,sehat,bebas dari
pencemaran linkungan,sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efesiensi dan produktifitas kerja
KIE PASIEN : TB
PETUGAS FARMASI PARU.KUSTA.SCABIES
BAB VIII
PENGENDALIANMUTU
- Ketersediaan obat yang digunakan sebagai penunjang sarana pelayanan obat meliputi :
pengendalian sediaan farmasi,pengamanan,pengadaan,penyimpanan & pendistribusian
atau penyaluran obat
Kegiatan pengendalian mutu pelayanan di farmasi Puskesmas Batu Putih apoteker menagacu pada
PENUTUP
Untuk menjaga pelayanan kefarmasian berjalan baik diperlukan suatu pedoman sebagai acuan
kegiatan,monitoring dan evaluasi yang terencana dan terprogram dengan baik sesuai dengan
pedoman standar pelayanan kefarmasian yang telah dibuat.