Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

MULTILATERAL NEGOSIASI

Disusun oleh: Kelompok 4

M. RIZKY PRAYOGA 165120401111066

JESSICA REVICA F. 165120401111071

RAFIE ALGHANY R. 165120407111025

RIFDA ARIF M. 165120407111035

ULFA CHIANTI 165120407111036

CECILIA NOVITA P . 165120407111045

FIKRI ADITYA 165120407111075

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

2018
Table of Contents
BAB III...........................................................................................................................25
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Jika bicara tentang politik, pastinya tidak akan pernah terlepas dari unsur unsur
mencapai tujuan, dan pemikiran tentang bagaimana membuat suatu entitas
mengikuti apa yang kita inginkan, oleh karena nya, tidak heran jika negosiasi
menjadi salah satu skill yang harus dimiliki oleh setiap orang, karena pada
faktanya setiap orang tidak pernah terlepas dari kehidupan berpolitik dalam
kehidupan sehari hari. Lebih lagi, karena pentingnya negosiasi itu sendiri, maka
dewasa ini negosiasi menjadi sebuah topik yang dipelajari lebih dalam, bahkan
hingga mempunyai metode dan teori nya sendiri, serta beberapa literatur di dalam
nya.1 Negosiasi yang akhirnya menjadi sebuah fokus disiplin ilmu ini pun
tentunya mengalami berbagai perkembangan pemikiran, yang pada saat ini
setidaknya terdapat dua kategori negoisasi yang didasarkan pada jumlah pihak
yang ikut dalam proses negosiasi, yaitu negosiasi bilateral yang hanya diikuti oleh
dua pihak, dan negosiasi multilateral, yang mana diikuti oleh beberapa pihak.
Disisi lain meskipun topik negosiasi ini menjadi salah satu disiplin ilmu yang
mengalami perkembangan cukup baik, namun disayangkan sebagian besar
literatur yang relevan hanya membahas negosiasi bilateral baik secara implisit dan
eksplisit, padahal disini setiap negosiasi memiliki keunikan tersendiri, dan
keunikan karakteristik tersebut dapat menghasilkan keuntungan tersendiri yang
mana nantinya akan digunakan sesuai kondisi dan kebutuhan dari tujuan negosiasi
yang diselenggarakan oleh pihak-pihak terkait. Jika dikaji lebih lanjut, negosiasi
1 Auer, Andre and Racine Jérôme. 2005. Multilateral Negotiations: From Strategic Considerations
to Tactical Recommendations.
multilateral pun menjadi penting dikarenakan dewasa iniperkembangan juga
terjadi pada lingkup organisasi internasional, yang akhirnya organisasi
internasional mampu menjadi wadah untuk membahas setiap permasalahan yang
mana mungkin saja permasalahan tersebut dulunya menjadi topik pembahasan
pada negosiasi bilateral, namun dikarenakan perkembangan organisasi
internasional yang pesat, menjadikan fokus topik bahasan tersebut beralih menjadi
topik bahasan pada forum internasional dalam organisasi internasional yang tersaji
menjadi negosiasi multilateral. Lebih lagi, tidak setiap topik dalam negosiasi
mampu diselesaikan dua pihak, karena dalam beberapa kasus pun banyak
negosiasi yang melibatkan beberapa pihak, atau mungkin memerlukan pihak
ketiga sebagai penengah dalam suatu negosiasi. Contoh kasus negosiasi yang
memerlukan pihak ketiga adalah Camp David Accord 1978, yang mana pihak
Amerika Serikat menjadi pihak ketiga dalam konflik Mesir – Israel yang
dilatarbelakangi oleh perang 30 tahun antara Mesir dan Israel, dimana akhirnya
kedua belah pihak sepakat untuk melakukan negosiasi selama 13 hari dibantu
Amerika Serikat sebagai pihak ketiga dalam negosiasi tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dari makalah
ini adalah:

1. apa yang dimaksud negosiasi multilateral dan bilateral? serta


perbedaannya?
2. apasajakah prinsip dalam negosiasi multilateral?
3. elemen apasaja yang dapat mempengaruhi keberhasilan proses
negosiasi?
4. apasaja taktik yang harus diperhatikan sebelum dan saat negosiasi
berlangsung?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memahami lebih lanjut
bagaiman suatu proses negosiasi multilateral dapat berhasil dan untuk memenuhi
tugas mata kuliah negosiasi internasional
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Multilateral Negotiation : from Strategic Consideration to tactical


recommendations

Negosisasi Multilatreal : dari pertimbangan strategi hingga rekomendasi


taktis

Negosiasi merupakan hal yang lumrah dilakukan manusia sepanjang hidupnya.


Dalam dunia akademis negosiasi merupakan topik yang sangat banyak dipelajari,
mulai dari negosiasi dalam sector ekonomi, politik hingga sosial. Maka
sewajarnya setiap individu harus meningkatkan pengetahuannya dalam skill dan
metode ber-negosiasi. Salah satunya melalui berbagai literatur yang biasanya
ditulis oleh para ‘mantan’ negosiator.

Perlu diketahui bahwa ada 2 macam negosiasi yang umumnya diketahui, yaitu
negosiasi bilateral dan negosiasi multilateral. Secara mudah dapatdipahami
negosiasi bilateral adalah negosiasi yang terjadi antara dua pihak saja dengan
kompleksitas isu hanya berkisar pada kepentingan dua pihak tersebut. Sedangkan
negosiasi multilateral adalah negosiasi yang terjadi lebih dari dua pihak dengan
kompleksitas yang lebih rumit karena melibatkan kepentingan-kepentingan
berbagai pihak yang terlibat dalam negosiasi tersebut.

Negosiasi bilateral maupun multilateral mempunyai hambatannya masing-masing,


yang paling mencolok saat ini adalah negosiasi multilateral. Hambatan yang
paling mencolok dan menjadi hambatan saat ini adalah dalam hal literature.
Kekurangan literature menunjukkan bahwa ada kekosongan pembahasandan
upaya dalam meningkatkan suatu keilmuan yang mana berimplikasi pada
peningkatan skill individu. Ada dua alasan mengapa hal tersebut bisa terjadi2 :

2 André Auer and Jérôme Racine. (2001). “Multilateral Negotiations: From Strategic
Considerations to Tactical Recommendations” tersedia di:
www.sumbiosis.com/fileadmin/downloads/tools/d/multilateral_negotiations_e.pdf. [diakses, 28
April 2018]
1) Kebanyakan saat ini dalam penyelesaian suatu isu, negara maupun aktor
lainnya yang terkait dengan isu tersebut ataupun berdampak memilih
menggunakan forum internasional dengan dasar penyelesaian yang bersifat
multilateral ketimbang melakukan negosiasi multilateral

2) Tingkat efisiensi yang sangat rendah, waktu yang dibutuhkan terlalu lama
untuk mencapai kesepakatan. Hal itu disebabkan karena perselisihan antar
pihak dan factor koalisi dalam proses negosiasi-lah yang menghambat
negosiasi multilateral. Dan sedikitnya jumlah perjanjian yang telah
disepakati dalam proses negosiasi multilateral diratifikasi.

2.2 The Specificity of Multilateral Negotiations

A. Definisi

Secara definisi negosiasi multilareal dapat dipahami dengan mudah sebagai


negosiasi dengan jumlah pihak yang terlibat lebih dari 2, baik antar pemerintah
maupun antar pemerintah dan non-pemerintah.

B. Perbedaan antara negosiasi multilateral dan bilateral

Walaupun secara definisi dapat dibedakan dengan mudah antara negosiasi


multilateral dan bilateral, ada beberapa hal yang mendasar yang dapat di jadikan
pandangan atas perbedaan tersebut antara lain3:

 Kompleksitas dalam negosiasi multilateral dapat dilihat dari berbagai


macam kepentingan yang dibawa oleh masing-masing pihak dan jumlah
permasalahan yang dibawa masing-masing pihak cukup banyak sehingga
memperlama pertimbangan atas proses negosiasi

 Potensi yang akan didapatkan dari proses negosiasi bilateral lebih mudah
ditebak dan diperhitungkan. Sedangkan dalam proses negosiasi
multilateral jumlah potensi yang didapat lebih besar dan lebih rumit untuk
diperhitungkan.

3ibid
 Perbedaan budaya yang dimiliki oleh masing - masing pihak dalam proses
negosiasi multilateral menjadikan negosiasi tersebut lebih rumit. Salah
satunya adalah dalam berkomunikasi. Perbedaan bahasa akan
meningkatkan resiko kesalah pahaman yang sangatt inggi dalam proses
negosiasi multilateral yang terdiridaripihak-pihak yang berbeda.

 Kemajuan dalam proses negosiasi multilateral lebih susah ditebak. Kalau


dalam negosisasi bilateral, antar pihak hanya merespon dari pihak yang
memberikan pernyataan. Sedangkan dalam negosisasi multilateral, sang
negosiator diibaratkan sebagai seorang prajurit dalam medan tempur.
Sederhananya prajurit tersebut susah untuk mengetahui jalannya perang
(negosiasi)

 Komunikasi dalam negosiasi multilateral adalah formal dimana dalam


menyampaikan pernyataan negosiator melakukan persentasi dari paper
yang telah dipersiapkannya. Berbeda dengan negosiasi bilateral, negosiator
menyampaikan pernyataan secara langsung dan langsung ditanggapi oleh
pihak lawan. Sehingga proses negosiasi multilateral tidak praktis, lambat
dan tidak fleksibel.

 Koalisi menjadi hal paling penting dalam proses negosiasi multilateral

 Keputusan dari negosiasi multilateral dalam banyak kasus diambil melalui


prosedur voting.

Dalam proses untuk mencapai keputusan, negosiasi multilateral memiliki dua


hambatan dasar yaitu kepentingan dan kerelaan. Seperti yang kita ketahui
sebelumnya, untuk berhasil dalam negosiasi multilateral pihak – pihak terlibat
harus membetuk sebuah koalisi yang memaksa pihak yang ikut dalam koalisi
meleburkan atau mengurangi capaian yang diinginkan berdasarkan
kepentigannya. Tetapi kenyataanya pada proses negosiasi maupun packing
agreement terjadi perpecahan di dalam koalisi yang menyebabkan terhambat serta
memperlama proses negosiasi. Hal ini dikarenakan pihak – pihak dalam koalisi
saling tidak mempercayai satusama lain melihat kepentingannya tidak tercapai.
Kemudian, hambatan selanjutnya adalah kerelaan dari masing-masing pihak untuk
mencapai kesepakatan walaupun sedikit meleset dari kepentingan yang dibawa. .

Walaupun demikian, antara negosiasi bilateral maupun multilateral mempunyai


satu kesamaan yaitu ketidak berhasilan negosiasi dikeduanya disebabkan pihak –
pihak dalam negosiasi tidak mau merelakan sedikit saja kepentingan mereka tidak
tercapai sehingga tidak penah mencapai suatu keputusan.

2.3 “Principled Negotiation” in a Multilateral Setting

Hampir setiap kebanyakan individu mengalami kesulitan ketika bernegosiasi,


salah satu alasan yang menjelaskan kesulitan ini adalah bahwa individu cenderung
terlalu fokus pada hasil negosiasi dan mengabaikan proses negosiasinya. Mereka
lebih fokus dengan “apa” yang akan mereka negosiasikan dan melupakan
“bagaimana” cara mereka melakukannya. Kebanyakan individu melupakan bahwa
sesungguhnya cara untuk mendapatkan hasil negosiasi yang memuaskan dan juga
maksimal harus didasari oleh sebuah proses yang efektif. Berikut merupakan
peraturan mengenai proses negosiasi menurut buku Getting to Yes oleh Fisher,
Urydan Patton (1991)

A. Address relationship and substance independently

Dalam suatu proses negosiasi terdapat aturan diplomatik yang ketat dan juga
prosedur negosiasi yang formal, prosedur ini diikuti oleh sebagian besar
organisasi internasional yang mungkin tampak kurang menyisakan ruang bagi
individu untuk mengekspresikan perasaan dan emosi dalam negosiasi multilateral
dibandingkan dalam negosiasi bilateral. Seorang individu dapat memiliki
kepribadian dan kekhasan mereka sendiri, dan juga emosi. Perilaku individu
didorong sebagian besar oleh perasaan simpati atau kebencian. Mereka semua
bereaksi terhadap kemarahan, ketidaksabaran, atau rasa syukur. Dan tentu saja,
mereka semua punya ambisi pribadi.
Prasangka, persepsi dan interpretasi yang berbedadari 'fakta' yang ada, serta
kesalah pahaman yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan kesulitan bahasa,
merupakan beban yang jauh lebih besar dalam negosiasi multilateral dibandingkan
dengan negosiasi bilateral. Hal yang perlu diperhatikan adalah kesabaran,
kesabaran merupakan unsure penting dalam negosiasi multilateral. Presepsi
mengenai waktu bervariasi dari satu budaya ke budaya lainnya. Karenaitu, harus
ada keseimbangan yang kuat di antara dorongan untuk "menyelesaikan sesuatu"
dan pentingnya sang negosiator untuk membangun sebuah hubungan dengan
pihak lawan.

B. Focus on interests, not positions

Positional negotiation merupakan sesuatu yang sering terjadi dan hal ini dapat
merusak proses negosiasi multilateral dibandingkan dengan negosiasi bilateral.
Berikut merupakan alasan mengapa positional negotiation dapat terjadi di
multilateral negotiation:

 Negosiasi multilateral cukup sering melibatkan hal – hal yang berhadapan


dengan nilai – nilai dan ideologi. Hal ini jauh lebih sulit untuk menyetujui
sebuah prinsip
 Kecenderungan yang sering dari dilakukan negosiator dalam proses
diplomasi konferensi yaitu terlibat dalam pidato dan juga secara berdiri
tegak. Perilaku seperti ini dapat memunculkan perasaan segan dari pihak
lawan
 Mengacu pada prosedur dalam diplomasi konfrens, delegasi harus
menyatakan posisi mereka di negaranya. Akhirnya konsentrasi individu
terlalu fokus dalam hal itu, hal ini dapat menimbulkan perilaku
“bermusuhan”

Masalah yang dapat ditemukan dalam negosiasi multilateral yang lainya itu
negara sulit untuk mendefisinisasikan kepentingan nasional mereka. Sebagai
hasilnya apa yang dianggap sebagai national interest sering sekali dianggap
sebuah kompromi yang cukup aneh.

C. Invent options for mutual gain

Dalam negosiasi multilateral kegiatan brainstorming sangatlah jarang berjalan


dengan sukses bagi sebuah komite dan juga kelompok. Hal ini dikarenakan yang
pertama, kreativitas sangatlah dibutuhkan dalam hal ini kelompok heterogen akan
kesulitan karena terlalu banyaknya ide – ide yang diajukan. Yang kedua, aturan
penting dari brainstorming adalah ide-ide yang ada tidak boleh langsung dinilai
dan juga dihakimi secara langsung.

D. Use neutral, jointly chosen decision criteria

Dalam sebuah negosiasi, pihak netral sangatlah dibutuhkan, pihak netral akan
membantu dalam menyelesaikan sebuah masalah, dengan demikian hal ini akan
dianggap lebih adil dan juga sah oleh pihak lainnya. Walau pun dalam negosiasi
multilateral kebanyakan permasalahan ada pada pembuatan peraturan, keadilan
merupakan cara yang lebih digunakan untuk menyelesaikan sebuah konflik
dibandingkan dengan menggunakan ancaman, pemaksaan dan lain-lain.

E. Assess the alternatives to a negotiated agreement

Di dalam negosiasi bilateral lebih menggunakan apa yang disebut dengan Best
Alternative to a Negotiated Agreement (BATNA), secara keseluruhan BATNA
merupakan sumber power di setiap negosiasi. Namun berkali – kali , pihak-pihak
dalam negosiasi multilateral berpendapat, menurut mereka konsep BATNA
bukanlah merupakan peran penting di dalam negosiasi multilateral. Namun
demikian, kita harus mempertimbangkan bahwa baik dalam negosiasi bilateral
maupun multilateral BATNA yang sering digunakan adalah status quo - yaitu, satu
atau beberapa pihak lebih suka mempertahankan status quo dari pada
mengorbankan beberapa kepentingan mereka untuk mencapai negosiasi
kesepakatan dengan pihak lain.

2.4 Missing Elements

Berbagai negosiasi astinya memiliki faktor khusus untuk membuat


negosiasi berjalan lancar, dan menggunakan beragam variabel untuk
memunculkan keberhasilan dalam negosiasi.Elemen dari metode “negosiasi
berprinsip” berlaku untuk proses negosiasi multilateral dan dapat membantu untuk
meningkatkannya secara signifikan. Karena dengan adanya negosiasi multilateral
beragam keputusan dapat mencapai tujuan masing-masing dari kepentingan
personal perusahaan maupun negara. Namun, literatur serta pengalaman kami
sendiri menunjukkan bahwa keberhasilan negosiasi multilateral ditentukan oleh
setidaknya dua elemen tambahan: struktur (dan koalisi khususnya) dan
kepemimpinan. Koalisi merupakan elemen tambahan yang berperan aktif dalam
proses negosiasi multiateral.4

A. Structur

"Struktur" merupakan unsur dari negosiasi yang pertama. Struktur ini


menunjukkan bagaimana susunan negosiasi multilateral yang ditentukan oleh
serangkaian elemen seperti organisasi yang mengadakan rapat dan konfigurasinya
sendiri, aturan formal dan diam-diam yang berlaku untuk proses negosiasi,
munculnya koalisi, peran yang diberikan kepada kepresidenan, sekretariat,
kelompok dan komisi ad-hoc, dan faktor waktu apakah negosiasi adalah peristiwa
satu kali atau proses berulang.5

Menemukan struktur yang tepat sangat penting untuk "dekompleksifikasi"


negosiasi multilateral ke titik di mana kompleksitas menjadi dapat dikelola
(Zartman 1994: 219).6

4Andre Auer, Racine, Jerome, Multilateral Negotiations: From Strategic Considerations to


Tactical Recommendations, Januari 2005.
5Ibid.
6Ibid.
Sebagaimana dinyatakan oleh Deborah Kolb dan Guy-Olivier Faure bahwa
struktur merupakan formalitas struktur organisasi yang mengadakan pertemuan
dan pengaruh sub unit khusus memiliki sejumlah dampak potensial pada
negosiasi.7 Pertama, sebuah organisasi yag memiliki struktur formal yang
diartikulasikan dengan baik untuk mengelola unsur-unsur rutin dari pekerjaannya
akan dapat menggunakan pendekatan standar dalam perancangan negosiasi
dengan cara yang memungkinkan proses dan hasil yang akan dihasilkannya. (...).8
Kedua, organisasi dengan struktur formal yang diartikulasikan sebagian terisolasi
dari gangguan dari konstituen atau kelompok klien. (...).9 Organisasi-organisasi
yang tidak memiliki struktur seperti itu biasanya akan menemukan diri mereka
diterpa oleh kelompok-kelompok pemangku kepentingan mereka dan mengalami
kesulitan dalam menggunakan wewenang selama negosiasi ”.10

B. Koalisi

Merupakan unsur dan satu ciri dari struktur yang ada dalam negosiasi bahwa
struktural terpenting dalam negosiasi munculnya koalisi. Koalisi terbentuk karena
mereka memungkinkan anggotanya untuk menggunakan lebih banyak pengaruh
dalam negosiasi daripada yang mereka bisa sebagai peserta individ.11

7According to J. Rubin and W. Swap (1994: 136), groups whose members have a history of
working together - and who may anticipate doing so in the future - are likely to be more effective
than those that do not have such a history, but only if their prior history has been one of
productivity.
8. According to J. Rubin and W. Swap (1994: 136), groups whose members have a history of
working together - and who may anticipate doing so in the future - are likely to be more effective
than those that do not have such a history, but only if their prior history has been one of
productivity.

9Fisher, Roger. 1983. Negotiating Power - Getting and Using Influence. American Behavioral
Scientist, 27 (2): 149-166.
10Fisher, Roger. 1983. Negotiating Power - Getting and Using Influence. American Behavioral
Scientist, 27 (2): 149-166.
11LeBaron, Michelle and Nike Carstarphen. 1997. Negotiating Intractable Conflicts: The
Common Ground Dialogue Process and Abortion. Negotiation Journal, 13 (4): 341-361.
Sangat menggoda untuk melihat pengelolaan koalisi sebagai pendorong utama
dari proses negosiasi multilateral. Faktanya, koalisi merupakan instrumen yang
paling efektif untuk mengurangi kompleksitas negosiasi multilateral ke tingkat
yang dapat dikelola. Mereka praktis sangat diperlukan untuk pengambilan
keputusan, karena tidak ada tawar-menawar yang berarti dapat terjadi di antara
100 atau 150 pemerintah yang berpartisipasi. Salah satu pendekatan untuk
meningkatkan keefektifan proses negosiasi multilateral adalah mengidentifikasi
kondisi terbaik untuk pembentukan dan fungsi koalisi. Kondisi semacam itu
mungkin berhubungan dengan ukuran, tujuan, dan homogenitas atau heterogenitas
koalisi.12

Putaran Uruguay menyediakan dua contoh koalisi yang meningkatkan efisiensi


proses negosiasi:13

• Kelompok yang disebut Cairns, sebuah koalisi dari sekitar empat belas negara
yang merupakan eksportir barang pertanian yang kompetitif. Kekuatannya adalah
identifikasi yang kuat dengan masalah tunggal yang umum, kapasitas dan
kehendak para pemimpinnya untuk membuat solidaritas relatif terhadap
pertanyaan-pertanyaan kunci yang mendominasi atas konflik pada isu-isu lain,
penerimaan kompromi ketika diperlukan, kepemimpinan yang kuat dan imajinatif,
kredibilitas internasional, yang memadai basis kekuatan (misalnya, pangsa pasar
yang besar dari negara-negara gabungan dalam ekspor tertentu), dan strategi
seimbang yang berhasil mengangkat perdebatan dari tingkat teknis atau birokrasi
ke politik dan pengambilan keputusan.

• Kelompok "de la Paix", sebuah koalisi negara-negara perdagangan menengah


dan kecil. Kelompok ini mampu memainkan peran fasilitator dalam negosiasi
yang dapat digambarkan sebagai campuran kepemimpinan dan mediasi. Itu tidak
menyajikan proposal atas namanya sendiri, tetapi anggotanya berusaha secara
kolektif untuk mempromosikan solusi yang konstruktif dan dapat diterima di
meja. Karena tidak termasuk salah satu aktor industri besar maupun lawan mereka
(mis., Brasil dan India), itu bukan koalisi "kuat"; tetapi hanya karena alasan itu, ia

12Ibid.
13Ibid.
mampu mempengaruhi proses negosiasi atas dasar ketidakberpihakan dan
kredibilitas.

Namun, kerja koalisi juga dapat menghalangi kesepakatan. Karena seringkali sulit
bagi koalisi untuk menyetujui sikap negosiasi bersama, konsensus apa pun yang
dicapai oleh koalisi tidak memiliki cukup ruang untuk fleksibilitas. Setiap
perubahan posisi sehubungan dengan konsensus tersebut membutuhkan negosiasi
ulang yang sulit dalam koalisi. Negosiasi ulang ini dengan cepat menghasilkan
ketegangan dan ketidaksetujuan bahwa anggota koalisi akan lebih memilih untuk
menghindari.

C. Kepemimpinan

Meskipun tidak ada yang pernah bisa mendefinisikan dengan tepat kepemimpinan
apa sebenarnya, semua orang setuju bahwa penting bagi setiap kelompok orang
untuk bekerja dengan baik dan mencapai tujuannya. Berikut merupakan jenis
kepemimpinan yang ada dalam unsur leader di missing elements.14

• Kepemimpinan yang koersif; yaitu pendekatan "tongkat dan wortel" yang


diterapkan untuk meyakinkan orang lain agar menerima ketentuannya sendiri atau
membuat konsesi.

• Kepemimpinan melalui tindakan sepihak; yaitu tekad untuk memecahkan


masalah kolektif dengan usaha sendiri, dengan demikian memberi contoh atau
mengatur kecepatan untuk diikuti orang lain.

• Kepemimpinan instrumental; yaitu kemampuan untuk membujuk dan


merekayasa konsensus, atau kemampuan untuk memotivasi orang lain untuk
bekerja bersama secara efektif untuk mencapai tujuan bersama. Dalam segala
jenis negosiasi, latihan kepemimpinan yang koersif cenderung menciptakan
kerusakan jangka panjang. Ini dapat memungkinkan seorang negosiator yang
"kuat" untuk mencapai sasarannya sendiri dalam jangka pendek, tetapi itu selalu
memiliki akibat-akibat berikut: itu merusak hubungan kerja yang baik di antara

14Metcalfe, David. 1988. Leadership in European Union Negotiations: The Presidency of the
Council. International Negotiation, 3: 413-434.
para pihak; itu menciptakan kebencian; dan itu sangat memotivasi pihak yang
menyerah untuk bersiap-siap untuk membalas dendam sesegera mungkin.

Kepemimpinan melalui tindakan sepihak adalah pedang bermata dua. Di satu sisi,
mengambil tindakan sepihak bisa menjadi bentuk lain dari kepemimpinan yang
memaksa. Di sisi lain, memutuskan secara sepihak untuk memberi contoh yang
baik atau membuat tawaran yang tegas dan konstruktif dapat secara positif
mempengaruhi proses negosiasi.Bahan utama kepemimpinan instrumental dalam
negosiasi multilateral tampaknya sebagai berikut:15

• Kemampuan untuk memperkenalkan "tujuan yang lebih tinggi" dalam negosiasi


- yaitu, tujuan bersama yang menjembatani basis konflik atau persaingan yang ada
- dan untuk menggalang pihak-pihak di sekitarnya.

• Keterampilan dipahami sebagai keterampilan negosiasi dasar dan keterampilan


taktik, energi dan kerja keras yang kemudian dikaitkan dengan jumlah
pengetahuan yang dapat diperoleh seorang negosiator: pengetahuan tentang fakta-
fakta, tentang orang-orang yang terlibat, dan tentang kepentingan mereka masing-
masing.

• Kemampuan bertindak sebagai mediator.

Karena karakteristiknya, kepemimpinan instrumental adalah instrumen paling


kuat yang tersedia untuk negara-negara yang lebih kecil (kelompok "de la Paix"
yang disebutkan di atas menegaskan hal itu). Kenyataannya, menjadi lebih
berpengetahuan dan meningkatkan keterampilan negosiasi dasar seseorang dapat
dilakukan secara mandiri dari kekuatan geopolitik.16

Beberapa keterampilan negosiasi yang paling penting adalah kemampuan untuk


mendengarkan, untuk menjadi sadar akan emosi dan kekhawatiran psikologis
orang lain, untuk berkomunikasi dengan jelas dan efektif - jika mungkin dalam

15Ibid.
16Ibid.
bahasa yang berbeda. Keterampilan lain yang lebih mendasar lagi adalah analisis,
logika, dan pengaturan gagasan.

2.5 STRATEGI YANG DISARANKAN

Berdasarkan pengalaman, ada beberapa masukan untuk negosiator tentang apa


yang penting untuk dilakukan sebelum konferensi dan selama konferensi
berlangsung.

A. Sebelum konferensi

Kematangan persiapan adalah kunci sukses dari negosiasi, dan yang


harus diperhatikan untuk memastikan matangnya persiapan adalah:

1. Mengalanisis jangkauan dan struktur dari konferensi

Dimulai dari pertanyaan kepada diri sendiri tentang apa tujuan dari
konferensi ini? Mengapa konferensi ini diadakan? Tujuan seperti apa yang
ingin dicapai?

Jawaban dari pertanyaan tersebut kemudian akan membantu para


negosiator dalam membentuk capaian dan kepentingan yang menjadi
tujuan dan hasil akhir dalam negosiasi.

Mempertimbangkan tentag struktur konferensi juga menjadi penting,


yaitu bagaimana susunan organisasi tersebut, dimana markas besarnya,
bagaimana proses pengambilan kebijakannya dan lain-lain. Memahami
dengan jelas bagaimana struktur dari sebuah negosiasi sangat berpengaruh
terhadap jalannya negosiasi dan hasil akhir.

2. Menentukan tujuan

Menentukan tujuan/capaian akhir adalah hal sederhana yang harus


dilakukan. Ini adalah langkah paling krusial dalam sebelum melakukan
negosiasi. Banyaknya permintaan dari domestik negara sendiri membuat
para negosiator harus membatasi diri dari konsep dan tujuan yang tidak
jelas. Untuk menjadi tepat dan jelas, para negosiator tidak boleh hanya
terfokus pada tujuan yang sempit melainkan fokus pada kepentingan dasar
dari negara yang harus dicapai. Dalam menentukan tujuan para negosiator
juga harus menyiapkan alternative lain yang akan diajukan bila dalam
jalannya negosiasi tujuan utama yang ingin dicapai tidak dapat diraih.

3. Mempertimbangkan kembali instruksi

Peran seorang negosiator tidak boleh diperlakukan seperti anjing yang


diikat, dengan panjang tali diperpanjang secara bertahap. Sebaliknya,
seorang negosiator harus diperlakukan lebih seperti tukang yang diminta
untuk melakukan tugas yang berbeda pada waktu yang berbeda. Saat
negosiasi berlangsung, pekerjaan yang harus dilakukan berubah, dan
begitu juga instruksi. Sejalan dengan rekomendasi yang disebutkan di atas
mengenai proses penetapan tujuan, pertimbangkan dua perangkat instruksi
yang berbeda. Yang pertama harus mendorong delegasi untuk
mengidentifikasi kepentingan, kebutuhan dan persepsi dari pihak lain,
untuk bersama-sama mengeksplorasi opsi yang tersedia dan untuk
mengidentifikasi kriteria yang relevan. Set instruksi kedua harus ditulis
setelah tahap eksplorasi telah selesai dan kemudian harus mengatasi jenis
komitmen substantif yang dapat dilakukan untuk mencapai kesepakatan
akhir.

4. Persiapkan delegasi dengan cermat

Komposisi delegasi yang dikirim untuk melakukan negosiasi


seharusnya tidak hanya terpaku pada satu fokus utama melainkan terdiri
dari berbagai kemampuan yang nantinya dibutuhkan dalam bernegosiasi.
Harus dipastikan bahwa anggota dalam delegasi yang dikirim memiliki
satu pemahaman tentang tujuan yang akan dicapai, dan juga alternatif yang
akan diajukan. Tidak perlu ada perjanjian khusus antar delegasi , namun
isu yang akan dibahas harus dibicarakan dulu antar sesama delegasi.

5. Mempengaruhi agenda
Proses penting dalam penyusunan agenda seringkali dipandang sebelah
mata. Agenda biasanya disusun dan dipersiapkan dari sekretariat
organisasi lalu disetujui oleh badan yang lebih tinggi sebelum dikirim
dalam bentuk draft kepada para peserta konferensi. Cobalah untuk mencari
tau bagaimana agenda itu dibentuk. Cobalah untuk memberikan tambahan.
Semakin cepat agenda dipengaruhi akan semakin baik dan mudah untuk
melakukan negosiasi. Agenda akan mempengaruhi working papers yang
harus diselesaikan. Sebuah working papers bisa saja tidak sama dengan
agenda. Jika agenda belum pasti diadopsi maka cobalah untuk
mempengaruhi hasil akhir dengan cara mendiskusikannya dengan
sekretariat dan presiden dalam konferensi. Sebagai alternatif utama
apabilaagenda yang diajukan oleh negosiator tidak terlalu didengar maka
harus dipastikan bahwa proposal yang diajukan tidak hanya tentang
kepentingan dari negara si negosiator tersebut melainkan merupakan
kepentingan yang juga diajukan oleh negosiator atau delegasi yang lain
sehingga Working papersnegosiator tersebut mendapat dukungan dari
delegasi lain.

6. Persiapkan Working papers yang efektif

Alasan mengapa working papers perlu persiapan yaitu karena:

-meletakkan gagasan dalam bentuk tulisan akan membuat penjelasan


terhadap apa yang ingin dicapai menjadi lebih jelas, seperti tujuan,
kepentingan dasar dan pernyataan pendukung.

-menulis working papers akan membantu para negosiator untuk mendapat


dukungan dari negosiator lain dengan memfasilitasi posisi mereka yang
berhubungan dengan ide yang akan disampaikan.

-mereka akan memberikan waktu kepada negosiator untuk menjabarkan


ide dan tujuan yang ingin dicapai selama jalannya konferensi

Sebuah working papers yang baik juga tidak harus panjang,


sebaiknya lebih dari empat halaman, dan persiapkan kertas tambahan
untuk mencatat hal-hal penting lainnya. Working papers harus ditulis
secara jelas, menggunakan bahasa yang sederhana dan lingkup
pembahasan yang terarah, terbatas pada satu hal penting yang dibahas
secara detail. Akan lebih baik jika dalam working papers diberi nomor dan
pernomornya diberikan pernyataan pendukung beserta alasan yang jelas.

Working papers harus siap sebelum konferensi. Ini akan


memungkinkan negosiator menerjemahkannya ke dalam berbagai bahasa
resmi organisasi penyelenggara dan memberikan waktu yang cukup bagi
delegasi untuk mempelajari dan mendiskusikannya secara internal.
Dengan demikian negosiator akan dapat menggunakan working papers
sebagai alat untuk mendapatkan dukungan untuk ide-ide si negosiator
bahkan sebelum konferensi dimulai. (Beberapa orang mungkin
berpendapat bahwa publikasi awal working papers memberikan waktu
kepada lawan untuk bereaksi. Namun, mendistribusikan working papers
selarut mungkin memberi mereka alasan untuk menunda diskusi tentang
topik yang bersangkutan).

Sebenarnya, working papers tanpa dukungan eksplisit dari delegasi


lain tidak memiliki peluang untuk sukses. Oleh karena itu, Anda harus
secara aktif mencari dukungan seperti itu sebelum konferensi. Kemudian,
siapkan daftar Negara-negara pendukung dan tetap diperbarui. Ketika
sudah berencana untuk menyajikanworking papers dalam suatu organisasi
internasional, pastikan bahwa negosiator ini akan mendapatkan dukungan
dari negara-negara dari berbagai wilayah di dunia. Jika tidak, sang
negosiator akan berkontribusi pada polarisasi antara blok regional.

7. Mengetahui infrastruktur

Fasilitas yang baik yang tersedia di tempat konferensi akan


menjadi hal yang sangat membantu. Maka dari itu lebih baik untuk
memastikan dengan benar tentang kemungkinan untuk mendapatkan
makalah yang tertulis, yang sudah diterjemahkan dan yang telah
diperbanyak dan lain-lain. Saat sampai ketempat konferensi, ada baiknya
meluangkan waktu sejenak untuk menyamankan diri dengan fasilitas yang
disediakan, mulai dari mencoba menggunakan microphone untuk
menemukan titik yang tenang untuk melakukan pembicaraan yang
informal.

B. Saat berjalannya konferensi

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan negosiator saat berjalannya


konferensi agar konferensi berjalan dengan lancar. Berikut hal-hal yang
harus diperhatikan saat berjalannya konferensi

1. Mengingat Dimensi Manusia

Tidak pernah lupa bahwa Anda dan delegasi lainnya adalah Manusia.
Mungkin, terkadang kita semua akan memanfaatkan sedikit ruang
untuk mencari keuntungan individu karena memperjuangkan
Kepentingan nasional yang ada. Namun, mengabaikan perasaan
pribadi dan emosi, simpati atau antipati apapun yang melibatkan
ambisi individu dapat mengurangi kemampuan negosiator dalam
mempengaruhi tujuan dan hasil dari sebuah negosiasi. Dalam situasi
apapun, perkenalkan diri terlebih dahulu dan sampaikan niat Anda
dalam sebuah konferensi atau negosiasi. Mendekati penerjemah atau
juru bahasa juga penting karena mereka mempunyai gambaran secara
global dalam sebuah konferensi. Beri mereka salinan dari catatan Anda
karena presentasi Anda akan diterjemahkan dengan akurat dan mereka
pembawa dampak besar yang dapat dipertimbangkan dalam sebuah
konferensi

2. Berpikir dan berbicara tentang Proses


Jangan hanya berpikir tentang apa yang ingin kita raih dan hasil akhir
yang dibuahkan dari konferensi tersebut, sebaliknya, berpikirlah untuk
apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan
keberhasilan dari sebuah proses Negosiasi. Selama berjalannya proses
negosiasi, diskusikan dengan delegasi lain bagaimana cara Anda untuk
meningkatkan kualitas dari sebuah proses negosiasi.

3. Berhati-hati saat dalam posisi tawar-menawar

Meskipun diharapkan untuk menyatakan posisi negara, jangan


mengatakan hal-hal seperti “Ini yang kita harapkan” atau “itu adalah
syarat dan kondisi yang harus dipenuhi jika ingin kami menyetujui
perjanjian ini” sebaliknya, jelaskan dasar kebutuhan dan kepentingan
yang dapat memuaskan Negara kita dalam Negosiasi tersebut. Hindari
berkata “tidak” secara langsung, tetapi, jelaskan kendala apa yang
dihadapi oleh negara Anda. Yakinkan delegasi lain untuk melakukan
hal yang sama. Jika, mereka menolak melakukannya, bertanyalah
kepada mereka mengapa negara mereka menginginkan hal ini dan itu
atau mengapa mereka menolak hal ini dan itu. Jawaban dari
“mengapa” yang ditanyakan biasanya menunjukkan dasar kebutuhan
dan kepentinganyang perlu kita identifikasi dasar-dasarnya.

Mencari bantuan dari delegasi lain juga hal yang bisa sangat
membantu dalam hal tawar menawar, jelaskan tujuan kita dalam
negosiasi ini dan pahami juga sudut pandang yang mereka jelaskan
kepada kita. Coba mencari kemungkinan apakah bisa menolong
sesama.
Hindari berargumen tentang ideologi, prinsip dasar dan keuntungan.
Jika kita berpikir dapat meyakinkan delegasi untuk mengubah
kepercayaan yang dipegang teguh dan pandangan mereka terhadap
dunia, itu salah (Lebaron and carstarphen 1997). Lebih baik kita fokus
terhadap pemecahan masalah dan mendiskusikan tentang apa yang bisa
dicapai bersama walaupun memiliki perbedaan ideologi.

4. Berhati-hati terhadap Koalisi

Koalisi dapat sangat berguna dalam proses Negosiasi multilateral.


Ketika mereka merefleksikan keseimbangan antara homogenitas dan
heterogenita, mereka dapat mengantarkan kita ke langkah-langkah
yang mendekatkan kita ke kesepakatan umum sebuah negosiasi. Juga,
koalisi dapat berperan sebagai mediator dan jembatan antara Pihak
yang berkonflik.

Bagaimanapun juga, membentuk koalisi juga mempunyai risiko yang


harus ditanggung. Risiko pertama yaitu jika kita mencoba untuk
menggunakan peran mereka untuk mengubah keseimbangan kekuatan
dalam negosiasi berpihak terhadap kita, yang berakhiran mengubah
negosiasi ke arah beradu kekuatan antara koalisi kedua pihak. Risiko
kedua yaitu, jika kita membentuk koalisi yang menjadi sebuah koalisi
yang besar dan kuat, biasanya ada pihak lain di dalam koalisi yang
akan berusaha mengambil alih kepemimpinan di koalisi dan
mengurangi pengaruh kita didalam koalisi tersebut.

5. Berusaha untuk mendapatkan posisi pemimpin instrumental

Banyak ruang untuk melakukan kepemimpinan instrumental didalam


negosiasi multilateral. Jika terdapat ruang untuk melakukannya, ambil
kesempatan tersebut. Yang terpenting, kita harus menjadi yang
membuat proses negosiasi berjalan terus dengan cara membuat para
delegasi terfokus pada tujuan awal mereka dan menjadi mediator
informal. Kita harus berpikir dan bekerja lebih keras daripada delegasi
lainnya. Jika kita lebih mempunyai wawasan terhadap fakta yang ada,
penawaran terbaik lebih dulu. Lakukan hal tersebut tanpa mengambil
keuntungan untuk diri sendiri dan kita akan dianggap lebih
berpengaruh terhadap konferensi tersebut.

Jangan terlalu banyak memaparkan hal-hal yang dirasa tidak terlalu


penting. Bicaralah jika apa yang kita paparkan akan membuat hasil dan
perbedaan terhadap konferensi tersebut. Ketika memaparkan sesuatu,
apa yang kita bicarakan akan lebih didiskusikan dan diterima.
Persiapkanlah catatan agar lebih terstruktur saat berbicara.
Berbicaralah dengan pelan, jelas dan sopan. Dengan begitu, kita dapat
mengontrol alur negosiasi.

6. Mendorong kreatifitas

Jangan terlalu menjadi penentu solusi untuk menjaga proses negosiasi


sesuai alur yang kita inginkan dan memaksakan pihak lain. Jika kita
melakukan hal tersebut, pihak lain akan melakukan hal yang sama.
Dan kita akan berakhir dalam pertempuran posisi yang melelahkan.
Lebih baik bersiap untuk menerima sebanyak-banyaknya solusi yang
dipaparkan oleh pihak lain. Paparkan juga ide dan solusi dalam proses
ini dan mempersilahkan pihak lain untuk memberikan solusi atas ide
kita juga. Solusi dan ide yang baik memiliki keuntungan yang besar,
darimanapun ide dan solusi itu berasal.
Ingat juga, terlalu banyak mengkritik ide dan solusi pihak lain juga
sama dengan menghalangi kreatifitas (Fischer, Ury and Patton
1991:58)

Jangan terlalu terfokus terhadap pihak itu-itu saja, tetapi berikan


kesempatan terhadap pihak yang kemungkinan menanyakan hal yang
baru dan membawa ide dan solusi yang baru. Dan usahakan juga
menghormati struktur umur, latar belakang dan kepribadian dari pihak
tersebut.

7. Mengejar Legitimasi, bukan kesewenang-wenangan

Ketika kita menghadapi konflik yang mengedepankan Kepentingan


dan mengharuskan kita untuk membagi hasil dari keputusan konflik
tersebut dengan pihak lain, carilah preseden, standar hukum, dan
kriteria keadilan yang mungkin nanti menjadi menjadi dan
memberikan dasar yang kuat untuk memuaskan masing-masing pihak
di dalam sebuah perjanjian.

8. Pada akhir konferensi

Keputusan yang diberikan konferensi multilateral jarang dihasilkan


dari proses pemungutan suara. Mereka memberikan konsensus
terhadap sejumlah pihak, sementara yang lain tidak menentang. Jangan
menyatakan tidak setuju, kecuali keputusan itu jelas tidak dapat
diterima oleh Negara. Hindari perbedaan pendapat kecil karena dapat
dikoreksi nantinya dan dimasukan ke laporan akhir konferensi.
Jangan lupa untuk berterima kasih kepada pendukung saat konferensi
berlangsung. Berbagilah dengan mereka rasa dari hasil yang
membuahkan kemajuan. Ini dapat meningkatkan simpati dari pihak
tersebut di masa yang akan datang nantinya.

Sementara itu, lebih baik kita menindaklanjuti implementasi dengan


serius. Salah satu kelemahan dari konferensi Internasiona adalah
terlalu banyak energi yang dihabiskan dalam menyusun,
mendiskusikan dan mengadopsi hukum-hukum, rekomendasi dan
resolusi, sementara itu mengabaikan implementasi. Kita akan
mendapatkan banyak keuntungan dari menindaklanjuti implementasi
dari keputusan yang telah disepakati.

Setelah itu, berikan pembekalan dan analisis setelah setiap konferensi


yang dilakukan. Analisis dengan tim kita keberhasilan dan kegagalan
dan diskusikan pelajaran yang bisa diambil agar dapat menghindari
kesalahan yang sama di konferensi mendatang.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Negosiasi merupakan suatu hal yang sering kita lakukan secara sadar
maupun tidak sadar. Topik yang dibahas bisa berbagai macam sektor seperti
sektor ekonomi, politik hingga sosial. Maka setiap individu harus memiliki
skill dan strategi dalam ber-negosiasi. Terdapat dua jenis 2 negosiasi, yaitu
negosiasi bilateral dan negosiasi multilateral. Negosiasi bilateral maupun
multilateral mempunyai hambatannya masing-masing. Dalam proses
negosiasi bisa dilakukan oleh siapa saja baik antar pemerintah maupun antar
pemerintah dan non-pemerintah.

Negosiasi multilateral secara intrinsik tidak berbeda dari negosiasi jenis


lain. Maka diperlukannya pengetahuan yang luas, bisa juga berdasarkan
pengalaman yang dapat membantu proses bernegosiasi. adapun elemen-
elemen yang dapat mendorong keberhasilan suatu negosiasi multilateral, yaitu
struktur, koalisi dan kepemimpinan.

3.2 Saran

Menggunakan strategi dan taktik sehingga proses negosiasi bisa berhasil


dan memperbanyak pengetahuan berdasarkan literature maupun berdasarkan
pengalaman agar meningkatkan skill individu dan pengetahuan dalam
bernegosiasi.
DAFTAR PUSTAKA

According to J. Rubin and W. Swap (1994: 136), groups whose members have a
history of working together - and who may anticipate doing so in the future - are
likely to be more effective than those that do not have such a history, but only if
their prior history has been one of productivity

André Auer and Jérôme Racine. (2001). “Multilateral Negotiations: From


Strategic Considerations to Tactical Recommendations” tersedia di:
www.sumbiosis.com/fileadmin/downloads/tools/d/multilateral_negotiations_e.pdf
. [diakses, 28 April 2018]

Andre Auer, Racine, Jerome, Multilateral Negotiations: From Strategic


Considerations to Tactical Recommendations, Januari 2005.

Auer, Andre and Racine Jérôme. 2005. Multilateral Negotiations: From Strategic
Considerations to Tactical Recommendations.

Fisher, Roger. 1983. Negotiating Power - Getting and Using Influence. American
Behavioral Scientist, 27 (2): 149-166.

Metcalfe, David. 1988. Leadership in European Union Negotiations: The Presidency of the
Council. International Negotiation, 3: 413-434.

LeBaron, Michelle and Nike Carstarphen. 1997. Negotiating Intractable Conflicts:


The Common Ground Dialogue Process and Abortion. Negotiation Journal, 13
(4): 341-361.

Anda mungkin juga menyukai