MULTILATERAL NEGOSIASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
Table of Contents
BAB III...........................................................................................................................25
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................25
BAB I
PENDAHULUAN
Jika bicara tentang politik, pastinya tidak akan pernah terlepas dari unsur unsur
mencapai tujuan, dan pemikiran tentang bagaimana membuat suatu entitas
mengikuti apa yang kita inginkan, oleh karena nya, tidak heran jika negosiasi
menjadi salah satu skill yang harus dimiliki oleh setiap orang, karena pada
faktanya setiap orang tidak pernah terlepas dari kehidupan berpolitik dalam
kehidupan sehari hari. Lebih lagi, karena pentingnya negosiasi itu sendiri, maka
dewasa ini negosiasi menjadi sebuah topik yang dipelajari lebih dalam, bahkan
hingga mempunyai metode dan teori nya sendiri, serta beberapa literatur di dalam
nya.1 Negosiasi yang akhirnya menjadi sebuah fokus disiplin ilmu ini pun
tentunya mengalami berbagai perkembangan pemikiran, yang pada saat ini
setidaknya terdapat dua kategori negoisasi yang didasarkan pada jumlah pihak
yang ikut dalam proses negosiasi, yaitu negosiasi bilateral yang hanya diikuti oleh
dua pihak, dan negosiasi multilateral, yang mana diikuti oleh beberapa pihak.
Disisi lain meskipun topik negosiasi ini menjadi salah satu disiplin ilmu yang
mengalami perkembangan cukup baik, namun disayangkan sebagian besar
literatur yang relevan hanya membahas negosiasi bilateral baik secara implisit dan
eksplisit, padahal disini setiap negosiasi memiliki keunikan tersendiri, dan
keunikan karakteristik tersebut dapat menghasilkan keuntungan tersendiri yang
mana nantinya akan digunakan sesuai kondisi dan kebutuhan dari tujuan negosiasi
yang diselenggarakan oleh pihak-pihak terkait. Jika dikaji lebih lanjut, negosiasi
1 Auer, Andre and Racine Jérôme. 2005. Multilateral Negotiations: From Strategic Considerations
to Tactical Recommendations.
multilateral pun menjadi penting dikarenakan dewasa iniperkembangan juga
terjadi pada lingkup organisasi internasional, yang akhirnya organisasi
internasional mampu menjadi wadah untuk membahas setiap permasalahan yang
mana mungkin saja permasalahan tersebut dulunya menjadi topik pembahasan
pada negosiasi bilateral, namun dikarenakan perkembangan organisasi
internasional yang pesat, menjadikan fokus topik bahasan tersebut beralih menjadi
topik bahasan pada forum internasional dalam organisasi internasional yang tersaji
menjadi negosiasi multilateral. Lebih lagi, tidak setiap topik dalam negosiasi
mampu diselesaikan dua pihak, karena dalam beberapa kasus pun banyak
negosiasi yang melibatkan beberapa pihak, atau mungkin memerlukan pihak
ketiga sebagai penengah dalam suatu negosiasi. Contoh kasus negosiasi yang
memerlukan pihak ketiga adalah Camp David Accord 1978, yang mana pihak
Amerika Serikat menjadi pihak ketiga dalam konflik Mesir – Israel yang
dilatarbelakangi oleh perang 30 tahun antara Mesir dan Israel, dimana akhirnya
kedua belah pihak sepakat untuk melakukan negosiasi selama 13 hari dibantu
Amerika Serikat sebagai pihak ketiga dalam negosiasi tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, rumusan masalah dari makalah
ini adalah:
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memahami lebih lanjut
bagaiman suatu proses negosiasi multilateral dapat berhasil dan untuk memenuhi
tugas mata kuliah negosiasi internasional
BAB II
PEMBAHASAN
Perlu diketahui bahwa ada 2 macam negosiasi yang umumnya diketahui, yaitu
negosiasi bilateral dan negosiasi multilateral. Secara mudah dapatdipahami
negosiasi bilateral adalah negosiasi yang terjadi antara dua pihak saja dengan
kompleksitas isu hanya berkisar pada kepentingan dua pihak tersebut. Sedangkan
negosiasi multilateral adalah negosiasi yang terjadi lebih dari dua pihak dengan
kompleksitas yang lebih rumit karena melibatkan kepentingan-kepentingan
berbagai pihak yang terlibat dalam negosiasi tersebut.
2 André Auer and Jérôme Racine. (2001). “Multilateral Negotiations: From Strategic
Considerations to Tactical Recommendations” tersedia di:
www.sumbiosis.com/fileadmin/downloads/tools/d/multilateral_negotiations_e.pdf. [diakses, 28
April 2018]
1) Kebanyakan saat ini dalam penyelesaian suatu isu, negara maupun aktor
lainnya yang terkait dengan isu tersebut ataupun berdampak memilih
menggunakan forum internasional dengan dasar penyelesaian yang bersifat
multilateral ketimbang melakukan negosiasi multilateral
2) Tingkat efisiensi yang sangat rendah, waktu yang dibutuhkan terlalu lama
untuk mencapai kesepakatan. Hal itu disebabkan karena perselisihan antar
pihak dan factor koalisi dalam proses negosiasi-lah yang menghambat
negosiasi multilateral. Dan sedikitnya jumlah perjanjian yang telah
disepakati dalam proses negosiasi multilateral diratifikasi.
A. Definisi
Potensi yang akan didapatkan dari proses negosiasi bilateral lebih mudah
ditebak dan diperhitungkan. Sedangkan dalam proses negosiasi
multilateral jumlah potensi yang didapat lebih besar dan lebih rumit untuk
diperhitungkan.
3ibid
Perbedaan budaya yang dimiliki oleh masing - masing pihak dalam proses
negosiasi multilateral menjadikan negosiasi tersebut lebih rumit. Salah
satunya adalah dalam berkomunikasi. Perbedaan bahasa akan
meningkatkan resiko kesalah pahaman yang sangatt inggi dalam proses
negosiasi multilateral yang terdiridaripihak-pihak yang berbeda.
Dalam suatu proses negosiasi terdapat aturan diplomatik yang ketat dan juga
prosedur negosiasi yang formal, prosedur ini diikuti oleh sebagian besar
organisasi internasional yang mungkin tampak kurang menyisakan ruang bagi
individu untuk mengekspresikan perasaan dan emosi dalam negosiasi multilateral
dibandingkan dalam negosiasi bilateral. Seorang individu dapat memiliki
kepribadian dan kekhasan mereka sendiri, dan juga emosi. Perilaku individu
didorong sebagian besar oleh perasaan simpati atau kebencian. Mereka semua
bereaksi terhadap kemarahan, ketidaksabaran, atau rasa syukur. Dan tentu saja,
mereka semua punya ambisi pribadi.
Prasangka, persepsi dan interpretasi yang berbedadari 'fakta' yang ada, serta
kesalah pahaman yang disebabkan oleh perbedaan budaya dan kesulitan bahasa,
merupakan beban yang jauh lebih besar dalam negosiasi multilateral dibandingkan
dengan negosiasi bilateral. Hal yang perlu diperhatikan adalah kesabaran,
kesabaran merupakan unsure penting dalam negosiasi multilateral. Presepsi
mengenai waktu bervariasi dari satu budaya ke budaya lainnya. Karenaitu, harus
ada keseimbangan yang kuat di antara dorongan untuk "menyelesaikan sesuatu"
dan pentingnya sang negosiator untuk membangun sebuah hubungan dengan
pihak lawan.
Positional negotiation merupakan sesuatu yang sering terjadi dan hal ini dapat
merusak proses negosiasi multilateral dibandingkan dengan negosiasi bilateral.
Berikut merupakan alasan mengapa positional negotiation dapat terjadi di
multilateral negotiation:
Masalah yang dapat ditemukan dalam negosiasi multilateral yang lainya itu
negara sulit untuk mendefisinisasikan kepentingan nasional mereka. Sebagai
hasilnya apa yang dianggap sebagai national interest sering sekali dianggap
sebuah kompromi yang cukup aneh.
Dalam sebuah negosiasi, pihak netral sangatlah dibutuhkan, pihak netral akan
membantu dalam menyelesaikan sebuah masalah, dengan demikian hal ini akan
dianggap lebih adil dan juga sah oleh pihak lainnya. Walau pun dalam negosiasi
multilateral kebanyakan permasalahan ada pada pembuatan peraturan, keadilan
merupakan cara yang lebih digunakan untuk menyelesaikan sebuah konflik
dibandingkan dengan menggunakan ancaman, pemaksaan dan lain-lain.
Di dalam negosiasi bilateral lebih menggunakan apa yang disebut dengan Best
Alternative to a Negotiated Agreement (BATNA), secara keseluruhan BATNA
merupakan sumber power di setiap negosiasi. Namun berkali – kali , pihak-pihak
dalam negosiasi multilateral berpendapat, menurut mereka konsep BATNA
bukanlah merupakan peran penting di dalam negosiasi multilateral. Namun
demikian, kita harus mempertimbangkan bahwa baik dalam negosiasi bilateral
maupun multilateral BATNA yang sering digunakan adalah status quo - yaitu, satu
atau beberapa pihak lebih suka mempertahankan status quo dari pada
mengorbankan beberapa kepentingan mereka untuk mencapai negosiasi
kesepakatan dengan pihak lain.
A. Structur
B. Koalisi
Merupakan unsur dan satu ciri dari struktur yang ada dalam negosiasi bahwa
struktural terpenting dalam negosiasi munculnya koalisi. Koalisi terbentuk karena
mereka memungkinkan anggotanya untuk menggunakan lebih banyak pengaruh
dalam negosiasi daripada yang mereka bisa sebagai peserta individ.11
7According to J. Rubin and W. Swap (1994: 136), groups whose members have a history of
working together - and who may anticipate doing so in the future - are likely to be more effective
than those that do not have such a history, but only if their prior history has been one of
productivity.
8. According to J. Rubin and W. Swap (1994: 136), groups whose members have a history of
working together - and who may anticipate doing so in the future - are likely to be more effective
than those that do not have such a history, but only if their prior history has been one of
productivity.
9Fisher, Roger. 1983. Negotiating Power - Getting and Using Influence. American Behavioral
Scientist, 27 (2): 149-166.
10Fisher, Roger. 1983. Negotiating Power - Getting and Using Influence. American Behavioral
Scientist, 27 (2): 149-166.
11LeBaron, Michelle and Nike Carstarphen. 1997. Negotiating Intractable Conflicts: The
Common Ground Dialogue Process and Abortion. Negotiation Journal, 13 (4): 341-361.
Sangat menggoda untuk melihat pengelolaan koalisi sebagai pendorong utama
dari proses negosiasi multilateral. Faktanya, koalisi merupakan instrumen yang
paling efektif untuk mengurangi kompleksitas negosiasi multilateral ke tingkat
yang dapat dikelola. Mereka praktis sangat diperlukan untuk pengambilan
keputusan, karena tidak ada tawar-menawar yang berarti dapat terjadi di antara
100 atau 150 pemerintah yang berpartisipasi. Salah satu pendekatan untuk
meningkatkan keefektifan proses negosiasi multilateral adalah mengidentifikasi
kondisi terbaik untuk pembentukan dan fungsi koalisi. Kondisi semacam itu
mungkin berhubungan dengan ukuran, tujuan, dan homogenitas atau heterogenitas
koalisi.12
• Kelompok yang disebut Cairns, sebuah koalisi dari sekitar empat belas negara
yang merupakan eksportir barang pertanian yang kompetitif. Kekuatannya adalah
identifikasi yang kuat dengan masalah tunggal yang umum, kapasitas dan
kehendak para pemimpinnya untuk membuat solidaritas relatif terhadap
pertanyaan-pertanyaan kunci yang mendominasi atas konflik pada isu-isu lain,
penerimaan kompromi ketika diperlukan, kepemimpinan yang kuat dan imajinatif,
kredibilitas internasional, yang memadai basis kekuatan (misalnya, pangsa pasar
yang besar dari negara-negara gabungan dalam ekspor tertentu), dan strategi
seimbang yang berhasil mengangkat perdebatan dari tingkat teknis atau birokrasi
ke politik dan pengambilan keputusan.
12Ibid.
13Ibid.
mampu mempengaruhi proses negosiasi atas dasar ketidakberpihakan dan
kredibilitas.
Namun, kerja koalisi juga dapat menghalangi kesepakatan. Karena seringkali sulit
bagi koalisi untuk menyetujui sikap negosiasi bersama, konsensus apa pun yang
dicapai oleh koalisi tidak memiliki cukup ruang untuk fleksibilitas. Setiap
perubahan posisi sehubungan dengan konsensus tersebut membutuhkan negosiasi
ulang yang sulit dalam koalisi. Negosiasi ulang ini dengan cepat menghasilkan
ketegangan dan ketidaksetujuan bahwa anggota koalisi akan lebih memilih untuk
menghindari.
C. Kepemimpinan
Meskipun tidak ada yang pernah bisa mendefinisikan dengan tepat kepemimpinan
apa sebenarnya, semua orang setuju bahwa penting bagi setiap kelompok orang
untuk bekerja dengan baik dan mencapai tujuannya. Berikut merupakan jenis
kepemimpinan yang ada dalam unsur leader di missing elements.14
14Metcalfe, David. 1988. Leadership in European Union Negotiations: The Presidency of the
Council. International Negotiation, 3: 413-434.
para pihak; itu menciptakan kebencian; dan itu sangat memotivasi pihak yang
menyerah untuk bersiap-siap untuk membalas dendam sesegera mungkin.
Kepemimpinan melalui tindakan sepihak adalah pedang bermata dua. Di satu sisi,
mengambil tindakan sepihak bisa menjadi bentuk lain dari kepemimpinan yang
memaksa. Di sisi lain, memutuskan secara sepihak untuk memberi contoh yang
baik atau membuat tawaran yang tegas dan konstruktif dapat secara positif
mempengaruhi proses negosiasi.Bahan utama kepemimpinan instrumental dalam
negosiasi multilateral tampaknya sebagai berikut:15
15Ibid.
16Ibid.
bahasa yang berbeda. Keterampilan lain yang lebih mendasar lagi adalah analisis,
logika, dan pengaturan gagasan.
A. Sebelum konferensi
Dimulai dari pertanyaan kepada diri sendiri tentang apa tujuan dari
konferensi ini? Mengapa konferensi ini diadakan? Tujuan seperti apa yang
ingin dicapai?
2. Menentukan tujuan
5. Mempengaruhi agenda
Proses penting dalam penyusunan agenda seringkali dipandang sebelah
mata. Agenda biasanya disusun dan dipersiapkan dari sekretariat
organisasi lalu disetujui oleh badan yang lebih tinggi sebelum dikirim
dalam bentuk draft kepada para peserta konferensi. Cobalah untuk mencari
tau bagaimana agenda itu dibentuk. Cobalah untuk memberikan tambahan.
Semakin cepat agenda dipengaruhi akan semakin baik dan mudah untuk
melakukan negosiasi. Agenda akan mempengaruhi working papers yang
harus diselesaikan. Sebuah working papers bisa saja tidak sama dengan
agenda. Jika agenda belum pasti diadopsi maka cobalah untuk
mempengaruhi hasil akhir dengan cara mendiskusikannya dengan
sekretariat dan presiden dalam konferensi. Sebagai alternatif utama
apabilaagenda yang diajukan oleh negosiator tidak terlalu didengar maka
harus dipastikan bahwa proposal yang diajukan tidak hanya tentang
kepentingan dari negara si negosiator tersebut melainkan merupakan
kepentingan yang juga diajukan oleh negosiator atau delegasi yang lain
sehingga Working papersnegosiator tersebut mendapat dukungan dari
delegasi lain.
7. Mengetahui infrastruktur
Tidak pernah lupa bahwa Anda dan delegasi lainnya adalah Manusia.
Mungkin, terkadang kita semua akan memanfaatkan sedikit ruang
untuk mencari keuntungan individu karena memperjuangkan
Kepentingan nasional yang ada. Namun, mengabaikan perasaan
pribadi dan emosi, simpati atau antipati apapun yang melibatkan
ambisi individu dapat mengurangi kemampuan negosiator dalam
mempengaruhi tujuan dan hasil dari sebuah negosiasi. Dalam situasi
apapun, perkenalkan diri terlebih dahulu dan sampaikan niat Anda
dalam sebuah konferensi atau negosiasi. Mendekati penerjemah atau
juru bahasa juga penting karena mereka mempunyai gambaran secara
global dalam sebuah konferensi. Beri mereka salinan dari catatan Anda
karena presentasi Anda akan diterjemahkan dengan akurat dan mereka
pembawa dampak besar yang dapat dipertimbangkan dalam sebuah
konferensi
Mencari bantuan dari delegasi lain juga hal yang bisa sangat
membantu dalam hal tawar menawar, jelaskan tujuan kita dalam
negosiasi ini dan pahami juga sudut pandang yang mereka jelaskan
kepada kita. Coba mencari kemungkinan apakah bisa menolong
sesama.
Hindari berargumen tentang ideologi, prinsip dasar dan keuntungan.
Jika kita berpikir dapat meyakinkan delegasi untuk mengubah
kepercayaan yang dipegang teguh dan pandangan mereka terhadap
dunia, itu salah (Lebaron and carstarphen 1997). Lebih baik kita fokus
terhadap pemecahan masalah dan mendiskusikan tentang apa yang bisa
dicapai bersama walaupun memiliki perbedaan ideologi.
6. Mendorong kreatifitas
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negosiasi merupakan suatu hal yang sering kita lakukan secara sadar
maupun tidak sadar. Topik yang dibahas bisa berbagai macam sektor seperti
sektor ekonomi, politik hingga sosial. Maka setiap individu harus memiliki
skill dan strategi dalam ber-negosiasi. Terdapat dua jenis 2 negosiasi, yaitu
negosiasi bilateral dan negosiasi multilateral. Negosiasi bilateral maupun
multilateral mempunyai hambatannya masing-masing. Dalam proses
negosiasi bisa dilakukan oleh siapa saja baik antar pemerintah maupun antar
pemerintah dan non-pemerintah.
3.2 Saran
According to J. Rubin and W. Swap (1994: 136), groups whose members have a
history of working together - and who may anticipate doing so in the future - are
likely to be more effective than those that do not have such a history, but only if
their prior history has been one of productivity
Auer, Andre and Racine Jérôme. 2005. Multilateral Negotiations: From Strategic
Considerations to Tactical Recommendations.
Fisher, Roger. 1983. Negotiating Power - Getting and Using Influence. American
Behavioral Scientist, 27 (2): 149-166.
Metcalfe, David. 1988. Leadership in European Union Negotiations: The Presidency of the
Council. International Negotiation, 3: 413-434.