Anda di halaman 1dari 10

FARMAKOTERAPI I

PENGGUNAAN OBAT PADA LANSIA

DISUSUN OLEH :
Eka Ayu Safira - 18334732

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Interaksi obat terjadi apabila dua atau lebih obat yang diberikan pada waktu
bersamaan dapat memberikan efek mesing-masing atau saling berinterkasi. Interaksi
tersebut dapat bersifat potensiasi atau antagonis satu obat dengan obat lainnya.1
Interkasi obat suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh, obat dapat
berinteraksi dengan makanan, minuman, zat kimia. Polifarmasi merupakan salah satu
faktor terjadi banyaknya interaksi obat.
Interaksi obat adalah situasi di mana suatu zat memengaruhi aktivitas obat, yaitu
meningkatkan atau menurunkan efeknya, atau menghasilkan efek baru yang tidak
diinginkan. Interaksi dapat terjadi antar-obat atau antara obat dengan makanan serta obat-
obatan herbal. Secara umum, interaksi obat harus dihindari karena kemungkinan hasil
yang buruk atau tidak terduga. Interaksi obat tidak hanya terjadi antar obat. Namun juga
dapat terjadi antar obat dengan makanan. Banyak orang yang menganggap remeh
terhadap hal ini padahal, hal ini sangat perlu diperhatikan. Ada obat-obat tertentu yang
jika berinteraksi dengan makanan, akan meningkatkan kinerja obat namun ada juga jenis
obat yang jika bereaksi dengan makanan tertentu dapat menurunkan kerja obat dalam
tubuh, bahkan dapat meningkatkan toksisitas bagi tubuh. Oleh karena itu, sangat perlu
diketahui dan dipahami dengan benar hal tentang interaksi obat dengan makanan agar
dapat terwujudkan keserasian antara pakan dan kesehatan serta dapat meningkatkan
kualitas hidup hewan serta kesehatan masyarakat veteriner untuk kedepannya.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa itu interaksi obat ?
2. Fase apa saja yang terjadi pada interaksi obat ?
3. Apa itu interaksi obat pada proses absorpsi ?
1.3 Tujuan Makalah
1. Mengetahui definisi interaksi obat
2. Mengetahui fase-fase pada interkasi obat
3. Mengetahui interaksi obat pada proses absorpsi

1.4 Manfaat makalah


Sebagai tambahan informasi dan pembelajaran mata kuliah interkasi obat sub bab
interaksi pada proses absorpsi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi interkasi obat


Interaksi obat adalah interaksi yang terjadi antara obat-obat di dalam tubuh, dan
menimbulkan efek yang tidak diinginkan atau efek dari masing-masing obat dapat
mengganggu.2
Interkasi obat adalah kerja atu efek obat yang berubah, atau mengalami
modifikasi sebagai akibat interaksi dengan satu obat atau lebih. Reaksi obat yang
merugikan adalah efek obat yang tidak diinginkan, yang dapat berkisar dari yang sifatnya
ringan sampai dengan keadan toksik yang berat, temasuk reaksi hipersensitifitas dan
anafilaksis.3
Interaksi obat akan melibatkan 2 jenis, obat obyek dan obat presipitan. Obat
obyek, obat yang aksinya atau efeknya dipengaruhi oleh obat lainnya. Obat-obatan yang
besar kemungkinan menjadi obyek interaksi atau efeknya dipengaruhi oleh obat lainnya
umumnya adalah obat-obat yang mengalami perubahan terhadap dosis (kadar obat) sudah
menyebabkan perubahan besar pada efek klinik yan timbul. Secara farmakologi obat-obat
seperti ini sering dikatakan sebagi obat-obat dengan kurva dosis respon yang tajam
(curam; step doses response curve). Perubahan pengurangan kadar dapat mengurangi
manfaat klinik (clinical efficacy) dari obat. Obat-obat dengan rasio toksik terapi yang
rendah (low toxic therapeutic ratio), antara dosis toksik dan dosis terapetik tersebut
perbandingannya tidak besar. Kenaikan sedikit dosis obat sudah menyebabkan terjadinya
efek toksik. Obat-obatan yang manfaat kliniknya mudah dikurangi atau efek toksiknya
mudah diperbesar oleh presipitan, akan saling berkaitan dan tidak tidak berdiri sendiri.
Obat seperti ini sering dikenal dengan obat-obat dengan lingkup terapetik yang sempit
(narrow therapeutic range). Contoh obat-obatan ini adalah; (a) antikoagulan (warfarin);
(b) antikonvulsan; (c) hipoglikemia; (d) antiaritmia; (e) glikosida jantung; (f)
antihipertensi; (g) kontrasepsi oral steroid; (h) antibiotic aminoglikosida; (i) obat-obat
sitostatik; (j) obat-obat susunan saraf pusat.
Obat presipitan adalah obat yang dapat mengubah aksi atau efek obat lain. Obat-
obat dengan ikatan protein yang kuat, akan menggusur ikatan-ikatan protein obat lain
yang lebih lemah. Obat-obat yang tergusur ini (displace) kemudian kadar bebasanta
dalam darah akan meningkat dengan segala konsekunsinya, terutama meningkatkan efek
toksik. Obat-obat tersebut adalah aspirin, fenilbutazone, dan lain-lain. Obat dengan
kemampuan menghambat (inhibitor) atau merangsang (inducer) enzim-enzim yang
metabolism obat dalam hati. Obat-obat yang mempunyai sifat sebagai perangsang enzim
(enzyme inducer) misalnya rifampisin, karbamasepin, fenitoin, fenobarbital dan lainnya
akan mempercepat eleminasi metabolism obat-obat lain sehingga kadar dalam darahlebih
cepat hilang. Sedangkan obat yang dapat menghambat metabolisme termasuk
kloramfenikol, fenilbutazone, allopurinol, simetidin dan lainnya akan meningkatkan
kadar obyek obat sehingga terjadi efek toksik. Obat yang dapat mempengaruhi atau
merubah fungsi ginjal sehingga eleminasi obat-obat lain dapat dimodifikasi. Misalnya
probenesid, obat-obat golongan diuretic lainnya.
Ciri-ciri obat presipitan adalah proses distribusi (ikatan protein), metabolisme dan
ekskresi renal.

2.2 Fase-fase yang terjadi pada interaksi obat


2.2.1 Interaksi Farmakokinetik
Inetraksi farmakokinetik adalah perubahan yang terjadi pada absorpsi,
distribusi, metabolisme, atau ekskresi dari suatu obat atau lebih.3 Dengan
demikian interaksi ini meningkatkan atau mengurangi jumlah obat yang tersedia
dalam tubuh untuk dapat menimbulkan efek farmakologinya. Tidak mudah untuk
memperkirakan interaksi jenis ini dan banyak diantaranya hanya mempengaruhi
pada sebagian kecil pasien yang mendapat kombinasi obat-obat tersebut. Interaksi
farmakokinetik yang terjadi pada satu obat belum tentu akan terjadi pula dengan
obat lain yang sejenis, kecuali jika memiliki sifat-sifat farmakokinetik yang
sama.

2.2.2 Interaksi Farmakodinamik


Interaksi farmakodinamik perubahan yang terjadi adalah interaksi antara
obat-obat yang mempunyai efek farmakologi atau efek samping yang serupa atau
yang berlawanan. Interaksi ini dapat disebabkan karena kompetisi pada reseptor
yang sama, atau terjadi antara obat-obat yang bekerja pada sistem fisiologik yang
sama. Interaksi ini biasanya dapat diperkirakan berdasarkan sifat
farmakologi obat-obat yang berinteraksi. Pada umumnya, interaksi yang terjadi
dengan suatu obat akan terjadi juga dengan obat sejenisnya. Interaksi ini terjadi
dengan intensitas yang berbeda pada kebanyakan pasien yang mendapat obat-obat
yang saling berinteraksi.3

2.3 Interaksi obat pada proses absorpsi


Interkasi yang terjadi ketika seseorang memakan dua obat atau lebih pada waktu
yang bersamaan, maka laju absorpsi dari salah satu atau kedua obat iu dapat berubah.
Obat yang satu dapat menghambat, menrunkan, atau meningkatkan laju absorpsi obat
yang lainnya. Hal ini dapat melalui satu dari tiga jalan, dengan memperpendek atau
memperpanjang waktu pengosongan lambung, dengan mengubah pH lambung, atau
dengan membentuk kompleks obat.3
Obat yang dapat meningkatan kecepatan pengosongan lambung, seperti laksatifa
meningkatkan motilitas lambung dan usus halus sehingga menurunkan absorpsi obat.
Kebanyakan dari absorpsi obat terutama diabsorpsi di usus halus. Obat-obat narkotik dan
antikolinergik memperpendek waktu pengosongan lambung dan menurunkan
mortilitasgastrointestinal (GI), sehingga menyebabkan peningkatan laju absorpsi.
Semakin lama obat berada di lambung atau usus halus, semakin banyak jumlah obat yang
di absorpsi.
Jika pH lambung menurun, obat asam lemah, seperti aspirin, akan cepat
diabsorpsi. Obat-obat yang meningkatkan pH getah lambung menurunkan absorpsi dari
obat-obat asam lemah.3

2.4 Mekanisme interaksi obat pada proses absorpsi


Obat-obat yang digunakan secara oral biasanya diserap dari saluran cerna ke
dalam system sirkulasi. Ada banyak kemungkinan terjadi interaksi selama obat melewati
saluran cerna. Absorpsi obat dapat terjadi melalui transport pasif maupun aktif, di mana
sebagaian besar obat diabsorpsi secara pasis. Proses ini melibatkan difusi obat dari daerah
dengan kadar tinggi ke kadar rendah. Pada transport aktif terjadi perpindahan obat
melawan gradient konsentrasi, proses ini membutuhkan energy. Absorpsi obat secara
transport aktif lebih cepat dari pada secara transport pasif.
Obat dalam bentuk tak-terion larut lemak dan mudah berdifsi melewati membran
sel, sedangkan obat dlam bentuk terion tidak larut lemak tidak dapat berdifusi. Di bawah
kondisi fisiologi normal absorpsinya agak tertunda tetapi tingkat absorpsinya biasanya
sempurna.
Bila kecepatan absorpsi berubah, interaksi obat secara signifikan akan lebih
mudah terjadi, terutama obat dengan waktu paro yang pendek atau bila dibutuhkan kadar
puncak plasma yang cepat untuk mendapatkan efek. Mekanisme interaksi akibat ganguan
absorpsi antara lain, interaksi langsung, perubahan saluran cerna, dan pementukan
senyawa kompleks tak larut dan absorps, obat menjadi terikat pada seskuen asam
empedu, perubahan fungsi saluran cerna.

2.4.1 Interaksi langsung


Interaksi secara fisik.kimiawi antar obat dalam lumen saluran cerna
sebelum absorpsi dapat menggangu proses absorpsi. Interaksi ini dapat
dihindarkan atau sangat dikurangi bila obat yang berinteraksi diberikan dalam
jangka waktu minimal 2 jam.

2.4.2 Perubahan pH saluran cerna


Cairan saluran cerna yang alkalis, misalnya adanya antacid, akan
meningkatkan kelarutan obat yang bersifat asam yang sukar larut dalam saluran
cerna, misalnya aspirin. Dengan demikian dipercepatnya disolusi aspirin oleh
basa akan mempercepat absorpsinya. Suasana alkalis dalam saluran cerna akan
mengurangi kelarutan beberapa obat yang bersifat basa (misalnya tetrasiklin)
dalam cairan saluran cerna, sehingga mengurangi absorpsinya. Berkurangnya
keasaman lambung oleh antacid akan mengurangi pengeruskan obat yang tidak
tahan asam sehingga meningkatkan bioavailabilitasnya. Ketoconazole yang
diminum per oral membutuhkan medium asam untuk melarutkan sejumlah yang
dibutuhkan sehingga tidak memungkinkan diberikan bersama antasid, obat
antikolinergik, penghambat H2, atau inhibitor pompa proton (misalnya
omeprazole). Jika memang dibutuhkan, sebaiknya obat-obat ini diberikan
sedikitnya 2 jam setelah pemberian ketoconazole.

2.4.3 Pembentukan senyawa kompleks tak larut dan absorpsi


Interaksi antara antibiotic golongan fluorokinolon (siprofloksasin) dan
ion-ion divalent dan trivalent (ion Ca2+, Mg2+ dan Al3+ dari antasida dan obat lain)
dapat menyebabkan penurunan yang signifikan dari absorpsi saluran cerna,
bioavailabilitas dan efek terapetik, Karena terbentuknya senyawa kompleks.
Interaksi ini juga sangat menurunkan aktivitas antibiotic fluorokuinolon. Efek
interkasi ini dapat secara signifikan dikurangi dengan memberikan antasida
beberapa jam atau setelah pemberian flurokuinolon. Jika antasida benar-benar
dibutuhkan, penyesuaian terapi, misalnya pen gganti dengan obat-obat antagonis
reseptor H2 atau inhibitor pompa proton dapat dilakukan. Beberapa obat antidiare
yang mengandung atapulgite menjerap obat-obat lain sehingga menurunkan
absorpsi.

2.4.4 Obat menjadi terikat pada sekuestran asam empedu


Kolestiramin dan kolestipol dapat berikatan dengan asam empedu dan
mencegah reabsorpsinya, akibatnya dapat terjadi ikatan dengan obat-obat lain
terutama yang bersifat asam (warfarin). Sebaiknya interval pemakaian
kolestiramin atau kolestipol dengan obat lain selama mungkin (minimal 4 jam).

2.4.5 Perubahan fungsi saluran cerna


Percepatan atau perlambatan pengosongan lambung, perubahan
vaksularitas atau permeabilitas mukosa saluran cerna, atau kerusakan mukosa
dinding usus.
Contoh interaksi obat pada proses absorpsi
Obat yang dipengaruhi Obat yang mempengaruhi Efek interaksi
Digoksin Metoklorpramida Absorpsi digoksin dikurangi
Propanelin Absorpsi digoksin
ditingkatkan (karena mortilitas
usus)
Digoksin Kolestiramin Absorpsi dikurangi karena
Tiroksin ikatan dengan kolestiramin
Warfarin
Ketoconazole Antasida Absorpsi ketoconazole
Penghambat H2 dikurangi karena disolusi yang
berkurang
Penisilamin Antasida Pembentukan khelat
Yang mengandung Al3+, Mg2+, penisilamin yang kurang larut
preparat besi, makanan menyebabkan berkurangnya
absorpsi penisilamin
Penisilin Neomisin Kondisi malabsropsi yang
diinduksi neomisin
Antibiotic kuinolon Antasida yang mengandung Terbentuknya kompleks yang
Al3+, Mg2+, Fe2+, Zn, susu sukar terabsorpsi
Tetrasiklin Antasida yang mengandung Terbentuknya kompleks yang
Al3+, Mg2+, Fe2+, Zn, susu sukar terabsorpsi

Di antara mekanisme diatas yang paling signifikan adalah pembentukan kompleks tak larut,
pembentukan khelat atau bila ibat terikat resin yang mengikat asam empedu. Ada juga beberapa
obat yang mengubah pH saluran cerna (antasida) yang mengakibatkan perubahan biovailabilitas
obat yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://pionas.pom.go.id/ioni/lampiran-1-interaksi-obat-0
2. Tan HT, Rahardja K. Obat-Obat Penting, Edisi keenam. Jakarta : PT. Elex
Media Komputindo Kelompok Gramedia; 2010.
3. Kee, Joyce L. Farmakologi pendekatan proses keperawatan. Jakarta : EGC, 1996

Anda mungkin juga menyukai