Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA PASIEN GANGGUAN


ELIMINASI URIN

Oleh:
EKA FITRIYANI KHASANAH
C2016047

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


AISYIYAH SURAKARTA
2018/2019

1
GANGGUAN ELIMINASI URINE

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses) (Potter & Perry, 2006).
Eliminasi urine adalah pengeluaran cairan proses pengeluaran ini sangat
tergantung pada fungsi organ-organ eliminasi seperti ginjal, ureter, bladder
dan uretra. Ginjal memindahkan air dari darah dalam bentuk urin. Ureter
mengalirkan urine ke bladder. Dalam bledder urine di tampung sampai
mencapai batas tertentu yang kemudian di keluarkan melalui uretra
(Fundamental Nursing Skills and Concepts. Hal 705, 2009).
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya
orang yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi
urine, yaitu tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih
melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine (Azis, 2006)
2. Klasifikasi
a. Retensi Urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata di dalam kandung
kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih. Urine terus
berkumpul di kandung kemih, merenggangkan dindingnya sehingga
timbul perasaan tegang, tidak nyaman, nyeri tekan pada simfisis pubis,
gelisah, dan terjadi diaphoresis (berkeringat). Tanda - tanda retensi urine
akut ialah tidak adanya haluaran urine selama beberapa jam dan terdapat
distensi kandung kemih. Pada retensi urine yang berat, kandung kemih
dapat menahan 2000 - 3000 ml urine . Retensi terjadi terjadi akibat
obstruksi uretra, trauma bedah, perubahan stimulasi saraf sensorik dan
motorik kandung kemih, efek samping obat dan ansietas (Potter & Perry,
2006).
b.Infeksi Saluran Kemih Bawah

2
Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang didapat di rumah sakit.
Penyebab paling sering infeksi ini ialah dimasukkannya suatu alat ke
dalam saluran perkemihan. Misalnya pemasukkan kateter melalui uretra
akan menyediakan rute langsung masuknya mikroorganisme. Kebersihan
perineum yang buruk merupakan penyebab umum ISK pada wanita.
Faktor predisposisi terjadinya infeksi pada wanita diantaranya adalah
praktik cuci tangan yang tidak adekuat, kebiasaan mengelap perineum
yang salah yaitu dari arah belakang ke depan setelah berkemih atau
defekasi. Klien yang mengalami ISK bagian bawah mengalami nyeri atau
rasa terbakar selama berkemih (disuria) (Potter & Perry, 2006).
c. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine ialah kehilangan kontrol berkemih. Klien tidak
lagi dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Lima tipe inkontinensia
adalah inkontinensia fungsional, inkontinensia refleks, Inkontinensia
stress, inkontinensia urge, dan inkontinensia total. Inkontinensia yang
berkelanjutan memungkinkan terjadinya kerusakan pada kulit, sifat urine
yang asam mengiritasi kulit. Klien yang tidak dapat melakukan mobilisasi
dan sering mengalami inkontinensia terutama berisiko terkena luka
dekubitus. Inkontinensia urine yang terdiri atas :
1. Inkontinensia dorongan
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk
berkemih.
Kemungkinan penyebab :
 Penurunan kapasitas kandung kemih
 Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan
spasme (infeksi saluran kemih)
 Minum alcohol atau kafein
 Peningkatan cairan
 Peningkatan konsentrasi urine
 Distensi kandung kemih yang berlebihan
Tanda-tanda inkontinensia dorongan:

3
 Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
 Spasme kandung kemih
2. Inkontinensia total
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebab :
o Disfungsi neurologis
o Kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan
o Trauma atau penyakit yang memengaruhi saraf medulla spinalis
o Fistula
o Neuropati
Tanda-tanda inkontinensia total:
o Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan
o Tidak ada distensi kandung kemih
o Nokturia
o Pengobatan inkontinensia yang tidak berhasil
3. Inkontinensia stress
Merupakan keadaan dimana seseorang yang mengalami kehilangan
urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan abdomen
Kemungkinan penyebab:
 Perubahan degeneratif pada otot pelvis dan struktur penunjang
yang berhubungan dengan penuaan
 Tekanan intraabdomen tinggi
 Distensi kandung kemih
 Otot pelvis dan struktur penunjang lemah
Tanda-tanda inkontinensia stress
 Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
 Adanya dorongan berkemih
 Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
4. Inkontinensia refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan bila

4
volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu. Kemungkinan
penyebabnya adalah kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis).
Tanda-tanda inkontinensia refleks :
o Tidak adanya dorongan untuk berkemih
o Merasa bahwa kandung kemih penuh
o Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada
interval teratur
5. Inkontinensia fungsional
Merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine
secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan
penyebabnya adalah kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis)
Tanda-tanda inkontinensia fungsional :
 Adanya dorongan untuk berkemih
 Kontraksi mengeluarkan urine kandung kemih cukup kuat untuk
(Potter & Perry, 2006)
d.Enurisis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol spinter eksterna. Biasanya terjadi
pada anak-anak atau pada orang tua (Isselbacher, Kurt J,1999.).

3. Gejala Klinis
a. Urgensi : merasakan kebutuhan untuk berkemih
b. Disuria : merasa nyeri atau sulit berkemih
c. Frekuensi : berkemih dengan sering
d. Poliuria : mengeluarkan urine yang banyak
e. Oliguria : haluaran urine yang menurun dibandingkan dengan yang
masuk
f. Nokturia : berkemih yang sering pada malam hari
g. Hematuria : terdapat darah dalam urine
h. Dribling (urine yang menetes) : kebocoran/rembesan urine walaupun ada
kontrol terhadap pengeluaran urine

5
i. Retensi : akumulasi urine di kandung kemih disertai
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih
j. Residu urine : volume urine yang tersisa setelah berkemih (volume 100
ml atau lebih) (Potter & Perry, 2006).

a. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


Pertumbuhan dan Perkembangan
Seorang anak tidak dapat mengontrol pola berkemihnya secara
volunter sampai ia berusia 18-24 bulan. Proses penuaan juga
mengganggu proses eliminasi urin. Masalah mobilitas, kelemahan dan
lansia juga mungkin akan mengalami kehilangan kemampuan untuk
merasakan bahwa kandung kemihnya penuh. Perubahan fungsi ginjal
dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan.
Kecepatan filtrasi glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan
ginjal untuk memekatkan urin, sehingga lansia sering mengalami
nokturia (urinasi berlebihan pada malam hari).
b. Faktor Psikologis
Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk
berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Ansietas juga dapat
membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan
emosional membuat relaksasi otot abdomen dan otot perineum menjadi
sulit. Apabila sfingter uretra eksterna tidak berelaksasi secara total,
buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urin di dalam
kandung kemih.
c. Faktor sosiokultural
Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Peraturan
sosial mempengaruhi waktu berkemih seperti istirahat sekolah.
d. Kebiasaan pribadi
Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih. Beberapa individu
memerlukan distraksi seperti membaca untuk rileks.
e. Intake cairan dan makanan

6
Alkohol mengahambat Anti Diuretik Hormon (ADH) untuk
meningkatkan pembuangan urine, kopi, teh, coklat, cola (mengandung
kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urine.
f. Tonus Otot
Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi
kandung kemih dan kontrol sfingter uretra eksterna. Kontrol mikturisi
yang buruk dapat diakibatkan oleh otot yang tidak dipakai, yang
merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama
melahirkan, atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot akibat
trauma.
g. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan system perkemihan dapat mempengaruhi berkemih.
Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine.
h. Kondisi Penyakit
Adanya luka pada saraf perifer yang menuju ke kandung kemih
menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi
penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk
mengontrol urinasi. Misalnya diabetes mellitus dan sklerosis multiple
menyebabkan kondisi neuropatik yang mengubah fungsi kandung
kemih. Penyakit juga dapat memperlambat aktivitas fisik mengganggu
kemampuan berkemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif,
dan parkinson merupakan contoh-contoh kondisi yang membuat individu
sulit mencapai dan menggunakan fasilitas kamar mandi. Penyakit-
penyakit yang menyebabkan kerusakan ireversible pada glomerulus atau
tubulus menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang permanen.
i. Obat – obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk
meningkatkan haluaran urin. Retensi urin dapat disebabkan oleh
penggunaan obat antikolinergik (mis. atropin), antihistamin (mis.
sudafed), antihipertensi (mis. aldomet), dan obat penyekat beta -
adrenergic (mis. Inderal).
j. Prosedur Bedah

7
Klien post bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan
analgetik narkotik dan anestesi dapat memperlambat laju filtrasi
glomerolus, mengurangi haluaran urin. Anastesi spinalis terutama
menimbulkan risiko retensi urin. Perubahan struktur panggul dan
abdomen bagian bawah dapat merusak urinasi akibat trauma local pada
jaringan sekitar. Pembentukandiversi urinarius melalui pembedahan di
daerah kandung kemih atau uretra yang bersifatsementara (kanker
kandung kemih), memiliki stoma untuk mengeluarkan urin (Potter &
Perry, 2006).

4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
 Perawat mengkaji kondisi mukosa mulut untuk mengetahui status
hidrasi klien
 Perawat dapat melihat adanya pembengkakan atau lekukan konveks
pada abdomen bagian bawah.
 Perawat mengkaji meatus urinarius untuk melihat adanya rabas,
peradangan dan luka
b. Palpasi
 Perawat mengkaji status hidrasi klien dengan melalui turgor kulit
 Perawat dapat mengkaji adanya nyeri tekan di daerah pinggul pada
awal penyakit pada saat memperkusi sudut kostovertebra (sudut yang
dibentuk oleh tulang belakang dan tulang rusuk ke 12)
 Perawat yang memiliki keterampilan tinggi belajar mempalpasi ginjal
selama proses pemeriksaan abdomen sehingga dapat mengungkapkan
adanya masalah seperti tumor.
 Perawat mempalpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih dalam
keadaan normal teraba lunak dan bundar.

c. Perkusi
 Perawat memperkusi sudut kostovertebra, peradangan menimbulkan
nyeri selama perkusi dilakukan.

8
d. Auskultasi
 Perawat melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya bunyi bruit
di arteri ginjal (bunyi yang dihasilkan dari perputaran aliran darah
yang melalui arteri yang sempit)
 Perkusi pada kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi
yang tumpul (Fundamental Nursing Skills and Concepts, 2009).

5. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urinalisis
2) Kultur Urine
b. Radiologi
1) Rontgenogram Abdomen
Rontgenogram abdomen juga sering disebut plain film, KUB, atau
flat plate pada abdomen umumnya digunakan untuk mengkaji adanya
kelainan pada seluruh struktur saluran perkemihan. Procedur ini dapat
menentukan ukuran, kesimetrisan, bentuk, dan lokasi ginjal, ureter
serta struktur kandung kemih. Prosedur ini juga bermanfaat untuk
melihat batu (jika batu mengalami pengerasan) atau tumor pada organ
ini.
2) Pielogram Intravena
Memvisoalisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan ureter,
kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasif. Klien
perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intra vena.
3) Pemindaian (scan) ginjal
Tes radionuklida, seperti pemindaian ginjal memungkinkan
visualisasi tidak langsung pada struktur saluran perkemihan setelah
isotop radioaktif diinjeksi per IV.
4) Computerized Axial Tomography
Merupakan prosedur sinar X terkomputerisasi yang digunakan untuk
memperoleh gambaran terperinci mengenai struktur bidang tertentu
dalam tubuh. Scaner temografik adalah sebuah mesin besar yang

9
berisi komputer khusus serta sistem pendeteksi sinar X yang
berfungsi secara simultan untuk memfoto struktur internal berupa
potongan lintang transfersal yang tipis.
5) Ultrasound ginjal
Merupakan alat diagnostik yang noninvasif yang berharga dalam
mengkaji gangguan perkemihan. Alat ini menggunakan gelombang
suara yang tidak dapat didengar, berfrekuensi tinggi, yang memantul
dari struktur jaringan
6) Sistoskopy
Sistocopy terlihat seperti kateter urine. Walaupun tidak fleksibel tapi
ukurannya lebih besar sistoscpy diinsersi melalui uretra klien.
Instrumen ini memiliki selubung plastik atau karet. Sebuah obturator
yang membuat skop tetap kaku selama insersi. Sebuah teleskop untuk
melihat kantung kemih dan uretra, dan sebuah saluran untuk
menginsersi kateter atau isntrumen bedah khusus.
7) Biopsi ginjal
Menentukan sifat, luas, dan progronosis ginjal. Prosedur ini dilakukan
dengan mengambil irisan jaringan korteks ginjal untuk diperiksa
dengan tekhnik mikroskopik yang canggih. Prosedur ini dapat
dilakukan dengan metode perkutan (tertutup) atau pembedahan
(terbuka).
8) Angiografi (arteriogram)
Merupakan prosedur radiografi invasif yang mengefaluasi sistem
arteri ginjal. Digunakan untuk memeriksa arteri ginjal utama atau
cabangnya untuk mendeteksi adanya penyempitan atau okulasi dan
untuk mengefaluasi adanya massa (cnth: neoplasma atau kista)(Potter
& Perry, 2006).

6. Theraphy/Tindakan Penanganan
 Mempertahankan kebiasaan eliminasi
Perawat mempelajari waktu saat klien berkemih normal, seperti
saat bangun tidur atau sebelum makan. Klien biasanya memerlukan

10
waktu untuk berkemih. Kebutuhan untuk berespons terhadap keinginan
berkemih klien juga merupakan hal yang penting. Penundaan dalam
membantu klien ke kamar mandi dapat mengganggu proses berkemih
normal dan menyebabkan inkontinensia.
 Penggunaan obat-obatan
Terapi obat-obatan yang diberikan secara tersendiri atau yang
bersamaan dengan terapi lain dapat membantu masalah inkontinesia
dan retensi. Terdapat 3 tipe obat-obatan. Satu obat merelaksasi kandung
kemih yang mengalami ketegangan atau spasme sehingga
meningkatkan kapasitas kandung kemih. Satu obat menstimulasi
kontraksi kandung kemih sehingga meningkatkan pengosongan
kandung kemih. Dan satu obat lainya menyebabkan relaksasi otot polos
prostat, mengurangi obstruksi pada aliran uretra.
 Kateterisasi
Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukan selang
plastic atau karet melalui uretra kedalam kandung kemih. Kateter
memungkinkan mengalirnya urine yang berkelanjutan pada klien yang
tidak mampu mengontrol perkemihan atau klien yang mengalami
obstruksi. Kateter juga menjadi alat yang digunakan untuk mengukur
haluan urine per jam pada klien yang status hemodinamiknya tidak
stabil.
 Pencegahan infeksi
Klien yang dikateterisasi dapat mengalami infeksi melalui berbagai
cara. Mempertahankan drainase urine tertutup, merupakan tindakan
yang penting untuk mengotrol infeksi. System yang rusak dapat
menyebabkan masuknya organism. Daerah yang memiliki resiko ini,
adalah daerah insersi kateter, kantung drainase, clap, dan sambungan
antara selang dan kantung. Irigasi dan instilasi kateter diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan urine menetap, kadang-kadang perlu untuk
mengirigasi atau membilas kateter.
 Menguatkan otot dasar panggul

11
Latihan dasar panggul meningkatkan kekuatan otot dasar panggul
yang terdiri dari kontraksi kelompok otot yang berulang
 Bladder retraining
Tujuan bladder retraining ialah untuk mengembalikan pola normal
perkemihan dengan menghambat atau menstimulasi pengeluaran air
kemih (Asmadi, 2008).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian (Data Subjektif dan Objektif)
1) Identitas Pasien
Nama :
Umur :
Alamat :
Pekerjaan :
No. Reg :
Tgl. MRS :
Tgl. Pengkajian :
Dx Medis :
2) Identitas Penanggung Jawab
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Hub. dgn pasien :
3) Riwayat Kesehatan
- Keluhan utama :
- Riwayat penyakit sekarang :
- Riwayat kehamilan dan kelahiran:
- Riwayat kesehatan keluarga:
4) Pengkajian Fungsional Pola Gordon
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi dan metabolic

12
c. Pola cairan dan metabolic
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola aktivitas dan latihan
f. Pola eliminasi
g. Pola persepsi dan kognitif
h. Pola reproduksi dan seksual
i. Pola persepsi dan konsep diri
j. Pola mekanisme koping
k. Pola nilai dan kepercayaan
5) Pengkajian Fisik
- Keadaan umum pasien
- Kesadaran
- Pemeriksaan TTV
6) Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan radiologic
Analisa data:
a. Data subjektif :
- Klien mengatakan sulit untuk berkemih
- Klien merasakan nyeri ketika sedang berkemih
- Klien merasakan perutnya kembung (distensi kandung kemih)
- Klien mengatakan tidak dapat merasakan keinginan berkemih
- Klien mengatakan tidak dapat menghambat berkemih secara
volunteer

b. Data objektif :
a. Inspeksi
- Mukosa mulut kering
- Terlihat adanya pembengkakan pada abdomen bagian bawah.
b. Palpasi
- Palpasi ginjal selama untuk mengetahui adanya masalah seperti
tumor.

13
- Palpasi abdomen bagian bawah, kandung kemih dalam keadaan
normal teraba lunak dan bundar
c. Auskultasi
- Adanya bunyi bruit di arteri ginjal
- Kandung kemih yang penuh menimbulkan bunyi perkusi yang
tumpul
d. Intake dan output cairan
- Kaji intake dan output cairan dalam sehari
- Kaji karakteristik urine (warna , kejernihan, bau)
- Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui
ketidakseimbangan cairan

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


 Inkontinensia urinarius refleks
 Retensi urine

14
3. Rencana Asuhan Keperawatan

Tujuan dan Kriteria Evaluasi


Diagnosa Intervensi Rasional
hasil
Inkontinensia Setelah diberikan NIC Label: NIC Label: S:
urine reflex asuhan keperawatan Urinary Urinary O:
selama ..x24 jam Incontinence Incontinence A:
diharapkan Care Care
P:
inkontinensia pada 1. Jelaskan 1. Agar klien
klien berkurang penyebab dari mengetahui
dengan criteria hasil : masalah dan mengenai
NOC Label: Urinary rasional dari kondisi dan
Continence tindakan yang tujuan dari
1. Mengetahui dilakukan tindakan yang
keinginan 2. Monitor dilakukan
berkemih (5) eliminasi 2. Untuk
2. Pengosongan urine, meliputi mengetahui
kandung kemih frekuensi, karakteristik
(5) konsistensi, dari haluaran
3. Berkemih > 150cc bau, volume, urine
setiap kali dan warna 3. Untuk melatih
berkemih (4) 3. Membantu dan
untuk membiasakan
meningkatkan pasien
/ mengetahui
mempertahan keinginan
kan keinginan berkemihnya
berkemih 4. Sebagai
4. Instruksikan perbandingan
pasien/keluarg sehingga
anya untuk dapat terlihat
mencatat perubahan
keluaran urine yang terjadi
dan pola pada pasien
eliminasi NIC Label:
NIC Label: Urinary
Urinary Catheterization
Catheterization 1. Agar klien
1. Jelaskan mengetahui

15
prosedur dan kegunaan dan
rasional dari tujuan dari
pemasangan pemasangan
kateter kateter
2. Untuk
mengetahui
2. Monitor apakah terjadi
intake dan ketidakseimba
output cairan ngan dan
(jumlah, perubahan
warna, pada keluaran
frekuensi) urine
Retensi urine Setelah diberikan NIC Label: NIC Label: S:
asuhan keperawatan Urinary Urinary O:
selama ..x24 jam Elimination Elimination A:
diharapkan retensi Management Management
P:
urine pada klien dapat 1. Monitor 1. Untuk
berkurang/teratasi. eliminasi urine mengetahui ada
NOC Label: Urinary meliputi atau tidaknya
Elimination frekuensi, ketidaknormala
dengan criteria hasil : konsistensi, n dari berkemih
1. Pola eliminasi bau, volume, klien
urine klien (5) dan warna 2. Untuk
2. Pengosongan 2. Identifikasi mengetahui hal-
kandung kemih (5) faktor yang hal yang
3. Retensi urine (5) berpengaruh menyebabkan
4. Nyeri saat terhadap inkontinensia
berkemih (5) inkotinensia 3. Agar pasien
NOC Label: 3. Anjurkan dapat
Symptom Severity pasien untuk mengetahui dan
1. ketidaknyamanan segera mulai
(5) merespon membiasakan
2. ansietas (5) dorongan untuk
3. kegelisahan (5) berkemih mengetahui
pola
berkemihnya
4. Catat waktu 4. Agar
terakhir mengetahui

16
berkemih interval
NIC Label: perkiraan
Urinary berkemih
Catheterization selanjutnya
1. Jelaskan NIC Label:
prosedur dan Urinary
rasional dari Catheterization
pemasangan 1. Agar pasien
kateter mengetahui
2. Tetap tujuan dari
menggunakan tindakan dan
teknik aseptik dapat
3. Monitor mengurangi
intake dan kecemasannya
output cairan 2. Agar terhindar
(jumlah, dari paparan
warna, mikroba yang
frekuensi) dapat
menyebabkan
infeksi
3. Untuk
mengetahui
apakah terjadi
ketidakseimba
ngan dan
perubahan
pada keluaran
urine

17
DAFTAR PUSTAKA

1. NANDA International.2012.Diagnosis Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi


2012- 2014.Jakarta:EGC
2. Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2008. Nursing Interventions
Classification : Fifth Edition. United States of America : Mosby.
3. Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fifth Edition.
United States of America : Mosby
4. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit edisi 6 Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
5. Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC
6. Isselbacher, Kurt J.1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC
7. Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
8. Google books.2009. Fundamental Nursing Skills and Concepts. Diakses dari :
http://books.google.co.id/books?id=M4HwH5IxfToC&pg=PA704&lpg=PA70
4&dq=definition+of+urinary+elimination&source=bl&ots=yfVOERlm3x&sig
=4uxfNxfl4CjMf55YsJ2m1MysK9c&hl=id&sa=X&ei=eKzaUseWI8eKrQft5
YGQCw&sqi=2&redir_esc=y#v=onepage&q=definition%20of%20urinary%2
0elimination&f=false. Tanggal 26 Januari 2014
9. Azis, Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia 2. Jakarta :
Salemba.

18

Anda mungkin juga menyukai