Sel mampu mengatur dirinya dengan cara mengubah struktur dan fungsinya sebagai respon terhadap
berbagai kondisi fisologis maupun patologis. Kemampuan ini disebut dengan adaptasi selular.
Terdapat 4 tipe adaptasi selular, yaitu:
a) Hipertrofi
Hipertrofi adalah Pertambahan besar organ akibat adanya pertambahan ukuran sel pada organ.
Hipertrofi adalah suatu respons adaptif yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel.
Kebutuhan sel akan oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur
dalam sel.
Contoh hipertrofi yang menguntungkan adalah yang terjadi pada jaringan yang terdiri atas sel permanen
misalnya otot skelet pada binaragawan. Hipertrofi yang bersifat patologis contohnya adalah jantung
yang dipotong melintang, kapasitas jadi lebih kecil dan kerja jantung jadi lebih berat.
b) Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan sel dari satu subtype ke subtype lainnya. Metaplasia biasanya terjadi
sebagai respons terhadap cedera atau iritasi kontinu yang menghasilkan peradangan kronis pada
jaringan. Dengan mengalami metaplasia, sel-sel yang lebih mampu bertahan terhadap iritasi dan
peradangan kronik akan menggantikan jaringan semula.
Contoh metaplasia yang paling umum adalah perubahan sel saluran pernapasan dari sel epitel kolumnar
bersilia menjadi sel epitel skuamosa bertingkat sebagai respons terhadap merokok jangka
panjang.Contoh lain yang dapat kita amati pada kasus kanker serviks. Pada perubahan sel kolumnar
endoserviks menjadi sel skuamosa ektoserviks terjadi secara fisiologis pada setiap wanita yang disebut
sebagai proses metaplasia. Karena adanya faktor-faktor risiko yang bertindak sebagai ko-karsinogen,
proses metaplasia ini dapat berubah menjadi proses displasia yang bersifat patologis. Displasia
merupakan karakteristik konstitusional sel seperti potensi untuk menjadi ganas.
Jadi, intinya metaplasia bisa terjadi dalam bentuk fisiologis namun hanya sesaat saja karena pasti akan
ada factor yang menyebabkan metaplasia ini berubah sifat menjadi patologis.
contoh kasus peradangan kronis pada jaringan
Salah satu contoh peradangan kronis misalnya pada penyakit gastritis. Gastritis adalah suatu
peradanganpada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster. Salah satu etiologi terjadinya
gastritis adalah Helycobacter pylory ( pada gastritis kronis ).
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme ini menyerang sel permukaan gaster,
memperberat timbulnya desquamasi sel dan muncullah respon radang kronispada gaster yaitu:
destruksi kelenjar dan metaplasia.
Metaplasia adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti sel
mukosa gaster misalnya dengan sek squamosa yang lebih kuat. Karena sel squamosa lebih kuat maka
elastisitasnya juga berkurang. pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik
tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan yang pada akhirnya akan
menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung,
sehingga akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa. Kerusakan pembuluh darah
ini akan menimbulkan perdarahan.
Gastritis akut
gastritis akut yang bersifat peradangan terjadi di mukosa atau sub mukosa yang bersifat iritasi lokal,
gejala biasanya ringan seperti : rasa tidak enak di daerah epigastrik, kram di perut / tegang juga dapat
menimbulkan terjadinya perdarahan, di samping itu pada gastritis dapat terjadi peningkatan yang dapat
dapat menimbulkan mual dan muntah juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan
oleh karena kontak HCL dengan mukosa gaster.
c) Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau
mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel parenkim dalam organ
tubuh (Syhrin, 2008).
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum membahas
mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar
pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi
patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat
mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan, dan jika alat
tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai usia tertentu, malah akan
dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973). Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging
process) dimana glandula mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium
dan uterus, kulit menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab
proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat
menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli), berkurangnya rangsangan saraf,
berkurangnya perbekalan darah, dan akibat sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena
peoses normal penuaan (Saleh, 1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan
atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi local,
atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis, atrofi local,
atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
1. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk dalam atofi
umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi patologis karena proses
aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses aging merupakan atropi fisiologis.
Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy
terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada
orang yang sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang
memang tidak mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di padang pasir). Orang
yang menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya karena penyempitan (striktura)
esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut mungkin mendapatkan suplai makanan yang
cukup, namun makanan tersebut tidak dapat mencapai lambung dan usus karena makanan akan di
semprotkan keluar kembali. Karena itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan-jaringan tubuh sehingga
terjadilah emasiasi, inanisi, dan badan menjadi kurus kering.
2. Atrofi Lokal
Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.
3. Atropi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot mengakibatkan otot-
otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi kelumpuhan otot akibat
hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya impuls trofik.
Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus berbaring lamaocclusion) pada
saluran keluar pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau
Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan ke dalam darah tidak mengalami atrofi.
mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang menjadi berlubang-lubang karena kehilangan
kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan baik. Sel-sel kelenjar akan rusak apabila
saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang lama. Ini misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi
sumbatan (
4. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang lama dan yang
mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik terjadi pada gusi akibat desakan gigi
yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya terjadi
pada sternum akibat aneurisma aorta. Pelebaran aorta di daerah substernal biasanya terjadi akibat
sifilis. Karena desakan yang tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat desakan terus-
menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang biasanya terjadi akibat obstruksi
ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima
desakan suatu tumor didekatnya yang makin lama makin membesar ( Saleh, 1973).
5. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu. Atrofi akan
terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu berkurang atau terhenti sama
sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif
sehingga mrngakibatkan atrofi pada kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.
1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang
2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf
3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin
4. Kekurangan nutrisi
5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan pengecilan organ
tersebut).
Mekanisme atropi secara singkat adalah sebagai berikut.
Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan perubahan ke arah atropi)
memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses kemunduran ukuran sel menjadi lebih kecil.
Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk tetap bertahan hidup. Walupun sel yang atropi
mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut tidak mati.
Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang mengalami atropi hanya
memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula dengan komponen yang lain seperti
miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat
memakan/merusak sel itu sendiri.
d) Hiperplasia
Hiperplasia merupakan suatu kondisi membesarnya alat tubuh/organ tubuh karena pembentukan atau
tumbuhnya sel-sel baru (Saleh, 1973). Sama halnya dengan atrofi, terdapat dua jenis hyperplasia, yaitu
hyperplasia fisiologis dan patologis. Contoh yang sering kita temukan pada kasus hyperplasia fisiologis
yaitu bertambah besarnya payudara wanita ketika memasuki masa pubertas. Sedangkan hyperplasia
patologis sering kita temukan pada serviks uterus yang dapat mengakibatkan kanker serviks. Sel-sel
pada serviks tersebut mengalami penambahan jumlah. Biasanya hyperplasia ini diakibatkan oleh sekresi
hormonal yang berlebihan atau faktor pemicu pertumbuhan yang besar.
`1.2.1. Artrofi
(e) Definisi : Mengecilnya ukuran sel atau berkurangnya sel parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).
Etiologi : Disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut.
Atrofi fisiologis : beberapa organ tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa
perkembangan atau pertumbuhan ( Saleh, 1973).
Artrofi patologis : jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika sudah mencapai
usia tertentu ( Saleh, 1973).
Contoh : Salah satu contoh penyebab atrofi adalah kurangnya nutrisi dalam tubuh.
Mekanisme : kekurangan nutrisi yang sebagian besar (nutrisi tersebut) berasal dari protein saat proses
sintesis protein pada ribosom. Saat terjadi kekurangan nutrisi maka akan mengakibatkan terganggunya
proses sintesis protein yang terjadi di ribosom dalam sel tubuh. Terganggunya proses sintesis protein
mengakibatkan ribosom tidak berfungsi pula, saat dirobosom tidak berfungsi maka lama-kelamaan
ribosom akan semakin sedikit dan jumlah volume sel semakin sedikit atau bahkan hilang.
Ketika seseorang mengalami kekurangan nutrisi dalam tubuhnya maka berisiko mengalami komplikasi
dari penyakit seperti campak, pneumonia, dan diare lebih tinggi. Lalu dapat terjadi depresi, berisiko
hipotermia, imunitas menurun sehingga meningkatkan risiko terjadi infeksi, penyembuhan penyakit dan
luka lebih lama serta masalah terhadap kesuburan. Untuk mengetahui seseorang kekurangan gizi dapat
diperiksa dengan menghitung indeks massa tubuh, yaitu dengan menghitung berat badan (dalam
kilogram) dibagi tinggi badan kuadrat (dalam meter persegi). Nilai normal pada wanita adalah 19-24, dan
pria adalah 20-25. Di bawah nilai tersebut dikatakan kekurangan gizi dan diatas nilai tersebut dikatakan
kelebihan gizi.
f) Atrofi pada Testis
Testis mengalami atrofi karena berbagai hal. Kebanyakan, atrofi testis diawali dengan orkitis yaitu
peradangan pada testis yang disebabkan oleh infeksi. Biasanya, infeksi tersebut ditandai dengan gejala
pembengkakan testis. Pada orkitis dapat terjadi kerusakan pembuluh darah pada korda spermatic
(saluran yang berisi pembuluh darah, persarafan, kelenjar getah bening, dan saluran sperma) yang dapat
menyebabkan atrofi testis. Akibatnya, testis tersebut mengalami kegagalan fungsi untuk memproduksi
sperma. Sehingga akan terjadi gangguan dalam menghasilkan keturunan.
- Atrofi pada Otak, Penderita Alzheimer
Alzheimer termasuk salah satu kepikunan berbahaya yang dapat menurunkan daya pikir dan kecerdasan
seseorang. Fenomena alzheimer ditandai dengan adanya kemunduran fungsi intelektual dan emosional
secara progresif dan perlahan sehingga mengganggu kegiatan sosial sehari-hari (Quartilosia, 2010).
Secara anatomi, serebrum mengalami atrofi, yaitu girus serebrum menjadi lebih kecil/menciut
sedangkan sulkusnya melebar.
Penderita Alzheimer biasanya akan sulit mengingat nama atau lupa meletakkan suatu barang. Orang-
orang di sekitar penderita, biasanya akan mengalami kekhawatiran terhadap penderita alzheimer. Ini
merupakan akibat atrofi otak yang sangat mematikan, karena sel-sel saraf pada otaknya mati.
Atrofi pada Otot Bisep
Telihat dengan jelas bahwa lengan atasnya mengalami pengecilan. Pada umumnya, kondisi ini
disebabkan oleh inaktivitas/disuse otot lengan tersebut. Lengan tersebut jarang digunakan untuk
mengankat beban, atau jarang digunakan untuk bekerja sehingga mengalami penyusutan. Atrofi ini
disebut atrofi inaktivitas patologik.
Seseorang yang mengalami atrofi otot akan mengalami penurunan kekuatan bahkan yang lebih fatal
yaitu dapat mengakibatkan kelumpuhan. Namun, ada cara-cara mengatasinya diantaranya yaitu,
dilakukannya program olah raga rutin dengan pengontrolan terapis, perawat, atau dokter; latihan dalam
air untuk mengurangi beban kerja otot; dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang (obat-
penyakit.com, 2010).
Penyebab terjadinya atrofi
Sebelumnya harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis atrofi agar pembahasannya lebih spesifik. Secara
umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh dapat
mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau pertumbuhan. Contohnya yaitu
proses penuaan yaitu penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit menjadi tipis dan
keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi.
Penyebabnya macam-macam, misal berkurangnya/hilangnya stimulus endokrin, involusi akibat
menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh, berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan
darah, dan akibat sklerosis arteri.
Kalau atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di luar proses normal/alami.
Lalu seperti yang disebutkan Saudari Hutami, ada beberapa jenis atrofi yang nantinya bisa kita
identifikasi menurut jenisnya.
1.2.2 Hiperplasia dan Hipertrofi
(g) Perbedaan
*Hiperplasi : jumlah sel bertambah sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya payudara pada wanita saat memasuki masa pubertas, Patologis :
Hipertensi.
*Hipertrofi : bertambahnya isi/volume suatu jaringan sehingga organ membesar.
Contoh : Fisiologis : Membesarnya uterus Ibu hamil, Patologis : Membesarnya kelenjar prostat.
h. Pada kondisi apakah yang menyebabkan kelainan diatas?
kondisi diatas merupakan hipertropi patologis jantung. pada gambar tersebut terjadi peningkatan
ukuran sel atau pebengkakan jantung yang ditandai dengan ventrikel kiri , hal ini disebabkan beban kerja
jantung meningkat.
Kardiomiopati hipertrofik bisa terjadi sebagai suatu kelainan bawaan. Penyakit ini dapat terjadi pada
orang dewasa dengan akromegali (kelebihan hormon pertumbuhan di dalam darah) atau penderita
hemokromositoma (suatu tumor yang menghasilkan adrenalin).
i. Pahami bahwa hipertrofi yang terjadi pada otot skelet binaragawan dan hipertrofi yang terjadi pada
sel organ vital seperti jantung memberi dampak yang sangat berbeda bagi klien. Menurut anda apakah
dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita?
Dampak hipertrofi ventrikel bagi klien penderita yaitu jantung menebal dan lebih kaku dari normal dan
lebih tahan terisi oleh darah dari paru-paru. Sebagai akibatnya terjadi tekanan balik ke dalam vena-vena
paru, yang dapat menyebabkan terkumpulnya cairan di dalam paru-paru, sehingga penderita mengalami
sesak nafas yang sifatnya menahun. Penebalan dinding ventrikel juga bisa menyebabkan terhalangnya
aliran darah, sehingga mencegah pengisian jantung yang sempurna.
Gambar 1
Gambar 2
t). Nekrosis merupakan jejas sel irreversible akibat proses enzimatik dari kematian elemen-elemen sel,
denaturasi protein, dan autolisis.
Apakah perbedaan nekrosis koagulativa dan liquefactive?
u) Nekrosis koagulatif : terjadi koagulasi (penggumpalan) unsur protein intrasel yang umumnya terjadi
pada daerah infark dengan disertai ekstravasi eritrosit.
Nekrosis liquefactive : terjadi pada otak yang disebabkan enzim proteolitik sel lekosit sehingga nekrosis
neuron yang kaya litik ini mudah mencairkan substansi sekitarnya.
Contoh nekrosis koagulativa dan nekrosis liquefactive
Nekrosis koagulativa terjadi pada organ jantung tetapi bentuk dan warnanya berubah sedangkan
nekrosis liquefactive mengakibatkan sel pada organ jantung menjadi meimilki cairan, sel gosong dan
kemudian menghilang.
REFERENSI
Ed. 2. (Terj. Brahm U.P.).Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku
Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto
Complete Hydatidiform Mole.https://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2450418886/. (2
Maret 2012).
Complete Hydatidiform Mole.https://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2448406013/. (2
Maret 2012).
Complete Hydatidiform Mole.
https://www.flickr.com/photos/lunarcaustic/2448406497/in/photostream/. (2 Maret 2012).
Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2003). Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease
Proccesses. 6th Ed. (Terj. dr. Brahm U. Pendit, dkk). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
https://www.sukmamerati.com/hamil-anggur-atau-mola-hidatidosa-ditandai-dengan-pembesaran-
uterus-yang-abnormal
Robbins & Cotran. (2009). Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. (2007). Patofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pringgoutomo, S., dkk. (2006). Buku Ajar Patologi 1 (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Pujasari, Hening. “Cellular Adaptation, Injury, and Death”. Applicaton pdf.
https://scele.ui.ac.id/file.php/1457/Pujasari_Adaptation_Injury_Death_of_Cells Week_2.pdf. (1 Maret
2012)
Hadi, Sujono, 1999, Gastroentrologi, Jakarta: Penerbit Alumni
Price, Syvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta: Penerbit EGC
Underwood, J. C. E., 1996, Patologi Umum dan Sitemik, edisi 2, Jakart: Penerbit EGC
Hadi, Sujono, 1999, Gastroentrologi, Jakarta: Penerbit Alumni
Price, Syvia A dan Wilson, Lorraine, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta: Penerbit EGC
Underwood, J. C. E., 1996, Patologi Umum dan Sitemik, edisi 2, Jakart: Penerbit EGC
Pringgo, S.,dkk. 2002. Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta : Sagung Seto
https://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ002.html. Jumat, 02 Maret 2012 10:19 WIB
https://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJ003.html. Jumat, 02 Maret 2012 10:27 WIB
https://www.spesialis.info/?penyebab-hipertrofi-kardiomiopati,719
Pringgoutomo, S., Himawan, S., & Tjarta, A. (2002). Buku Ajar Patologi I (Umum). Jakarta: Sagung Seto