Anda di halaman 1dari 10

Pembahasan (Humaira Virda Ayuni)

Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan
satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat.
Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi
sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi (Cotton dan Wilkinson.1984). Jadi
semua senyawa kompleks atau senyawa koordinasi adalah senyawa yang terjadi karena adanya
ikatan kovalen koordinasi antara logam transisi dengan satu atau lebih ligan (Sukardjo,1999).
Senyawa kompleks sangat berhubungan dengan asam dan basa lewis dimana asam lewis adalah
senyawa yang dapat bertindak sebagai penerima pasangan bebas sedangkan basa lewis adalah
senyawa yang bertindak sebagai penyumbang pasangan elektron. (Shriver, D.F dkk. 1940).

Dalam percobaan yang berkaitan dengan senyawa kompleks, dilakukan 3 percobaan. Pertama
sintesis kompleks tembaga, kedua sintesis kompleks besi-askorbat yang digunakan sebagai obat
anemia. Dan yang ketiga adalah pengomplekan logam besi.

Logam-logam transisi dapat membentuk ion-ion kompleks yang beragam. Contohnya adalah
logam tembaga. Tembaga adalah logam merah muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia
melebur pada 10380C. Karena potensial elektroda standarnya positif (+0,34 V untuk pasangan
Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun dengan adanya
oksigen ia bisa larut sedikit. Ada dua deret senyawa tembaga. Senyawa-senyawa tembaga (I)
diturunkan dari Tembaga (I) Oksida Cu2O yang merah, dan mengandung ion Tembaga (I), Cu2+.
Senyawa-senyawa ini tak berwarna, kebanyakan garam Tembaga tak larut dala air, perilakunya
mirip senyawa perak (I). Mereka mudah dioksidasi menjadi senyawa Tembaga (II) Oksida, CuO
hitam. Garam-garam Tembaga (II) umumnya berwarna biru, baik dalam bentuk
hidrat,padat,maupun dalam larutan air. Garam-garam temabaga (II) anhidrat, seperti Tembaga(II)
Sulfat Anhidrat CuSO4, berwarna putih (atau sedikit kuning). Dalam larutan air selalu terdapat
ion kompleks tetraakuo (Svehla,1990).

Pada percobaan pertama yaitu sintesis kompleks tembaga. Pada pembuatan Tembaga (II) Tetra
Amin Sulfat Berhidrat, mula-mula ditimbang 10 gr CuSO4.5H2O yang dilarutkan dalam 20 mL
NH4OH. Ligan NH4OH akan mendesak ligan H2O dari CuSO4.5H2O sehingga warna larutan
menjadi biru tua, Larutan yang berwarna biru tua ini menandakan bahwa di dalam larutan
tersebut mengandung kompleks dari Cu, dimana pancaran warna dari larutan yang mengandung
kompleks Cu akan menyerap warna lain dan memancarkan warna biru tua. Penambahan ligan
pada larutan berhidrat menyebabkan terbentuknya senyawa kompleks akibat terjadinya
pertukaran molekul air dengan NH3 secara berurutan. Penambahan 20 mL etanol bertujuan untuk
memicu terbentuknya endapan. Setelah itu larutan didinginkan untuk menurunkan suhu sehingga
kelarutan berkurang dan terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk disaring dan kemudian
dikeringkan untuk menguapkan sisa filtrat sehingga didapat kristal Tembaga(II) Tetra Amin
adalah NH3. Karakteristik kristal Tembaga (II) Tetra Amin Sulfat Berhidrat berwarna biru keruh,
dan kasar. Persamaan reaksi yang terjadi yaitu :

CuSO4.5H2O + 2NH4OH → Cu(OH)2 + (NH4)2SO4

Cu(OH)2 + CH3OH → Cu(OH)2 + CH2OH

Cu(OH)2 + (CH3)2O → CuO + CH3OH

Fungsi perlakuan : Penimbangan untuk mengetahui massa kristal awal dan massa kristal yang
terbentuk secara akurat, Pengadukan untuk mempercepat terjadinya reaksi akibat energi kinetik
yang semakin besar, Pencampuran kedua zat berfungsi agar kedua zat dapat saling bereaksi
sehingga terbentuk senyawa baru, Pendinginan untuk mencapai derajat jenuh pada larutan
sehingga endapan lebih cepat terbentuk, Penyaringan untuk memisahkan endapan senyawa
kompleks yang terbentuk dari filtratnya, Pengeringan untuk menguapkan pelarut sehingga
diperoleh kristal yang kering tanpa mengandung air

Fungsi reagen : CuSO4.5H2O sebagai bahan baku atau bahan utama dalam pembuatan garam
Cu(NH4)2(SO4)2.6H2O yaitu sebagai penyedia atom pusat Cu2+ yang berikatan dengan ligan.
NH4OH sebagai ligan yang mendesak molekul air lalu berikatan dengan Cu2+. Etanol 70% untuk
memekatkan larutan sehingga memicu endapan cepat terbentuk

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan garam anorganik adalah :

1. Sifat Solute dan Solvent : Solute yang polar akan larut dalam solvent yang polar pula, solute
yang non polar akan larut dalam solvent yang non polar pula.

2. Cosolvensi: Consolvensi adalah peristiwa kenaikan kelarutan suatu zat karena adanya
penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut.

3. Temperatur: Zat padat yang bersifat endoterm kelarutannya bertambah ketika suhu dinaikkan
karena pada proses kelarutannya membutuhkan panas.

4. Pembentukan Kompleks: Pembentukan kompleks adalah peristiwa terjadinya interaksi antara


senyawa tak larut dengan zat yang larut dengan membentuk garam kompleks.
Senyawa kompleks berhidrat adalah garam yang mengandung molekul air dalam
perbandingan tertentu yang terikat baik pada atom pusat atau terkristalisasi dengan senyawa
kompleks. Senyawa kompleks anhidrat adalah senyawa yang kehilangan atau tidak memilki
molekul air.

Faktor kesalahan dalam percobaan :

-Kesalahan dalam penambahan reagen atau dalam penimbangan kristal

-Pengadukan yang tidak sempurna

-Pengeringan yang berlebihan

- Pendinginan campuran yang kurang lama sehingga endapan tidak terbentuk maksimal

- Hibridisasi dari ion Amonium Sulfat Berhidrat

Konfigurasi dari : Cu2+ = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d9

Untuk mengetahui benar atau tidaknya kompleks yang terbentuk dapat dilakukan dengan
pengujian rumus molekulnya. Padatan Cu yang telah terbentuk dilarutkan dalam HNO3, ketika
Cu ditambahkan HNO3 pekat,Cu langsung larut dan timbul gas berwarna coklat dan gas berbau
kaporit serta dasar tabung yang hangat dan warna larutannya biru. Hal ini karena terbentuknya
Cu(NO3)2 dimana ion nitrat merupakan oksidator kuat dari H+ itu sendiri yang menyebabkan
logam larut karena HNO3 mengoksidasi Cu menjadi Cu2+ sehingga Cu mengalami kenaikan
bilangan oksidasi dari 0 menjadi +2. Selain itu yang berwarna coklat merupakan gas NO2 dengan
biloks +4 dan dasar tabung hangat akibat terjadinya pelepasan panas/eksoterm. Selanjutnya Cu
direaksikan dengan larutan HNO3 menghasilkan warna larutan biru dan gas yang terbentuk
berwarna putih dan lama-kelamaan berubah menjadi biru serta terdapat jelaga hitam,proses
pelarutan tembaga ini lebih lama dibandingkan HNO3. Gas yang terbentuk juga berbeda akibat
HNO3 yang lebih encer dimana gas yang terbentuk yaitu NO dengan biloks +2. NO sangat mudah
teroksidasi diudara berubah menjadi NO2 karena sifat dari nitrogen yang tidak stabil. Logam Cu
mereduksi nitrogen sehingga biloksnya berubah dari +5 menjadi +2. Warna biru pada larutan
menunjukkan terbentukknya Cu2+. Setelah larut, kemudian larutan di titrasi dengan Pb asetat. Pb
asetat bersifat basa sehingga latutan digunakan untuk menetralkan larutan yang bersifat asam.
Reaksi yang terbentuk adalah

CuO + HNO3 → CuNO3 + OH-

CuNO3 + Pb-Asetat → Cu-Asetat + PbNO3


CuO + H2O → Cu(OH)2 + H+

Cu(OH)2 + HCl → CuCl2 + H2O

Selanjurnya setelah dititrasi dan dihitung konsentrasi dari maasing masing larutan dan dihitung
nilai absorbansinya. Didapatkan kurva absorbansi dengan nilai : y = 2,804x - 0,004. Dari nilai Y
dapat ditentukan persen rendemen Cu dan perbandingan rumus molekul dari senyawa. Dari hasil
yang diperoleh, komplek Cu yang dihitung persen rendemen Cu sebesar 82,399%. Dan garam
kompleks Cu yang didapat adalah Cu(NH3)4.(SO4) 2

y = 2.8043x - 0.0049 Grafik hubungan konsentrasi terhadap


R² = 0.9967
absorbansi
0.8

0.6
absorbansi

0.4

0.2

0
0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3
konsentrasi

Pada percobaan kedua yaitu sintesis kompleks besi-askorbat yang digunakan sebagai obat
Anemia, Kekurangan zat besi dapat menyebabkan anemia, atau lebih tepat disebut sebagai
Anemia. Defisiensi Besi (ADB) yang dicirikan oleh sel darah merah dengan konsentrasi
hemoglobin rendah. RDA (Reference Dose Allowance) untuk besi adalah 8 mg per hari untuk
laki- laki dan perempuan sampai usia 51 tahun, sementara untuk wanita umur 19-50 tahun adalah
18 mg/ hari. Kebutuhan zat besi untuk wanita dalam usia produktif relatif besar karena wanita
kehilangan darah setiap bulan pada saat menstruasi dan kehamilan/kelahiran (Goldhaber, 2003).

Anemia defisiensi zat besi adalah kondisi seseorang yang tidak memiliki zat besi yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya atau pengurangan sel darah karena kurangnya zat
besi. Defisiensi zat besi terjadi jika kecepatan kehilangan atau penggunaan unsur tersebut
melewati kecepatan asimilasinya. Penurunan cadangan zat besi selain pada kasus anemia,
diantaranya dijumpai pada bayi dan remaja yang merupakanmasa terbanyak penggunaan zat besi
untuk pertumbuhan. Bayi yang lahir dari perempuan dengan defisiensi besi jarang sekali
mengalami anemia tetapi memang memiliki cadangan zat besi yang rendah. ASI merupakan
sumber zat besi yang signifikan bagi bayi Kebanyakan obat tidak diambil sebagai bahan kimia
murni tetapi diformulasikan dalam bentuk sediaan farmasi seperti tablet dikompresi,berkelanjutan
merilis produk, solusi dan suntikan. Properti fisikokimia obat merupakan faktor penting yang bisa
mengganggu bioavailabilitas dan bentuk sediaan akhir. Bentuk padat suatu senyawa
mempengaruhi keseimbangan sifat solid termasuk ukuran partikel, densitas, aliran, keterbasahan,
luas permukaan, kelarutan dan higroskopisitas. Ini juga memiliki dampak pada
manufakturabilitas dan kinerja klinis produk obat. Keterbasahan, luas permukaan, kelarutan dapat
mempengaruhi dampak potensial terhadap produk obat. Garam besi Asam askorbat (II)
ditunjukkan pada gambar berikut:

Sampel yang digunakan adalah Vitamin C. Vitamin C atau asam askorbat merupakan
vitamin dengan berat molekul 178 dan rumus molekul C6O8H8 . Asam L-askorbat (C6H8O6)
adalah nama trivial vitamin C. Nama kimianya adalah 2-oxo-Lthreo-hexono-1 ,4-lakton-2,3-
enodiol. Asam L-askorbat dan asam dehidroaskorbat adalah bentuk utama yang mempunyai
aktivitas vitamin C. Asam askorbat dalam bentuk kristal tak berwarna, titik cair 1 90-1 92 °C,
bersifat larut dalam air dan sedikit larut dalam aseton atau alkohol yang mempunyai berat
molekul rendah.

Sifat Vitamin C: Vitamin C sukar larut dalam chloroform, eter, dan benzene. Dengan
logam membentuk garam. Sifat asam ditentukan oleh ionisasi enolgroup pada atom C nomor
pada pH rendah v itamin C lebih stabil daripada pH tinggi(bersifat stabil terhadap asam, tidak
stabil terhadap basa). Vitamin C mudah teroksidasi, lebih-lebih bila terdapat katalisator Fe, Cu,
enzim askorbat oksidase, sinar, temperatur y ang tinggi. Larutan encer v itamin C pada pH kurang
dari 7 ,5 masih stabil apabila tidak ada katalisator seperti diatas. Oksidasi v itamin C akan
terbentuk asam dehidroaskorbat (Sudarmadji, 2003). Vitamin C dapat berbentuk asam L-askorbat
dan asam L-dehidroaskorbat. Keduany a mempunyai keaktifan sebagai v itamin C. asam askorbat
sangat mudah teroksidasi secara reversible menjadi asam L-dehidroaskorbat. Asam L-
dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi
asam L-diketogulonat y ang tidak memiliki keaktifan vitamin C lagi (Winarno, 2002). Sebagian
besar besi yang diserap di bagian atas dari usus kecil yang duodenum dan bagian atas jejunum.
Sel mukosa mengandung pembawa besi intraseluler. Beberapa zat besi dipasok ke mitokondria
oleh operator, namun sisanya dibagi antara apoferritin dalam sel mukosa dan transferrin, yang
merupakan besi pengangkutan polipeptida dalam plasma. Apoferritin, yang juga ditemukan
dibanyak jaringan lain menggabungkan dengan besi untuk membentuk Feritin. Asam askorbat
memainkan peran penting dalam gerakan besi plasma untuk depot penyimpanan di jaringan. Ada
juga bukti bahwa asam askorbat meningkatkan pemanfaatan besi, dengan aksinya mengurangi
dan mungkin memiliki efek langsung pada eritropoiesis.

Penelitian oleh Istiharoh (2005) menunjukkan pentingnya suplementasi zat besi dan
vitamin C pada remaja putri usia SMA. Keduanya perlu diteliti karena adanya fakta bahwa
absorbsi zat besi dapat ditingkatkan apabila terdapat kadar vitamin C yang cukup. Hasil
penelitian menunjukan bahwa 80,49% remaja putri tergolong anemia dan 19,51% tergolong
normal, sebelum mengkonsumsi suplemen tablet besi dan suplemen vitamin C. Setelah
mengkonsumsi suplemen tablet besi dan suplemen vitamin C, hanya 26,83% yang tergolong
anemia, dan 73,17% tergolong normal. Pemberian suplemen tablet besi dan suplemen vitamin C
secara bersamaan berpengaruh secara signifikan terhadap kadar hemoglobin pada remaja putri.
Penggunaan suplemen zat besi bekerja secara sinergis dengan asupan vitamin C (asam askorbat)
dalam mengatasi anemia defisisensi besi. Oleh karena itu produksi suplemen dengan mensintesis
senyawa baru dari ion Fe dengan asam askorbat menjadi Fe(II) atau Fe(III) askorbat merupakan
upaya yang prospektif untuk membentuk suplemen baru anti anemia.

FeSO4.7H2O + H2O → Fe(OH)2 + H2SO4

H2C6H6O6 + Fe(OH)2 → Fe(C6H6O6)2 + 2 H2O

Fe(C6H6O6)2 + 2(CH3)O → FeO2 + 2CH3C6H6O6

massa besi askorbat yang dihasilkan dari percobaan 0,4 gram dan persen kadarnya sebesar
85,47%.

Pada percobaan ketiga, dilakukan pengkomplekan besi sitrat dari karat pada botol,
langkah pertama adalah mencuci botol dengan detergen yang berfungsi untuk menghilangkan
pengotor yang menempel pada botol dan untuk membuktikan bahwa yang menempel pada botol
adalah logam atau pengotor. Logam tidak dapat larut dalam detergen, sehingga ketika botol
dibersihkan akan menyisakan logam yang masih menempel. Logam kemudian dilarutkan dalam
etanol dan asam sitrat sampai karat larut. Reaksi yang terjadi antara asam sitrat dengan etanol
adalah esterifikasi yang menghasilkan ester dari reaksi antara alkohol dan karboksilat.

Reaksi yang terjadi :

H5O(COOH)3 + C2H5OH → C3H5O(OH)3 + C2H5COOH


C2H5O(OH)3 + Fe2+ → (C3H5O)2Fe3 + OH-

C3H5O(COOH)3 + Fe2+ → (C3H5O)2Fe2 + HCOO-

absorbansi terhadap panjang gelombang


0.005

0.004
y = -4E-07x + 0.0029
absorbansi

0.003 R² = 0.0046

0.002 absorbansi
Linear (absorbansi )
0.001

0
0 200 400 600 800 1000
panjang gelombang

Dari hasil percobaan didapatkan nilai grafik y = -4E-07x + 0,002 dan nilai absorbansi rata rata
sampel sebesar 2,7333 x 10-3 dan konsentrasinya 0,1913 M dan kadar Fe dalam senyawa
kompleks sebesar 9,46%.

Selanjutnya dilakukan percobaan tanpa menggunakan etanol, dan digantikan dengan air. Hasilnya
ketika dihitung nilai absorbansinya adalah negatif sehingga percobaan tidak dilanjutkan. Hasil
negatif dapat disebabkan karena pengunaan botol yang sama sehingga masih ada pengaruh dari
etanol yang menyebabkan pengukuran menjadi tidak akurat.

Banyak kompleks logam transisi memiliki warna yang khas. Hal ini berarti ada absorpsi
di daerah sinar tampak dari elektron yang dieksitasi oleh cahaya tampak dari tingkat energi
orbital molekul kompleks yang diisi elektron ke tingkat energi yang kosong. Bila perbedaan
energi antar orbital yang dapat mengalami transisi disebut ΔΕ, frekuensi absorpsi ν diberikan oleh
persamaan ΔΕ = hν. Transisi elektronik yang dihasilkan oleh pemompaan optis (cahaya)
diklasifikasikan secara kasar menjadi dua golongan. Bila kedua orbital molekul yang
memungkinkan transisi memiliki karakter utama d, transisinya disebut transisi d-d atau transisi
medanligan, dan panjang gelombang absorpsinya bergantung sekali pada pembelahan medan
ligan. Bila satu dari dua orbital memiliki karakter utama logam dan orbital yang lain memiliki
karakter ligan, transisinya disebut transfer muatan. Transisi transfer muatan diklasifikasikan atas
transfer muatan logam ke ligan (metal (M) to ligand (L) charge-transfers (MLCT)) dan transfer
muatan ligan ke logam (LMCT).
Karena analisis spektra kompleks oktahedral cukup mudah, spektra kompleks ini telah
dipelajari dengan detail beberapa tahun. Bila kompleks memiliki satu elektron d, analisisnya
sangat sederhana. Misalnya, Ti dalam [Ti(OH2)6] 3+ adalah ion d1, dan elektronnya menempati
orbital t2g yang dihasilkan oleh pembelahan medan ligan oktahedral. Kompleksnya bewarna
ungu akibat absorpsi pada 492 nm (20300 cm-1) berhubungan dengan pemompaan optis elektron
d ke orbital eg. Namun, dalam kompleks dengan lebih dari satu elektron d, ada interaksi tolakan
antar elektron, dan spektrum transisi d-d memiliki lebih dari satu puncak. Misalnya kompleks d3
[Cr(NH3)6]3+ menunjukkan dua puncak absorpsi d-d pada 400 nm (25000 cm-1), menyarankan
bahwa kompleksnya memiliki dua kelompok orbital molekul yang memungkinkan transisi
elektronik dengan probabilitas transisi uang besar. Hal ini berarti, bila tiga elektron di orbital t2g
dieksitasi ke orbital eg, ada perbedaan energi karena interaksi tolakan antar elektron.
Jadi warna itu muncul akibat interaksi optis (pemompaan optis/cahaya) ligan dengan atom pusat
setelah dalam bentuk senyawa kompleksnya.kompleks yang tidak berwarna dapat diakibatkan
oleh tidak adanya elektron yang tidak berpasangan yang dapat mengalami eksitasi.

Kesimpulan :

Didapatkan kurva absorbansi dengan nilai : y = 2,804x - 0,004. Dari nilai Y dapat ditentukan
persen rendemen Cu dan perbandingan rumus molekul dari senyawa. Dari hasil yang diperoleh,
komplek Cu yang dihitung persen rendemen Cu sebesar 82,399%. Dan garam kompleks Cu yang
didapat adalah Cu(NH3)4.(SO4) 2

Dari hasil percobaan, sintesis besi askorbat massa besi askorbat yang dihasilkan dari percobaan
0,4 gram dan persen kadarnya sebesar 85,47%.

Dari hasil percobaan didapatkan nilai grafik y = -4E-07x + 0,002 dan nilai absorbansi rata rata
sampel sebesar 2,7333 x 10-3 dan konsentrasinya 0,1913 M dan kadar Fe dalam senyawa
kompleks sebesar 9,46%.
Selanjutnya dilakukan percobaan tanpa menggunakan etanol, dan digantikan dengan air. Hasilnya
ketika dihitung nilai absorbansinya adalah negatif sehingga percobaan tidak dilanjutkan. Hasil
negatif dapat disebabkan karena pengunaan botol yang sama sehingga masih ada pengaruh dari
etanol yang menyebabkan pengukuran menjadi tidak akurat.

Jadi warna itu muncul akibat interaksi optis (pemompaan optis/cahaya) ligan dengan atom pusat
setelah dalam bentuk senyawa kompleksnya.kompleks yang tidak berwarna dapat diakibatkan
oleh tidak adanya elektron yang tidak berpasangan yang dapat mengalami eksitasi.

Daftar Pustaka

Cotton, F. A., G. Wilkinson, (1988), Advanced Inorganic Chemistry, Fifth edition, Jhon Wiley
and Sons, New York.

Erfolgkimia.2013.Vitamin C.Situs: http://www.erfolgkimia.com/2013/06/vitamin-c.html. diakses


pada 3 November 2015.

Kun Sri Budiasih, A.K. Prodjosantoso, Septiyantinur.2011. JURNAL BESI (II) DAN BESI (III)
ASKORBAT: SINTESIS DAN PROSPEK BIOFUNGSI SEBAGAI SUPLEMEN ANTI
ANEMIA. Jurdik Kimia FMIPA UNY

Sukardjo. 1989. Kimia Anorganik. Rineka Cipta. Yogyakarta.

Suhendar, Dede.2015.Buku Panduan Praktikum Kimia Anorganik.Bandung: UIN Bandung.

Svehla, G. 1990. Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Bagian I. PT Kalman Media
Pusaka : Jakarta

DIVAKAR R. JAISWAR, PURNIMA D. AMIN.2011. JURNAL SOLID-STATE


CHARACTERIZATION OF FERROUS ASCORBATE. Department of Pharmaceutical
Sciences and Technology, Institute of Chemical Technology, Matunga, Mumbai-400019,
Maharashtra,
absorbansi terhadap panjang gelombang
0.005

0.004
y = -4E-07x + 0.0029
absorbansi

0.003 R² = 0.0046

0.002 absorbansi
Linear (absorbansi )
0.001

0
0 200 400 600 800 1000
panjang gelombang

Anda mungkin juga menyukai