Neuropati
Neuropati
PENDAHULUAN
Neuropati didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi saraf baik perifer maupun sentral
bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis (akibat kemoterapi),
metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes zoster. Nyeri pada
neuropati bisa muncul spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus atau kombinasi.
Nyeri neuropatik juga disebut sebagai nyeri kronik berbeda dengan nyeri akut
atau nosiseptif dalam hal etiologi, patofisiologi, diagnosis dan terapi. Nyeri akut adalah
nyeri yang sifatnya self-limiting dan dianggap sebagai proteksi biologik melalui signal
nyeri pada proses kerusakan jaringan. Nyeri pada tipe akut merupakan simptom akibat
kerusakan jaringan itu sendiri dan berlokasi disekitar kerusakan jaringan dan mempunyai
efek psikologis sangat minimal dibanding dengan nyeri kronik. Nyeri ini dipicu oleh
keberadaan neurotransmiter sebagai reaksi stimulasi terhadap reseptor serabut alfa-delta
dan C polimodal yang berlokasi di kulit, tulang, jaringan ikat otot dan organ visera.
Stimulus ini bisa berupa mekhanik, kimia dan termis, demikian juga infeksi dan tumor.
Reaksi stimulus ini berakibat pada sekresi neurotransmiter seperti prostaglandin,
histamin, serotonin, substansi P, juga somatostatin (SS), cholecystokinin (CCK),
vasoactive intestinal peptide (VIP), calcitoningenen-related peptide (CGRP) dan lain
sebagainya. Nyeri neuropatik adalah non-self-limiting dan nyeri yang dialami bukan
bersifat sebagai protektif biologis namun adalah nyeri yang berlangsung dalam proses
patologi penyakit itu sendiri. Nyeri bisa bertahan beberapa lama yakni bulan sampai
tahun sesudah cedera sembuh sehingga juga berdampak luas dalam strategi pengobatan
termasuk terapi gangguan psikologik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Neuropati merupakan proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer,
berupa proses demielinisasi atau degenerasi aksonal atau kedua-duanya. Sususan saraf
perifer mencakup saraf kranial (kecuali N. opticus dan N. olfaktorius), saraf spinal
dengan akar saraf serta cabang-cabangnya, saraf tepi dan bagian-bagian tepi dari susunan
saraf otonom.
Saraf perifer yang terkena meliputi semua akar saraf spinalis, sel ganglion radiks
dorsalis, semua saraf perifer dengan semua cabang terminalnya, susunan saraf otonom,
dan nervus cranialis kecuali opticus dan olfaktorius.
2.2 Etiologi
Adapun etiologi dari neuropati adalah sebagai berikut:
1. Metabolik : Diabetes, penyakit ginjal, porfiria
2. Nutrisional : Defisiensi B1, B6, B12 dan asam folat
Defisiensi tiamin, asam nikotinat dan asam pentotenat mempengaruhi metabolisme
neuronal dengan menghalangi oksidasi glukosa. Defisiensi ini dapat terjadi pada
kasus malnutrisi, muntah-muntah, kebutuhan meningkat seperti pada masa
kehamilan, atau pada alkoholisme.
3. Toksik (bahan metal dan obat-obatan) : Arsenik, merkuri, kloramfenikol dan
metronidazol, karbamazepin, phenytoin.
Timah dan logam berat akan menghambat aktivasi enzim dalam proses aktifitas
oksidasi glukosa sehingga mengakibatkan neuropati yang sulit dibedakan dengan
defisiensi vitamin B.
4. Keganasan
5. Trauma
6. Infeksi-inflamasi : Lepra, Difteri
7. Autoimun : immune-mediated demyelinating disorders
8. Genetik
2.3 Epidemiologi
Neuropati merupakan suatu penyakit saraf yang sering ditemukan di klinik.
Penyakit ini mengenai semua umur, terbanyak pada usia remaja dan pertengahan, serta
laki-laki relatif lebih banyak daripada wanita.
Kerusakan saraf perifer dialami oleh 2,4% populasi di dunia. Prevalensi ini akan
meningkat 8% seiring bertambahnya usia. Penyebab polineuropati yang paling sering
dijumpai adalah polineuropati sensorimotor diabetik, dimana 66% penderita DM tipe 1
dan 59% penderita DM tipe 2 mengalami polineuropati. Sedangkan polineuropati genetik
yang paling sering adalah akibat Charcot-Marie-Tooth type 1a, dimana 30 dari 100.000
populasi mengalaminya. Mononeuropati terbanyak disebabkan oleh carpal tunnel
syndrome yang prevalensinya 3% - 5% dari populasi orang dewasa.
2.4 Klasifikasi
Polineuropati
Lesi utama pada polineuropati adalah pada neuron sehingga bisa juga disebut
neuronopati. Gejala yang mula-mula mencolok adalah pada ujung saraf yang terpajang.
Disini didapatkan degenerasi aksonal, sehingga penyembuhan dapat terjadi jika ada
regenerasi aksonal. Proses disini lambat dan sering tidak semua saraf terkena lesi
tersebut. Gangguan bersifat simetris pada kedua sisi. Tungkai lebih dulu menderita
dibanding lengan. Gangguan sensorik berupa parastesia, disestesia, dan perasaan baal
pada ujung jari kaki yang dapat menyebar kearah proksimal sesuai dengan penyebaran
saraf tepi, ini disebut sebagai gangguan sensorik dengan pola kaus kaki. Kadang
parastesia dapat berupa perasaan yang aneh yang tidak menyenangkan, rasa terbakar.
Nyeri pada otot dan sepanjang perjalanan saraf tepi jarang dijumpai.
Kelemahan otot awalnya dijumpai pada bagian distal kemudian menyebar kearah
proksimal. Atrofi otot, hipotoni dan menurunnya reflex tendon dapat dijumpai pada fase
dini, sebelum kelemahan otot dijumpai. Saraf otonom dapat juga terkena sehingga
menyebabkan gangguan tropik pada kulit dan hilangnya keringat serta gangguan
vaskuler prifer yang dapat menyebabkan hipotensi postural.
Cairan serebrospinal biasanya normal. Proses patologik pada sistem motorik dan
sensorik dapat mengalami gangguan yang tidak sama beratnya. Tidak jarang satu fungsi
masih normal sedangkan yang lain mengalami gangguan berat. Biasanya neuropati jenis
ini disebabkan oleh penyakit defisiensi, gangguan metabolisme dan intoksikasi.
Radikulopati
Lesi utama yaitu pada radiks bagian proksimal, sebelum masuk ke foramen
intervertebralis. Pada kasus ini dijumpai proses demielinisasi yang disertai degenerasi
aksonal sekunder. Demielinisasi diduga sebagai akibat reaksi alergi.
Reaksi serupa dapat dijumpai pada binatang percobaan dengan memberikan
imunisasi lanjutan jaringan saraf. Pada manusia dijumpai pada neuritis difteria dan
Guillian-Barre syndrome. Oleh karena lesi terjadi disekitar ruangan subarakhnoid maka
akan terjadi reaksi pada CSF yang disebut sebagai disosiasi sitoalbumin, dimana protein
meningkat dan sedikit perubahan pada jumlah sel.
Gangguan sensorik sangat bervariasi, kadang-kadang berupa gangguan
segmental, pola kaus kaki dan juga dapat normal tanpa kelainan. Kelemahan otot dapat
terjadi pada bagian proksimal maupun distal pada tungkai. Atrofi tidak begitu nyata
dibandingkan pada poli neuropati. Refleks-refleks dapat menurun sampai menghilang.
Mononeuropati
Pada mononeuropati terjadi lesi perifer lokal yang disebabkan oleh infeksi,
kompresi, atau iskemik pada satu saraf. Gangguan motorik maupun sensorik hanya
terbatas pada satu saraf yang terkena. Lesi pada berbagai saraf perifer yang bersifat
simetris yang disebut mononeuropati multipleks sebagai komplikasi penyakit kolagen.
2.5 Patofisiologi
Sistem persarafan terdiri dari neuron dan neurologia yang tersusun membentuk
system saraf pusat dan perifer. Sistem saraf pusat itu dibagi menjadi otak dan medulla
spinalis sedangkan system saraf tepi merupakan system saraf diluar system saraf pusat
yang membawa pesan dan system saraf tepi/ perifer adalah perpanjangan medulla
spinalis disebut system saraf spinal.
Sistem saraf cranial terbagi menjadi 12 saraf dan system saraf spinal 3 saraf di tiap
saraf tersebut terdapat saraf motorik, sensorik, maupun otonom. Saraf motorik adalah
saraf yang membawa pesan dari otak ke tubuh dan bertanggung jawab terhadap
kemampuan bergerak dari bagian tubuh seperti tangan dan kaki. Saraf sensorik adalah
saraf yang membawa informasi dari organ (contoh: kulit) ke system saraf pusat dan
diproses dalam bentuk sensasi, contohnya: rasa raba, perubahan suhu, dan vibrasi. Saraf
otonom adalah seperti detak jantung, tekanan darah, pernafasan, pencernaan, dan fungsi
kandung kemih
Potensial aksi yang terbentuk di salah satu jenis organ reseptor dihantarkan kearah
sentral disepanjang serabut aferen, yang merupakan penonjolan perifer neuron somatosik
pertama yang badan sel nya terletak di ganglion radikal dorsalis.
Serabut aferen dari area tubuh tertentu berjalan bersamaan disusunan saraf tepi, saraf
tersebut tidak hanya mengandung serabut untuk sensasi superfisial dan dalam serabut
aferen somatik, tetapi juga serabut aferen otot lurik (serabut eferen somatik) dan serabut
yang mensarafi organ dalam, kelenjar keringat, dan otot polos pembuluh darah (serabut
aferen visceral dan serabut eferen visceral)
Serabut atau akson semua jenis bergabung bersama di dalam rangkaian selubung
jaringan ikat (endononium, perinokornium, dan epinorium) untuk membentuk kabel
saraf prenorium juga mengandung pembuluh darah yang menyuplai saraf (vasa
nervosum).
Secara umum neuropati perifer terjadi akibat 3 proses patologi yaitu degenerasi
wallerian, degenerasi aksonal dan demielinisasi segmental. Proses spesifik dari beberapa
penyakit yang menyebabkan neuropati masih belum diketahui.
Pada degenerasi wallerian, terjadi degenerasi myelin sebagai akibat dari kelainan
pada akson. Degenerasi akson berlangsung dari distal sampai lesi fokal sehingga merusak
kontinuitas akson. Reaksi ini biasanya terjadi pada mononeuropati fokal akibat trauma
atau infark saraf perifer.
Degenerasi aksonal, yang biasanya disebut dying-back phenomenon, kebanyakan
menunjukkan degenerasi aksonal pada daerah distal. Polineuropati akibat degenerasi
akson biasanya bersifat simetris dan selama perjalanan penyakit akson berdegenerasi dari
distal ke proksimal. Proses ini sering didapatkan pada penderita polineuropati kausa
metabolik.
Pada degenerasi akson dan Wallerian, perbaikannya lambat karena menunggu
regenerasi akson, disamping memulihkan hubungan dengan serabut otot, organ sensorik
dan pembuluh darah.
Pada demielinisasi segmental terjadi degenerasi fokal dari myelin. Reaksi ini
dapat dilihat pada mononeuropati fokal dan pada sensorimotor general atau neuropati
motorik predominan. Polineuropati demielinasi segmental yang didapat biasanya akibat
proses autoimun atau yang berasal dari proses inflamasi, dapat pula terdapat pada
polineuropati herediter. Pada kelainan ini perbaikan dapat terjadi secara cepat karena
yang diperlukan hanya remielinisasi.
Pada polineuritis idiopatik akut dapat terjadi infiltrasi limfosit, sel plasma dan sel
mononuklear pada akar-akar saraf spinalis, sensorik dan ganglion simpatis dan saraf
perifer. Pada polineuropati difteri terjadi demielinisasi pada serat-serat saraf di akar dan
ganglion sensorik dengan reaksi inflamasi.
Mekanisme yang mendasari neuropati perifer tergantung dari kelainan yang
mendasarinya. Diabetes sebagai penyebab tersering, dapat mengakibatkan neuropati
melalui peningkatan stress oksidatif yang meningkatkan Advance Glycosylated End
products (AGEs), akumulasi polyol, menurunkan nitric oxide, mengganggu fungsi
endotel, mengganggu aktivitas Na/K ATP ase, dan homosisteinemia. Pada
hiperglikemia, glukosa berkombinasi dengan protein, menghasilkan protein glikosilasi,
yang dapat dirusak oleh radikal bebas dan lemak, menghasilkan AGE yang kemudian
merusak jaringan saraf yang sensitif. Selain itu, glikosilasi enzim antioksidan dapat
mempengaruhi sistem pertahanan menjadi kurang efisien.
1. Penatalaksanaan Farmakologik
- Terapi kausatif
Neuropati perifer disebabkan oleh banyak penyebab. Kausa yang paling bisa
ditatalaksanai meliputi diabetes melitus, hipotiroidisme, dan defisiensi vitamin
neurotropik. Adapula obat yang merangsang proteosintesis untuk regenerasi sel
Schwann diantaranya metilkobalamin (derivat B12) dengan dosis 1500 mg/hari
selama 6-10 minggu, gangliosid (intrinsik membran sel neuron) dengan dosis 2 x 200
mg intramuskuler selama 8 minggu.
- Simptomatis : analgetik, antiepileptik misalnya gabapentin (neurontin), topiramate
(topamax), carbamazepine (tegretol), pregabalin (lyrica)] dan antidepresan (misalnya
amitriptilin). Obat-obat narkotika dapat digunakan dalam mengobati nyeri neuropatik
kronik pada pasien tertentu.
- Vitamin neurotropik : B1, B6, B12, asam folat
Penatalaksanaan Non-farmakologik
Terapi suportif seperti menurunkan berat badan, diet dan pemilihan sepatu yang
sesuai ukuran, nyaman, dan tidak menyebabkan penekanan juga dapat membantu.
Fisioterapi, mobilisasi, masase otot dan gerakan sendi.
Sasaran pengobatan neuropati perifer adalah mengontrol penyakit yang
mendasarinya dan menghilangkan gejala (simptomatis). Yang pertama dilakukan adalah
menghentikan penggunaan obat-obatan atau bahan yang menjadi pencetus, memperbaiki
gizi (pada defisiensi vitamin neurotropik), dan mengobati penyakit yang mendasarinya
(seperti pemberian kortikosteroid pada immune-mediatedneuropathy). Neuropati
inflamasi akut membutuhkan penanganan yang lebih cepat dan agresif dengan pemberian
immunoglobulin dan plasmapheresis.
BAB III
KESIMPULAN
Nyeri neuropatik yang didefinisikan sebagai nyeri akibat lesi jaringan saraf baik
perifer maupun sentral bisa diakibatkan oleh beberapa penyebab seperti amputasi, toksis
(akibat khemoterapi) metabolik (diabetik neuropati) atau juga infeksi misalnya herpes
zoster pada neuralgia pasca herpes dan lain-lain. Nyeri pada neuropatik bisa muncul
spontan (tanpa stimulus) maupun dengan stimulus atau juga kombinasi. Meskipun
jarang, nyeri juga dihasilkan oleh kerusakan SSP, terutama jaras spinotalamik atau
talamus. Nyeri neuropatik secara sering sedemikian hebat dan tidak teratasi dengan
pengobatan nyeri standar.
Mekanisme yang mendasari munculnya nyeri neuropati adalah: sensitisasi
perifer, ectopic discharge, sprouting, sensitisasi sentral, dan disinhibisi. Perubahan
ekspresi dan distribusi saluran ion natrium dan kalium terjadi setelah cedera saraf, dan
meningkatkan eksitabilitas membran, sehingga muncul aktivitas ektopik yang
bertanggung jawab terhadap munculnya nyeri neuropatik spontan.
Pengobatan untuk nyeri neuropatik tidak hanya berupa pemberian golongan
OAINS dan golongan opioid namun juga dapat diberikan obat-obatan ajuvan berupa
golongan konvulsa, golongan antidepresan, kortikosteroid serta dapat diberikan
pengobatan non farmakologi berupa terapi rehabilitasi medik.