BPJS Kesehatan merupakan jaminan sosial nasional dimana berawal dari dibentuknya
Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang berubah menjadi BUMN
lalu berubah status menjadi PT Askes (Persero). Pada 1 Januari 2014, BPJS Kesehatan resmi
beroperasi.
Pemerintah memiliki suatu program yang diturunkan pada BPJS kesehatan yaitu Jaminan
Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage) yang bertujuan untuk menjangkau seluruh
Berbicara tentang UHC, pada dasarnya ini adalah hasil inisiasi dari organisasi sekelas
dunia yaitu World Health Organization (WHO) agar memicu seluruh negara untuk lebih
memperhatikan hak warganya terutama dalam aspek kesehatann. Selaras dengan target Indonesia
yang dimuat di undang-undang dasar dan undang-undang yang berlaku, maka pemerintah
menyuarakan penyelesaian target UHC yaitu pada awal tahun 2019 mendatang.
UHC merupakan target berskala nasional yang berifat komprehensif dan memperhatikan
aspek promotif, preventif kuratif, maupun rehabilitatif dengan target tercapainya pemerataan
pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Proyek skala nasional ini
selaras dengan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui sebuah badan
Indonesia tidak lama lagi akan memasuki fase terakhir dalam pelaksanaan Universal
Health Coverage (UHC) 2019. Semenjak diresmikannya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan pada tahun 2014, pemerintah dan lembaga terkait telah mengupayakan banyak
cara dalam menanam pola pikir hingga sektor individu dalam masyarakat dimana salah satunya
Selain itu, syarat keikutsertaan calon doter untuk internship adalah memiliki BPJS.
Namun, masih banyak warga Indonesia yang belum memiliki BPJS, bahkan mahasiswa
kedokteran yang nantinya akan bekerja di dunia era JKN. Pembuatan BPJS yang lama membuat
orang-orang enggan mengurus BPJS sehingga terutama basis kesehatan yang akan menjalani
internship akan terhambat akibat kurangnya persyaratan internship yaitu kepesertaan BPJS.
bagi seluruh Penduduk Indonesia pada tahun 2019 berlandaskan gotong royong yang
menjalankan tugasnya selama kurang lebih 5 tahun, program Universal Health coverage pun
merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan tarap kesehatan di masyarakat,. Namun
system BPJS ini perlu banyak dibenahi karena masih banyak yang harus dievaluasi mulai dari
sekitar 75% dari total penduduk di Indonesia. Sedangkan 3 bulan lagi atau pada 1
Januari 2019 Indonesia mentargetkan 100% kepesertaan BPJS atau minimal 95%.
Pencapaian UHC ini sangat sulit dicapai karena jangkauan informasi mengenai pentingnya
melalui JKN Mobile, iklan youtube, sosialisasi lewat tv, radio namun tidak semua kalangan
masyarakat sudah mandiri untuk menggunakan internet terutama mengenai aspek JKN
Mobile sehingga usaha tersebut pun terbilang kurang efektif. Selain itu, upaya-upaya yang
telah dilakukan BPJS tersebut nyatanya kuranglah bergema diseluruh penjuru negri
Indonesia sehingga masyarakat kurang tersentuh dan familiar akan BPJS yang sebenarnya
Kurang bergemanya publikasi mengenai BPJS, dapat dilihat dari data kepersertaan yang
berasal dari mahasiswa Universitas Islam Bandung dan Universitas Kristen Maranatha
khususnya di Fakultas Kedokteran. Dari data yang telah didapatkan, menunjukkan bahwa
jumlah kepesertaan BPJS masih <60% padahal mahasiswa termasuk dalam golongan yang
sangat berdekatan dengan berbagai informasi baik melalui tv, radio atau pun youtube.
SOLUSI/REKOMENDASI:
1. BPJS aktif melakukan propaganda menggunakan iklan TV, radio, iklan instagram
(sponsor)
kesehatan (bayar mandiri ataupun BPJS) harus melampirkan kartu BPJS sebagai tanda
4. Setiap institusi diwajibkan untuk mencapai minimal 95% kepesertaan BPJS Kesehatan
kartu BPJS.
PERMASALAHAN:
Kepesertaan BPJS terutama masyarakat yang masuk dalam kategori Penerima Bantuan
Iuran (PBI) tidak dapat mendaftar BPJS secara mandiri, karena memerlukan persyaratan
yang lebih komplek dalam aspek persyaratan dan alur dibandingkan dengan peserta mandiri
antara lain :
a. Persyaratan
Mampu (SKTM).
PBI
b. Alur
kartu BPJS PBI atau kartu KIS. menunjukan bukti pembayaran untuk
mencetak kartu identitas BPJS
kesehatan
Alur pendaftaran harus secara kolektif oleh kepala daerah. PBI menjadi salah satu
Kesehatan Semesta.
SOLUSI/REKOMENDASI:
3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja sampai
4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu
lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan
10. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan
11. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupuntur, shin she,
(eksperimen);
15. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah; dan
16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan
3. Dalam keadaan tertentu, ketentuan sebagaimana dimaksud diatas tidak berlaku bagi
Peserta yang berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat
5. Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan dari
6. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan dari
undangan.
secepatnya untuk mencegah kematian, keparahan dan atau kecacatan, sesuai dengan
yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan setelah keadaan gawat daruratnya teratasi
e. Bagi Peserta yang dilayani di UGD yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan,
maka berlaku :
c. Tarif pelayanan gawat darurat oleh fasilitas kesehatan tingkat lanjutan sesuai
kepada Peserta berpedoman pada daftar obat, alat kesehatan, dan bahan medis
Kesehatan.
5) Penambahan dan/atau pengurangan daftar obat, Alat Kesehatan, dan
bahan medis habis pakai dalam Formularium Nasional dan Kompendium Alat
paket INA CBGs sesuai indikasi medis sampai kontrol berikutnya apabila
penyakit belum stabil. Resep tersebut dapat diambil di depo farmasi atau
tuberkolosa (TBC), malaria, kusta, dan penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri, diatur
secara tersendiri.
Obat Kemoterapi, Thalasemia dan Hemofilia
1) Di samping dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat III, pemberian obat
dengan input data pasien sesuai pelayanan thalasemia rawat inap dan
INA CBGs
Pada pelayanan rawat inap hemofilia A dan hemofilia B berlaku
kelas perawatan
Besaran penambahan hemofilia sebagaimana dimaksud di atas sesuai
berikut:
REGI KELAS
ONA RUMAH
L SAKIT
RSUPN RSKRN A (Rp) B (Rp) C (Rp) D (Rp)
(Rp)
(Rp)
REG I 12.178.43 10.898.88 9.908.07 7.914.23 6.298.828 5.272.740
7 5 7 5
9.997.25 7.985.46 6.355.517 5.320.195
0 3
10.026.9 8.009.20 6.374.414 5.336.013
74 6
10.175.5 8.127.71 6.468.896 5.415.104
95 9
10.264.7 8.199.14 6.525.586 5.462.559
68 7
Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang bekerja
kapitasi.
o Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelayanan obat program rujuk balik
Bayi baru lahir dari peserta PBI secara otomatis dijamin oleh BPJS Kesehatan. Bayi
tersebut dicatat dan dilaporkan kepada BPJS Kesehatan oleh fasilitas kesehatan
ke-7 (tujuh) sejak kelahirannya, mulai hari ke-8 (delapan) bayi tersebut tidak
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit
tertentu, meliputi:
a.diabetes mellitus tipe 2;
b.hipertensi;
c.kanker leher rahim;
d.kanker payudara; dan
e.penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri.
3) Pelayanan skrining kesehatan sebagaimana dimaksud pada di atas dimulai dengan
sekali.
4) Dalam hal Peserta teridentifikasi mempunyai risiko berdasarkan riwayat kesehatan
medis.
kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan disertai dengan upaya atau kegiatan
yang bekerjasama dengan BPJS atau pada kasus gawat darurat dari Fasilitas
Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dengan tujuan
1) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat
memberikan kompensasi.
2) Penentuan daerah belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang memenuhi syarat
Kesehatan.
3) Kompensasi sebagaimana dimaksud di atas diberikan dalam bentuk:
a. penggantian uang tunai;
b. pengiriman tenaga kesehatan; dan
c. penyediaan Fasilitas Kesehatan tertentu.
4) Kompensasi dalam bentuk penggantian uang tunai sebagaimana dimaksud di atas
Kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud diatas dapat bekerja sama dengan dinas
Rp 100.000,-
ii. Kompensasi uang tunai rawat inap tingkat pertama Rp 100.000,-
per hari.
b. Kompensasi uang tunai diberikan langsung kepada peserta berdasarkan klaim
yang diberikan.
PERMASALAHAN:
1. Adanya anggapan bahwa sistem rujukan BPJS Kesehatan terbatas dan tidak fleksibel
dimana peserta BPJS hanya boleh memilih satu fasilitas kesehatan untuk memperoleh
rujukan dan tidak dapat ke fasilitas kesehatan lain meskipun sama-sama bekerja sama
dengan BPJS. Keterbatasan tersebut dianggap menyulitkan orang yang sering bepergian
dan bekerja di tempat jauh. Padahal sejatinya dan nyatanya, sistem rujukan ini
dilaksanakan agar pelayanan pasien sesuai dengan kebutuhan medis dimana diharapkan
fungsi FKTP tidak hanya sebagai tempat berobat namun juga sebagai tempat masyarakat
memperoleh edukasi kesehatan untuk menjaga peserta yang sehat tetap sehat dan peserta
yang sakit tidak bertambah parah. Berdasarkan data BPJS Kesehatan per triwulan tahun
2015, tercatat hanya terdapat 2.236.379 rujukan FKTP ke rumah sakit dari total angka
tersebut amatlah baik adanya. Dan menurut data dari JKN mobile, mengenai poin
pelayanan masyarakat maka peserta BPJS dapat memperoleh pelayanan kesehatan pada
Fasilitas Kesehatan tingkat pertama diluar tempat peserta terdaftar apabila peserta
memang berada di luar wilayah Fasilitas Kesehatan tingkat pertama tempat peserta
sebelumnya menjamin operasi semua pasien katarak tetapi kini operasi hanya
dibatasi pada pasien yang memiliki visus dibawah 6/18 dan jika belum mencapai
angka tersebut maka pasien tidak akan mendapatkan jaminan operasi dari BPJS
Kesehatan. Tak hanya itu bahkan jumlah operasi katarak pun harus dibatasi kuota.
Menurut PB IDI, Ilham Oetama Marsis, kebutaan akibat katarak di Indonesia
merupakan salah satu yang tertinggi di dunia dan dengan adanya peraturan ini
pembatasan biaya BPJS Kesehatan untuk penjaminan bayi baru lahir dengan
kondisi sehat pasca operasi, caesar maupun per vaginam yang artinya klaim biaya
anak yang butuh perawatan khusus ditagih diluar paket persalinan. Menurutnya,
sistem paketan BPJS akan mempersulit kerja resusitasi dan akhirnya bayi dapat
berisiko cacat. Saat ini, BPJS hanya menjamin sekitar 4 juta untuk persalinan
caesar dari sebelumnya berkisar antara 7 juta padahal dengan sistem sebelumnya
pun pembiayaan persalinan sudah sangat terbatas. Prediksi kesehatan bayi tidak
bisa menjamin kondisi pasca kelahiran sehingga dengan keluarnya aturan ini
terapi akan dijamin oleh BPJS namun kedepannya yang dijamin hanya 2 kali
dalam seminggu. Menurut Ketua IFI (Ikatan Fisioterapi Indonesia) bahwa tingkat
cedera seseorang tersebut berbeda-beda sehingga ada yang butuh fisioterapi setiap
hari, sekali seminggu atau memang 2 kali seminggu apabila jaminan dibatasi jelas
tidak cocok karena fisioterapis pun punya standart pelayanan sendiri yang telah
diatur dalam PMK nomor 65/2015. Adanya peraturan ini dikhawatirkan akan
menyebabkan terapi yang tidak optimal dan disabilitas sulit untuk diatasi.
Tiga aturan baru tersebut dinilai bisa mengurangi defisit anggaran hingga Rp 360 Miliar
namun tetap saja aturan tersebut dianggap membatasi tindakan medis pada pasien
sehingga dokter dipaksa untuk melanggar sumpah karena melakukan praktik kedokteran
yang tidak sesuai standar keilmuan akibat intervensi BPJS. Selain itu, aturan ini juga
SOLUSI/REKOMENDASI:
1. BPJS mengadakan sosialisasi mengenai keuntungan berobat di FKTP dan bagaimana
Karena dengan adanya berita ini menyimpulkan masih kurang baiknya hubungan
kerja sama BPJS dengan pihak penjalan peraturan seperti Rumah Sakit dan dokter.
4. Keuangan – Defisit
PERMASALAHAN:
Menghadapi UHC 2019, BPJS kesehatan mengalami tantangan keuangan,
pemasukan dan pengeluaran BPJS Kesehatan tidak seimbang yaitu pada tahun 2017
pemasukan hanya mencapai 74,24 Triliun Rupiah, dari pengeluaran yang mencapai 84,4
Triliun Rupiah. Defisit keuangan BPJS Kesehatan hingga mencapai 4,8 triliun per Mei
2018. Pengeluaran BPJS Kesehatan tahun 2017 untuk operasi katarak mencapai Rp2,6
triliun. Kemudian, pembiayaan pelayanan bayi lahir sehat Rp1,1 triliun, dan pembiayaan
Direktur Jendral BPJS terkait 3 penyakit dengan pengeluaran terbesar. Defisit 10,2
Triliun membuat BPJS Kesehatan perlu memperketat atau merombak efisiensi dan
misi tersebut Namun, pada kenyataannya peraturan tersebut justru memunculkan dilema
baik sehingga dapat menimbulkan potensi fraud. Misalnya OTT plt Kadinkes Kabupaten
Jombang yang menggunakan dana kapitasi untuk menyuap Bupati Jombang, dana
penyimpangan yaitu persepsi bahwa dana kapitasi harus dihabiskan pada tahun yang
sama sehingga rawan akan manipulasi data. Perencanaan penggunaan dana kapitasi
dilaksanakan oleh bendaraha dan kepala puskesmas sesuai Surat Edaran Mendagri Nomor
900/2280/SJ. Tidak adanya pengawasan anggaran kapitasi di daerah oleh BPJS Kesehatan
sendiri.
SOLUSI/REKOMENDASI:
1. Mensegerakan kerjasama intersektor (bank, catatan sipil, dll) dalam rangka
pen capaian UHC, temasuk didalamnya integrasi Jamkesda kedalam Jaminan Kesehatan
Nasio nal (JKN) yang dimulai pada 1 Januari 2014 lalu. Namun dalam tujuan
pengintegrasian Jamkesda tersebut, variasi Jamkesda yang ada di level Provinsi menjadi
kendala yang harus dihadapi pemerintah. Sedangkan Kabupaten dan Kota, dihadapkan
pada berbagai faktor antara lain kemampuan fiskal daerah, komitmen pimpinan daerah
serta penyesuaian regulasi antara daerah dengan pusat. Hal ini menuntut perhatian
pemerintah pusat untuk dapat menyusun arah kebijakan yang paling baik dan tepat
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan se suai dengan apa yang benarbenar dibutuhkan
terjadinya tumpang tin dih (overlapping) tugas, wewenang dan tang gung jawab pada
Disamping faktor manajemen pengelo laan, faktor lain yang perlu diperhatikan
da lam tujuan pengintegrasian sistem Jamkesda ke dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) adalah faktor paket manfaat yang diberikan kepada peserta. Paket manfaat
Jamkesda saat ini masih sangat bervariasi, tergantung pada APBD dan komitmen
pemerintah daerah terhadap masalah kesehatan yang ada. Paket manfaat ini menjadi
faktor penting mengingat pada saat pelaksanaan integrasi, jaminan kese hatan tersebut
Faktor isu lainnya adalah mengenai sasaran penerima bantuan iuran (PBI). Program
Jamkesda diselenggarakan bagi masyarakat miskin dan masyarakat tidak mampu yang
be lum menjadi peserta Jamkesmas. Besaran ban tuan iuran, antara daerah satu dengan
yang lain menjadi sangat bervariasi. Beberapa pe merintah daerah yang terkait dengan
janji poli tik, telah membuat kebijakan yang melampaui kemampuan fiskal di daerahnya.
Akibatnya, beberapa fasilitas kesehatan atau rumah sakit terutama RSUD sulit untuk
menagih piutang Jamkesda. Dalam jangka panjang, apabila kondisi ini tidak diatasi maka
akan berdampak pada terganggunya pendanaan (cash flow) rumah sakit. Beragamnya
model pengelolaan Jamkesda tentu akan berdampak pada sulit nya penyeragaman besaran
iuran dan sasaran penerima bantuan iuran Jamkesda kedalam mekanisme JKN.
Pemerintah pusat memain kan peranan penting dalam menentukan ber bagai alternatif
integrasi Jamkesda ke JKN, diperlukan suatu formulasi kebijakan yang mampu menginte
JKN, baik dari sisi manajemen pengelolaan, paket manfaat maupun besaran iuran. Khu
susnya dari sisi manajemen pengelolaan, paket manfaat maupun penerima bantuan iuran,
yang menyeimbangkan peran pusat dan dae rah dalam kerangka desentralisasi.
PERMASALAHAN:
Data kesinambungan pemerintah Aceh dengan BPJS yang indah sedangkan yang
lain belum
SOLUSI/REKOMENDASI:
1. BPJS, kemeterian dalam negeri dan kepala daerah berkoordinasi untuk