Anda di halaman 1dari 61

TM 2 REPRO

LI 1. FISIOLOGI KEHAMILAN
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional( FIGO ), kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan
dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi.
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)

1.1 FISIOLOGI IBU HAMIL


 Perubahan Fisiologi pada Saat kehamilan (Prawirohardjo, Sarwono, 2009; Birnbach,et.al., 2009; Morgan, GE,et
al 2006)
Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh genitalia wanita mengalami perubahan yang mendasar sehingga dapat
menunjang perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya mengeluarkan
hormone somatomatropin, estrogen, dan progesteron yang menyebabkan perubahan pada:
1. Rahim atau uterus
Uterus akan membesar pada bulan-bulan pertama dibawah estrogen dan progesteron yang kadarnya
meningkat. Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus; disamping itu, serabut-
serabut kolagen yang ada pun menjadi higroskopik akibat meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat
mengikuti pertumbuhan janin.
Pada bulan-bulan pertama kehamilan bentuk uterus seperti buah advokat, agak gepeng. Hubungan antara
besarnya uterus dengan tuanya kehamilan sangat penting diketahui, antara lain untuk membuat diagnosis apakah
wanita tersebut hamil fisiologik, atau hamil ganda, atau menderita penyakit seperti mola hidatidosa, dan
sebagainya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dinding uterus terdiri atas 3 lapisan otot. Lapisan otot longitudinal paling luar,
lapisan otot sirkulerpaling dalam, dan lapisan otot yang berbentuk oblik diantara otot yang berbentuk oblik di antara
kedua lapisan otot luar dan dalam. Ketika ada kehamilan ketiga lapisan ini tampak lebih jelas.
Lapisan otot oblik berbentuk suatu anyaman seperti tikar, memegang peran penting pada persalinan di samping
kedua otot lainya. Sinus-sinus pembuluh darah berada di antara anyaman otot oblik ini. Uterus pada wanita tidak
hamil kira-kira sebesar telur ayam. Pada kehamilan uterus terus tumbuh secara teratur, kecuali jika ada gangguan
pada kehamilan tesebut. Pada kehamilan 8 minggu terus membesar sebesar telur bebek, dan pada kehamilan
2 minggu kira-kira sebesar telur angsa. Saat ini fundus uteri telah dapat diraba dari luar, diatas simfisis. Pada
pemeriksaan ini wanita tersebut harus mengosongkan kandung kencingnya terlebih dahulu.
Minggu pertama istmus uteri mengadakan hipertrofi seperti korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan
pertama membuat ismus menjadi panjang dan lebih lunak. Hal ini dikenal dalam obstetri sebagai tanda hegar.
Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram dan kapasitas 10 ml atau kurang. Selama
kehamilan, uterus akan berubah menjadi suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan cairan
amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume totalnya mencapai 5 liter bahkan dapat mencapai 20 liter atau
lebih dengan berat rata-rata 1100 gram.
 Serviks uteri
Serviks uteri pada kehamilan juga mengalami perubahan karena hormon estrogen. Jika korpus uteri mengandung
lebih banyak jaringan otot, maka serviks lebih banyak mengandung jaringan ikat, hanya 10% jaringan otot. Jaringan
ikat pada serviks ini banyak mengandung kolagen. Akibat kadar estrogen meningkat, dan dengan adanya
hipervaskularisasi maka konsistensi serviks menjadi lunak.
Serviks yang terdiri terutama atas jaringan ikat dan hanya sedikit mengandung jaringan otot yang tidak
mempunyai fungsi sebagai sfingter. Pada multipara dengan porsio yang bundar, porsio tersebut mengalami
cedera berupa lecet dan robekan, sehingga post-partum tampak adanya porsio yang terbelah dua dan
menganga. Perubahanperubahan pada serviks ini perlu diketahui sedini mungkin pada kehamilan, akan tetapi
yang memeriksa hendaknya hati-hati dan tidak dibenarkan melaksanakan secara kasar sehingga dapat menggangu
kehamilan. Kelenjar-kelenjar diserviks akan berfungsi lebih dan akan mengeluarkan sekresi lebih banyak. Kadang-
kadang wanita yang sedang hamil mengeluh mengeluarkan cairan per-vaginam lebih banyak. Keadaan ini
sampai batas tertentu masih merupakan keadaan yang fisiologik.
(Sadler T.W. 2010. Embriologi kedokteran Langman ed.10. Jakarta : Buku kedokteran EGC.)
(Sherwood. 2011. Fisiologi manusia dari sel ke sistem ed.6. Jakarta : Buku kedokteran EGC)
TM 2 REPRO

2. Vagina (liang senggama)


Vagina dan vulva akibat hormon estrogen mengalami perubahan pula. Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi
dan hyperemia terlihat jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva. Adanya hipervaskularisasi
mengakibatkan vagina dan vulva nampak lebih merah, agak kebiri-biruan (livide). Tanda ini disebut tanda
chedwick. Warna porsio pun tampak livide. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya sejumlah jaringan
ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos. Pembuluh-pembuluh darah alat genitalia interna akan membesar. Hal ini
dapat dimengerti karena oksigenasi dan nutrisi pada alat-alatgenital tersebut meningkat. Apabila terdapat
kecelakaan pada kehamilan atau persalinan, maka perdarahan akan banyak sekali, sampai dapat mengakibatkan
kematian.
3. Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus
luteum yang dapat ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama 6-7 minggu awal kehamilan
dan setelah itu akan berperan sebagai penghasil progesterone dalam jumlah yang relative minimal.
Pada permulaan kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatis sampai terbentuknya plasenta pada kira-
kira kehamilan 16 minggu. Korpus luteum gravidita berdiameter kira-kira 3 cm. Kemudian, ia mengecil setelah
plasenta terbentuk. Korpus luteum mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron. Lambat laun fungsi ini diambil
alih oleh plasenta. Dalam dasawarsa terakhir ini ditemukan pada awal ovulasi hormon relaxin. Suatu immunoreactive
inhibin dalam sirkulasi maternal. Diperkirakan korpus luteum merupakan tempat sintesis dari relaxin pada awak
kehamilan. Kadar relaxin dalam sirkulasi maternal dapat ditentukan dan meningkat dalam trimester pertama.
Relaxin mempunyai pengaruh menenangkan hingga pertumbuhan janin menjadi baik sampai aterm.
4. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan memberikan ASI pada saat laktasi.
Perkembangan payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaru hormone saat kehamilan, yaitu estrogen,
progesterone, dan somatromatropin.
Mamma akan membesar dan tegang akibat hormon somatomammotropin, estrogen, dan progestreon, akan
tetapi belum mengeluarkan ASI. Estrogen menimbulkan hipertrofi sistem saluran, sedangkan progesteron
menambah sel-sel asinus pada mamma. Somatomammmoatropin mempengaruhi pertumbuhan sel-sel asinus
pula dan menimbulkan perubahan pada sel-sel, sehingga terjadi pembuatan kasein, laktalbumin, laktoglobulin.
Dengan demikian, mamma dipersiapkan untuk laktasi. Dibawah pengaruh progesteron dan
somatomammotropin, terbentuk lemak disekitar kelompokkelompok alveolus, sehingga mamma menjadi lebih
besar. Papilla mamma akan membesar, lebih tegak, dan tampak lebih hitam, seperti seluruh aerola mamma
karena hiperpigmentasi. Glandula Montgomery tampak lebih jelas menonjol dipermukaan aerola mamma. Pada
kehamilan 12 minggu keatas dari puting susu dapat keluar cairan berwarna putih agak jernih, disebut
kolostrum. Kolostrum ini berasal dari kelenjar-kelenjar asinus yang mulai bersekresi. Sesudah partus, kolostrum
ini agak kental dan warnanya agak kuning. Meskipun kolostrum telah dapat dikeluarkan, pengeluaran air susu
belum berjalan 12 oleh karena prolaktin ditekan oleh PIH (Prolaktine inhibiting hormone). Postpartum dengan
dilahirkanya plasenta pengaruh estrogen, progesteron, dan somatomammotropin terhadap hipotalamus hilang,
sehingga prolaktin dapat dikeluarkan dan laktasi terjadi.
5. Sistem endokrin
Plasenta menghasilkan berbagai hormon yang sangat penting untuk kesinambungan kehamilan itu sendiri.
Hormon yang dihasilkan terdiri dari human chorionic gonadotropin (hCG), human plasental lactogen (hPL),
human chorionic thyroptropin, estrogen, progesteron. Peningkatan produksi estrogen akan mempengaruhi
pembesaran uterus, buah dada, dan organ genital, retensi cairan yang menyebabkan pertambahan natrium,
perubahan deposisi lemak, relaksasi persendian, penurunan produksi HCl dan pepsin lambung serta
berpengaruh pada fungsi kelenjar tiroid serta mengganggu metabolisme asam folat. Hormon progesteron akan
memacu pertumbuhan endometrium, penumpukan sel lemak, retensi natrium, menurunkan motilitas saluran cerna
dan tonus otot dan menurunkan kontraksi rahim. Kelenjar endokrin seperti kelenjar hipofise dan tiroid
membesar sedikit, basal metabolism meningkat. Paratiroid membesar sehingga akan meningkatkan kebutuhan
kalsium dan vitamin D.
6. Sirkulasi darah ibu
TM 2 REPRO
Sistem kardiovaskular beradaptasi selama masa kehamilan terhadap beberapa perubahan yang terjadi.
Meskipun perubahan sistem kardiovaskular terlihat pada awal trimester pertama, perubahan pada sistem
kardiovaskular berlanjut ke trimester kedua dan ketiga, ketika cardiac output meningkat kurang lebih sebanyak
40 % daripada pada wanita yang tidak hamil. Cardiac output meningkat dari minggu kelima kehamilan dan mencapai
tingkat maksimum sekitar minggu ke-32 kehamilan, setelah itu hanya mengalami sedikit peningkatan sampai
masa persalinan, kelahiran, dan masa post partum. Sekitar 50% peningkatan dari cardiac output telah terjadi pada
masa minggu kedelapan kehamilan. Meskipun, peningkatan dari cardiac outputdikarenakan adanya peningkatan dari
volume sekuncup dan denyut jantung, faktor paling penting adalah volume sekuncup, dimana meningkat
sebanyak 20% sampai 50% lebih banyak daripada pada wanita tidak hamil. Perubahan denyut jantung sangat sulit
untuk dihitung, tetapi diperkirakan ada peningkatan sekitar 20% yang terlihat pada minggu keempat kehamilan.
Meskipun, angka normal dalam denyut jantung tidak berubah dalam masa kehamilan, adanya terlihat
penurunan komponen simpatis. (Birnbach, David J. , Browne, Inggrid M. 2009. Anesthesia for Obstetricsdalam : Miller,
Ronald D. Miller Anesthesia 7th edition. USA: Churchill Livingstone.)
Pada trimester kedua, kompresi aortocava oleh pembesaran uterus menjadi penting secara progresif, mencapai
titik maksimum pada minggu ke- 36 dan 38, setelah itu dapat menurunkan perpindahan posisi kepala fetal menuju
pelvis. Penelitian mengenai cardiac output, diukur ketika pasien berada pada posisi supine selama minggu terakhir
kehamilan, menunjukkan bahwa ada penurunan dibandingkan pada wanita yang tidak hamil, penurunan ini tidak
diobservasi ketika pasien berada dalam posisi lateral decubitus. Sindrom hipotensi supine, yang terjadi pada 10 %
wanita hamil dikarenakan adanya oklusi pada vena yang mengakibatkan terjadinya takikardi maternal, hipotensi
arterial, penurunan kesadaran, dan pucat.
Kompresi pada aorta yang dibawah dari posisi ini mengakibatkan penurunan perfusi uteroplasental dan
mengakibatkan terjadinya asfiksia pada fetus. Oleh karena itu, perpindahan posisi uterus dan perpindahan posisi
pelvis ke arah lateral harus dilakukan secara rutin selama trimester kedua dan ketiga dari kehamilan. (Santos, Alan C.,
Braveman, Ferne R., Mieczyslaw, Finster. 2006. Obstetric Anesthesia. in: Barash, Paul G., Cullen, Bruce F., Stoelting,
Robert K. Clinical Anesthesia 5th edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins)
Naiknya posisi diafragma mengakibatkan perpindahan posisi jantung dalam dada, sehingga terlihat adanya
pembesaran jantung pada gambaran radiologis dan deviasi aksis kiri dan perubahan gelombang T pada
elektrokardiogram (EKG). Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan adanya murmur sistrolik dan suara jantung satu
yang terbagi-bagi. Suara jantung tiga juga dapat terdengar. Beberapa pasien juga terlihat mengalami efusi
perikardial kecil dan asimptomatik. (Morgan, GE., Mikhail, M.S., Murray, M.J. 2006. Clinical Anesthesiology 4th
edition. USA: Lange Medical Books)
Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain (Prawirohardjo, Sarwono, 2009):
a. Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah sehingga dapat memenuhi kebutuhan perkembangan dan
pertumbuhan janin dalam rahim.
b. Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi retro-plasenter.
c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron semakin meningkat. Akibat dari faktor tersebut dijumpai
beberapa perubahan peredaran darah, yaitu:
1) Volume darah
Volume darah maternal mulai meningkat pada awal masa kehamilan sebagai akibat dari perubahan
osmoregulasi dan sistem reninangiotensin, menyebabkan terjadinya retensi sodium dan peningkatan dari total body
water menjadi 8,5 L. Pada masanya, volume darah meningkat sampai 45 % dimana volume sel darah merah
hanya meningkat sampai 30%. Perbedaan peningkatan ini dapat menyebabkan terjadinya ”anemia fisiologis”
dalam kehamilan dengan hemoglobin rata rata 11.6 g/dl dan hematokrit 35.5%. Bagaimanapun, transpor oksigen
tidak terganggu oleh anemia relatif ini, karena tubuh sang ibu memberikan kompensasi dengan cara meningkatkan
curah jantung, peningkatan PaO2, dan pergeseran ke kanan dari kurva disosiasi oxyhemoglobin. Volume darah
semakin meningkat di mana jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi
semacam pengenceran darah (hemodilusi), dengan puncaknya pada hamil 32 minggu. Serum darah (volume darah)
bertambah sebesar 25-30% sedangkan sel darah bertambah sekitar 20%.
Curah jantung akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya hemodilusi darah mulai tampak sekitar umur hamil 16
minggu, sehingga pengidap penyakit jantung harus berhati-hati untuk hamil beberapa kali. Kehamilan selalu
memberatkan kerja jantung sehingga wanita hamil dengan sakit jantung dapat jatuh dalam dekompensasio kordis.
Pada postpartum terjadihemokonsentrasi dengan puncak hari ketiga sampai kelima.
2) Sel darah
TM 2 REPRO
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk dapat mengimbangi pertumbuhan janin dalam rahim,
tetapi pertambahan sel darah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi hemodilusi
yang disertai anemia fisiologis. Sel darah putih meningkat dengan mencapai jumlah sebesar 10.000/ml. Dengan
hemodilusi dan anemia maka laju endap darah semakin tinggi dan dapat mencapi 4 kalidari angka normal.
Kehamilan sering diasosiasikan dengan keadaan hiperkoagulasi yang memberikan keuntungan dalam membatasi
terjadinya kehilangan darah saat proses persalinan. Konsentrasi fibrinogen dan faktor VII,VIII, IX,X,XII, hanya faktor
XI yang mungkin mengalami penurunan. Fibrinolisis secara cepat dapat diobservasi kemudian pada trimester ketiga.
Sebagai efek dari anemia dilusi, leukositosis dan penurunan dari jumlah platelet sebanyak 10 % mungkin saja
terjadi selama trimester ketiga. Karena kebutuhan fetus, anemia defisiensi folat dan zat besi mungkin saja terjadi
jika suplementasi dari zat gizi ini tidak terpenuhi. Imunitas sel ditandai mengalami penurunan dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya infeksi viral.
Eritropoesis dalam kehamilan juga meningkat untuk memenuhi transport zat asam yang diperlukan sekali dalam
kehamilan. Meskipun ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan volume
plasma jauh lebih besar, sehingga kosentrasi hemogloin dalam darah menjadi lebih rendah. Hal ini tidak boleh
dinamakan anemia fisiologik dalam kehamilan, oleh karena jumlah hemoglobin pada wanita hamil dalam
keseluruhanya lebih besar dari pada sewaktu belum hamil.
Jumlah leukosit meningkat sampai 10.000 per mL, dan produksi trombosit meningkat pula. Gambaran protein
dalam serum berubah; jumlah protein, albumin, dan gammaglobulin menurun dalam triwulan pertama dan baru
meningkat perlahan-lahan pada akhir kehamilan, sedangkan beta globulin dan bagian-bagian fibrinogen terus
meningkat. Laju endap darah pada umumnya meningkat sampai empat kali, sehingga dalam kehamilan tidak
dapat dipakai sebagai ukuran.
3) Sistem respirasi
Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk dapat memnuhi kebutuhan O2. Disamping itu
terjadi desakan diafragma karena dorongan rahim yang membesar pada umur hamil 32 minggu. Sebagai
kompensasi terjadinya desakan rahim dan kebutuhan O2 yang meningkat, ibu hamil akan bernafas lebih dalam sekitar
20-25% dari biasanya.
Adaptasi respirasi selama kehamilan dirancang untuk mengoptimalkan oksigenasi ibu dan janin, serta memfasilitasi
perpindahan produk sisa CO2 dari janin ke ibu.
(Norwitz, Errol R., Schorge, John O., 2008. At A Glance Obstetri dan Ginekologi Edisi Kedua. Alih Bahasa : P. , Diba
Artsiyanti E. Jakarta: Penerbit Erlangga)
Konsumsi oksigen dan ventilasi semenit meningkat secara progresif selam masa kehamilan. Volume tidal dan
dalam angka yang lebih kecil, laju pernafasan meningkat. Pada aterm konsumsi oksigen akan meningkat sekitar 20-
50% dan ventilasi semenit meningkat hingga 50%. PaCO2 menurun sekitar 28-32mm Hg. Alkalosis respiratorik
dihindari melalui mekanisme kompensasi yaitu penurunan konsentrasi plasma bikarbonat. Hiperventilasi juga
dapat meningkatkan PaO2 secara perlahan.
Peningkatan dari 2,3-difosfogliserat mengurangi efek hiperventilasi dalam afinitas hemoglobin dengan oksigen.
Tekanan parsial oksigen dimana hemoglobin mencapai setengah saturasi ketika berikatan dengan oksigen
meningkat dari 27 ke 30 mm Hg. hubungan antara masa akhir kehamilan dengan peningkatan curah jantung
memicu perfusi jaringan.
Posisi dari diafragma terdorong ke atas akibat dari pembesaran uterus dan umumnya diikuti pembesaran dari
diameter anteroposterior dan transversal dari cavum thorax. Mulai bulan ke lima, expiratory reserve volume,
residuak volume,dan functional residual capacity menurun, mendekati akhir masa kehamilan menurun sebanyak
20 % dibandingkan pada wanita yang tidak hamil. Secara umum, ditemukan peningkatan dari inspiratory reserve
volume sehingga kapasitas paru total tidak mengalami perubahan. Pada sebagian ibu hamil, penurunan functional
residual capacity tidak menyebabkan masalah, tetapi bagi mereka yang mengalami perubahan pada closing volume
lebih awal sebagai akibat dari merokok, obesitas, atau skoliosis dapat mengalami hambatan jalan nafas awal
dengan kehamilan lanjut yang menyebabkan hipoksemia. Manuver tredelenburg dan posisi supin juga dapat
mengurangi hubungan abnormal antara closing volume dan functional residual capacity. Volume residual dan
functional residual capacity kembali normal setelah proses persalinan.
4) Sistem pencernaan (peningkatan asam lambung karena pengaruh estrogen)
TM 2 REPRO
Fungsi gastrointestinal dalam masa kehamilan dan selama persalinan menjadi topik yang kontroversial. Namun,
dapat dipastikan bahwa traktus gastrointestinal mengalami perubahan anatomis dan fisiologis yang meningkatkan
resiko terjadinya aspirasi yang berhubungan dengan anestesi general.
Refluks gastroesofagus dan esofagitis adalah umum selama masa kehamilan. Disposisi dari abdomen ke arah
atas dan anterior memicu ketidakmampuan dari sfingter gastroesofagus. Peningkatan kadar progestron
menurunkan tonus dari sfingter gastroesofagus, dimana sekresi gastrin dari plasenta menyebabkan hipersekresi
asam lambung. Faktor tersebut menempatkan wanita yang akan melahirkan pada resiko tinggi terjadinya
regurgitasi dan aspirasi pulmonal. Tekanan intragaster tetap tidak mengalami perubahan. Banyak pendapat yang
menyatakan mengenai pengosongan lambung. Beberapa penelitian melaporkan bahwa pengosongan lambung
normal bertahan sampai masa persalinan. Di samping itu,hampir semua ibu hamil memiliki pH lambung di bawah
2.5 dan lebih dari 60% dari mereka memiliki volume lambung lebih dari 25mL. kedua faktor tersbut telah
dihubungkan memiliki resiko terhadap terjadinya aspirasi pneumonitis berat. Opioid dan antikolinergik
menurunkan tekanan sfingter esofagus bawah, dapat memfasilitasi terjadinya refluks gastroesofagus dan
penundaan pengosongan lambung.
Efek fisiologis ini bersamaan dengan ingesti makanan terakhir sebelum proses persalinan dan penundaan
pengosongan lambung mengakibatkan nyeri persalinan dan merupakan faktor predisposisi pada ibu hamil akan
terjadinya muntah dan mual.
5) Traktus urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan tertekan oleh uterus yang mulai membesar sehingga
menimbulkan sering kemih. Keadaan ini akan hilang dengan makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga
panggul. Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke pintu panggul, keluhan itu akan timbul
kembali.
Terdapat perubahan fungsi ginjal yang diakibatkan oleh Adreno cortico tropic hormon (ACTH), Anti diuretic hormon
(ADH), kortisol, dan aldosteron. Piala ginjal melebar sampai 60 cc, sedangkan bila tidak hamil 10 cc. Panjang dan berat
ginjal bertambah 1-1,5 cm. Glomerular filtration rate (GFR) meningkat sampai 50%. Aliran plasma ginjal meningkat
sampai 25- 50%. Peningkatan GFR terkadang tidak dibarengi dengan kemampuan tubulus menyerap glukosa yang
tersaring sehingga mengakibatkan glukosuria. Hal ini harus dipantau untuk mendeteksi adanya tanda awal dari
diabetes kehamilan.
7. Perubahan pada kulit
Pada kulit terdapat deposit pigmen dan hiperpigmentasi alat-alat tertentu. Pigmentasi ini disebabkan pengaruh
malanophore stimulating hormone (MSH) yang meningkat. MSH ini adalah salah satu hormon yang juga
dikeluarkan oleh lobus anterior hipofisis. Kadang-kadang terdapat deposit pigmen pada dahi, pipi, dan hidung,
dikenal sebagai kloasma gravidum.
Di daerah leher terdapat hiperpigmentasi yang sama, juga aerolamamma. Linea alba pada kehamilan menjadi
hitam, dikenal sebagai linea grisea. Tidak jarang dijumpai kulit perut seolah-olah retak-retak, warna berubah agak
hiperemik dan kebiru-biruan, disebut striae livide. Setelah partus, striae livide berubah warna menjadi putih, disebut
striae albikantes. Pada seorang multigravida sering tampak striae livide bersama striae albikantes.
8. Sistem saraf pusat dan perifer
Konsentrasi alveolar minimum menurun secara progresif selama masa kehamilan. Pada masa aterm menurun
sekitar 40% untuk semua anestesi general. Namun, konsentrasi alveolar minimum kembali normal pada hari
ketiga pasca kelahiran. Perubahan kadar hormon maternal dan opioid endogen telah dibuktikan. Progestron yang
memiliki efek sedasi ketika diberikan dalam dosis farmakologis, meningkat sekitar 20 kali lebih tinggi daripada
normal pada masa aterm dan kemungkinan berefek kecil dalam observasi. Peningkatan secara signifikan kadar
endorfin juga memegang peranan penting dalam masa persalinan dan kelahiran.
Wanita hamil menunjukkan peningkatan sensitivitas terhadap kedua jenis anestesi baik regional maupun
general. Dari awal periode pemasukan anestesi secara neuraxial, wanita hamil membutuhkan lebih sedikit
anestesi lokal daripada wanita yang tidak hamil untuk mencapai level dermatom sensorik yang diberikan.
Minimum local analgesic concentration (MLAC)digunakan dalam anestesi obstetrik untuk membandingkan potensi
relatif dari anestesi lokal dan MLAC didefinisikan sebagai median dari konsentrasi analgesik efektif dalam 20 ml
volume untuk analgesi epidural dalam periode awal persalinan. Obstruksi dari vena cava inferior karena
pembesaran uterus mengakibatkan distensi dari vena pleksus epidural dan meningkatkan volume darah
epidural. Yang mendekati masa akhir kehamilan menghasilkan tiga efek mayor : (1) penurunan volume cairan
TM 2 REPRO
serebrospinal, (2) penurunan volume potensial dari ruang epidural, (3) peningkatan tekanan ruang epidural. Dua
efek awal memicu penyebaran sefalad dari cairan anestesi lokal selama anestesi spinal dan epidural, dimana
efek yang terakhir mungkin menjadi predisposisi dalam insidensi lebih tinggi dari punksi dural dengan anestesi
epidural.
9. Sistem Muskoloskeletal
Kenaikan kadar relaksin selama masa kehamilan membantu persiapan kelahiran dengan melemaskan serviks,
menghambat kontraksi uterus, dan relaksasi dari simfisis pubis dan sendi pelvik. Relaksasi ligamen menyebabkan
peningkatan risiko terjadinya cedera punggung. Kemudian dapat berkontribusi dalam insidensi nyeri punggung
dalam kehamilan
10. Metabolisme
Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami perubahan yang mendasar, dimana kebutuhan
nutrisi makin tinggi untuk pertumbuhan janin dan persiapan pemberian ASI. Sebagai akibat dari peningkatan sekresi
dari berbagai macam hormon selama masa kehamilan , termasuk tiroksin, adrenokortikal dan hormon seks,
maka laju metabolisme basal pada wanita hamil meningkat sekitar 15 % selama mendekati masa akhir dari
kehamilan. Sebagai hasil dari peningkatan laju metabolisme basal tersebut, maka wanita hamil sering mengalami
sensasi rasa panas yang berlebihan. Selain itu,karena adanya beban tambahan, maka pengeluaran energi untuk
aktivitas otot lebih besar daripada normal. (Guyton, Arthyr C. , Hall, John E. 2006. Guyton Textbook of Medical
Physiology 11th edition. USA: Elsevier Saunders)
Diperkirakan selama kehamilan berat badan akan bertambah 12,5 kg. Sebgaian besar penambahan berat badan
selama kehamilan berasal dari uterus dan isinya. Kemudian payudara, volume darah, dan cairan ekstraselular.
Pada kehamilan normal akan terjadi hipoglikemia puasa yang disebabkan oleh kenaikan kadar insulin,
hiperglikemia postprandial dan hiperinsulinemia. Zinc (Zn) sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
janin. Beberapa peneliatian menunjukkan kekurangan zat ini dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat.
Pada wanita hamil basal metabolic rate(BMR) meninggi, sistem endokrin juga meninggi, dan tampak lebih jelas
kelenjar gondoknya (glandula tiroidea). BMR meningkat hingga 5-20% yang umunya ditemukan pada triwulan
terakhir. Kalori yang dibutuhkan untuk itu diperoleh terutama dari pembakaran hidrat arang, khususnya
sesudah kehamilan 20 minggu ke atas. Akan tetapi bila dibutuhkan, lemak ibu untuk mendapatkan tambahan kalori
dalam pekerjaan sehari-hari.
Dalam keadaan biasa wanita hamil cukup hemat pemakaian tenaganya. Keseimbangan asam-alkali sedikit
mengalami perubahan konsentrasi alkali; pada wanita tidak hamil kadar sebesar 155 mEq per liter menurun sampai
145-147 mEq per Liter. Sehubungan dengan ini, serum Na turun dari 142 mEq per liter sampai 135-137 mEq per liter
dan disertai oleh turunya plasma bikarbonat dari 25 ke 22 mEq per liter.
Protein sangat diperlukan sekali dalam kehamilan untuk perkembangan badan, alat kandungan, mamma, dan
untuk janin; protein harus disimpan untuk dikeluarkan pada laktasi, diperhatikan agar wanita hamil perlu cukup
protein selama hamil. Diperkirakan 1 gram protein setiap kilogram berat badan dapat memenuhi kebutuhan
seharihari. Pada pemeriksaan plasma protein ditemukan adanya penurunan dalam fraksi albumin dan penurunan
gamma globulin. Globulin 1, 2 dan , dan fibrinogen meningkat. Perubahan-perubahan dalam plasma protein
ini dalam satu minggu postpartum kembali pada keadaan sebelum adanya kehamilan.
Hidrat arang; seorang wanita hamil sering haus, nafsu makanya besar, sering kencing, dan kadang-kadang
memperlihatkan pula glokosuria, sehingga menyerupai diabetes melitus. Segala sesuatu inidipengaruhi oleh
somatomammotropin, peningkatan plasma-insulin dan hormon-hormon adrenal. Hasil pemeriksaan glukose
tolerance test dalam kehamilan sebaiknya ditinjau sungguh-sungguh kebenaranya oleh karena ada perbedaan
apakah glukosa diberikan oral atau intravena. Bila diberikan oral, kadar glukosa ini dalam darah lebih lamban
kembali keasalnya, yakni sesudah 3 jam, sedangkan pada seorang yang tidak hamil kadar glukosa itu kembali
dalam dua jam.
Perbedaan ini tidak ditemukan pada pemberian glukosa intravena. Bila ditemukan glucose tolerance test oral
abnormal, sebaiknya dilakukan pula glucose tolerance test intravena untuk memperoleh perbandingan yang
benar, oleh karena penyakit diabetes melitus dalam kehamilan harus mendapat perhatian penuh. Mengenai
lemak telah dikemukakan bahwa hormon somatomammotropin mempunyai peranan dalam pembentukan lemak
dan mamma; lemak terhimpun pula pada badan, paha, dan lengan.
Kadar kolestrol dapat meningkat sampai 350 mg atau lebih per 100ml. Janin membutuhkan 30-40g kalsium untuk
pembentukamn tulangtulangnya dan ini terjadi terutama dalam trimester terakhir. Makanan tiap harinya
diperkirakan telah mengandung 1,5 -2,5 gram kalsium. Diperkirakan 0,2-0,7 gram kalsium tertahan dalam
TM 2 REPRO
badan untuk keperluan selama masa hamil. Ini kiranya telah cukup untuk pertumbuhan janin, tanpa
menggangu kalsium ibu. Kadar kalsium dalam serum memang lebih rendah, mungkin oleh karena adanya
hidremia, akan tetapi kadar kalsium tersebut masih cukup tinggi hingga dapat menanggulangi kemungkinan
terjadinya kejang tetani. Fosfor, magnesium, dan tembaga, lebih banyak tertahan dalm masa hamil daripada
masa tidak hamil. Kadar tembaga dalam plasma meningkat dari 109-222 mcg per 100ml, akan tetapi dalam
eritrosit kadarnya tetap. Wanita dalam kehamilan memerlukan tambahan besi sekitar 800 mg sayang sekali
kebanyakan wanita disini tidak mempunyai cukup persediaan besi pada awal hamil. Sebaiknya diet wanita hamil
ditambah dengan 30-50 mg besi sehari; ini dapat diberikan sebagai sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus sesudah
makan. Dapat dipahami bahwa dengan adanya pertumbuhan dan perkembangan dalam tubuh wanita hamil akan
timbul suatu keaktifan enzim yang luar biasa.
Plasenta sendiri mempunyai enzim-enzim untuk oksidasi, reduksi, dan hisrolisa. Yang banyak ditemukan ialah
mono-amino-oksidase dan diamino-oksidse yang membuat tiramine dan histamine menjadi tidak aktif lagi enzim-
enzim yang banyak dipelajari dalam masa hamil ialah diamine-oksidase (histaminase), pitosinase, glukoronidase,
angiotonase, dan alakalinfosfatase. Semua enzim ditemukan di dalam serum ibu dalam kadar lebih tingggi segera
setelah haid terlambat, kadar diaminooksidase meningkat dari 3-6 satuan dalam masa tidak hamil ke 200 satuan
dalam masa hamil enam minggu. Kadar ini mencapai puncaknya sampai 400-500 satuan pada kehamilan 16
minggu, dan seterusnya menetap sampai akhir kehamilan. Kemudian, kadar ini turun sampai 50 satuan dalam 2-3
hari postpartum, untuk dalam 10-4 hari kemudian mencapai kadarnya kembali seperti pada masa tidak hamil.
Kadar diamino-oksidase ini tidak meningkat pada wanita dengan koriokarsinoma oleh karena tingginya kadar
korionik gonadotropin. Kadar alkalin-fosfatase meningkat 4 x lipat dibandingkan pada wanita yang tidak hamil.
Peningkatan ini dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kadar yang ditemukan pada janin adalah setengahnya dari
apa yang ditemukan pada ibunya. Pemeriksaan kadar alkalin-fosfatase dan dipakai untuk menilai fungsi plasenta
pitosinase adalah enzim yangg dapat membuat oksitosin tidak aktif. Pitosinase ditemukan banyak sekali dalam
darah ibu pada kehamilan 4-38 minggu. Berat badan wanita hamil akan naik kira-kira diantara 6,5 sampai 16,5 kg
rata-rata 12,5 kg. Kenaikan berat badan ini terjadi terutama dalam kehamilan 20 minggu terakhir. Kenaikan berat
badan yang terlalu banyak sering ditemukan pada pre-eklamsia dengan akibat peningkatan morbiditas dan
mortalitas ibu dan janin. Sebaiknya wanita tersebut diawasi dan diberi pengertian, sehingga berat badan hanya
naik 2 kg tiap bulan sesudah kehamilan 20 minggu. Dan adanya penurunan berat badan dalam bulan terakhir
dianggap sebagai suatu tanda yang baik. Kenaikan berat badan dalam kehamilan disebabkan oleh: 1)hasil konsepsi
fetus, plasenta, dan likuor amni; 2) dari ibu sendiri : uterus dan mamma yang membesar, volume darah yang
meningkat, lemak dan protein lebih banyak, dan akhirnya ada retensi air.
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)

11. Sirkulasi uteroplasental


Sirkulasi uteroplasental normal sangat dibutuhkan dalam perkembangan dan perawatan untuk fetus yang sehat.
Insufiensi sirkulasi uteroplasental dapat menjadi penyebab utama dalam retardasi pertumbuhan fetal intrauterin
dan ketika menjadi parah dapat mengakibatkan kematian fetus. Integrasi dari sirkulasi bergantung pada aliran
darah uterus yang adekuat dan fungsi normal plasenta.
Aliran darah uterin meningkat secara progresif selama kehamilan dan mencapai nilai rata rata antara 500ml
sampai 700ml di masa aterm. Aliran darah melalui pembuluh darah uterus sangat tinggi dan memiliki resistensi
rendah. Perubahan dalam resistensi terjadi setelah 20 minggu masa gestasi. Aliran darah uterus kurang memiliki
mekanisme autoregulasi (pembuluh darah dilatasi maksimal selama masa kehamilan) dan aliran
arteri uterin sangat bergantung pada tekanan darah maternal dan curah jantung. Hasilnya, faktor yang
mempengaruhi perubahan aliran darah melalui uterus dapat memberikan efek berbahaya pada suplai darah fetus.
Maka uterine blood flow dirumuskan sebagai berikut:
UBF= UAP-UVP
UVR
UBF = uterine blood flow
UAP = uterine arterial pressure
UVP = uterine venous pressure
UVR = uterine vascular resistance
TM 2 REPRO
Aliran darah uterin menurun selama periode hipotensi maternal, dimana hal tersebut terjadi dikarenakan
hipovolemia, perdarahan, dan kompresi aortocaval, dan blokade simpatis. Hal serupa, kontraksi uterus (kondisi
yang meningkatkan frekuensi atau durasi kontraksi uterus) dan perubahan tonus vaskular uterus yang dapat
terlihat dalam status hipertensi mengakibatkan gangguan pada aliran darah.
12. Psikologis
da beberapa anggapan terhadap perubahan psikologi yang terjadi
(Yunita,2010). Selama kehamilan, hal ini berkaitan dengan beberapa
perubahan biologik kehamilan dapat sebagai :
A. Krisis :
Krisis merupakan ketidakseimbangan psikologis yang dapat disebabkan oleh situasi atau oleh tahap perkembangan.
B. Stresor
Model konseptual menyatakan bahwa krisis psikologis dan sosial dipertimbangkan, sebagai kejadian yang kritis
tapi tidak selalu ditunjukkan dengan masalah psikologis dan interpersonal yang nyata. Setiap perubahan yang
terjadi pada seseorang dapat merupakan stressor. Kehamilan membawa perubahan yang signifikan pada ibu
sehingga dapat dinyatakan sebagai stressor, yang juga mempengaruhi psikologisanggota keluarga lainnya.
C. Transisi Peran
Terjadi perubahan interaksi rutin dalam keluarga, dengan adanya anggota keluarga yang baru sehingga terjadi
perubahan peran masing-masing anggota keluarga ; ayah, ibu, dan anggota keluarga yang lainnya Hubungan episode
kehamilan dengan reaksi psikologi yang terjadi, yaitu trimester pertama sering terjadi fluktuasi lebar aspek
emosional sehingga periode ini mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya pertengkaran atau rasa tidak nyaman

 Usia kehamilan
Kehamilan berlangsung selama 9 bulan menurut penanggalan international, 10 bulan menurut penanggalan luar, atau
sekitar 40 minggu. Kehamilan dibagi menjadi tiga periode bulanan atau trimester. Trimester pertama adalah periode
minggu pertama sampai minggu ke 13. Trimester kedua adalah periode minggu ke 14 sampai ke 26, Sedangkan
Trimester ke tiga, minggu ke 27 sampai kehamilan cukup bulan 38-40 minggu .
1. Usia kehamilan trimester I (0-3 bulan/ 1-13 minggu).
Dalam masa kehamilan trimester pertama terjadi pertumbuhan dan perkembangan pada sel telur yang telah dibuahi
dan terbagi dalam 3fase yaitu fase ovum, fase embrio dan fase janin. Fase ovum sejak proses pembuahan sampai
proses implamasi pada dinding uterus, fase ini di tandai dengan proses pembelahan sel yang kemudian disebut
dengan zigot. Fase ovum memerlukan waktu 10 – 14 hari setelah proses pembuahan. Fase embrio ditandai dengan
pembentukan organ organ utama,Fase ini berlangsung 2 sampai 8 minggu.
Fase janin berlangsung dari 8 minggu sampai tibanya waktu kelahiran, pada fase ini tidak ada lagi pembentukan
melainkan proses pertumbuhan dan perkembangan. Pemeriksaan dokteratau bidan secara rutin pada periode
kehamilan trimester II bertujuan untuk mengetahui riwayat kesehatan ibu yang sedang hamil, sehingga
memungkinkan kehamilannya dapat diteruskan atau tidak.
2. Usia kehamilan trimester II (4-6 bulan / 14 – 26 minggu)
Masa kehamilan trimester II merupakan suatu periode pertumbuhan yang cepat. Pada periode ini bunyi jantung janin
sudah dapat didengar, gerakan janin jelas, panjang janin kurang lebih 30 cm dan beratnya kurang lebih 600 gr. Pada
periode ini , dokter dan bidan biasanya mengadakan pemeriksaan terhadap berat dan tekanan darah, pemeriksaan
urin, detak jantung baik ibu maupun janin serta kaki dan tangan untuk melihat adanya pembekakan (odema) dan
gejaja gejala yang umum terjadi. Pemeriksaan tersebut bertujuan untuk mengetahui kemungkinan timbulnya suatu
penyakit yang membahayakan proses pertumbuhan dan perkembangan janin pada akhir masa kehamilan.
3. Usia kehamilan trimester III (7-9 bulan/ 27 -40 minggu).
Trimester III kehamilan adalah periode penyempurnaan bentuk dan organ organ tumbuh janin untuk siap dilahirkan.
Berat janin pada usia kehamilan trimester ini mencapai 2,5 Kg. Semua fungsi organ organ tubuh yang mengatur
kehidupan sudah berjalan dengan sempurna. Oleh karena adanya perubahan tersebut, pemeriksaan rutin lebih sering
dilakukan biasanya 2 kali seminggu. Hal ini dimaksudkan untuk memantau lebih teliti setiap perkembangan dan
pertumbuhan janin, kondisi fisik maupun psikis calon ibu, kemungkinan yang akan terjadi pada calon ibu maupun janin
selama sisa proses kehamilan serta dalam menghadapi proses persalinan.
TM 2 REPRO

 Gejala dan tanda wanita hamil


Pada wanita hamil terdapat beberapa tanda atau gejala, antaralain sebagai berikut :
1. Amenorea (=tidak dapat haid). Gejala ini sangat penting karena umumnya wanita hamil tidak dapat haid
lagi. Perlu diketahui tanggal hari pertama haid terakhir, supaya dapat ditentukan tuanya kehamilan dan
bila persalinan diperkirakan akan terjadi.
2. Nausea (mual) dan emesis (muntah). Nausea terjadi umumnya pada bulan-bulan pertama kehamilan, disertai
kadang-kadang oleh emesis. Sering terjadi pada pagi hari, tetapi tidak selalu. Keadaan ini lazim disebut
morning sickness. Dalam batas-batas tertentu keadaan ini masih fisiologik. Bila terlampau sering, dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan dan dapat disebut hiperemesis gravidum.
3. Mengidam (menginginkan makanan atau minuman tertentu). Mengidam sering terjadi pada bulan-bulan
pertama akan tetapi menghilang dengan makin bertambah usia kehamilan.
4. Pingsan. Sering dijumpai bila berada pada tempat-tempat ramai. Dianjurkan untuk tidak pergi ketempat-
tempat ramai pada bulanbulan pertama kehamilan. Hilang sesudah kehamilan 16 minggu.
5. Mamma menjadi tegang dan membesar, keadaan ini disebabkan pengaruh esterogen dan progesteron
yang merangsang duktuli dan alveoli di mamma. Glandula Montgomery tampak lebih jelas.
6. Anoreksia (tidak ada nafsu makan). Pada bulan-bulan pertama terjadi anoreksia, tetapi setelah itu nafsu
makan timbul lagi.
7. Sering kencing terjadi karena kandung kencing pada bulan-bulan pertama kehamilan tertekan oleh uterus
yang mulai membesar. Pada triwulan kedua umumnya keluhan ini berkurang oleh karena uterus yang
membesar keluar dari rongga panggul. Pada akhir triwulan biasanya gejala bisa timbul karena janin
mulai masuk ke ruang panggul dan menekan kembali kandung kencing.
8. Obstipasi terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh pengaruh hormon steroid.
9. Pigmentasi kulit terjadi pada kehamilan 12 minggu keatas. Pada pipi, hidung dan dahi kadang-kadang
tampak deposit pigmen yang berlebihan, dikenal sebagai kloasma gravidum. Aerolae mammae juga
menjadi lebih hitam karena didapatkan deposit pigmen yang berlebih. Daerah leher menjadi lebih hitam.
Demikian pula linea alba di garis tengah abdomen menjadi lebih hitam (= linea grisea). Pigmentasi ini
terjadi karena pengaruh dari hormon kortiko-steroid plasenta yang merangsang melanofor dan kulit.
10. Epulis adalah suatu hipertrofi papilla ginggivae. Sering terjadi pada triwulan pertama.
11. Varises. Sering dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah genitalia eksterna, fossa poplitea, kaki
dan betis. Pada multigravida kadang-kadang varises ditemukan pada kehamilan yang terdahulu, timbul
kembali pada triwulan pertama. Kadang-kadang timbulnya varises merupakan gejala pertama kehamilan
muda.
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)

Pada kehamilan muda bisa pula ditemukan:


1. Tanda hegar
2. Tanda chadwick
3. Tanda piscaseck. Uterus membesar ke salah satu jurusan hingga menonjol jelas ke jurusan pembesaran
tersebut.
4. Tanda braxton-hicks. Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi. Tanda ini khas untuk uterus dalam masa
hamil. Pada keadaan uterus yang membesar tetapi tidak ada kehamilan misalnya pada mioma uteri, tanda
Braxton-Hicks tidak ditemukan.
5. Suhu basal yang sesudah ovulasi tetap tinggi terus antara 37,2° sampai37,8° adalah salah satu tanda akan
adanya kehamilan. Gejala ini sering dipakai dalam pemeriksaan kemandulan.
6. Cara khas yang dipakai untuk menentukan adanya Human chorionic gonadotropin pada kehamilan muda
adalah air kencing pertama pagi hari. Dengan tes kehamilan tertentu air kencing pagi hari ini dapat
membantu membuat diagnosis kehamilan sedini-dininya

Gejala dan tanda-tanda kehamilan


Perubahan endokrinologis, fisiologis, dan anatomis yang menyertai kehamilan menimbulkan gejala dan tanda
memberi bukti adanya kehamilan. Gejala dan tanda tersebut diklasifikasikan menjadi 3 kelompok; bukti-bukti
persumtif, tanda-tanda kemungkinan, dan tanda-tanda positif kehamilan
TM 2 REPRO
 Bukti persumtif kehamilan
Bukti persumtif kehamilan umumnya didasarkan pada gejala-gejala subjektif berupa :
1. Mual dengan atau tanpa muntah.
2. Gangguan berkemih.
3. Fatigue.
4. Presepsi adanya gerakan janin.
 Yang termasuk tanda persumtif adalah:
1. Terhentinya menstruasi.
2. Perubahan pada payudara.
3. Perubahan warna mukosa vagina.
4. Meningkatnya pigmentasi kulit dan timbulnya striae abdomen.
5. Yang terpenting, apakah wanita yang bersangkutan merasa dirinyahamil
 Bukti kemungkinan kehamilan
Tanda-tanda kemungkinan kehamilan mencakup:
1. Pembesaran abdomen.
2. Perubahan bentuk, ukuran, dan konsistensi uterus .
3. Perubahan anatomis pada serviks.
4. Kontraksi Braxton Hicks.
5. Ballottement.
6. Kontur fisik janin.
7. Adanya gonadotropin korionik diurin atau serum.
8. Pembesaran abdomen
 Tanda positif kehamilan
Tiga tanda positif kehamilan adalah :
1. Identifikasi kerja jantung janin yang terpisah dan tersendiri dari kerja jantung wanita hamil.
2. Persepsi gerakan janin aktif oleh pemeriksa.
3. Pengenalan mudigah dan janin setiap saat selama kehamilan dengan teknik sonografi atau pengenalan janin
yang lebih tua secara radiografis pada paruh kedua kehamilan.

Diagnosis kehamilan
Pemeriksaan harus akurat karena akan mempengaruhi secara emosional sosial dan medis, hal itu dapat dikoreksi
dengan hari pertama haid terakhir HPHT atau dengan mengukur suhu basal
Diagnosis pasti kehamilan :
1. Dapat dan kemudian dikenal bagian-bagian janin.
2. Dapat didengar bunyi jantung janin.
3. Dapat dsirasakan gerakan-gerakan janin dan baolotemen.
4. Pada pemeriksaan dengan sinar rontgen tampak kerangka janin
5. Dengan Ultrasonografi (scanning) dapat diketahui ukuran kantong janin, panjang janin, dan diameter biparietal
hingga dapat diperkirakan tuanya kehamilan dan dapat dipakai untuk menilai pertumbuhan janin

1.2 FISIOLOGI PERKEMBANGAN JANIN


Untuk terjadi kehamilan harus ada spermatozoa, ovum, pembuahan ovum (fertilisasi), dan nidasi (implantasi),
plasentasi.
a. Spermatozoa
TM 2 REPRO
Spermatozoa terdiri atas tiga bagian yaitu kaput atau kepala yang berbentuk lonjong agak gepeng dan mengandung
bahan nucleus, ekor, dan bagian yang silindrik (leher) menghubungkan kepala dengan ekor, dengan getaran ekornya
spermatozoa dapat bergerak cepat.
Jutaan spermatozoa ditumpahkan di forniks vagina dan disekitar porsio pada waktu koitus,hanya beberapa ratus ribu
spermatozoa dapat terus ke kavum uteri dan tuba, dan hanya beberapa ratus dapat sampai kebagian ampula tuba di
mana spermatozoa dapat memasuki ovum yang dapat dibuahi,hanya satu spermatozoa yang mempunyai kemampuan
(kapisitasi) untuk membuahi,pada spermatozoa ditemukan peningkatan konsentrasi DNA di nukleusnya, kaputnya
lebih mudah menembus dinding ovum oleh karena diduga dapat melepaskan hialuronidase.

http://images.tutorvista.com/content/reproduction-in-animals/spermatogenesis-and-spermiogenesis-stages.jpeg
b. Ovum
Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum terjadi di genital ridge,tiap bulannya wanita melepaskan
1 atau 2 sel telur (ovum) dari indung telur,ovum dilepas oleh ovarium disapu oleh mikrofilamen-mikrofilamen fimbria
infundibulum kearah ostium tuba abdominale, dan disalurkan terus kearah medial,pada waktu dilahirkan, bayi
mempunyai sekurang-kurangnya 750.000 oogonium, jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan degenerasi
folikelfolikel, pada anak berumur 6 – 15 tahun ditemukan 439.000 oogonium dan pada umur 6 – 15 tahun ditemukan
439.000 oogonium dan pada umur 16 – 25 tahun hanya 34.000 oogonium, pada masa menopause semua oogonium
menghilang.

http://hrsbstaff.ednet.ns.ca/morrison/Advanced%20Biology%2012/46.13%20Oogenesis..JPG
TM 2 REPRO
c. Fertilisasi
Fertilisasi (pembuahan) adalah penyatuan ovum (oosit sekunder) dan spermatozoa yang biasanya berlangsung di
ampula tuba,fertilisasi meliputi penetrasi spermatozoa ke dalam ovum, fusi spermatozoa dan ovum, diakhiri dengan
fusi materi genetik,hanya satu spermatozoa yang telah mengalami proses kapisitasi mampu melakukan penetrasi
membran sel ovum,untuk mencapai ovum sperma harus melewati korona radiate (lapisan sel di luar ovum) dan zona
pleusida (suatu bentuk glikoprotein ekstraselular), yaitu dua lapisan yang menutupi dan mencegah ovum mengalami
fertilisasi lebih dari satu spermatozoa.
Suatu komplemen khusus di permukaaan kepala spermatozoa kemudian mengikat glikoprotein di zonapelusida,
pengikatan ini memicu akrosom melepaskan enzim yang membantu spermatozoa menembuas zona pelusida. Pada
saat spermatozoa menembus zona pelusida terjadi reaksi korteks ovum.Granula korteks di dalam ovum berfusi
dengan membrane plasma sel, sehingga enzim di dalam granula-granula dikeluarkan secara eksositosis ke zona
pelusida. Spermatozoa yang telah masuk ke vitelus kehilangan membrane nukleusnya yang tinggal hanya
pronukleusnya, sedangkan ekor spermatozoa dan mitokondrianya berdegenerasi, masuknya spermatozoa
membangkitkan nukleus ovum yang masih dalam metafase untuk proses pembelahan selanjutnya (pembelahan
meiosis kedua),ovum sekarang hanya mempunyai pronukleus yang haploid,pronukleus spermatozoa juga telah
mengandung jumlah kromosom yang haploid.
Kedua pronukleus saling mendekati dan bersatu membentuk zigot yang terdiri atas bahan genetikdari perempuan dan
laki-laki.
Dari penyatuan itu mungkin menghasilkan:
1) XX – zigot akan menghasilkan bayi perempuan
2) XY – zigot akan menghasilkan bayi laki-laki
Dalam beberapa jam setelah pembuahan, mulailahpembelahan zigot yang berjalan lancar dan dalam 3 hari
sampaidalam stadium morula, hasil konsepsi ini dengan ukuran tetap bergerak kearah rongga rahim oleh arus dan
getaran silia serta kontraksi tuba, selama dalam perjalanan ke kavum uteri morula mengalami pembelahan -
pembelahan menjadi blastula.
TM 2 REPRO

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/0/06/HumanEmbryogenesis.svg/2000px-
HumanEmbryogenesis.svg.png

d. Nidasi
Nidasi adalah peristiwa tertanamnya atau bersarangnya sel telur yang telah dibuahi ke dalam endometrium, sel telur
yang telah dibuahi (zigot) akan segera menjadi blastomer, rada hari ketiga 16 blastomer disebut morula. Pada hari
keempat di dalam morula akan terbentuk rongga, bangunan ini disebut blastula.
Dua struktur penting di dalam blastula adalah:
1) Lapisan luar disebut trofoblast, yang akan menjadi plasenta
2) Emblastu (inner cell mass) yang akan menjadi janin
Pada hari ke-4 blastula masuk kedalam endrometrium dan pada hari ke-6 menempel pada endrometrium, pada hari
ke-10 seluruh blastula sudah terbenam dalam endometrium dengan demikian nidasi sudah selesaitempat nidasi
biasanya pada dinding belakang didaerah fundus uteri.
TM 2 REPRO

https://embryology.med.unsw.edu.au/embryology/images/thumb/4/4e/Week1_summary.jpg/700px-
Week1_summary.jpg

http://media-1.web.britannica.com/eb-media/78/1078-004-B1EC3604.jpg
Pada saat terjadi nidasi sel-sel endometrium telah berubah menjadi sel-sel desidua. Pertumbuhan dan perkembangan
desidua sejak terjadi konsepsi karena pengaruh hormon terus tumbuh sehingga makin lama menjadi tebal. Desidua
adalah mukosa rahim pada kehamilan yang terbagi atas:
1. Desidua basalis
Terletak diantara hasil konsepsi dan dinding rahim, disini plasentater bentuk
2. Desidua kapsularis
Meliputi hasil konsepsi ke arah rongga rahim yang lama kelamaan bersatu dengan desidua vera kosena obliterasi.
3. Desidua vera (parietalis)
TM 2 REPRO
Meliputi lapisan dalam dinding rahim lainnya.
Setelah implantasi, sel– sel trofoblas yang tertanam di dalam endometrium terus berkembang membentuk jaringan
bersama dengan sistem pembuluh darah maternal untuk menjadi plasenta, yang kemudian berfungsi sebagai sumber
nutrisi dan oksigenasi bagi jaringan embrioblas yang akan tumbuh menjadi janin.
1. Pembuatan Lapisan Lembaga
Setelah hari ke-12, tampak dua lapisan jaringan di sebelah luar disebut ektoderm, di sebelah dalam
endoderm. Endoderm tumbuh ke dalam blastosoel membentuk bulatan penuh. Dengan demikian terbentuklah usus
primitif dan kemudian terbentuk pula kantung kuning telur (Yolk Sac) yang membungkus kuning telur. Pada manusia,
kantung ini tidak berguna, maka tidak berkembang, tetapi kantung ini sangat berguna pada hewan ovipar (bertelur),
karena kantung ini berisi persediaan makanan bagi embrio.
Di antara lapisan ektoderm dan endoderm terbentuk lapisan mesoderm. Ketiga lapisan tersebut merupakan
lapisan lembaga (Germ Layer). Semua bagian tubuh manusia akan dibentuk oleh ketiga lapisan tersebut. Ektoderm
akan membentuk epidermis kulit dan sistem saraf, endoderm membentuk saluran pencernaan dan kelenjar
pencernaan, mesoderm membentuk antara lain rangka, otot, sistem peredaran darah, sistem ekskresi dan sistem
reproduksi.
2. Membran (Lapisan Embrio)
Terdapat 4 macam membran embrio, yaitu :
b. Kantung Kuning Telur (Yolk Sac)
Kantung kuning telur merupakan pelebaran endodermis berisi persediaan makanan bagi hewan ovipar, pada
manusia hanya terdapat sedikit dan tidak berguna.
c. Amnion
Amnion merupakan kantung yang berisi cairan tempat embrio mengapung, gunanya melindungi janin dari
tekanan atau benturan.
d. Alantois
Pada alantois berfungsi sebagai organ respirasi dan pembuangan sisa metabolisme. Pada mammalia dan
manusia, alantois merupakan kantung kecil dan masuk ke dalam jaringan tangkai badan, yaitu bagian yang akan
berkembang menjadi tali pusat.
e. Korion
Korion adalah dinding berjonjot yang terdiri dari mesoderm dan trofoblas. Jonjot korion menghilang pada hari ke-
28, kecuali pada bagian tangkai badan, pada tangkai badan jonjot trofoblas masuk ke dalam daerah dinding
uterus membentuk ari-ari (plasenta). Setelah semua membran dan plasenta terbentuk maka embrio disebut
janin/fetus. Chorion terdiri dari dua lapisan: yang luar dibentuk oleh primitif ektoderm atau trofoblas , dan dalam
dibentuk oleh somatik mesoderm , amnion yang bersentuhan dengan yang terakhir ini. Trofoblas ini terdiri dari
lapisan internal atau prismatik sel kubus, yang sitotrofoblas atau lapisan Langhans, dan lapisan bagian luar dari
bernukleus protoplasma kaya tanpa batas sel, sinsitiotrofoblas. Chorion yang mengalami proliferasi cepat dan
berbagai bentuk proses , vili chorionic, yang menyerang dan menghancurkan desidua uterus dan pada saat yang
sama menyerap dari itu bahan-bahan gizi untuk pertumbuhan embrio .

e. Plasentasi
Plasentasi adalah proses pembentukan struktur dan jenis plasenta. setelah nidasi embrio kedalam endometrium,
plasentasi dimulai,pada manusia plasentasi berlangsung sampai 12 -18 minggu setelah fertilisasi.
Terjadinya implantasimendorong sel blastula mengadakan deferensiasi, sel yang dekat dengan ruang eksoderm
membentuk “entoderm” dan yolk sac (kantung yolk) sedangkan sel yang lain membentuk”ectoderm” dan ruangan
amnion. Plat embrio (embryonal plate) terbentuk diantara dua ruangan yaitu ruangan amniondan kantung yolk, plat
embrio terdiri dari unsur ectoderm, endoderm, dan mesoderm, ruangan amnion dengan cepat mendekati korion
sehingga jaringan yang terdapat antara amnion dan embrio padat dan berkembang menjadi tali pusat.
Pada permulaan kantung yolk berfungsi sebagai pembentuk darah bersama dengan hepar, limfe, dan sumsum tulang,
pada minggu kedua sampai ketiga terbentuk bakal jantung dengan pembuluh darahnya yang menuju body stalk (bakal
tali pusat), jantung bayi mulai dapat dideteksipada minggu keenam sampai delapan dengan mempergunakan
ultrasonografi atau doppler,pembuluh darah pada body stalk terdiri dari arteri umbilikalis dan vena umbilikalis.Cabang
TM 2 REPRO
arteri dan vena umbilikalis masuk ke vili korialis sehingga dapat melakukan pertukaran nutrisi dan sekaligus
membuang hasil metabolisme yang tidak diperlukan.
Vili korialis menghancurkan desidua sampai pembuluh darah, mulai dengan pembuluh darah vena pada hari ke-10
sampai ke-11 setelah konsepsi. Bagian desidua yang tidak dihancurkan membagi plasenta menjadi sekitar 15 sampai
20 kotiledon maternal, sedangkan dari sudut fetus, maka plasenta dibagi menjadi 200 kotiledon fetus,setiap kotiledon
fetus terus bercabang dan bercabang di tengah aliran darah untuk menjalankan fungsinya memberikan nutrisi,
pertumbuhan, dan perkembangan janin dalam rahim ibu tetapi dipisahkan langsung oleh lapisan trofoblas dinding
pembuluh darah janin,fungsinya dilakukan berdasarkan sistem osmosis dan enzimatik serta pinositosis, situasi
plasenta demikian disebut system plasenta-hemokorial.
 Hormon-hormon plasenta
b. Human Chorionic Gonadotropin (hCG) - hCG adalah hormon plasenta pertama. Hormon ini hanya diproduksi oleh
tubuh wanita saat dia hamil. hCG dapat memastikan bahwa wanita itu terus memproduksi progesteron dan
estrogen, dua hormon penting untuk menjaga bayi di selama 9 bulan. hCG juga menekan respon imunologi ibu
yang bayi dan plasenta adalah benda asing dan menolak mereka. hCG berfungsi mempertahankan korpus luteum
kehamilan.
c. Human Placental Lactogen (hPL)/Human chorionic somatomammotropin. Hormon ini memiliki sifat
mempromosikan pertumbuhan. Ini mendorong pertumbuhan kelenjar susu dalam persiapan untuk laktasi pada
ibu. Hal ini juga yang mengatur glukosa ibu, protein, lemak sehingga ini selalu tersedia untuk janin.
d. Estrogen. 'Hormon wanita' ini memberikan kontribusi terhadap pembangunan kelenjar susu wanita dalam
persiapan untuk menyusui dan merangsang pertumbuhan rahim (miometrium) untuk mengakomodasi
pertumbuhan janin. Hormon ini juga meningkatkan kekuatan uterus unuk persalinan.
e. Progesterone. Hormon ini diperlukan untuk menjaga lapisan endometrium rahim selama kehamilan. Hormon ini
mencegah persalinan prematur oleh kontraksi dan membentuk sumbat mukus di serviks untuk mencegah
kontaminasi uterus. Mempersiapkan kelenjar mamaria untuk laktasi.
f. Relaxin. Melunakkan serviks sebagai persiapan untuk dilatasi serviks saat persalinan dan melemaskan jaringan
ikat antara tulang-tulang panggul.
Dua komponen tambahan plasenta, neurokinin B (mengandung molekul fosfokholin) dan lymphocytic suppressor cells
/sel penekan limfositik, membantu plasenta untuk melindungi bayi dari sistem kekebalan wanita
 Sirkulasi Janin
Pada perkembangan plasenta yang telah sempurna terdapat 2 sistim sirkulasi darah yaitu sirkulasi uteroplasental
(sirkulasi maternal) dan sirkulasi fetoplasental. Kedua sirkulasi ini dipisahkan oleh membrana plasenta (placental
berrier) yang terdiri dari lapisan sinsitiotrophoblas, sitotrophoblas, membrana basalis, stroma villi dan endotel kapiler.
Sirkulasi utero plasental yaitu sirkulasi darah ibu di ruang intervilus.
Diperkirakan aliran darah ini sebesar 500-600 ml permenit pada plasenta yang matur. Sirkulasi fetoplasental adalah
sirkulasi darah janin dalam villi-villi. Diperkirakan aliran darah ini sekitar 400 ml per menit. Aliran darah ibu dan janin
ini bersisian, tapi dalam arab yang berlawanan. Aliran darah yang berlawanan ini (counter current flow) ini
memudahkan pertukaran material antara ibu dan janin.
Darah dipompakan lewat janin oleh jantung janin. Darah meninggalkan janin melalui pembuluh-pembuluh arteri
pada funikulus umbilikalis dan berjalan ke plasenta. Pembuluh arteri umbilikalis ini bercabang di seluruh permukaan
plasenta, tebagi lagi dan kemudian berakhir dalam vili korialis. Vili korialis terendam dalam darah maternal namun
tidak terdapat hubungan langsung antara darah fetal dan darah maternal. Karbondioksida dan setiap produk limbah
akan diangkut keluar sementara oksigen dan nutrien diambil lewat sawar plasenta. Darah yang sudah diperbahrui
akan kembali ke janin lewat vena umbilikalis.
a. Darah berkadar oksigen tinggi yang berasal dari plasenta dibawa oleh vena umbilicalis kiri.
b. Sebagian besar darah dari plasenta melewati jaringan hati secara langsung “by pass” menuju vena cava caudalis
melalui vena cava caudalis.
c. Sebagian besar darah plasenta yang masuk ke atrium kanan masuk ke atrium kiri melalui foramen ovale
d. Darah ventrikel kanan dipompa menuju paru-paru, dan sebagian besar sisanya dipompa langsung menuju aorta
melalui ductus arteriosus.
e. Darah dari aorta dibawa kembali ke plasenta oleh sepasang arteri umbilicalis.
Setelah mencapai batas usia tertentu, plasenta mengalami penuaan, ditandai dengan terjadinya proses degeneratif
pada plasenta. Proses ini meliputi komponen ibu maupun janin. Perubahan pada villi meliputi : 1). Pengurangan
TM 2 REPRO
ketebalan sinsitium dan munculnya simpul sinsitium (agregasi sinsitium pada daerah kecil pada sisi villi, 2). Hilangnya
sebagian sel-sel Langhan’s, 3). Berkurangnya jaringan stroma termasuk sel Hofbauer, 4) obliterasi beberapa pembuluh
darah dan dilatasi kapiler, 5). Penebalan membrana basalis endotel janin dan sitotrophoblas, dan 6) deposit fibrin
pada permukaan villi. Perubahan pada desidua berupa deposit fibrinoid yang disebut lapisan Nitabuch pada bagian
luar sinsitiotrophoblas, sehingga menghalangi invasi desidua selanjutnya oleh trophoblas. Pada ruang intervillus juga
terjadi degenerasi fibrinoid dan membentuk suatu massa yang melibatkan sejumlah villi disebut dengan white infarct,
berukuran dari beberapa milimeter sampai satu sentimeter atau lebih. Klasifikasi atau bahkan pembentukan kista
dapat terjadi daerah ini. Dapat juga terjadi deposit fibrin yang tidak menetap yang disebut Rohr’s stria pada dasar
ruang intervillus dan disekitar villi.

http://nursingcrib.com/wp-content/uploads/fetal-circulation1-279x300.png
http://memo.cgu.edu.tw/shu-er/%A5%CD%AA%AB%BD%D2%B5%7B/chap46.files/slide0043_image088.jpg
 Pembentukan kehamilan
Setelah terjadi fertilisasi, kehamilan yang berhasil harus berimplantasi di dalam dinding uterus dan memberikan
informasi kepada ibu terhadap terjadinya berbagai adaptasi akibat kehamilan. Tanpa kedua hal ini, zigot
dengan mudah keluar dari uterus bersama dengan menstruasi berikutnya. Zigot yang sedang membelah
mengapung di dalam saluran telur sekitar 1 minggu, berkembang dari tahap 16 sel melalui tahap morula (mulberri)
yang padat menjadi tahap blastokista yang memiliki 32-64 sel. Tahap yang terakhir ini memerlukan
pembentukan rongga blastokista yang berisi cairan. Blastokista yang mengandung 2 jenis sel embrionik yang telah
berdiferensiasi trofektoderm di bagian luar dan massa sel dalam. Sel trofektoderm nantinya akan membentuk
plasenta. Massa sel dalam akan membentuk janin dan membran janin. Pada tahap blastokista inilah hasil konsepsi
akan masuk ke dalam uterus.
Selama di dalam saluran telur, hasil konsepsi tetap dikelilingi oleh zonapelucida. Setelah 2 hari di dalam uterus,
blastokista akan lepas atau menetas dari zona pelucida. Dengan penetasan ini, sel trofektoderm blastokista mulai
berdiferensiasi menjadi sel trofoblas. Proses yang simultan ini memungkinkan sel trofoblas berhubungan langsung
dengan sel epitel lumen uterus. Blastokista menempel dan menginvasi dinding uterus. Dalam hitungan jam, epitel
permukaan yang berada tepat dibawah hasil konsepsi menjadi terkikis dan sel didekatnya menjadi lisis,
melepaskan substrat-substrat metabolik primer untuk digunakan oleh blastokista. Endometrium mengalami
perubahan biokimia dan morfologis yang hebat yang disebut dengan desidualisasi, suatu proses yang dimulai saat
terjadinya penempelan dan menyebar dalam bentuk gelombang konsentris dari tempat implantasi. Endometrium
akan menjadi pulih disekitar hasil konsepsi sehingga seluruh implantasi akan tertanam dalam endometrium.
Bersamaan dengan invasi embrio ke jaringan maternal, sel trofoblas kemudian berdiferensiasi menjadi dua
jenis sel yaitu sel sitotrofoblas dan sel sinsitiotrofoblas. Sel sinsitiotrofoblas merupakan sel yang berukuran besar
dan multinuklear yang berkembang dari lapisan sitotrofoblas. Sel ini aktif menghasilkan hormon plasenta dan
mentranspor zat makanan dari ibu ke janin. Sekelompok sel sitotrofoblas memiliki sifat invasif, melewati stroma
endometrium untuk mencapai pembuluh darah maternal, termasuk arteri spiralis endometrium. Invasi yang baik
pada arteri spiralis merupakan kunci pembentukan kehamilan yang normal. Sejumlah faktor pertumbuhan diperlukan
untuk implantasi yang baik.
Faktor ini meliputi leukimia inhibiting factor yang merupakan suatu sitokin ; integrin, yang memperantarai interaksi
antarsel ; dan transforming growth faktor beta (TGF-B), yang menstimulasi pembentukan sinsitium dan
TM 2 REPRO
menghambat invasi trofoblas. Faktor pertumbuhan epidermal dan interleukin 1B merupakan mediator penting pada
invasi trofoblas. Implantasi terjadi sekitar 7-10 hari setelah ovulasi. Jika hasil konsepsi bertahan hidup lebih dari 14 hari
setelah ovulasi, korpus luteum ovarium akan terus mensekresi progesteron. hCG yang dihasilkan oleh trofoblas
yang berkembang dan disekresi ke dalam aliran darah maternal bekerja menyerupai hormon luteinisasi, yaitu
menunjang korpus luteum dengan menghambat regresi luteal.
Periode embrionik dimulai sejak awal minggu ketiga setelah ovulasi/fertilisasi, yang bersamaan dengan waktu
perkiraan menstruasi berikutnya seharusnya dimulai. Sebagian besar uji kehamilan yang mngukur gonadotropin
korionik manusia (hCG) akan memberi hasil positif pada saat ini, dan lempeng embrionik sudah terbentuk sempurna.
Tangkai tubuh (body stalk) berdiferensiasi ; kantung korion berdiameter sekitar 1cm. Terdapat ruang antar-villus sejati
yang mengandung darah ibu dan villus yang berisi mesoderm korion angioblastik. Pada akhir minggu keempat
setelah ovulasi, kantung korion berdiameter 2 sampai 3 cm, dan mudigah memiliki panjang sekitar 4 sampai 5
mm. Pembentukan sekat pada jantung primitif dimulai pada pertengahan minggu keempat. Tampak tonjolan bakal
lengan dan tungkai, dan amnion mulai mengeluarkan tangkai tubuh, yang kemudian menjadi tali pusat. Pada
akhir minggu keenam setelah fertilisasi, mudigah memiliki panjang 22 sampai 24 mm, dan kepala cukup besar
dibandingkan dengan badan. Jantung sudah terbentuk lengkap. Jari tangan dan jari kaki sudah terbentuk, dan lengan
menekuk disiku. Bibir atas telah lengkap dan telinga luar membentuk tonjolan definitif di kedua sisi kepala. Ini adalah
akhir periode mudigah dan awal dari periode janin ditentukan secara tegas oleh sebagian besar ahli embriologi terjadi
8 minggu setelah fertilisasi, atau 10 minggu setelah awitan menstruasi terakhir. Pada saat ini, mudigah-janin memiliki
panjang hampir 4 cm. Sebagian besar perkembangan paru belum terjadi, tetapi beberapa struktur tubuh
utama sudah terbentuk setelah waktu ini.
Perkembangan selama periode gestasi janin terdiri dari pertumbuhan dan pematangan struktur-struktur yang
telah terbentuk pada masa mudigah.
Pada akhir minggu ke 12 kehamilan, saat uterus biasanya teraba tepat di atas simfisis pubis, maka panjang ubun-
ubun bokong (crown-rump length) janin adalah 6 sampai 7 cm. Pusat-pusat osifikasi telah tampak pada sebagian
besar tulang janin, dan jari tangan dan kaki telah mulai berdiferensiasi. Kulit dan kuku telah tumbuh dan
disana-sini muncul bakal rambut; genitalia eksterna telah mulai memperlihatkan tanda-tanda definitif jenis kelamin
pria atau wanita. Janin mulai melakukan gerakan spontan. Pada akhir minggu ke 16, panjang ubun-ubun bokong
telah mencapai 12 cm dan beratnya 110 g. Jenis kelamin telah dapat ditentukan dengan tepat oleh pemeriksa yang
berpengalaman melalui inspeksi genitalia eksterna pada minggu ke 14.
Akhir minggu ke 20 merupakan titik pertengahan kehamilan sesuai perkiraan dari awal menstruasi normal terakhir.
Berat janin sekarang telah lebih sedikit dari 300 g, dan berat mulai meningkat secara linier. Kulit janin mulai
kurang transparan, lanugo halus menutupi seluruh tubuhnya, dan mulai tumbuh rambut kepala. Dibawah lapisan
vernix, kulit bayi mulai membuat lapisan dermis, epidermis dan subcutaneous. kuku tumbuh pada minggu ini. Proses
penyempurnaan paru-paru dan system pernafasan. Pigmen kulit mulai terlihat Pada akhir minggu ke 24, janin
memiliki berat sekitar 630 g. Kulit memperlihatkan keriput yang khas, dan mulai terjadi penimbunan lemak. Kepala
masih relatif cukup besar; bulu mata dan alis biasanya sudah dapat dikenali. Periode kanalikular perkembangan
paru, yaitu saat bronkus dan bronkiolus membesar dan duktus alveolaris terbentuk, sudah hampir selesai. Janin yang
lahir pada periode ini akan berusaha bernapas, tetapi sebagian besar akan meninggalkarena sakus terminalis yang
dibutuhkan untuk pertukaran gas belum terbentuk.
Pada akhir minggu ke 28, panjang ubun-ubun bokong adalah sekitar 25 cm dan berat janin sekitar 1100 g.
Kulit tipis, merah, dan ditutupi oleh verniks kaseosa. Membran pupil baru lenyap dari mata. Plasenta masih
memberikan nutrisi yang dibutuhkan bayi. Aliran darah di plasenta memungkinkan bayi menghasilkan air seni. Ia
berkemih hampir sebanyak 500 ml sehari di dalam air ketuban. Bayi yang lahir pada waktu ini dapat
menggerakkan ekstremitasnya dengan cukup energik dan menangis lemah. Bayi normal yang lahir pada usia ini
memiliki kemungkinan 90 persen untuk bertahan hidup. Pada akhir minggu ke 32 gestasi, janin memiliki panjang
ubun-ubun bokong sekitar 28 cm dan berat sekitar 1800 g. Jari tangan dan kaki telah tumbuh sempurna, begitu pula
dengan bulu mata, alis dan rambut di kepala bayi yang semakin jelas. Lanugo yang menutupi tubuh bayi mulai
rontok tetapi sebagian masih ada di bahu dan punggung saat dilahirkan. Permukaan kulit masih merah dan
berkeriput. Tanpa adanya keadaan penyulit, bayi yang lahir pada periode ini biasanya akan bertahan hidup.

Pada akhir minggu ke 36 gestasi, rata-rata panjang ubun-ubun bokong janin adalah 32 cm dan berat sekitar 2500 g.
Karena pengendapan lemak subkutis, tubuh menjadi lebih bulat, dan gambaran keriput di wajah yang sebelumnya
ada telah menghilang. Ginjal dari bayi sudah bekerja dengan baik dan livernya pun telah memproduksi
TM 2 REPRO
kotoran. Saat ini paru-paru bayi sudah bekerja baik. Bayi yang lahir pada waktu ini memiliki kemungkinan yang
sangat baik untuk bertahan hidup dengan perawatan yang benar.
Aterm dicapai pada minggu ke 40 dari awitan menstruasi terakhir. Pada waktu ini, janin sudah berkembang sempurna,
dengan gambaran khas neonatus yang akan dijelaskan berikut ini. Rata-rata panjang ubun-ubun bokong janin aterm
adalah sekitar 36 cm, dan berat sekitar 3400 g, dengan variasi.

(Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, et al, 2005, Preterm Labour in “William Obstetrics “ ,21nd ed, McGraw-Hill)
(Linda J.Heffner, Danny J. Schust, 2008 At glance sistem reproduksi . Edisi 2. Jakarta : Penerbit Erlangga EMS)
(Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Yogyakarta. Graha Ilmu )
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)

 Pertumbuhan Janin Normal


Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola-pola sekuensial pertumbuhan, diferensiasi, dan maturasi
jaringan sera organ yang ditentukan oleh kemampuan substrat oleh ibu, transfer substrat melalui plasenta, dan
potensi pertumbuhan janin yang dikendalinkan oleh genom.
Pertumbuhan janin dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan sel yang berurutan (Lin dan Forgas, 1998). Fase awal
hiperplasia terjadi selama 16 minggu pertama dan ditandai oleh peningkatan jumlah sel secara cepat. Fase
kedua, yang berlangsung sampai minggu ke-32, meliputi hiperplasia dan hipertropi sel. Setelah usia gestasi 32
minggu, pertumbuhan janin berlangsung melalui hipertrofi sel dan pada fase inilah sebagian besar deposisi
lemak dan glikogen terjadi. Laju pertumbuhan janin yang setara selama tiga fase pertumbuhan sel ini adalah
dari 5 g/hari pada usia 15 minggu, 15-20 g/hari pada minggu ke-24, dan 30-35 g/hari pada usia gestasi 34 minggu.
Meskipun telah banyak faktor yang diduga terlibat pada proses pertumbuhan janin, mekanisme selular dan
molekular sebenarnya untuk pertumbuhan janin yang abnormal tidak diketahui dengan jelas. Pada kehidupan
TM 2 REPRO
awal janin penentu utama pertumbuhan adalah genom janin tersebut, tetapi pada kehamilan lanjut, pengaruh
lingkungan, gizi, dan hormonal menjadi semakin penting.
(Cunningham, G.F., 2005. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin. In Huriawati Hartanto. Obstetri Williams Vol. 1.
Jakarta: EGC)

 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Janin


Faktor keturunan atau bawaan menentukan cepat pertumbuhan, bentuk janin, diferensiasi dan fungsi organ-
organ yang dibentuk. Akan tetapi makanan yang disalurkan oleh ibunya melalui plasenta (ari-ari) mempuyai
peranan yang sangat penting untuk menunjang potensi keturunan ini.
Gizi ibu yang kurang atau buruk pada waktu konsepsiatau sedang hamil muda dapat menyebabkan kematian atau
cacat janin. Diferensiasi terjadi pada trimester pertama hidupnya janin, hingga kekurangan zat tertentu yang
sangat dibutuhkan dalam proses diferensiasi dapat menyebabkan tidak terbentuknya suatu organ dengan
sempurna, atau tidak dapat berlangsungnya kehidupan janin tersebut. Pertumbuhan cepat terjadi terutama
pada trimester terakhir kehamilan ibu. Maka kekurangan makanan dalam periode tersebut dapat menghambat
pertumbuhannya, hingga bayi dilahirkan dengan beratdan panjang yang kurang daripada seharusnya.
(Cunningham, G.F., 2005. Pertumbuhan dan Perkembangan Janin. In Huriawati Hartanto. Obstetri Williams Vol. 1.
Jakarta: EGC)

 Pertumbuhan Janin
Kehidupan janin di dalamrahim ibu (intrauterus) dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan yaitu fase germinal, embrional
dan fetus (janin) :
1. Fase Germinal
Berlangsung pada waktu 10 -14 harisetelah pembuahan. Zigot (hasil pembuahan) berkembang cepat 72 jam setelah
pembuahan, membelah diri menjadi 32 sel dan sehari kemudian sudah 72 sel. Pembelahan ini berlangsung terus
sampai menjadi 800 milyar sel ataulebih, dan dari sinilah manusia tumbuh berkembang.
Dalam fase germinal ini terbentuklah saluran yang menempel pada uterus yang dicapai selama 3-4 hari yang
kemudian berubah bentuk menjadi “blastocyst“yang terapung bebas dalam uterus selama satu atau dua hari.
Beberapa sel sekitar pinggiran blastocyst membentuk piringan embrionik (embryonic disk) merupakan massa sel yang
tebal dan dari sinilah bayi akan tumbuh. Massa ini mengalami deferensiasimenjadi tiga lapisan, bagian atas yaitu
ektoderm, bagian bawah endoderm dan lapisan tengah mesoderm.
a. Ektoderm
Lapisan ini nantinya akan membentuk lapisan kulit luar, kuku, rambut gigi, organ perasa dan system syaraf termasuk
otak dan sumsum tulang belakang.
b. Endoderm
Lapisan bagian bawah ini akanmembentuk system pencernaan, hati, pancreas, kelenjar ludah, system pernafasan.
c. Mesoderm
Lapisan tengah (mesoderm) merupakan lapisan yang akan berkembang dan berdeferensiasi menjadi lapisan kulit
bagian dalam, urat daging, kerangka, sistem ekskresi dan system sirkulasi.
berikut menunjukkan proses pembuahan sampai terjadi impalantasi di dalam rahim ibu.
TM 2 REPRO

Representase diagramatis siklus ovarium; mulai dari pembuahan sampai implantasi

Bagian lain dari blastocyst tumbuh menjadi plasenta, tali pusat dan kantong empedu. Pada masa ini pula yaitu pada
usia embrio 4 minggu, embrio mengeluarkan hormone yang menyebabkan berhentinya siklus haid ibu.
2. Fase Embrional
Berkembang mulai pada 2 – 8 minggu setelah pembuahan. Selama fase ini system pernafasan, pencernaan, system
syaraf dan tubuh tumbuh dan berkembang cepat. Pada periode pertumbuhan embrional ini sangatlah peka terhadap
pengaruh lingkungannya. Keadaan tidak normal atau cacat pada waktu lahir dapat terjadi karena adanya gangguan
pada masa kandungan tiga bulan pertama.
Selama periode pertumbuhan embrio terjadi pembelahan sel, dan relatif lebih cepat dari periode lainnya.
Pertumbuhan embrio yang cepat tersebut menunjukkan kebutuhan oksigen dan zat gizi tinggi untuk setiap unit massa
embrio. Hal ini menyebabkan embrio sensitif terhadap perubahan suplai gizi dan oksigen. Pada saat ketersediaan
oksigen menurun atau kekurangan zat gizi tertentu dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan yang permanen.
3. Fase Fetus (Janin)
Berkembang delapan minggu setelah pembuahan. Sel tulang pertama mulai tumbuh dan embrio menjadi janin. Dari
periode ini sampai saat kelahiran bentuk tubuh makin sempurna, bagian-bagian tubuh tumbuh dengan laju yang
berbeda-beda dan janin sendiri tumbuh memanjang sampai kira-kira 20 kalinya.
Selama janin tumbuh dan berkembang, total cairan tubuh menurun dari 92 menjadi 72 persen. Perubahan ini diikuti
oleh peningkatan protein dan lemak terutama selama dua bulan terkahir kehamilan, dimana peningkatan protein
lebih banyak dari pada lemak. Selain itupada janin terjadi pula pertambahan yang nyata pada natrium, kalsium dan
besi. Natrium terutama terdapat dalam cairan ekstraseluler dan dalam tulang, sedang kalium terdapat dalam cairan
intraseluler berkaitan dengan massa sel.
Kegiatan janin selama dalam kandungan selain menghisap zat gizi dan bernafas, janin juga bergerak aktif seperti
menyepak, berputar, melengkung dan menggenggam. Selain itu janin mampu melakukan respon terhadap rangsangan
suara atau getaran. Janin juga peka terhadap kondisi kejiwaan ibunya, misalnya ibu yang mengandung merasa takut,
sedih atau cemas maka janin akan melakukan gerakan-gerakan yang lebih cepat. Demikian pula apabila si ibu
kelelahan. Respon tersebut diduga karenaadanya perubahan sekresi kelenjar yang terjadi dalam tubuh ibunya.
Pertumbuhan dan perkembangan janin dapat dibagi berdasarkan trimester :
1. Trimester pertama
Pada trimester pertama atau tiga bulan pertama masa kehamilan merupakan masa dimana system organ prenatal
dibentuk dan mulai berfungsi. Pada minggu ke 3 sel-sel mulai membentuk organ-organ spesifik dan bagianbagian
TM 2 REPRO
tubuh. Minggu ke 13, jantung telah lengkap dibentuk dan mulai berdenyut, sebagian besar organ telah dibentuk,dan
janin mulai dapat bergerak (Gambar 2.2) Bagi wanita hamil tentu saja masa trimester pertama ini merupakan masa
penyesuaiannya baik secara fisik maupun emosi dengan segala perubahan yang terjadi dalam rahimnya. Pada
trimester pertama ini ibu sering mengalami mual atau, ingin muntah, tidak selera makan yang sering dikenal dengan
“morning sickness”, yang dapat menyebabkan berkurangnya intik makanan ibu.
Defisiensi gizi dan pengaruh-pengaruh lain yang membahayakan janin seperti penggunaan obat, vitamin A dosisi
tinggi, radiasi atautrauma dapat merusak atau menghambat perkembangan janin selanjutnya. Sebagain besar
keguguran terjadi pada masa ini, bahkan sekitar sepertiga darikejadian keguguran terjadi karena wanita tidak
menyadari bahwa dia sedang benar-benar hamil. Masa trimester pertama merupakan masa yang kritis, sehingga harus
dihindari hal-hal yang memungkinkan kegagalan pertumbuhan dan perkembangan janin.
2. Trimester kedua
Pada awal trimester kedua, berat janin sudah sekitar 100 g. Gerakangerakan janin sudah mulai dapat dirasakan ibu.
Tangan, jari, kaki dan jari kaki sudah terbentuk, janin sudah dapat mendengar dan mulai terbentuk gusi, dan tulang
rahang. Organ-organ tersebut terus tumbuh menjadi bentuk yang sempurna, dan pada saat ini denyut jantung janin
sudah dapat dideteksi dengan stetoskop.
Bentuk tubuh janin saat ini sudah menyerupai bayi.
3. Trimester ketiga
Memasuki trimester ketiga, berat janin sekitar 1-1,5 kg. Pada periode ini uterus semakin membesar sampai beradadi
bawah tulang susu. Uterus menekan keatas kearah diafragma dan tulang panggul. Hal ini sering membuat ibu hamil
merasa jantung sesak dan kesulitan pencernaan. Seringkali ibu juga mengalami varises pada pembuluh darah sekitar
kaki, wasir, dan lutut keram karena meningkatnya tekanan kepada perut,rendahnya laju darah balik dari limbs, dan
efek dari progesterone, yang menyebabkan kendurnya saluran darah.
Setelah usia kehamilan mencapai sekitar 28 –30 minggu, bayi yang lahir disebut prematur (sebelum minggu ke37
kehamilan), mempunyai kesempatan untuk hidup baik bila dirawat dalam suatu perawatan “bayi baru lahir risiko
tinggi”. Namun, mineral dan cadangan lemak pada bayi tidak normal, yang seharusnya dibentu pada bulan terakhir
kehamilan. Masalah medis lain pada bayi prematur adalah masih belum mampu mengisap dan menelan dengan baik,
sehingga perawatan bayi ini sangat sulit.
TM 2 REPRO
Sumber: http://www.w-cpc.org/pictures/adam/mo8.jpg. Time Life Fetus.

 Kurva Pertumbuhan janin


Beberapa kurva pertumbuhan janin mempunyai bentuk yang sama. Ketika data berat janin sebelum dan sesudah
minggu ke 24 kehamilan dikombinasikan, pola pertumbuhan janin menjadi bentuk baku mengikuti bentuk “kurva
elongated sigmoid”. Sampai 14-16 minggu kehamilan kenaikan absolut berat janin relatif kecil. Priode selanjutnya
terjadi peningkatan yang lebih besar, sampai usia 33-34 minggu kehamilan. Pada minggu menjelang kelahiran
kenaikan kembali melambat.
Pertambahan panjang juga relatif kecil sampai usia
14-16 minggu kehamilan, kemudian meningkat
cepat sampai minggu ke 35-37 kehamilan. Seperti
halnya kurva berat, kurva panjang janin menjelang
kelahiran juga melambat. Perbedaan kemiringan
kurva berat dan panjang terjadi pada minggu ke 33-
34 dan 37-38 menunjukkan secara proporsional
pertambahan berat lebih besar dari pada
pertambahan panjang. Hal ini menggambarkan
bahwa pada masa tersebut terjadi
akumulasi/penimbunan lemak tubuh yang sangat
cepat.
Pertambahan berat janin selama kehamilan
Sumber: Rosso (1990)
Rata-rata Pertumbuhan Janin menurut Usia
Kehamilan
Kurva perubahan lingkar kepalamengikuti pola yang sama dengan pertumbuhan linier (panjang badan). Hasil
scanning ultrasound menunjukkasn bentuk kemiringan yang sama antara pertumbuhan linier dengan kurva diameter
biparietal. Kurva ini sangat penting memberi kontribusi untuk kepentingan perawatan neonatal dan untuk
mengenalikemungkinan terjadinya retardasi pertumbuhan janin.

 Mekanisme Pertumbuhan Janin


Pertumbuhan janin dikontrol secara genetik dan diatur sangat kompleks, masih banyak yang tidak diketahui tentang
interaksi beberapa hormon dan “faktor pertumbuhan”. Namun secara sederhana digambarkan bahwa pertumbuhan
terdiri dari dua kejadian/penomena : yaitu pertambahan jumlah sel (hyperplasia), dan pertambahan ukuran sel
(hypertrophy). Proses pertumbuhan berlangsung kontinu yang dimulai dengan hyperplasia dan berakhir dengan
hypertrophy. Studi pada hewan percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan pada berbagai organ dan jaringan
berbeda rentang waktunya. Hal ini telah dipelajaribahwa penggunaan perubahan kandungan DNA sebagai suatu
indeks jumlah sel. Pada sebagian besar organ dan jaringan kandungan DNA meningkat secara linier hingga mencapai
kondisi stabil. Untuk beberapa jaringan yang tidak berkembang lagi ditandai dengan berhentinya pertambahan sel;
ataudi bagian lain digambarkan bahwa populasi sel, walaupun masih terjadi pembelahan sel, telah dicapai suatu
keseimbangan diantara pembentukan sel dan kehilangan sel. Pada titik pertumbuhan ini dikuti secara kontinu
peningkatan/pertambahan ukuran sel digambarkan pada rasio berat/DNA atau protein/DNA yang lebih besar.
Studi terhadap mekanisme pertumbuhan janin telah ditunjukkan bahwa diperkirakan usia 25 minggu kehamilan
menggambarkan pertumbuhan janin yang cepat dalam pembelahan sel. Pada 10 minggu terakhir terjadi peningkatan
yang sangat cepat pada ukuran sel atau pertumbuhan “hyper-trophic”. Pada saat ini pembelahan sel terus terjadi
tetapi sangat lambat.
Organ yang dalam pertumbuhan prenatal telah banyak dan secara luas dipelajari adalah otak. Hasil studi
menunjukkan bahwa kandungan DNA otak secara keseluruhan meningkat secara linier sampai lahir dan berlanjut
terus meningkat lebih lambat sampai usia 18-24 bulan.
Beberapa organ mempunyai ciri pola pertumbuhan selluler. Sebagai contoh, ginjal dan jantung rasio protein/DNA
meningkat lambat sampai minggu ke 30 kehamilan, setelah itu meningkat lebih cepat. Rasio protein/DNA pada
jantung meningkat secara linier selama kehamilan.
TM 2 REPRO
Sumber: Rosso (1990)
Pertumbuhan otak yang digambarkan oleh kandungan DNA
Karena peran pertambahan sel yangsangat penting pada
pertumbuhan janin, periode perkembangan intrauterin disebut
sebagai “critical period” (periode kritis). Otak adalah organ yang
lebih berisiko, sejak awal sampai akhir pertumbuhan hyperplasia.
Secara teoritis, bila terjadi retardasi pertumbuhan janin dapat
menyebabkan penurunan jumlah sel otak secara irreversibel
(tidak dapat diperbaiki). Studi lain juga menunjukkan bahwa ada
korelasi yang erat antara lingkar kepala saat baru lahir dengan
kandungan DNA otak. Ukuran kandungan DNA organ lain pada
janin ditunjukkan lebih rendah pada janin yang pertumbuhannya
terhambat (growth-retarded fetuses).

 Komposisi Tubuh Janin


Beberapa studi tentang komposisi tubuh janin, ditentukan secara langsung dengan analisis kimia, dan telah
dipublikasikan (Camerer, 1902; Givens and Mary, 1933; Iob and swanson, 1934; Widdowson and Spray, 1951;
Widdowson. 1981, dalam Rosso, 1990) Beberapa informasi tersebut digunakan untuk mengembangkan “referensi”
model komposisi janin oleh Ziegler et.al, 1976. Persamaan regresi digunakan untuk menghitung jumlah absolut dari
setiap unsur yang dihubungkan dengan umur. Dariperkiraan komposisi tubuh dan peningkatan berat badan pada
berbagai usia kehamilan, komposisi pertambahan berat dan peningkatan komponen tubuh setiap hari dapat
ditentukan. Perubahan total air dan kadar protein dalam pertumbuhan janin berubah paralel terhadap berat badan.
Rata-rata bayi lahir diperkirakan mengandung 2400 g air dan 400 g protein. Perubahan kandungan lemak tubuh
mengikuti pola kandungan air dan protein. Hingga mingguke 30 kehamilan diperkirakan sebagian besar lemak berada
pada berbagai lokasi membran sel. Setelah minggu ke 30 kehamilan, lemak disimpan dalam jaringan adipoisa dan
meningkat dengan cepat (lihat Tabel 2.1).Secara umum selama kehamilan terjadi penurunan proporsi air dan
sebaliknyapeningkatan pada protein, lemak dan mineral tubuh.
Tabel Komposisi Tubuh Janin dari minggu ke 24 – 40 kehamilan
Usia kehamilan Berat janin Per 100 g berat janin
(minggu) (gram) Air (g) Protein (g) Lipid (g) Lainnya (g)
24 690 88,6 8,8 0,1 2,5
25 770 87,8 9,0 0,7 2,5
26 880 86,8 9,2 1,5 2,5
27 1.010 85,7 9,4 2,4 2,5
28 1.160 84,6 9,6 3,3 2,4
29 1.318 83,6 9,9 4,1 2,4
30 1.480 82,6 10,1 4,9 2,4
31 1.650 81,7 10,3 5,6 2,4
32 1.830 80,7 10,6 6,3 2,4
33 2.020 79,8 10,8 6,9 2,5
34 2.230 79,0 11,0 7,5 2,5
35 2.450 78,1 11,2 8,1 2,6
36 2.690 77,3 11,4 8,7 2,6
37 2.940 76,4 11,6 9,3 2,7
38 3.160 75,6 11,8 9,9 2,7
39 3.330 74,8 11,9 10,5 2,8
40 3.450 74,0 12,0 11,2 2,8

(Rosso, P. 1990. Nutrition Metbolism in Pregnancy. New York.)Oxford University Press. )


(Wardlaw, G., Insel, P.M. and Seyler, M.F. 1992. Contemporary Nutrition. Mosby Year Book. St.Louis – Baltomore –
Boston – Chicago – London - Philadelpia – Sydney - Toronto.)
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)
TM 2 REPRO

http://411something.files.wordpress.com/2009/03/fetaldevelopment-copy.jpg

LI 2. PROSES PERSALINAN NORMAL


2.1 MEKANISME PERSALINAN NORMAL
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir
spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu
maupun janin.
Bentuk persalinan berdasarkan teknik :
a. Persalinan spontan adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
b. Persalinan normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan cukup bulan (aterm, 37-42 minggu),
pada janin letak memanjang, presentasi belakang kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh
proses kelahiran itu berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan tanpa
komplikasi.
c. Persalinan anjuran adalah persalinan yang terjadi jika kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan
dari luar dengan jalan rangsangan, yaitu merangsang otot rahim berkontraksi seperti dengan menggunakan
prostaglandin, oksitosin, atau memecahkan ketuban.
d. Persalinan tindakan adalah persalinan yang tidak dapat berjalan normal secara spontan atau tidak berjalan
sendiri, oleh karena terdapat indikasi adanya penyulit sehingga persalinan dilakukan dengan memberikan
tindakan menggunakan alat bantu. Persalinan tindakan terdiri dari:
- Persalinan tindakan pervaginam. Apabila persyaratan pervaginam memenuhi, meliputi ekstraksi vakum
dan forsep untuk bayi yang masih hidup dan embriotomi untuk bayi yang sudah meninggal.
 Persalinan tindakan perabdomen. Apabila persyaratan pervaginam tidak memenuhi, berupa seksio
sesarea.
Persalinan berdasarkan umur kehamilan :
TM 2 REPRO
1. Abortus adalah terhentinya proses kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin di bawah 1.000
gram atau usia kehamilan di bawah 28 minggu.
2. Partus prematurus adalah persalinan dari hasil konsepsi pada umur kehamilan 28-36 minggu. Janin dapat hidup,
tetapi prematur; berat janin antara 1.000-2.500 gram.
3. Partus matures/aterm (cukup bulan) adalah partus pada umur kehamilan 37-40 minggu, janin matur, berat badan
di atas 2.500 gram.
4. Partus postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang
ditaksir, janin disebut postmatur.
5. Partus presipitatus adalah partus yang berlangsung cepat, mungkin di kamar mandi, di atas kenderaan, dan
sebagainya.
6. Partus percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau
tidaknya Cephalo pelvic Disproportion (CPD).
(Rohani, Saswita, R., Marisah, 2011, Asuhan Kebidanan Pada Masa Persalinan, Jakarta : Salemba medika)
 Sebab-sebab yang menimbulkan persalinan.
Terjadinya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah merupakan teori-teori yang kompleks antara
lain dikemukakan faktor-faktor humoral, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi.
1) Teori estrogen-progesteron : 1-2 minggu sebelum partus mulai terjadi penurunan kadar hormon estrogen
dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan menyebabkan
kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron turun.
2) Teori Oksitosin
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin yang dikeluarkan oleh hipofise
part posterior dapat menimbulkan kontraksi dalam bentuk Braxton Hicks.
3) Teori Prostaglandin
Konsentrasi prostaglandin yang dikeluarkan oleh desidua meningkat sejak umur hamil 15 minggu.
Prostaglandin dianggap dapat memicu persalinan, semakin tua umur kehamilan maka konsentrasi
prostaglandin makin meningkat sehingga dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi
dapat dikeluarkan.
4) Teori Hipotalhamus-Pituitari dan Glandula Suprarenal
Teori ini menunjukkan bahwa pada kehamilan dengan anensefalus sering terjadi keterlambatan persalinan
karena tidak terbentuk hipothalamus dan glandula suprarenal yang merupakan pemicu terjadinya persalinan.
5) Teori plasenta menjadi tua akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang
menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
6) Teori distensi rahim : rahim akan menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemia otot-otot rahim,
sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenter.
7) Teori iritasi mekanik : di belakang serviks terletak ganglion servikale (fleksus Frankenhauser). Bila
ganglion ini digeser dan ditekan, misalnya oleh kepala janin, akan timbul kontraksi uterus.
8) Induksi (induction of labour) partus dapat pula ditimbulkan dengan jalan:
a) Memecahkan ketuban ( amniotomi)
Pemecahan ketuban akan mengurangi keregangan otot rahim sehingga kontraksi segera dapat dimulai.
b) Induksi persalinan secara hormonal/kimiawi 11
Dengan pemberian oksitosin drip/prostaglandin dapat mengakibatkan kontraksi otot rahim sehingga hasil
konsepsi dapat dikeluarkan.
c) Induksi persalinan dengan mekanis
Dengan menggunakan beberapa gagang laminaria yang dimasukkan dalam kanalis servikalis dengan tujuan
merangsang pleksus frankenhauser.
d) Induksi persalinan dengan tindakan operasi
Dengan cara seksio caesaria.

 Tanda-tanda permulaan persalinan


Sebelum terjadinya persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelum wanita memasuki “bulannya” atau
“minggunya” atau “harinya” yang disebut kala pendahuluan (preparatory stage of labor). Ini memberikan tanda-
tanda sebagai berikut :
1) Lightening atau settling atau dropping yaitu kepala turun memasuki pintu atas panggul terutama pada
primigravida. Pada multipara tidak terlalu terlihat.
TM 2 REPRO
2) Perut terlihat lebih melebar, fundus uteri turun.
3) Perasaan sering atau susah buang air kecil (polakisuria) karena kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah
janin.
4) Perasaan sakit di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-kontraksi lemah dari uterus, kadang-kadang disebut
“false labor pains”.
5) Serviks menjadi lembek, mulai mendatar, dan sekresinya bertambah bisa bercampur darah (bloody show)
 Tanda-tanda in-partus
Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur.Keluar lendir bercampur darah (bloddy show)
yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks. Terkadang didapatkan ketuban pecah dengan
sendirinya. Pada pemeriksaan dalam didapatkan serviks mendatar dan telah ada pembukaan seperti telah
dikemukakan terdahulu, faktor-faktor yang berperan dalam persalinan adalah :
1) Kekuatan mendorong janin keluar (power) :his (kontraksi uterus), kontraksi otot-otot dinding perut, kontraksi
diafragma, dan ligamentous action terutama ligamen rotundum
2) Faktor janin
3) Faktor jalan lahir
(Mocthar, R. 2011. Sinopsis Obstetri , Obstetri Fisiologi dan patologi ed.3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.)

 Faktor Esensial Yang Mempengaruhi Kemajuan Proses Persalinan


Ada lima faktor yang mempengaruhi proses persalinan dan kelahiran, faktor-faktor ini mudah diingat yaitu 5P :
Passenger/ penumpang, passage way/ jalan lahir, power/kekuatan, position/ posisi ibu, dan respon psikologis.
(Pilliteri. (2003). Maternal and child health nursing care of childbearing and childrearing family. Philadelpia: Williams &
Wilkin.)
(Bobak., I. M., Lodermilk., D. L., Jensen., M. D., Perry., S. E.(2007). Maternity Nursing.5th edition. St. Louis: Mosby Year
Book Inc.)
a. Passenger/ Penumpang, yaitu : keadaan janin, plasenta dan cairan amnion.
Cara penumpang (passenger) atau janin bergerak di sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor,
yakni : ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin. Pada kelahiran normal yang mempengaruhi
penumpang (passenger) terdiri dari : ukuran kepala janin, persentasi janin (letak janin, sikap janin, posisi janin).
Plasenta juga harus melalui jalan lahir, inplantasi plasenta normal adalah pada bagian fundus uteri, maka pada
persalinan normal jarang mengahambat proses kelahiran.
 Passageway/ bentuk dan ukuran jalan lahir.
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus vagina (lubang
luar vagina). Empat jenis panggul dasar dikelompokkan sebagai berikut (a). ginekoid (tipe wanita klasik), (b). android
(mirip panggul pria), (c). antropoid (mirip panggul kera antropoid), (d). platipeloid (panggul pipih).
 Power / kekuatan kontraksi uterus.
Apabila serviks berdilatasi, usaha volunter (mengedan) dimulai untuk mendorong (kekuatan sekunder), yang
memperbesar kekuatan kontraksi involunter. Ada dua power / kekuatan yang sangat mempengaruhi yaitu:
(a). kekuatan primer yaitu kontraksi involunter, ialah frekuensi (waktu antar kontraksi yaitu, waktu antara awal suatu
kontraksi dan awal kontraksi berikutnya); durasi (lama kontraksi); dan intensitas (kekuatan kontraksi). Kekuatan primer
membuat serviks menipis (effacement) dan berdilatasi dan janin turun. Effacement (penipisan) serviks adalah
pemendekan dan penipisan serviks selama tahap pertama persalinan. Serviks, yang dalam kondisi normal memiliki
panjang 2 sampai 3 cm dan tebal sekitar 1 cm.
(b). Kekuatan Sekunder yaitu segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah, yakni
bersifat mendorong keluar, merasa ingin mengedan. Usaha mendorong ke bawah(kekuatan sekunder) dibantu dengan
usaha volunter yang sama dengan yang dilakukan saat buang air besar (mengedan). Tekanan ini menekan uterus pada
semua sisi dan menambah kekuatan untuk mendorong keluar. Apabila dalam persalinan wanita melakukan usaha
volunter (mengedan) terlalu dini, dilatasi serviks akan terhambat. Mengedan akan melelahkan ibu dan menimbulkan
trauma serviks.
TM 2 REPRO
 Position/ posisi ibu
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang,
memberi rasa nyaman, dan memperbaiki sirkulasi. Posisi tegak yaitu : berdiri, berjalan, duduk, dan jongkok. Posisi
tegak mengakibatkan curah jantung ibu yang dalam kondisi normal meningkat selama persalinan seiring kontraksi
uterus. Peningkatan curah jantung memperbaiki aliran darah ke uteroplasenta dan ginjal ibu. Posisi tegak juga
membantu mengurangi tekanan pada pembuluh darah ibu dan mencegah kompresi/ penekanan pada pembuluh
darah aorta dan vena kava yang dapat menurunkan perfusi plasenta.
 Psikologis/ psyche (respon psikologis ibu).
Pengalaman sebelumnya, kesiapan emosional (cemas, stress dan takut) terhadap persiapan persalinan, support
system/ dukungan sosial dan lingkungan, berpengaruh terhadap proses persalinan. Kelima faktor ini bersifat
interdependen, dalam mengkaji pola persalinan abnormal wanita, seorang perawat mempertimbangkan interaksi
kelima faktor ini dan bagaimana kelima faktor tersebut mempengaruhi proses persalinan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mulainya persalinan disebabkan faktor hormonal, yaitu adanya proses penurunan
kadar progesteron dan estrogen dimulai 1-2 minggu sebelum persalinan; peningkatan prostaglandin pada minggu ke-
15 sampai kehamilan aterm akan mengakibatkan struktur uterus, plasenta menjadi tua, villi korialis mengalami
perubahan, sirkulasi uterus terganggu sehingga plasenta mengalami degenerasi menyebabkan kebutuhan nutrisi pada
janin berkurang maka hasil konsepsi dikeluarkan. Adanya tekanan pada ganglion servikal dari pleksus frankenhouser
yang terletak dibelakang serviks, mengakibatkan terjadinya peningkatan kontraksi uterus.
Faktor hormonal yang juga mempengaruhi terjadinya proses persalinan adalah hormon progesteron yang dihasilkan
oleh plasenta, oksitosin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitary posterior dari ibu, juga oleh janin, estrogen, kortisol
yang dihasilkan oleh bagian korteks adrenal janin, prostaglandin yang dihasilkan desidua uteri dan selaput janin
(Piliteri,2003). Sedangkan menurut Bobak, 2007, mengatakan faktor yang berperan dimulainya persalinan adalah
adanya peningkatan produksi glukokortikoid dan androgen dari kelenjar janin sehingga menurunkan sekresi
progesteron dan meningkatkan produksi prostaglandin yang merangsang kontraksi uterus, perubahan rasio estrogen
serta peregangan dari uterus dan serviks.

 Mekanisme Persalinan
Menurut Prawirohardjo (2009), pada minggu- minggu terakhir kehamilan, segmen bawah lahir meluas untuk
menerima kepala janin, terutama pada primipara. Supaya janin dapat dilahirkan, janin harus beradaptasi dengan jalan
lahir selama proses penurunan. Putaran dan penyesuaian lain yang terjadi pada proses kelahiran disebut mekanisme
persalinan, yang terdiri dari :
1) Engagement
Apabila diameter biparietal kepala melewati pintu atas panggul, kepala dikatakan telah menancap (engaged) pada
pintu atas panggul. Pada wanita multipara hal ini terjadi sebelum persalinan aktif dimulai karena otot-otot abdomen
masih tegang, sehingga bagian presentasi terdorong ke dalam panggul.
2) Penurunan (decent)
Penurunan adalah gerakan bagian presentasi melewati panggul. Penurunan terjadi akibat tiga kekuatan, yaitu :
a) Tekanan dari cairan amnion
b) Tekanan langsung kontraksi fundus pada janin
c) Kontraksi diafragma dan otot-otot abdomen ibu pada tahap kedua persalinan. Pada kehamilan pertama,
penurunan berlangsung lambat, tetapi kecepatan sama.
3) Fleksi
Segera setelah kepala yang turun tertahan oleh serviks, dinding panggul, atau dasar panggul, dalam keadaan normal
fleksi terjadi dan dagu didekatkan ke arah dada janin. Dengan fleksi, suboksipitobregmatika yang berdiameter lebih
kecil (9,5 cm) dapat masuk ke dalam pintu bawah panggul.
4) Putaran Paksi Dalam
Putaran paksi dalam dimulai pada bidang setinggi spina iskiadika, tetapi putaran ini belum selesai sampai bagian
presentasi mencapai panggul bagian bawah.
5) Ekstensi
TM 2 REPRO
Saat kepala janin mencapai perineum, kepala akan defleksi ke arah anterior oleh perineum. Mula-mula oksiput
melewati permukaan bawah simfisis pubis, kemudian kepala muncul keluar akibat ekstensi, pertama-tama oksiput,
kemudian wajah dan akhirnya dagu.
6) Restitusi dan putaran paksi luar
Setelah kepala lahir, bayi berputar hingga mencapai posisi yang sama dengan saat ia memasuki pintu atas, gerakan ini
dikenal sebagai restitusi. Putaran 450 membuat kepala janin kembali sejajar 18dengan punggung dan bahunya.
Putaran paksi luar terjadi saat bahu engaged dan turun dengan gerakan kepala.
7) Ekspulsi
Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke atas tulang pubis ibu dan badan bayi dikeluarkan dengan gerakan
fleksi lateral ke arah simfisis pubis. Ketika seluruh tubuh bayi keluar, persalinan bayi selesai. Ini merupakan akhir tahap
kedua persalinan.

 Mekanisme Persalinan Normal


Hampir 96% janin berada dalam uterus dengan presentasi kepala dan pada presentasi kepala ini ditemukan 58% ubun-
ubun kecil terletak di kiri depan, 23% di kanan depan, 11% di kanan belakang, dan 8% di kiri belakang. Kedaan
ini mungkin disebabkan terisinya ruangan di sebelah kiri belakang oleh kolon sigmoid dan rektum. Terdapat 3 faktor
penting yang memegang peranan pada persalinan, yaitu kekuatan- kekuatan yang ada pada ibu seperti kekuatan
his dan kekuatan mengedan, keadaan jalan lahir,dan janinnya sendiri.
His adalah salah satu kuatan pada ibu, seperti telah dijelaskan yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong
janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam
rongga panggul. Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitimus, ialah bila arah
sumbu janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan
asinklitimus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan pintu atas panggul.
Sampai di dasar atas panggul kepala janin berada dalam keadaan fleksi maksimum. Kepala yang sedang turun
menemui diafragma pelvis dan tekanan intrauterin disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala
mengadakan rotasi. Sesudah kepala janin sampai di dasar panggul dan ubun-ubun kecil di bawah simfisis,
kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan. Pada tiap his vulva lebih membuka dan kepala
janin makin tampak. Perineum menjadi makin lebar dan tipis, anus membuka dinding rektum. Dengan kekuatan
his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tanpa bregma, dahi, muka dan akhirnya dagu.
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini
ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan gerakan kepala dengan punggung
anak. Bahu melintasi pintu atas panggul dalam keadaan miring. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terlebih
dahulu baru kemudain bahu belakang. Demikian pula dilahirkan prokanter depan baru kemudian prokanter
belakang. Kemudian bayi lahir seluruhnya. Apabila bayi telah lahir, segera jalan napas dibersihkan. Tali pusat dijepit di
antara dua cunam pada jarak 5 dan 10 cm. Kemudian, digunting di antara kedua cunam tersebut dan diikat.
Tunggul tali pusat diberi antiseptika. Umumnya bila telah lahir lengkap, bayi segera akan menarik napas dan
menangis.
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)

 Indikasi Persalinan normal:


Ada beberapa kondisi yang memungkinkan ibu hamil dapat lahir melalui jalan lahir (pervaginam) yang secara medis
dikenal juga sebagai indikasi persalinan spontan /persalinan normal, yaitu
- Panggul ibu normal
- Presentasi janin:kepala, (Bokong /Sungsang) dengan persalinan secara spontan/bantuan, (Melintang pada
janin kedua hamil kembar) dengan bantuan
- Plasenta normal
- Tali pusat normal
- Tidak ada kelainan jalan lahir: tumor (mioma, kista indung telur), infeksi
- Riwayat sesar 1x
- Tidak ada penyakit berat/spesifik pada ibu : jantung, asma berat, , minus tinggi, HIV, hepatitis
TM 2 REPRO

Faktor ibu - Bayi besar > 4 kg,


- Panggul sempit, - Kelainan Letak janin (Letak Lintang,
- Kemacetan persalinan (distosia), Sungsang),
- Usia > 40 th dengan komplikasi seperti darah - Gawat janin,
tinggi, diabetes, - Kelainan janin (hidrosefalus yang ingin
- Ibu dengan komplikasi berat diselamatkan),
(jantung,eklampsia) - Plasenta previa (ari2 menutupi jalan lahir),
- Adanya hambatan dijalan lahir (kista dan miom - Plasenta lepas (solusio placentae),
besar), - Prolaps tali pusat (tali pusat
- Riwayat sesar 2 kali atau lebih, menumbung/lahir dahulu),
- Ketuban pecah lama - Janin kembar dengan janin terbawah
Faktor janin-plasenta bukan letak kepala.
Walaupun persalinan secara normal merupakan pilihan, persalinan normal juga memiliki risiko terjadinya komplikasi,
misalnya:
- Kerusakan pada dasar panggul
- Tidak mampu menahan buang air kecil (Inkontinsia urin)
- Tidak mampu menahan buang air besar (Inkontinensia fekal)
- Gangguan fungsi seksual (nyeri perineum,vagina lebih kendor/lebar)
- Prolaps organ (turunnya kandungan,kandung kencing, usus)
- Kerusakan saraf pudendus (didaerah kemaluan)
- Trauma otot sfinkter anus dan dasar panggul

 Komplikasi persalinan.
Komplikasi persalinan adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa ibu atau janin, karena gangguan sebagai akibat
langsung dari kehamilan dan persalinan misalnya perdarahan, pre-eklampsi, eklampsi, infeksi jalan lahir, persalinan
lama, letak lintang dan letak sungsang. Komplikasi persalinan merupakan komplikasi yang terjadi pada saat persalinan,
baik yang muncul pada saat persalinan maupun yang telah diketahui pada masa kehamilan seperti distocia, pre-
eklampsia/ eklampsia (hipertensi) dan perdarahan. Klasifikasi komplikasi persalinan yaitu : 1. Perdarahan; 2. Infeksi; 3.
Pre-eklampsia/ eklampsia, pre-eklampsia; 4. Ruptur uteri; 5. Distosia/ persalinan macet; 6. Persalinan lama.
(Bratakoesoema., S.D. (2004). Patologi persalinan (Ilmu kesehatan reproduksi), Jakarta : EGC.)

 Proses persalinan terdiri dari 4 kala, yaitu :


1. Kala I (kala pembukaan)
In partu (partus mulai) ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah (bloody show), karena serviks mulai
membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement). Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar
kanalis servikalis karena pergeseran ketikaserviks mendatar dan terbuka.
Kala pembukaan dibagi atas 2 fase, yaitu :
- Fase laten: dimana pembukaan serviks berlangsung lambat ; sampai pembukaan 3cmberlangsung dalam 7-8
jam.
- Fase aktif: berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase yatu periode akselerasi, berlangsung 2 jam,
pembukaan menjadi 4cm. Periode dilatasi maksimal (steady), selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat
menjadi 9cm. Periode deselerasi, berlangsung lambat,dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10cm atau lengkap.
Dalam buku-buku, proses membukanya serviks disebut dengan berbagai istilah : melembek (softening), menipis
(thinned out), oblitrasi (oblitrated), mendatar dan tertarik keatas (effaced and taken up) dan membuka (dilatation).
Fase-fase yang dikemukakan di atas dijumpai pada primigravida. Bedanya dengan multigravida ialah pada
primigravida serviks mendatar dulu baru dilatasi dan biasanya berlangsung 13-14 jam sedangkan pada multipara
serviks mendatar dan membuka secara bersamaan dan berlangsung selama 6-7 jam
TM 2 REPRO
2. Kala II (kala pengeluaran janin)
Pada kala pengeluaran janin, his terkoordinir, kuat, cepat, dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah
turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris
menimbulkan rasa mengedan. Karena tekanan pada rektum, ibu merasa seperti mau buang air besar, dangan tanda
anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum meregang. Dengan
his mengedan yang terpimpin, akan lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi : 1 ½ - 2 jam,
pada multi ½ - 1 jam.
3. Kala III (kala pengeluaran plasenta)
Setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat, dan
berisi plasenta yang menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian, timbul his pelepasan dan
pengeluaran uri. Dalam waktu 5-1 menit seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan
atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri. Seluruh proses biasanya berlangsung 5-30 menit
stelah bayi lahir. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah kira-kira 100-200cc
4. Kala IV
Adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama
terhadap bahaya perdarahan postpartum.
Tabel Lamanya persalinan pada primi dan multi
Primi Multi
Kala I 13 jam 7 jam
Kala II 1 jam ½ jam
Kala III ½ jam ¼ jam
Lama Persalinan 14 ½ jam 7 ¾ jam

(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)

INDUKSI PERSALINAN
 Pengertian induksi persalinan
Menurut Saifuddin (2002) pengertian induksi persalinan dibedakan dengan akselerasi persalinan. Akselerasi persalinan
merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan frekuensi, lama, dan kekuatan kontraksi uterus dalam persalinan.
Sedangkan induksi persalinan menurut Saifuddin (2002) yaitu suatu tindakan merangsang uterus untuk memulai
terjadinya persalinan. Pengertian induksi persalinan menurut Gilbert (2003) yaitu semua usaha memulai kontraksi
uterus sebelum kejadian persalinan spontan sebagai fasilitas persalinan pervaginam. Pengertian induksi persalinan
menurut Cuningham (2006) yaitu terjadinya kontraksi uterus disebabkan oleh pengaruh hormone-hormon (adenosine
triphospate, estrogen dan progesterone) dan meningkatnya kadar beberapa elektrolit seperti kalsium, sodium dan
potassium, kontraksi protein yang spesifik (actin dan myosin), ephinephrine dan norephinephrine, oxytocin dan
prostaglandin. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa induksi persalinan adalah upaya
memfasilitasi persalinan pervaginam dengan cara menimbulkan kontraksi uterus sebelum tanda dan gejala persalinan
terjadi. Induksi persalinan dilakukan sebelum tanda dan gejala persalinan terjadi, sedangkan pada akselerasi tanda dan
gejala persalinan telah terjadi.

 Indikasi induksi persalinan


Menurut May dan Mahlmeister (1990) indikasi dilakukannya induksi persalinan yaitu hipertensi dalam kehamilan,
penyakit diabetes, ketuban pecah dini, post term, kondisi yang membahayakan janin. Indikasi induksi persalinan
menurut Ramsey (2000, dalam Gilbert, 2003) yaitu post term; penyakit maternal seperti diabetes, ginjal dan penyakit
jantung; penyakit hypertensi, premature rupturemembrane (PROM); oligohydramnions; dugaan gangguan
pertumbuhan janin atau chorioamnionitis. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa induksi
persalinan tidak dapat dilakukan pada kondisi yang normal baik pada ibu maupun pada janin.
Indikasi lain adalah pada kasus ketuban pecah dini (KPD) atau ketuban pecah sebelum waktunya. KPD merupakan
peristiwa dimana ketuban pecah tidak diikuti tanda dan gejala persalinan. Pecahnya ketuban sebelum waktunya dapat
TM 2 REPRO
mengakibatkan resiko infeksi pada janin dan ibu. Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja. Pemantauan
terhadap suhu tubuh ibu setiap tiga jam untuk menentukan adanya infeksi perlu dilakukan. Klien tidak dianjurkan
untuk berjalan-jalan walaupun hanya di sekitar ruang perawatan. Kondisi asfiksia intrauterin dapat terjadi apabila
terdapat talipusat menumbung. Mengingat kondisi ketuban pecah dini tersebut dapat membahayakan bagi janin dan
ibu maka persalinan harus segera dilakukan dimulai dengan induksi persalinan apabila kondisi ibu dan janin masih
dalam batas normal.
 Kontraindikasi induksi persalinan
Menurut May dan Mahlmeister (1990) kontra indikasi induksi persalinan diantaranya didasarkan pada kondisi ibu dan
janin. Kontra indikasi menurut ibu adalah (1) riwayat trauma pada uterus, (2) abnormalitas dari uterus, vagina atau
panggul, (3) adanya plasenta previa atau dugaan obrupsio placenta, (4) adanya herpes type II dalam traktus genetalis,
(5) grandemultipara, (6) overdistensi dari uterus yaitu pada kehamilan ganda atau polyhydramnion, (7) adanya
carcinomaservikal. Adapun kontra indikasi induksi persalinan berdasarkan dari faktor janin adalah (1) kelainan janin
(lintang atau bokong) (2) berat badan bayi rendah, (3) adanya fetal distress.
 Metode induksi persalinan
Induksi persalinan dapat dilakukan dengan cara pemecahan ketuban, pemberian oksitosin, pemberian obat
Misoprostol, pemberian hormon prostaglandin, pemasangan laminaria, pemasangan balon kateter. Keberhasilan
induksi persalinan tergantung kondisi serviks yang matang. Yang dimaksud serviks yang matang yaitu lembut, anterior,
penipisannya lebih dari 50 % dan dilatasi 2 cm atau lebih. Menurut Bishop (1964, dalam Gilbert, 2003) ada 13 point
scoring untuk memperkirakan kemungkinan klien dilakukan induksi persalinan.
Sementara itu menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG, 1999) jika pelvic score mencapai
8 atau lebih induksi biasanya berhasil (Gilbert, 2003).
Di Indonesia, pelaksanaan induksi didasarkan pada scoring yang sedikit berbeda. Ketentuan penilaian menurut
Saifuddin (2002) jika skor ≥ 6, induksi cukup dilakukan dengan oksitosin. Sedangkan jika skor ≤ 5, perlu dilakukan
pematangan serviks terlebih dahulu dengan pemberian prostaglandin atau pemasangan foley kateter.
5. Pemecahan ketuban (Amniotomi)
Menurut Varney (2004) pemecahan ketuban dengan disengaja merupakan salah satu bentuk induksi maupun
akselerasi persalinan . Dengan keluarnya sebagian air ketuban terjadi pemendekan otot rahim sehingga otot rahim
lebih efektif berkontraksi. Pendapat Varney tersebut mendukung pernyataan Saifuddin (2002) pemecahan ketuban
menimbulkan pembentukan prostaglandin yang akan merangsang persalinan dengan meningkatkan kontraksi uterus.
Dari pernyataan Varney dan Saifuddin tersebut dapat disimpulkan bahwa pemecahan ketuban dapat menjadi salah
satu alternative induksi persalinan. Pemecahan ketuban harus dilakukan dengan memperhitungkan banyak hal
diantaranya adalah ada tidaknya polihidramnion, presentasi muka, tali pusat terkemuka, vasa previa, adanya
presentasi selain kepala. Presentasi bagian bawah selain kepala merupakan kontra indikasi dilakukannya amniotomi.
Kepala janin yang belum masuk ke pintu atas panggul atau janin kecil juga merupakan kontra indikasi pemecahan
ketuban, karena kedua kondisi tersebut menjadi factor pemicu terjadinya prolaps talipusat. Prolaps talipusat dapat
menimbulkan asfiksia intra uterine akibat terjepitnya talipusat antara panggul dan kepala janin (Varney, 2004).
Selain itu ketuban dan kulit ketuban merupakan sesuatu yang berfungsi melindungi janin dalam rahim, perlindungan
terhadap infeksi dan perlindungan terhadap trauma. Menurut Saifudin (2002) pada daerah dengan insiden HIV tinggi,
selaput ketuban dipertahankan untuk melindungi bayi dari infeksi. Pecahnya ketuban beresiko terjadinya infeksi
intrauterine (korioamnionitis).Korioamnionitis sering terjadi akibat pecahnya ketuban yang lama (lebih dari 24 jam)
(Varney, 2004). Klien dengan korioamnionitis mengalami demam pada ibu, takikardia pada ibu dan janin, uterus lunak,
dinding vagina hangat, cairan ketuban purulen dan berbau tidak sedap. Infeksi memberikan dampak yang merugikan
pada kontraksi uterus sehingga menimbulkan distocia. Selain itu, dampak dari infeksi yaitu bayi dapat mengalami
pneumonia, asidosis intrauterine, paralisis serebri dan leukomalasia periventrikular kistik.
Amniotomi dini (pembukaan 2 cm) cenderung mengakibatkan amnionitis lebih lanjut, hiperstimulasi uterus, dan gawat
janin dibandingkan dengan amniotomi pada akhir (pembukaan 5cm) (Varney, 2004). Jadi dari uraian yang telah
dipaparkan tersebut menjadi dasar bagi tenaga penolong persalinan. Penolong persalinan harus memperhitungkan
secara cermat sebelum memecahkan kulit ketuban. Ketepatan waktu pemecahan dihubungkan dengan kondisi
pembukaan serviks dan posisi kepala janin di jalan lahir.
6. Pemberian Oksitosin drip
Oksitosin adalah suatu peptida yang dilepaskan dari bagian hipofisis posterior. Pada kondisi oksitosin yang kurang
dapat memperlambat proses persalinan, sehingga diperlukan pemberian oksitosin intravena melalui infuse. Oksitosin
TM 2 REPRO
meningkatkan kerja sel otot polos yang diam dan memperlambat konduksi aktivitas elektrik sehingga mendorong
pengerahan serat-serat otot yang lebih banyak berkontraksi dan akibatnya akan meningkatkan kekuatan dari kontraksi
yang lemah (Caldeyro, 1957 dalam Henderson & Jones, 2006). Caldeyro (1957, dalam Henderson & Jones, 2006)
menegaskan bahwa sensitivitas uterus sangat bervariasi dari satu persalinan ke persalinan berikutnya walaupun pada
ibu yang sama, oleh karena itu dosis pemberian harus disesuaikan dengan aktivitas dan kontraksi. Distress janin dapat
terjadi akibat stimulasi berlebihan. Selain itu oksitosin telah terbukti meningkatkan rasa nyeri yang dialami ibu dan
meningkatkan resiko hiperstimulasi (Thornon & Lilford, 1994 dalam Henderson & Jones, 2006). Berdasarkan
pernyataan Thornon dan Lilford (1994, dalam Henderson & Jones, 2006) tersebut maka pemberian oksitosin intravena
melalui infuse perlu prosedur yang benar dan pengawasan yang intensif. Menurut Saifuddin (2002) oksitosin harus
digunakan secara hati-hati karena dapat mengakibatkan gawat janin akibat hiperstimulasi uterus. Selain itu, pada
pemberian oksitosin dapat terjadi ruptur uteri terlebih pada ibu multipara. Penggunaan oksitosin pada ibu dengan
serviks belum matang akan menimbulkan kegagalan persalinan pervaginam. Pada kondisi serviks yang belum matang
dibutuhkan 12 sampai 18 jam untuk mematangkan serviks sebelum tindakan pemberian oksitosin drip dilakukan. Oleh
karena itu Ibu yang dilakukan induksi dengan pemberian oksitosin drip, dilakukan pemeriksaan dan pengawasan
terhadap: skor bishop, tekanan darah, denyut nadi, kontraksi uterus, relaksasi uterus, denyut jantung janin, kecepatan
cairan infuse oksitosin.
Oksitosin mulai diberikan melalui infuse dektrose atau garam fisiologis dengan ketentuan sebagai berikut: 2,5 unit
oksitosin dalam 500 cc dektrose atau garam fisiologis, pemberian mulai dari 10 tetes permenit, tetesan dinaikkan 10
tetes setiap 30 menit sampai kontraksi adekuat. Kontraksi adekuat yang diharapkan adalah adanya 3 kali kontraksi
yang lamanya lebih dari 40 detik. Ketika kontraksi uterus adekuat telah tercapai maka infuse dipertahankan sampai
terjadi kelahiran bayi (Saifuddin, 2002).
Pada kondisi hiperstimulasi uterus (kontraksi uterus lebih dari 60 detik atau lebih dari 4 kali dalam 10 menit) saat
berlangsung induksi persalinan, maka infuse segera dihentikan dan berikan Terbutalin 250 mcg I.V. pelan-pelan
selama 5 menit atau Salbutamol 5 mg dalam 500 ml cairan Ringer Lactat atau garam fisiologis dengan tetesan 10 tetes
permenit. Pemberian Terbutalin atau Salbutamol bertujuan untuk mengurangi hiperstimulasi uterus (Saifuddin, 2002).
Pada ibu yang telah diberikan induksi persalinan dengan ketentuan tersebut tidak tercapai kontraksi yang adekuat (3
kali kontraksi dalam 10 menit dengan lama lebih dari 40 detik setelah infuse mencapai 60 tetes permenit) maka
konsentrasi oksitosin dinaikkan menjadi 5 unit dalam 500 cc destrose atau garam fisiologis. Tetesan dimulai dengan
kecepatan 30 tetes permenit dan dinaikkan 10 tetes setiap 30 menit. Apabila pada ketentuan tersebut belum terdapat
kontraksi yang adekuat maka pada ibu primi para, maka konsentrasi oksitosin dinaikkan menjadi 10 unit dalam 500
dekstrose atau garam fisiologis.
Tetesan infuse oksitosin diberikan mulai 30 tetes permenit dan dinaikkan 10 tetes setiap 30 menit sampai kontraksi
adekuat. Apabila kontraksi adekuat yang diharapkan sesuai ketentuan tidak terjadi maka tindakan seksio sesarea
dilakukan. Pada ibu multipara dan ibu dengan bekas seksio sesarea tidak dianjurkan pemberian oksitosin 10 unit
dalam 500 cc dekstrose atau garam fisiologis (Saifuddin, 2002).
Fenomena di lapangan sampai sekarang pemberian oksitosin drip masih banyak digunakan untuk induksi persalinan.
Kehamilan dengan ketuban pecah dini lebih banyak diakhiri dengan induksi persalinan oksitosin drip. Penelitian
Darmadi dan Handoko (2001), bahwa dari 144 kasus ketuban pecah dini terdapat 53 kasus (36,8%) menggunakan
oksitosin drip. Selain itu hasil penelitian menunjukkan: (1) penggunaan oksitosin drip lebih banyak pada umur ibu 25-
29 tahun dengan jumlah kasus 22 (41,6%), dan (2) oksitosin drip lebih banyak digunakan primi para 34 kasus (64,2%).
7. Pemberian Prostaglandin
Menurut Varney (2004) angka kegagalan yang tinggi pada pemberian oksitosin untuk induksi persalinan pada ibu
dengan serviks tertutup dalam waktu lama memicu upaya untuk mencari cara mematangkan serviks sebelum induksi
persalinan dilakukan. Menurut Saifuddin (2002) prostaglandin sangat efektif untuk pematangan serviks selama induksi
persalinan. Pemberian prostaglandin mengurangi angka kegagalan induksi, sehingga dapat meningkatkan jumlah
persalinan pervaginam (Varney, 2004). Prostaglandin dapat diberikan intravena, per oral, intra servikal, transvaginal.
Berbagai studi dilakukan untuk menentukan keefektifan penggunaan prostaglandin. Prostaglandin yang diberikan
intravena akan menimbulkan efek samping yang parah terkait dengan pemberian sistemik.
Prostaglandin yang diberikan per oral lebih mudah dilakukan dan lebih diterima oleh ibu, namun tampaknya cara
tersebut lebih sulit untuk menghindari masalah seperti efek samping sistemik dan hiperstimulasi.
Ada dua unsur prostaglandin yang sejak lama merupakan fokus utama yang digunakan pada induksi persalinan yaitu
prostaglandin E1 dan prostaglandin E2. prostaglandin E1 dikenal dengan nama Misoprostol atau Cytotec. Sedangkan
prostaglandin E2 terdiri dari Cervidil dan Prepidil. Respon terkait dosis pada pemberian prostaglandin mencakup
TM 2 REPRO
pematangan serviks, distress janin, hiperstimulasi uterus, seksio sesarea untuk penanganan distress janin, ikterik pada
neonatus (Varney, 2004).
Mengingat resiko yang ditimbulkan akibat pemberian prostaglandin, maka sebelum pemberian prostaglandin
dilakukan pemantauan denyut nadi, tekanan darah, kontraksi uterus, pemeriksaan denyut jantung janin. Pemantauan
dilakukan dengan pengamatan partograf.
Fenomena yang terjadi sekarang ini pembukaan serviks sering yang dibantu dengan pemberian Misoprostol (cytotec).
Menurut Blanchette (1999, dalam Gilbert, 2003) menyatakan bahwa Misoprostol (cytotec) merupakan sintetik
prostaglandin E1 yang berfungsi meningkatkan kematangan serviks. Penggunaan Misoprostol dapat menurunkan
penggunaan oksitosin, memperpendek waktu persalinan dan menurunkan biaya.
Menurut saifuddin (2002) Misoprostol digunakan untuk pematangan serviks dan hanya digunakan pada kasus-kasus
tertentu misalnya: (1) pre eklampsia berat atau eklampsia dan serviks belum matang sedangkan seksio sesarea belum
dapat segera dilakukan atau bayi terlalu premature untuk bias hidup, (2) kematian janin dalam rahim lebih dari 4
minggu belum inpartu dan terdapat tanda-tanda gangguan pembekuan darah. Misoprostol tidak dianjurkan pada ibu
yang memiliki jaringan parut pada uterus (Varney, 2004).
Misoprostol dapat diberikan peroral, sublingual atau pervaginam. Menurut Saifuddin (2002) tablet misoprostol dapat
ditempatkan di forniks posterior vagina. Misoprostol pervaginam diberikan dengan dosis 25 mcg dan diberikan dosis
ulang setelah 6 jam tidak ada his. Apabila tidak ada reaksi setelah 2 kali pemberian 25 mcg, maka dosis dinaikkan
menjadi 50 mcg setiap 6 jam. Misoprostol tidak dianjurkan melebihi 50 mcg dan melebihi 4 dosis atau 200 mcg.
Misoprostol mempunyai resiko meningkatkan kejadian ruptur uteri, oleh karena itu misoprostol hanya digunakan
pada pelayanan kesehatan yang lengkap (ada fasilitas operasi) (Saifuddin, 2002). Saifuddin juga melarang pemberian
oksitosin dalam 8 jam sesudah pemberian misoprostol.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mendukung konsep dasar pemberian misoprostol. Penelitian tentang
Misoprostol sublingual untuk induksi persalinan aterm dilakukan oleh Shetty dan Templeton (2002) menunjukkan
bahwa pada kelompok sublingual lebih banyak pasien melahirkan bayi dalam 24 jam dan induksi persalinan lebih
singkat secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok oral. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa
terjadi satu kasus hiperstimulasi uterus pada kelompok sublingual. Dari uraian penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa Misoprostol sublingual tampak lebih efektif dan lebih diterima pasien dibandingkan dengan misoprostol
peroral. Oleh karena itu, Misoprostol sublingual dapat dipertimbangkan untuk induksi persalinan aterm, namun
demikian penggunaannya perlu perhatian sehubungan resiko kegagalan yang ditimbulkan yaitu perdarahan.
Penelitian Edwin dan Sabarudin pada tahun 1998 sampai 2000 dengan judul perbandingan dua cara penggunaan
Misoprostol-Oksitosin untuk induksi persalinan, dengan hasil : tidak tampak perbedaan dalam pencapaian fase
aktifsetelah pemberian Misoprostol 100 mgr pertama, sedangkan setelah pemberian misoprostol 100 mgr kedua
tampak perbedaan dengan lebih sedikitnya jumlah keberhasilan pencapaian pembukaan lengkap dibandingkan
penelitian sebelumnya. Pada penelitian tersebut juga didapatkan data terjadi peningkatan angka kegagalan induksi
setelah pemberian misoprostol dan oksitosin karena dilakukannya pembatasan waktu persalinan mengakibatkan
peningkatan angka caesarea sebesar 5 %.
Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa tindakan induksi persalinan tidak mutlak berhasil, ada yang
mengalami kegagalan. Tindakan medis untuk mengatasi kegagalan induksi persalinan yaitu dengan caesarea agar klien
dan janin dapat segera diselamatkan. Penelitian lain dilakukan oleh Anna, Sabarudin, Purwara, Mose, Krisnad dan
Nataprawira (1998) didapatkan jumlah perdarahan selama persalinan lebih banyak pada kasus gagal induksi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan Misoprostol mengakibatkan
hiperstimulasi uterus yang berakibat ruptur uteri dan perdarahan akibat lacerasi jalan lahir tersebut. Induksi
persalinan dengan prostaglandin E 2 (PGE2) bentuk pesarium 3 mg atau 2-3 mg ditempatkan pada forniks posterior
vagina. Tindakan tersebut dapat diulang 6 jam kemudian jika kontraksi tidak terjadi. Pemberian prostaglandin
dihentikan dan mulai dengan pemberian oksitosin drip jika terdapat ketuban pecah, pematangan serviks telah
tercapai, proses persalinan telah berlangsung, atau pemakaian prostaglandin telah mencapai 24 jam (Saifuddin, 2002).
Menurut Varney (2004) cervidil adalah preparat prostaglandin yang dimasukkan ke dalam mesh insert yang harus
ditempatkan dalam forniks posterior sehingga benangnya harus terlihat dari luar vagina. Alat tersebut mengabsorbsi
sekresi dan melepaskan dinoprostol dengan laju 0,3 mg/ jam selama 12 jam. Setelah cervidil dilepas, ditunggu 30
menit sebelum memulai infuse oksitosin. Ibu diminta tetap dalam posisi rekumben setidaknya selama 2 jam setelah
alat tersebut diinsersi sehingga lokasi obat dipertahankan. Cervidil sebaiknya dilepas apabila terjadi persalinan aktif,
distress janin, takikardia, atau hiperstimulasi.
TM 2 REPRO
Cervidil nyaman dan aman digunakan pada ibu yang rawat jalan. Prepidil adalah gel yang biasanya diberikan melalui
spuit yang sebelumnya telah diisi dan semprotkan ke dalam serviks tepat di dalam ostium uteri internum. Spuit
tersebut berisi 0, 5 mg dinoprostol dan suhunya disamakan dengan
temperatur ruangan sebelum insersi. Insersi spekulum dan visualisasi serviks penting dilakukan agar dapat
menempatkan gel tersebut dengan tepat. Ibu diminta tetap pada posisi dorsal selama 10 hingga 15 menit untuk
meminimalkan kebocoran. Dosis maksimum yang dianjurkan untuk periode 24 jam adalah 1,5 mg atau tiga dosis. Gel
prepidil sebaiknya dihapus dari vagina jika terjadi persalinan aktif, gawat janin, takikardia, atau hiperstimulasi uterus.
Selain itu efek samping pemberian prepidil adalah efek gastrointestinal berupa nause dan diare, nyeri punggung,
sensasi hangat pada vagina dan demam (Varney, 2004).
8. Pemasangan Kateter Foley
Pemasangan Kateter foley merupakan alternatif lain disamping pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks
dan induksi persalinan (Saifuddin, 2002). Pemasangan kateter foley tidak diperkenankan pada kondisi riwayat
perdarahan, ketuban pecah, pertumbuhan janin terhambat, atau adanya infeksi vagina. Pemasangan kateter foley
dilakukan dengan menggunakan forseps desinfeksi tingkat tinggi (DTT), dan dipastikan ujung kateter telah melewati
ostium uteri internum. Setelah pemasangan kateter foley, balon kateter dikembungkan dengan pemberian 10 cc air.
Ada perbedaan dari beberapa literatur tentang pengisian balon kateter. Menurut Varney (2004) pemberian cairan
atau udara untuk mengisi balon kateter sebanyak 25 cc sampai 50 cc agar kateter tetap pada tempatnya. Walaupun
ada perbedaan jumlah cairan atau udara pada pengisian balon kateter, tetapi yang terpenting adalah terjadinya
dilatasi serviks dan kontraksi uterus. Kateter foley didiamkan sampai timbul kontraksi uterus atau sampai batas
maksimal 12 jam (Saifuddin, 2002).
Menurut Gilbert (2003) pemasangan kateter foley lebih baik digunakan untuk pematangan serviks dibandingkan
pemberian misoprostol. Sebuah penelitian dilakukan oleh Saptowati pada tahun 2002 tentang kefektifan penggunaan
balon kateter untuk induksi persalinan pada kehamilan post term. Peneliti mengambil 110 kasus menggunakan balon
kateter dan 10 kasus menggunakan Misoprostol.
Hasil penelitian menunjukkan rata-rata perbedaan keberhasilan menggunakan balon kateter dengan Misoprostol
adalah 89,09 % dan 82,85 %. Pada nulipararata-rata keberhasilan penggunaan balon kateter 2,23 lebih tinggi
dibandingkan menggunakan Misoprostol. Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa klien
yang belum pernah mengalami persalinan (nulipara)tindakan induksi persalinan yang lebih baik adalah dengan
pemasangan balon kateter dibandingkan Misoprostol.
 Akibat induksi persalinan
Tindakan induksi persalinan merupakan suatu tindakan yang bertujuan merangsang timbulnya kontraksi uterus
sebelum tanda dan gejala persalinan spontan terjadi. Akibat induksi persalinan adalah klien merasakan gangguan
kenyamanan berupa nyeri persalinan. Menurut Ramsey (2000, dalam Gilbert, 2003) tindakan induksi persalinan
meningkatkan kebutuhan obat analgetik baik general maupun epidural berhubungan dengan nyeri yang dirasakan.
Tindakan induksi persalinan bukan hanya menimbulkan tanda dan gejala persalinan, namun tindakan induksi
persalinan dapat menimbulkan dampak yang berbahaya bagi klien dan janinnya apabila tidak dilakukan pengelolaan
dengan tepat. Resiko yang ditimbulkan akibat induksi persalinan tergantung dari metode induksi yang diterapkan.
Misoproston dan Dinoprostone dapat menimbulkan resiko hyperstimulasi uterusyang berakibat terjadinya ruptur
uteri. Selain itu penggunaan Dinoprostone menimbulkan gangguan pada gastrointestinal berupa nausea, vomitus,
diarrhea (ACOG, 1999 dalam Gilbert, 2003). Penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan dapat menimbulkan
hyperstimulasi pada uterus, aktivitas uterus yang tidak terkoordinasi, penurunan output urine, hipotensi, edema
pulmonary, kelahiran caesarea serta berakibat bahaya pada janin yaitu fetal distress pada janin dan
hiperbilirubinemia.
Pemecahan ketuban sebagai induksi persalinan juga menimbulkan dampak yang tidak baik bila tidak dikelola secara
tepat seperti timbulnya decelerasi variable, resiko infeksi, perubahan posisi janin. Apabila ada tali pusat
terkemukapemecahan ketuban dapat menimbulkan terjepitnya tali pusat antara kepala janin dan panggul ibu
sehingga menyebabkan asfiksia intra uterine dan fetal distress.
Selain itu metode pelebaran selaput janin juga dapat beresiko terjadinya perdarahan apabila terdapat kondisi placenta
previa. Menurut Ramsey (2000, dalam Gilbert, 2003) tindakan induksi persalinan pada nullipara meningkatkan resiko
40 % sampai 60 % caesarea. Selain induksi persalinan dengan menggunakan oksitosin, laminaria atau synthetic dapat
dipergunakan sebagai induksi persalinan dengan melebarkan serviks secara perlahan (Trofatter, 1992 dalam Gilbert,
2003). Namun demikian, laminaria atau synthetic dapat beresiko terjadinya chorioamnionitis yang disebabkan oleh
TM 2 REPRO
karena lamanya penggunaan alat tersebut yaitu 4 jam sampai 16 jam (Chua, 1997 & Krammer, 1995 dalam Bobak,
2005).
Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tindakan induksi persalinan
dapat membahayakan ibu dan janin. Perawat atau tenaga kesehatan yang memberikan asuhan pada klien harus
melakukan pengkajian yang cermat agar dampak negatif dari induksi persalinan dapat dihindarkan.

(Cunningham, et. al. (2006). Obstetri Williams. Jakarta. Jakarta: EGC.)


(Gilbert, E.S. & Harmon, J.S.(2003). Manual of risk pregnancy & delivery. (3th ed). Mosby Company)
(Henderson, C., & Jones, K. (2006). Essential midwifery. (Anjarwati, R., Komalasari, R., Adiningsing, D., Penterjemah).
Mosby Company.)
(May, K.A., Mahlmeiser, L.R. (1990). Comprehensive maternal nursing : nursing process and the childbearing family. (2nd
ed). Philadelphia : Lippincot Company)
(Saifuddin, A.B. (2002). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta)
(Varney, H., Kriebs, J.M.& Gegor, C.L.(2004). Midwifery. (Mahmudah, L.& Trisetyadi, G.,Penterjemah).(4thed).EGC)

2.2 PIMPINAN PERSALINAN NORMAL


Pimpinan Persalinan Normal
Persalinan normal adalah persalinan lewat vagina. Pada persalinan normal, proses persalinan diawali dengan
rasa mulas dan keluarnya lendir bercampur darah dari vagina. Rasa mulas dan nyeri (his) biasanya datang
secara teratur, semakin lama semakin kuat dan semakin nyeri, sampai anak berhasil dilahirkan. Proses
kelahiran anak diikuti oleh kelahiran ari-ari. Seringkali jalan lahir mengalami robekan (ruptur perineum) dan
butuh beberapa jahitan untuk memperbaikinya.
Suatu pimpinan persalinan normal dilakukan dengan syarat-syarat:
1. Adanya Penolong Yang Terampil
a. Seorang pemberi asuhan yang profesional
 Memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk:
 Menatalaksana persalinan, kelahiran dan masa nifas
 Dapat mengenali komplikasi-komplikasi
 Mendiagnosis, menatalaksana atau merujuk ibu atau bayi ke tingkat asuhan yang lebih tinggi jika terjadi
komplikasi yang memerlukan intervensi di luar kompetensi pemberi asuhan
 Dapat melakukan semua intervensi dasar kebidanan
2. Kesiapan Menghadapi Persalinan dan Kesiapan Menghadapi Komplikasi Bagi Pemberi Asuhan
a. Mendiagnosis dan menatalaksana masalah dan komplikasi dengan sesuai dan tepat waktu
b. Mengatur rujukan ke tingkat yang lebih tinggi bila diperlukan
c. Memberikan konseling yang berpusat pada ibu tentang kesiapan menghadapi persalinan dan kelahiran
serta kesiapan menghadapi komplikasinya
d. Mendidik masyarakat mengenai kesiapan menghadapi persalinan dan kelahiran serta kesiapan menghadapi
komplikasinya
3. Kesiapan Menghadapi Komplikasi Bagi Pemberi Asuhan
a. Mengenali dan merespon tanda-tanda bahaya
b. Menyusun rencana serta menentukan siapa yang berwenang untuk mengambil keputusan di saat keadaan
darurat
c. Membuat rencana untuk segera dapat mengakses dana (tabungan atau dana masyarakat)
 Mengidentifikasi dan merencanakan upaya yang harus dilakukan untuk mendapatkan darah atau donor
darah dengan segera bila diperlukan.
(Cunningham, et. al. (2006). Obstetri Williams. Jakarta. Jakarta: EGC.)
Pengenalan Persalinan
TM 2 REPRO
Wanita hamil yang telah mendekati hari perkiraan pelahiran bayi wajib untuk mengetahui tanda-tanda
persalinan. Wanita hamil harus segera melapor pada awal persalinan daripada menunda-nunda sampai waktu
kelahiran telah dekat karena kekhawatiran mengalami persalinan palsu. Penting bagi seorang tenaga kesehatan
untuk mendiagnosa apakah yang terjadi adalah persalinan sejati (sebenarnya) ataukah persalinan palsu.
Persalinan sejati didiagnosis apabila kontraksi yang menimbulkan nyeri (his) disertai oleh pendataran lengkap
serviks, bloody show (darah lendir), atau pecahnya keruban. Wanita dengan tanda-tanda ini diharuskan melahirkan
bayi dalam waktu 12 jam.
Tabel perbedaan persalinan sejati dan palsu

Jika dari hasil pemeriksaan di atas belum dapat dipastikan apakah persalinan sejati atau palsu maka dilakukan
observasi ibu tersebut sambil memeriksa keadaan umum ibu dan janin melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik (tekanan darah, suhu, dan denyut nadi). Setiap ibu yang masuk ke unit bersalin dilakukan suatu surveillans janin
(pemeriksaan janin waktu masuk) meliputi:
- uji nonstress (NST): penilaian ada tidaknya akselerasi denyut jantung janin dengan gerakan janin
- uji stress kontraksi (CST): penilaian frekuensi denyut jantung janin sebelum, selama, dan setelah kontraksi
uterus jika psaien telah in partu
Dengan pemeriksaan di atas dapat ditentukan apakah terdapat gawat janin atau tidak. Pada kasus persalinan palsu
dan telah dilakukan tes di atas dan hasilnya normal maka ibu dapat dipulangkan dari unit bersalin. Jika terdapat hasil
yang tidak normal maka ibu harus dirawat untuk memperbaiki keadaan ibu dan janinnya.
(Cunningham, et. al. (2006). Obstetri Williams. Jakarta. Jakarta: EGC.)
Persalinan normal terbagi dalam 4 fase (kala), yaitu:
Kala 1 : waktu untuk pembukaan serviks sampai pada pembukaan lengkap10 cm. Mengawasi wanita in-partu
sebaik-baiknya. Serta menanamkan semangat diri kepada wanita ini bahwa proses persalinan adalah fisiologis.
Tanamkan rasa percaya diri dan percaya pada penolong
Kala 2 : kala pengeluaran janin, waktu uterus dengan kekuatan his ditambah kekuatan mengedan mendorong
janin keluar hingga lahir. Pada umumnya kepala janin telah masuk ruang panggul. Ketuban yang menonjol biasanya
akan pecah sendiri. Bila belum pecah, harus dipecahkan. His datang lebih sering dan lebih kuat, lalu timbullah his
mengedan. Penolong harus telah siap untuk memimpin persalinan
Kala 3 : waktu untuk pelepasan dan pengeluaran uri. Pengawasan pada kala pelepasan dan pengeluaran ini cukup
penting, karena kelalaian dapat mengakibatkan resiko pendarahan yang dapat engakibatkan kematian. Biasanya,
uri akan lahir spontan dalam 15-30 menit, dapat ditunggu hingga 1 jam, tetapi tidak boleh ditunggu bila terjadi
banyak pendarahan
Kala 4 : mulai dari lahirnya uri selama 1-2 jam. Merupakan kala pengawasan seteah uri lahir 1-2 jam. Darah
yang keluar harus ditakar sebaik-baiknya. Kehilangan darah pada persalinan adalah biasa disebabkan oleh luka
karena pelepasan uri dan perobekan pada serviks dan perinium. Rata-rata dalam batas normal jumlah pendarahan
adalah 250cc. Biasanya 100-300cc. Bila pendarahan sudah lebih dari 500cc, ini sudah dianggap abnormal. Harus
dicari sebabnya.
(Cunningham, et. al. (2006). Obstetri Williams. Jakarta. Jakarta: EGC.)

Pemeriksaan per Vaginam


TM 2 REPRO
Paling sering, kecuali kalau sudah ada perdarahan yg lebih dari darah lendir, pemeriksaan vagina dgn kondisi
aseptik dilakukan untuk mengetahui hal-hal berikut:
b. Penipisan servix
c. Dilatasi servix
d. Posisi servix
e. Bagian presentasi
f. Stasi
g. Deteksi pecahnya selaput ketuban

Pemeriksaan Vagina
Pemeriksaan ini harus dilakukan secara halus dan hati-hati serta menyeluruh dalam keadaan aseptis
menggunakan sarung tangan. Sementara pasien berada dalam posisi lithotomi atau posisi dorsal oleh karena
dengan posisi tersebut pemeriksaan dan orientasi akan lebih mudah dilakukan. Selain itu pula, posisi ini juga
merupakan posisi terbaik untuk menentukan imbangan antara bagian terendah janin dengan panggul. Dalam
pemeriksaan vagina ada beberapa hal yang dapat diperiksa diantaranya :
1. Palpasi Cervix,
Dengan melakukan palpasi cervix kita dapat menentukan:
- Apakah cervix lunak / kenyal?
- Apakah cervix tipis dan mendatar atau tebal dan panjang?
- Apakah cervix mudah di dilatasikan / tidak?
- Apakah cervix tertutup atau terbuka? Kalau terbuka, perkirakan lebarnya diameter cincin cervix.
2. Presentasi, yaitu dapat ditentukan :
- Apakah presentasinya – kepala, bokong, atau bahu?
- Apakah ada caput succendaneum? Dan apakah kecil atau besar?
- Sampai dimana turunnya bagian terendah janin? Dimanakah kedudukan bagian terendah janin (bukan caput
succendaneum) terhadap garis spina ischiadica kanan – kiri ?
- Kalau di atas garis, maka stasiunnya : -1, -2, atau -3 cm. Kalau di bawahnya : +1, +2, atau +3 cm.
3. Kedudukan, dapat diketahui :
- Kalau presentasinya bokong, dimanakah sacrumnya? Dan kaki dalam keadaan fleksi atau extensi?
- Pada presentasi kepala carilah sutura sagitalisnya. Bagaimanakah arahnya? Pada diameter panggul
anteroposterior, oblique atau transversa?
- Apakah sutura sagitalis ada di tengah antara pubis dengan sacrum (synclitismus) ; dekat promontorium
(asynclitismus anterior) ; atau dekat symphysis pubis (asynclitismus posterior)?
- Apakah bregma di kanan ata kiri ? anterior atau posterior ? (bregma berbentuk baji dan merupakan
pertemuan empat buah suture).
- Dimanakah fontanella posterior ? (fontanella berbentuk huruf Y dan mempunyai tiga suturae).
- Apakah kepala dalam keadaan fleksi (occiput lebih rendah daripada sinciput) atau ekstensi (sinciput lebih
rendah dari occiput) ?
- Pada kasus-kasus kesulitan dalam mencari suturae, palpasi telinga dapat membantu menetapkan arah
sutura sagitalis dan dengan demikian juga diameter anteroposterior sumbu panjang kepala. Tragus
menunjuk kearah muka.
4. Ketuban
- Terabanya kantung ketuban merupakan bukti bahwa ketuban masih utuh.
- Keluarnya cairan, meconium, dan rambut janin yang dapat dijepit dengan sebuah klem, semua itu
menunjukkan bahwa ketuban telah pecah.
5. Penilaian panggul secara umum, adalah untuk menilai :
- Dapatkah promontorium diraba? Conjugata diagonalis dapat diukur secara klinis. Conjugata diagonalis
adalah jarak antara tepi bawah symphysis pubis dengan promontorium dan panjang rata-ratanya adalah
12,5 cm. Pada pemeriksaan vaginal diraba promontorium. Setelah ujung jari distal jari-jari mencapai
promontorium maka titik tempat bagian proksimal jari-jari bersentuhan dengan angulus subpubicus diberi
tanda. Kemudian jari-jari dikeluarkan dari vagina dan kemudian kedua titik tersebut diukur. Dengan
TM 2 REPRO
mengurangi panjang conjugata diagonalis 1,5 cm, maka diperoleh ukuran conjugata obstetrica.
Umumnya promontorium tidak dapat diraba dan ini diterima sebagai bukti bahwa diameter
anteroposterior PAP adekuat. Apabila promontorium teraba dan conjugata obstetrica diduga pendek maka
harus dilakukan pelvimetri dengan sinar tembus.
- Apakah bentuk PAP simetris?
- Apakah spina ischiadica menonjol dan posterior?
- Apakah sacrum panjang dan lurus atau pendek dan cekung?
- Apakah dinding samping sejajar atau konvergen?
- Apakah incisura ischiadica lebar / sempit?
- Apakah ada penonjolan tulang atau jaringan lunak ke dalam cavum pelvis?
- Bagaimana lebarnya angulus subpubicus ? Jarak antara tuber ischiadicum (rata-rata 10, 5 cm) secara kasar
dapat diukur dengan meletakkan tinju diantara tuber ischiadicum kanan dan kiri. Kalau ini dapat
dikerjakan maka diameter transversa PBP dianggap adekuat.
- Apakah jaringan-jaringan lunak dan perineum lemas dan elastis atau keras dan kaku?
6. Hubungan Fetopelvik
 Bagaimana persesuaian antara bagian terendah dan panggul?
 Apabila engagement belum terjadi, maka dapatkah bagian terendah didorong masuk panggul dengan
tekanan pada fundus dan suprapubis?
 Apakah bagian terendah menonjol diatas symphysis?
C. Penatalaksanaan Partus Kala 1
Pemeriksaan fisik umum yang belum dilakukan harus diselesaikan sesegera mungkin setelah pasien masuk
rawat inap. Yang paling baik, seorang dokter dapat membuat kesimpulan tentang normalnya kehamilan
tersebut apabila semua pemeriksaan, termasuk tinjauan ulang rekan medis dan laboratium, sudah dilaksanakan.
Sebuah rencana yang rasional untuk memantau persalinan kemudian dapat ditegakkan berdasarkan kepentingan
janin dan ibunya. Bila tidak ada kelainan yang ditemukan atau diduga, si ibu harus diyakinkan bahwa semuanya
beres. Meskipun durasi rata-rata persalinan kala satu pada wanita nulipara adalah sekitar 7 jam dan wanita
para sekitar 4 jam, terdapat variasi individual yang besar. Oleh karena itu, pernyataan pasti lamanya persalinan
tidaklah bijaksana.
Pemantauan kesejahteraan janin selama persalinan. Untuk mendapatkan hasil akhir kehamilan yang optimal, harus
dibuat program yang tersusun rapi untuk memberikan surveilans ketat tentang kesejahteraan ibu dan janin
selama persalanin. Semua observasi harus dicatat secara tepat. Frekuensi, intesitas, dan lamanya kontraksi
uterus, serta respons denyut jantung janin terhadap kontraksi tersebut harus diperhatikan benar. Aspek-aspek ini
dapat dievaluasi dengan tepat dalam urutan yang logis.
Frekuensi Denyut Jantung Janin. Frekuensi denyut jantung janin dapat diketahui dengan stetoskop yang sesuai
atau salah satu di antara berbagai macam alat ultrasonik Doppler. Perubahan frekuensi denyut jantung janin
yang kemungkinan besar berbahaya bagi janin hampir selalu dapat ditemukan setelah kontraksi uterus. Karena itu,
jantung janin wajib diperiksa dengan auskultasi segera setalah terjadi kontraksi. Untuk menghindari
kebingungan antara kerja jantung ibu dan janinnya, denyut nadi ibunya hendaknya dihitung pada saat menghitung
frekuensi denyut jantung janin. Bila tidak, takikardia ibu mungkin disalahartikan sebagai frekuensi denyut jantung
janin normal. Resiko, bahaya, atau gawat janin-yaitu hilangnya kesejahteraan janin-dicugai apabila frekuensi denyut
jantung janin yang diukur segera setelah kontraksi berulang kali berada di bawah 110 denyut per menit. Gawat
janin sangat mungkin terjadi apabila denyut jantung terdengar kurang dari 100 denyut per
menit sekalipun ada perbaikan hitung detak jantung menjadi 110 sampai 160 denyut per menit sebelum kontraksi
berikutnya. Apabila setelah kontraksi ditemukan deselerasi semacam ini, persalinan tahap selanjutnya, jika
dimungkinkan, paling baik dimonitor secara elektronik America Academy of Pediatrics dan America College of
Obstetricians and Gynecologists (1997) merekomendasikan bahwa selama persalainan kala I, bila tidak ditemukan
adanya kelainan, jantung janin harus diperikasa segera setelah kontraksi setidaknya setiap 30 menit, kemudian setiap
15 menit pada persalinan kala II. Jika digunakan pemantauan elektronik kontinu, grafik dinilai sekurangnya setiap
30 menit selama persalinan kala I dan setidaknya setiap 15 menit selama persalinan kala II. Untuk ibu hamil yang
beresiko, auskultasi dilakukan setiap 15 menit selama persalinan kala I dan setiap 5 menit selama persalinan
kala II. Pemantauan elektronik kontinu dapat digunakan dengan penilaian grafik setiap 15 menit selama persalinan
kala II.
TM 2 REPRO
KONTRAKSI UTERUS. Dengan melakukan penekanan ringan oleh telapak tangan diatas uterus, pemeriksa dapat
menentukan waktu dimulainya kontraksi. Intensitas kontraksi diukur berdasarkan derajat ketegangan yang
dicapai uterus. Pada puncak kontraksi efektif, jari atau ibu jari tangan tidak dapat menekan uterus. Selanjutnya,
dicatat waktu ketika kontraksi tersebut menghilang. Urutan ini diulangi untuk mengevaluasi frekuensi, durasi,
dan intensitas kontraksi uterus. Yang paling baik adalah mengukur kontraksi uterus dengan menyebut derajat
ketegangan atau resistensi terhadap indentasi.Pemantauan Dan Penatalaksanaan Ibu Dan Selama Persalinan
TANDA VITAL IBU. Suhu, denyut nadi, tekanan darah ibu dievaluasi setidaknya setiap 4 jam (Tabel13-3). Jika
selaput ketuban telah pecah lama sebelum awitan persalinan, atau jika terjadi kenaikan suhu ambang, suhu
diperiksa tiap jam. Selain itu, bila terjadi pecah ketuban yang lama-lebih dari 18 jam-disarankan untuk memberikan
antibiotik profilaksis terhadap infeksi steptokokus grup B. (American College of Obstetricians and
Gynecologists,1996).
PEMERIKSAAN VAGINA SELANJUTNYA. Pada persalinan kala satu, perlunya pemeriksaan vagina selanjutnya untuk
mengetahui status serviks dan station serta posisi bagian terbawah akan sangat bervariasi. Bila selaput ketuban
pecah, pemeriksaan hendaknya diulangi secara cepat jika pada pemeriksaan sebelumnya kepal janin belum cakap
(engaged). Frekuensi denyut jantung janin harus diperiksa segera dan pada kontrasi uterus
berikutnya untuk mendeteksi kompresi tali pusat yang tidak diketahui. Di Parkland Hospital, pemeriksaan
panggul sering dilakukan secara periodik dengan interval 2-3 jam untuk menilai kemajuan persalinan
ASUPAN ORAL. Makanan harus ditunda pemberiannya selama proses persalainan aktif. Waktu pengosongan
lambung memanjang secara nyata saat proses persalinan berlangsung dan diberikan obat analgesik. Sebagai
akibatnya, makanan dan sebagian besar obat yang dimakan tetap berada di lambung dan tidak diabsorpsi;
melainkan, dapat dimuntahkan dan teraspirasi. Terdapat kecenderungan memberikan cairan dengan jumlah yang
terbatas untuk wanita in partu .
CAIRAN INTRAVENA. Meskipun telah menjadi kebiasaan di banyak rumah sakit untuk memasang sistem infus
intravena secara rutin pada awal persalinan, jarang ada ibu hamil normal yang benar-benar memerlukannya,
setidaknya sampai analgesia diberikan. Sistem infus intravena menguntungkan selama masa nifas dini untuk
memberikan oksitosin profilaksis dan seringkali bersifat terapeutikketika terjadi atonia uteri. Selain itu, persalinan
yang lebih lama, pemberian glukosa, natrium dan air untuk wanita yang sedang berpuasa dengan kecepatan 60
sampai 120 ml per jam, efektif untuk mencegah dehidrasi dan asidosis.
Rekomendasi Pimpinan Persalinan Kala I dan II Normal pada
Wanita tanpa Faktor Risiko Anestetik, Medis atau Obstetris
1. Tanda vital ibu diperiksa sekurang-kurangnya setiap 4 jam.
2. Pemeriksaan vagina periodik menggunakan pelumas larut-air dan steril; hindari antiseptik povidon-iodin dan
heksaklorofen.
3. Diizinkan untuk minim cairan jernih, kadang-kadang potongan es batu, sedikit demi sedikit dan memakai
pelembab bibir. Hidrasi intravena diindikasikan bila persalinan memanjang.
4. Si ibu harus mempunyai pilihan untuk dapat berjalan-jalan selama persalinan kala I.
5. Pereda nyeri harus bergantung pada kebutuhan dan keinginan si ibu.
Dari American Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians and Gynecologists, 1997, dengan
izin.

POSISI IBU SELAMA PERSALINAN. Ibu yang dalam proses bersalin tidak perlu berbaring di tempat tidur pada awal
persalinan. Sebuah kursi yang nyaman mungkin lebih bermanfaat secara psikologis. Di tempat tidur, ibu
hendaknya diperolehkan mengambil posisi yang rasanya enak, paling sering adalah berbaring miring. Ibu tidak
harus ditahan pada posisi terlentang.
ANALGESIA. analgesi paling sering mulai diberikan berdasarkan rasa nyeri pada wanita yang bersangkutan. Jenis
analgesia, jumlahnya, dan frekuensi pemberian hendaknya didasarkan pada kebutuhan untuk menghilangkan
nyeri di satu pihak, dan kemungkinan melahirkan bayi yang sakit di lain pihak. Penetapan waktu, metoda
pemberian, dan ukuran dosis awal serta lanjutan obat-obat analgesik yang bekerja secara sistemik sangat
didasarkan pada interval waktu yang diharapkan sampai pelahiran. Oleh karenanya, pemeriksaan vagina
berulang sebelum memberikan analgetik lebih banyak sering kali dapat diterima. Dengan munculnya gelaja-
gejala khas persalinan kala dua, yaitu dorongan untuk mengejan, status serviks dan bagian terbawah janin harus
dievaluasi kembali.
TM 2 REPRO
AMNIOTOMI. Bila selaput ketuban masih utuh, ada dorongan yang besarbahkan pada persalinan normal
sekalipun-untuk melakukan amniotomi. Manfaat yang diperkirakan adalah persalinan bertambah cepat, deteksi
dini kasus pencemaran mekonium pada cairan amnion, dan kesempatan untuk memasang elektroda ke janin
serta memasukkan pressure catheter ke dalam rongga uterus. Jika amniotomi dilakukan, harus diupayakan
menggunakan teknik aseptik. Yang penting, kepala janin harus tetap berada di serviks dan tidak dikeluarkan dari
panggul selama prosedur; karena tindakan seperti itu akan menyebabkan prolaps tali pusat.
FUNGSI KANDUNG KEMIH. Distensi kandung kemih harus dihindarkan karena dapat mengakibatkan persalinan
macet dan selanjutnya menimbulkan hipotonia serta infeksi kandung kemih. Setiap melakukan pemeriksaan
abdomen, daerah suprapubik hendaknya diinspeksi dan dipalpasi untuk mendeteksi pengisian kandung kemih.
Jika kandung kemih dengan mudah dapat dilihat dan dipalpasi di atas simfisis, wanita tersebut dianjurkan untuk
berkemih. Sewaktu-waktu ibu diperbolehkan untuk berjalan dengan bantuan ke toilet dan berhasil berkemih,
sekalipun ibu tidak dapat berkemih di tempat tidur. Jika kandung kencing terdistensi dan tidak dapat berkemih,
diindikasikan kateterisasi intermiten
D. Kala II
Kala II mulai bila pembukaan serviks lengkap. Umumnya pada akhir kala I atau permulaan kala II dengan kepala
janin sudah masuk dalam ruang panggul, ketuban pecah sendiri. Bila ketuban belum pecah spontan, ketuban
harus dipecahkan (amniotomi). Kadang-kadang pada permulaan kala II ini wanita tersebut ingin muntah disertai
rasa ingin mengedan kuat. His akan timbul lebih sering dan merupakan tenaga pendorong janin. Disamping
his, wanita tersebut harus dipimpin meneran (untuk membuat kontraksi dinding abdomen dan diafragma
menekan uterus) pada waktu his. Di luar his denyut jantung janin harus sering diawasi. Ada 2 cara mengedan :
1. Wanita tersebut dalam letak berbaring merangkul kedua pahanya sampai batas siku. Kepala sedikit
diangkat, sehingga dagu mendekati dada dan ia dapat melihat perutnya.
2. Sikap seperti di atas, tetapi badan dalam posisi miring ke kanan atau kiri tergantung pada letak punggung
anak. Hanya satu kaki dirangkul, yakni kaki yang berada di atas. Posisi yang menggulung ini memang fisiologis.
Posisi ini baik dilakukan bila putaran paksi dalam belum sempurna. Dokter atau penolong persalinan berdiri pada sisi
kanan wanita tersebut.Bila kepala janin telah sampai pada dasar panggung, vulva mulai membuka. Rambut
kepala janin mulai tampak. Perineum dan anus tampak mulai meregang. Perineum mulai lebih tinggi,
sedangkan anus mulai membuka. Anus pada mulanya bulat berubah berbentuk "D" dan tampak dinding depan
rektum. Perineum ditahan dengan tangan kanan sebaiknya dengan kassa steril, bila tidak ditahan akan robek
(Ruptura perinei).
(Cunningham, et. al. (2006). Obstetri Williams. Jakarta. Jakarta: EGC.)
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)

Dianjurkan untuk melakukan episiotomi (insisi pada perineum dengan gunting) pada primigravida dan pada
perineum kaku. Episiotomi dilakukan pada saat perineum tipis dan kepala tidak masuk kembali ke dalam
vagina. Ketika kepala janin akan mengadakan defleksi dengan suboksiput di bawah simfisis sebagai hipomoklion,
sebaiknya tangan kiri menahan bagian belakang kepala dengan maksud agar gerakan defleksi tidak terlalu cepat.
Dengan demikian, ruptura perinei dapat dihindarkan. Untuk mengawasi ruptura perineum ini posisi miring (Sims
position) lebih menguntungkan dibandingkan posisi biasa. Akan tetapi, bila perineum jelas telah tipis dan
menunjukkan akan timbul ruptura perinei, maka sebaiknya dilakukan epistotomi,. Dikenal :
a). epistotomi mediana (pada garis tengah, baik dilakukan pada multipara), b). epistotomi mediolateralis (pada garis
tengah dan diperluas ke lateral saat mendekati anus, baik dilakukan pada primi), dan c). epistotomi lateralis
(langsung miring terhadap sumbu perineum, dapat memberikan pembukaan yang terbesar, kadang dilakukan
pada keadaan direncanakan ekstraksi forceps atau ekstraksi vakum)
Keuntungan epistotomi mediana ialah tidak menimbulkan perdarahan
banyak dan penjahitan kembali lebih mudah, sehingga sembuh per
primam dan hampir tidak berbekas. Bahayanya ialah dapat
menimbulkan ruptura perinei totalis (robekan perineum tembus
sampai m.sfingter ani, bahkan kadang sampai mukosa
rektum).Perawatan ruptura perinei totalis harus dikerjakan serapi-
rapinya, agar jangan sampai gagal dan timbul inkontinensia alvi. Untuk
menghindarkan robekan perineum dapat dilakukan perasat Ritgen : bila
perinuem meregang dan menipis, tangan kiri menahan dan
TM 2 REPRO
menekan bagian belakang kepala janin ke arah anus. Tangan kanan pada perineum, dengan ujung-ujung jari
tangan kanan tersebut melalui kulit perineum dicoba menggait dagu janin dan ditekan ke arah simfisis dengan
hati-hati. Dengan demikian, kepala janin dilahirkan perlahan-lahan ke luar. Setelah kepala lahir diperhatikan apakah
tali pusat melilit leher janin. Lilitan dapat dilonggarkan dan bila sukar dapat dilepaskan dengan menjepit tali
pusat dengan 2 cunam Kocher kemudian dipotong diantaranya dengan gunting yang tumpul ujungnya.
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)

E. Kelahiran spontan
Pada waktu kepala meregangkan vulva dan perineum pada saat kontraksi sehingga cukup untuk membuka
introitus vagina menjadi berdiameter sekitar 5 cm, perlu memasang duk steril dengan satu tangan untuk melindungi
introitus dari anus dan kemudian menekan ke depan pada dagu janin melalui perineum tepat di depan
coccygis, sementara tangan lainnya memberikan tekanan di atas pada occiput. Kepala dilahirkan secara berlahan
dengan basis occiput berputar di tepi bawah symphisis pubis sebagai titik tumpu, sementara bregma
(fontanela anterior), dahi dan wajah berturut-turut terlihat di perineum. Setelah kepala lahir, kepala
mengadakan putaran paksi luar ke arah letak punggung janin. Usaha selanjutnya melahirkan bahu janin.
Mula-mula lahirkan bahu depan, dengan kedua telapak tangan pada samping kiri dan kanan kepala janin. Kepala
janin ditarik perlahan kearah anus sehingga lahir bahu depan, tarikan tidak boleh terlalu keras dan kasar oleh
karena dapat menimbulkan robekan pada muskulus sternokleidomastoidues. Kemudian, kepala janin diangkat
kearah simfisis untuk melahirkan bahu belakang.
Setelah kedua bahu janin dapat dilahirkan, maka usaha selanjutnya ialah melahirkan badan janin, trokanter anterior
dan disusul trokanter posterior. Dengan kedua tangan di bawah ketiak janin dan sebagaian di atas dipunggung atas
berturut-turut dilahirkan badan janin, trokanter anterior dan trokanter posterior.
Setelah janin lahir, bayi sehat dan normal akan segera menarik napas dan langsung menangis keras. Kemudian
bayi diletakkan dengan kepala ke bawah kira-kira membentuk sudut 30 derajat dengan bidang datar.Lendir pada
jalan napas segera dibersihkan atau diisap dengan pengisap lendir. Tali pusat dipotong 5-10 cm dari umbilikus
diantara 2 cunam Kocher. Bila kemungkinan akan melakukan exchange transfusion pada bayi maka pemotongan
tali pusat diperpanjang sampai antara 10-15cm. Ujung tali pusat bagian bayi didesinfeksi dan diikat kuat. Hal ini
harus diperhatikan benar karena bila ikatan kurang kuat, ikatan dapat terlepas dan perdarahan dari tali pusat masih
dapat terjadi yang membahayakan bayi tersebut. Kemudian diperhatikan kandung kencing ibu. Bila penuh,
dilakukan pengosongan kandung kencing, sedapat-dapatnya wanita bersangkutan disuruh kencing sendiri.
Kandung kencing yang penuh dapat menimbulkan atonia uteri dan mengganggu pelepasan plasenta yang
berarti menimbulkan perdarahan postpartum.

F. Janin terlilit tali pusat


Tali pusat yang melilit janin bisa memicu kematian. Tetapi ternyata lilitan tali pusat tidaklah terlalu
membahayakan. Lilitan tali pusat menjadi bahaya ketika memasuki proses persalinan dan terjadi kontraksi
rahim (mulas) dan kepala janin mulai turun memasuki saluran persalinan. Lilitan tali pusat menjadi semakin erat dan
menyebabkan penekanan atau kompresi pada pembuluh-pembuluh darah tali pusat. Akibatnya, suplai darah yang
mengandung oksigen dan zat makanan ke bayi akan berkurang, mengakibatkan bayi menjadi sesak atau hipoksia.
Sebab Janin terlilit tali pusat
Pada usia kehamilan sebelum 8 bulan umumnya kepala janin belum memasuki bagian atas panggul. Pada saat itu
ukuran bayi relatif masih kecil dan jumlah air ketuban banyak sehingga memungkinkan bayi terlilit tali pusat. Pada
kehamilan kembar dan air ketuban berlebihan atau polihidramnion kemungkinan bayi terlilit tali pusat meningkat.
Tali pusat yang panjang dapat menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali pusat bayi rata-rata 50 sampai 60 cm. Namun
tiap bayi mempunyai panjang tali pusat berbeda-beda. Dikatakan panjang jika melebihi 100 cm dan dikatakan
pendek jika panjangnya kurang dari 30 cm.

Penyebab bayi meninggal karena tali pusat


Puntiran tali pusat secara berulang-ulang ke satu arah. Biasanya terjadi pada trimester pertama atau kedua. Ini
mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui tali pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut
TM 2 REPRO
umumnya bayi masih bergerak dengan bebas. Lilitan tali pusat pada bayi terlalu erat sampai dua atau tiga lilitan.
Hal tersebut menyebabkan kompresi tali pusat sehingga janin mengalami kekurangan oksigen

Penanganan
Memberikan oksigen pada ibu dalam posisi miring. Namun, bila persalinan masih akan berlangsung lama dan
detak jantung janin semakin lambat (bradikardia), persalinan harus segera diakhiri dengan tindakan operasi
caesar. Melalui pemeriksaan teratur dengan bantuan USG untukk melihat apakah ada gambaran tali pusat di
sekitar leher. Namun, tidak dapat dipastikan sepenuhnya bahwa tali pusat tersebut melilit leher janin atau tidak.
Apalagi untuk menilai erat atau tidaknya lilitan. Namun, dengan USG berwarna (collor dopper) atau USG 3
dimensi, Anda dapat lebih memastikan tali pusat tersebut melilit atau tidak di leher janin, serta menilai erat tidaknya
lilitan tersebut.

Tanda tanda bayi terlilit tali pusat


Pada bayi dengan usia kehamilan lebih dari 34 minggu, namun bagian terendah janin (kepala atau bokong)
belum memasuki bagian atas rongga panggul. Pada janin letak sungsang atau lintang yang menetap meskipun telah
dilakukan usaha untuk memutar janin (Versi luar/knee chest position ) perlu dicurigai pula adanya lilitan tali pusat.
Tanda penurunan detak jantung janin di bawah normal, terutama pada saat kontraksi rahim. (Conectique, 2008)

G. Pelahiran Bahu
Setelah lahir, kepala jatuh ke posterior, sehingga wajah hampir menempel ke anus. Oksiput segera memutar
kearah salah satu paha ibunya sehingga kepala mengambil posisi melintang. Gerakan-gerakan restitusi
selanjutnya (rotasi eksterna) menunjukkan bahwa diameter biakromion (diameter transversal dada) telah
memutar menyesuaikan dengan diameter anteroposterior panggul. Paling sering, bahu terlihat di vulva tepat
setelah rotasi eksternal dan lahir spontan. Kadangkala, terjadi pelambatan dan tampaknya perlu dianjurkan
ekstraksi segera. Pada keadaan itu, sisi kepala dipegang dengan kedua tangan dan lakukan traksi kearah bawah
secara perlahan, dilakukan sampai bahu anterior terlihat dibawah arkus pubis.
Beberapa praktisi lebih memilih melahirkan bahu anterior sebelum menghisap nasofaring atau memeriksa tali pusat
untuk menghindari distosia bahu. Lalu, dengan gerakan keatas bahu posterior dilahirkan. (Cunningham, et.al, 2006)
Sisa badan hampir selalu mengikuti bahu tanpa kesulitan, tetapi pada kasus persalinan yang berkepanjangan,
pelahiran badan dapat dipercepat dengan tarikan sedang pada kepala dan tekanan sedang pada fundus uteri.
Mengaitkan jari-jari di aksila hendaknya dihindari, karena akan mencederai saraf ekstremitas superior sehingga
menimbulkan paralisis sementara atau mungkin permanen. Selanjutnya, traksi hendaknya hanya dikerjakan
searah sumbu panjang bayi karena kalau ditarik miring dapat menyebabkan tertekuknya leher dan peregangan
belebihan pleksus brakialis.

H.Membersihkan nasofaring
Membersihkan nasofaring dilakukan untuk meminimalkan kemungkinan aspirasi debris cairan amnion dan darah
yang mungkin terjadi setelah dada lahir dan bayi menarik nafas, wajah cepat-cepat diusap dan lubang hidung
serta mulut bayi diaspirasi.

Teknik Intubasi
Kepala janin dalam posisi menghadap ke atas. Laringoskop dimasukkan ke dalam sisi dalam mulut, kemudian
diarahkan ke posterior ke arah orofaring kemudian laringoskop digerakkan secara perlahan ke dalam ruangan di
antara dasar lidah dan epiglottis. Elevasi perlahan ujung laaringoskop akan mengangkat ujung epiglotis serta
memajankan glottis dan pita suara. Pipa endotrakeal dimasukkan melaui sisi kanan mulut dan dimasukkan melalui
pita suara sampai bahu pipa mencapai glotis. Ukuran pipa endutrakeal harus sesuai dengan janin. Langkah yang
diambil untuk memastikan pipa berada dalam trakea dan bukan di esofagus adalah dengan mendengarkan bunyi
napas atau suara gurgling jika udara dimasukkan ke dalam lambung. Setiap benda asing yang menghalangi pipa
endotrakea harus segera disingkirkan dengan cara pengisapan. Mekonium, darah, mucus dan debris tertentu pada
cairan amnion atau pada jalan lahir mungkin telah dihisap in utero atau saat melalui jalan lahir.
I. Pemotongan Tali Pusat
TM 2 REPRO
Tali pusat dipotong di antara dua klem seperti yang dipasang 4 atau 5 cm dari abdomen janin dan kemudian satu klem
tali pusat dipasang 2 atau 3 cm dari abdomen janin. Sebaiknya dalam memilih klem, gunakan klem plastik yang
aman, efisien, mudah disterilkan dan tidak terlalu mahal.

Saat yang tepat mengklem tali pusat


Jika setelah lahir, bayi ditempatkan setinggi introitus vagina atau di bawahnya selama 3 menit dan sirkulasi
fetoplasenta tidak segera disumbat dengan klem tali pusat, sekitar 80 ml darah dapat berpindah dari plasenta ke
janin. Satu keuntungan dari transfusi plasenta tersebut adalah fakta bahwa hemoglobin pada 80 ml darah
plasenta yang berpindah ke bayi tersebut, memberikan 50 mg besi sebagai simpanan bayi dan tentu saja
mengurangi frekuensi anemia gizi besi pada masa bayi.
Pada percepatan perusakan eritrosit, seperti yang terjadi pada alloimunisasi ibu, bilirubin yang terbentuk dari eritrosit
tambahan tersebut ikut memperberat bahaya hiperbilirubinemi. Meskipun secara teori risiko beban sirkulasi yang
berlebihan akibat hipervolemia berat mengkhawatirkan, terutama pada bayi prematur dan pertumbuhan
terhambat, tambahan darah plasenta ke dalam sirkulasi bayi tersebut biasanya tidak menimbulkan kesulitan. Oleh
karena itu mengklem tali pusat setelah pembersihan saluran nafas bayi pertama kali selesai biasanya
memerlukan waktu 30 detik. Bayi tidak dinaikkan di atas introitus pada persalinan pervaginam, juga tidak terlalu
tinggi di atas dinding abdomen ibu pada seksio sesarea.

J. Penatalaksanaan Kala III Persalinan


Partus kala III disebut kala uri. Kelalaian dalam memimpin kala III dapat mengakibatkan kematian karena perdarahan.
Kala uri dimulai sejak bayi lahir lengkap sampai plasenta lahir lengkap. Ada 2 tingkat pada kelahiran plasenta, yaitu :
1. melepasnya plasenta dari implantasinya pada dinding uterus
2. pengeluaran plasenta dari dalam kavum uteri
Seperti telah dikemukakan, setelah janin lahir, uterus masih mengadakan kontraksi yang mengakibatkan penciutan
permukaan kavum uteri. Akibatnya plasenta akan lepas dari tempat implantasinya. Pelepasan ini dapat dimulai dari
tengah (sentral menurut Schultze) atau dari pinggir plasenta (marginal menurut Mahews-Duncan) atau serempak
dari tengah dan dari pinggir plasenta. Cara yang pertama ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat
dari vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahlfeld) tanpa adanya perdarahan per vaginam, sedangkan cara yang
kedua ditandai adanya perdarahan dari vagina apabila plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak
melebihi 400 ml, bila lebih maka hal ini patologis.
Segera setelah bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya dipastikan. Selama uterus tetap
kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa
dilakukan. Jangan dilakukan masase; tangan hanya diletakkan di atas fundus, untuk memastikan bahwa organ tersebut
tidak menjadi atonik dan terisi darah dibelakang plasenta yang terlepas.

Tanda-tanda pelepasan plasenta


Karena usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta sebelum terlepas sia-sia saja dan mungkin berbahaya, yang
paling penting adalah mengenali tandatanda pelepasan plasenta sebagai berikut:
1. Uterus menjadi globular, dan biasanya lebih kencang. Tanda ini terlihat paling awal.
2. Sering ada pancaran darah mendadak
3. Uterus naik di abomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun masuk ke segmen bawah uterus
dan vagina, serta massanya mendorong uterus ke atas.
4. Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina, yang menunjukkan bahwa plasenta telah turun.
Tanda-tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit. Kalau
plasenta sudah lepas, dokter harus memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk
mengejan dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk mendorong plasenta. Kalau upaya ini
gagal atau kalau pengeluaran spontan tidak mungkin karena anestesi, dan setelah memastikan bahwa uterus
berkontraksi kuat, tekan fundus uteri dengan tangan untuk mendorong plasenta yang sudah terlepas ke dalam vagina

Kelahiran plasenta
TM 2 REPRO
Pengeluaran plasenta jangan dipaksakan sebelum pelepasan plasenta karena ditakutkan menyebabkan inversio
uteri. Pada saat uterus ditekan, tali pusat tetap tegang. Uterus diangkat ke arah atas dengan tangan diatas
abdomen. Manuver ini diulangi beberapa kali sampai plasenta mencapai introitus. Saat plasenta melewati
introitus, penekanan pada uterus dihentikan. Plasenta kemudian secara perlahan dikeluarkan dari introitus.
Traksi pada tali pusat tidak dibenarkan untuk menarik plasenta keluar dari uterus. Membran yang melekat
dilepaskan dari perlekatannya untuk mencegah terjadi robek atau tertahan di jalan lahir. Apabila membran mulai
robek, pegang robekan tersebut dengan klem dan tarik perlahan. Permukaan maternal plasenta harus diperiksa
dengan hati-hati untuk memastikan bahwa tidak ada bagian plasenta yang tertinggal di uterus

K. Kala IV
Plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat hendaknya diperiksa kelengkapannya dan kelainan – kelainan yang
ada. Satu jam segera setelah kelahiran plasenta adalah masa kritis dan disebut oleh beberapa ahli obstetri
sebagai persalinan “kala empat”.
Hal ini dimasudkan agar dokter, bidan, atau penolong persalinan masih mendampingi wanita selesainya
bersalin, sekurang – kurangnya 1 jam postpartum. Dengan cara ini diharapkan kecelakaan – kecelakaan karena
perdarahan postpartum dapat dikurangi atau dihindarkan. Sebelum meninggalkan wanita postpartum, harus
diperhatikan 7 pokok penting:
1. Kontraksi uterus harus baik
2. Tidak ada perdarahan dari vagina atau perdarahan – perdarahan dalam alat genitalia lainnya
3. Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap
4. Kandung kencing harus kosong
5. Luka –luka pada perineum terawat dengan baik dan tidak ada hematoma
6. Bayi dalam keadaan baik
7. Ibu dalam keadaan baik. Nadi dan tekanan darah normal, tidak ada pengaduan sakit kepala atau enek.
Adanya frekuensi nadi yang menurun dengan volume yang baik adalah suatu gejala baik. Sekalipun diberikan
oksitosin, perdarahan postpartum akibat atonia uterus paling mungkin terjadi pada saat ini (satu jam setelah plasenta
lahir lengkap). Uterus harus sering diperiksa selama masa ini. Demikian pula, daerah perineum harus sering
diperiksa untuk mendeteksi perdarahan yang banyak. American Academy of Pediatrics dan American College of
Obsetricians and Gynecologist (1997) merekomendasikan untuk mencatat tekanan darah dan denyut nadi
segera setelah melahirkan dan setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah melahirkan.
(Cunningham, et. al. (2006). Obstetri Williams. Jakarta. Jakarta: EGC.)
(Prawirohardjo, Sarwono, 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.)

LI 3. KEBUTUHAN GIZI DALAM KEHAMILAN


3.1 GIZI PADA IBU HAMIL

Perubahan kebutuhan gizi ibu hamil tergantung dari kondisi kesehatan si ibu. Dasar pengaturan gizi ibu hamil adalah
adanya penyesuaian faali selama kehamilan, yaitu sebagai berikut :
a. Peningkatan basal metabolisme dan kebutuhan kalori. Metabolisme basal pada masa 4 bulan pertama
mengalami peningkatanan kemudian menurun 20-25% pada 20 minggu terakhir.
b. Perubahan fungsi alat pencernaan karena perubahan hormonal, peningkatan HCG, estrogen, progesteron
menimbulkan berbagai perubahan seperti mual muntah, motilitas lambung sehingga penyerapan makanan
lebih lama, peningkatan absorbsi nutrien, dan motilitas usus sehingga timbul masalah obstipasi.
c. Peningkatan fungsi ginjal sehingga banyak cairan yang dieksresi pada pertengahan kehamilan dan sedikit cairan
dieksresi pada bulan-bulan terakhir kehamilan.
d. Peningkatan volume dan plasma darah hingga 50%, jumlah erytrosit 20-30% sehingga terjadi penurunan
hemodilusi dan konsentrasi hemoglobin. Ibu hamil harus mendapatkan gizi yang adekuat baik jumlah maupun
susunan menu serta mendapat akses pendidikan kesehatan tentang gizi. Malnutrisi kehamilan akan
TM 2 REPRO
menyebabkan volume darah menjadi berkurang, aliran darah ke uterus dan plasenta berkurang dan transfer
nutrien melalui plasenta berkurang sehingga janin pertumbuhan janin menjadi terganggu.
Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam meningkatkan kebutuhan gizi pada ibu hamil adalah :
1. Buruknya status gizi ibu
2. Usia ibu yang masih sangat muda
3. Kehamilan kembar
4. Jarak kehamilan yang rapat
5. Tingkat aktivitas fisik yang tinggi
6. Penyakit-penyakit tertentu yang menyebabkan malabsorbsi
7. Konsumsi rokok dan alkohol
8. Konsumsi obat legal (antibiotik dan phenytoin) maupun obat ilegal (narkoba).
Peningkatan berat badan sangat menentukan kelangsungan hasil akhir kehamilan. Bila ibu hamil sangat kurus makan
akan melahirkan bayi dengan berat badan rendah (BBLR) dan bayi prematur. Sebab-sebab terjadinya penurunan atau
peningkatan berat badan pada ibu hamil yaitu edema, hipertensi kehamilan, dan makan yang banyak/berlebihan.
Proporsi kenaikan berat badan selama hamil adalah sebagai berikut :
a. Pada trimester I kenaikan berat badan ibu lebih kurang 1 kg yang hampir seluruhnya merupaka kenaikan berat
badan ibu.
b. Pada trimester II sekitar 3 kg atau 0,3 kg/minggu. Sebesar 60% dari kenaikan berat badan ini disebabkan
pertumbuhan jaringan ibu.
c. Pada Trimester III sekitar 6 kg atau 0,3-0,5 kg/minggu. Sebesar 60% dari kenaikan berat badan ini karena
pertumbuhan jaringan janin.
(Kusmiyati, Y. 2009. Perawatan Ibu Hamil. Yogyakarta : Fitramaya)
1. Energi
Seorang wanita selama kehamilan memiliki kebutuhan energi yang meningkat. Energi ini digunakan untuk
pertumbuhan janin, pembentukan plasenta, pembuluh darah, dan jaringan yang baru. Selain itu, tambahan kalori
dibutuhkan sebagai cadangan lemak serta untuk proses metabolisme jaringan baru. Ibu hamil memerlukan sekitar
80.000 tambahan kalori pada kehamilan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004 menganjurkan penambahan
sebesar 300 kkal/hari untuk ibu hamil trimester ketiga. Dengan demikian dalam satu hari asupan energi ibu hamil
trimester ketiga dapat mencapai 2300 kkal/hari.
Kebutuhan energi yang tinggi paling banyak diperoleh dari bahan makanan sumber lemak, seperti lemak dan minyak,
kacang-kacangan, dan biji-bijian. Setelah itu bahan makanan sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian,
dan gula murni.
2. Protein
Pada saat hamil terjadi peningkatan kebutuhan protein yang disebabkan oleh peningkatan volume darah dan
pertumbuhan jaringan baru. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan adalah sebanyak 925 gr yang
tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Widyakarya Pangan dan Gizi VIII 2004 menganjurkan penambahan
sebanyak 17 gram untuk kehamilan pada trimester ketiga atau sekitar 1,3 g/kg/hr. Dengan demikian, dalam satu hari
asupan protein dapat mencapai 67-100 gr.
Perkiraan faktorial protein terhadap komponenkomponen pertambahan pada kehamilan normal cukup bulan dapat
dilihat dalam

Sumber : Kebutuhan Gizi Ibu Hamil, Aritonang 2010


Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dalam hal jumlah maupun mutu, seperti telur, susu,
daging, unggas, dan kerang. Selain sumber hewani, ada juga yang berasal dari nabati seperti tempe, tahu, serta
kacang-kacangan.
TM 2 REPRO
3. Vitamin dan Mineral
Bagi pertumbuhan janin yang baik dibutuhkan berbagai vitamin dan mineral seperti vitamin C, asam folat, zat besi,
kalsium, dan zink. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi 2004 untuk tambahan gizi
ibu hamil pada trimester ketiga adalah vitamin A +300 RE, vitamin C +10 mg, tiamin +0,3 mg, riboflavin +0,3 mg, niasin
+4 mg, asam folat +200 µg, vitamin B12 +0,2 µg, kalsium +150 mg, magnesium +40 mg, zat besi +13 mg, zink +10,2
mg,serta iodium +50 µg.
 Zat Besi
Selama hamil, zat besi banyak dibutuhkan untuk mensuplai pertumbuhan janin dan plasenta serta meningkatkan
jumlah sel darah merah ibu. Zat besi merupakan senyawa yang digunakan untuk memproduksi hemoglobin yang
berfungsi untuk :
1. Mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh
2. Sintesis enzim yang terkait besi
3. Penggunaan oksigen untuk produksi energi sel
Total besi yang diperlukan selama hamil adalah 1040 mg. Dari jumlah ini, 200 mg Fe tertahan oleh tubuh ketika
melahirkan dan 840 mg sisanya hilang. Sebanyak 300 mg ditransfer ke janin dengan rincian 50-75 mg untuk
pembentukan plasenta, 450 mg untuk menambah jumlah sel darah merah, dan 200 mg lenyap ketika melahirkan.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004 menganjurkan penambahan sebanyak 13 mg untuk kehamilan pada
trimester ketiga.
Dengan demikian, angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi ibu hamil trimester ketiga adalah 39 mg/hari. Ada dua
bentuk besi yang terdapat dalam pangan, yaitu besi heme yang terdapat dalam produk-produk hewani dan besi
nonheme yang terdapat dalam produk-produk nabati. Makanan dari produk hewani seperti hati, ikan dan daging yang
harganya relatif mahal dan belum sepenuhnya terjangkau oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Selain sumber
hewani, ada juga makanan nabati yang kaya akan zat besi seperti singkong, kangkung, dan sayuran berwarna hijau
lainnya. Namun, zat besi dalam makanan tersebut lebih sulit penyerapannya. Dibutuhkan porsi besar sumber nabati
untuk mencukupi kebutuhan besi sehari. Makanan-makanan yang dapat meningkatkan absorpsi besi selama hamil
diantaranya sebagai berikut :
1. Konsumsi makanan yang dapat meningkatkan absorpsi besi, yaitu daging, sayur, dan buah yang kaya vitamin C.
2. Menghindari penghambat (inhibitor) absorpsi besi seperti teh dan kopi.Kebutuhan akan zat besi yang besar
terutama pada kehamilan yang menginjak usia trimester ketiga tidak akan mungkin tercukupi hanya melalui diet. Oleh
karena itu, suplementasi zat besi sangat penting sekali, bahkan kepada ibu hamil status gizinya sudah baik.
 Asam Folat
Asam folat berperan dalam berbagai proses metabolik seperti metabolisme beberapa asam amino, sintesis purin, dan
timidilat sebagai senyawa penting dalam sintesis asam nukleat. Selain itu, asam folat juga dibutuhkan untuk
pembentukan sel darah merah dan sel darah putih dalam sum-sum tulang belakang dan untuk pendewasaannya.
Sekitar 24-60% wanita baik di negara berkembang maupun yang telah maju mengalami kekurangan asam folat karena
kandungan asam folat di dalam makanan mereka sehari-hari tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan mereka disaat
hamil. Kekurangan asam folat berkaitan dengan tingginya insiden komplikasi kehamilan seperti aborsi spontan,
toxemia, prematur, pendeknya usia kehamilan dan hemorrhage (pendarahan). Widyakarya Pangan dan Gizi 2004
menganjurkan penambahan sebanyak 200 µg untuk ibu hamil, yang dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi suplemen.
Suplementasi sebaiknya diberikan sekitar 28 hari setelah ovulasi atau pada 28 hari pertama kehamilan. Besarnya
suplementasi adalah 280, 660, dan 470 µg per hari, masing-masing pada trimester I, II, dan III (Arisman, 2004). Jenis
makanan yang banyak mengandung asam folat antara lain ragi, hati, brokoli, sayuran hijau, kacangkacangan, ikan,
daging, jeruk, dan telur.
 Kalsium
Ibu hamil dan bayi membutuhkan kalsium untuk menunjang perrtumbuhan tulang dan gigi serta persendian janin.
Selain itu kalsium juga digunakan untuk membantu pembuluh darah berkontrkasi dan berdilatasi. Jika kebutuhan
kalsium tidak tercukupi dari makanan, kalsium yang dibutuhkan bayi akan diambil dari tulang ibu yang mengakibatkan
tulang ibu menjadi keropos atau osteoporosis. Widya Karya Pangan dan Gizi 2004 menganjurkan penambahan sebesar
150 mg kalsium untuk ibu hamil trimester ketiga. Dengan demikian kebutuhan kalsium yang harus dipenuhi oleh ibu
hamil adalah 950 mg/hari. Makanan yang menjadi sumber kalsium diantaranya ikan teri, udang, sayuran hijau, dan
TM 2 REPRO
berbagai produk olahan susu seperti keju dan yoghurt. Kekurangan kalsium selama hamil akan menyebabkan tekanan
darah ibu menjadi meningkat.
(Almatsier. 2006. Penuntun Diet. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama)
(Aritonang, E. 2010. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil. Bogor : IPB Press)

(Kristiyanasari,W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika)

(Kristiyanasari,W. 2010. Gizi Ibu Hamil. Yogyakarta: Nuha Medika)


(Mulyani, T. 2007. Hubungan antara Status Ekonomi, Pekerjaan dan Pendidikan Ibu Hamil dengan Kejadian KEK
(kurang energi kronik) di Puskesmas Kaliwungu dan Cempiring Kabupaten Kendal. Semarang : Poltekes.)

Perencanaan gizi untuk ibu hamil sebaiknya mengacu pada AKI (Angka Kecukupan Gizi), Kebutuhan ibu hamil
akan protein meningkat sampai 68%, asam folat 100%, kalsium 50% dan zat besi 200%-300%. Bahan makanan
yang dianjurkan harus meliputi 6 kelompok yaitu makanan yang mengandung protein (hewani dan nabati), susu
dan olahannya, roti dan biji-bijian, buah dan sayuran yang kaya akan vitamin C, sayuran berwarna hijau tua dan
buah.
(Riset Kesehatan Dasar. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.)
 Gizi kurang pada ibu hamil
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkanmasalah, baik pada ibu maupun janin, seperti
diuraikan berikut ini :
1. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia, perdarahan,
berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.
2. Terhadap Janin
TM 2 REPRO
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat menimbulkan
keguguran, kematian terhadap janin, cacat bawaan, anemia pada bayi, lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR). Wanita yang mulai hamil ketika kondisi gizinya buruk berisiko melahirkan melahirkan dengan berat badan
lahir rendah sebesar 2-3 kali lebih besar dibanding meraka yang berstatus gizi baik, dan kemungkinan bayi mati
sebesar 1, 5 kali lebih besar. Gizi dan Faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan gizi zat-zat gizi adalah
senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam makanan yang pada gilirannya diserap dan digunakan untuk
meningkatkan kesehatan.
Faktor yang mempengaruhi gizi ibu hamil, yaitu:
1. Faktor langsung
Pada umumnya para ahli berpendapat, bahwa gizi secara langsung ditentukan oleh asupan makanan dan
penyakit, khususnya penyakitinfeksi. Berbagai faktor yang melatarbelakangi kedua faktor tersebut :
a) Keterbatasan ekonomi, keterbatasan ekonomi yang berarti
tidak mampu membeli bahan makanan yang berkualitas baik, maka pemenuhan gizinya juga akan terganggu.
Produk pangan (jenis dan jumlah makanan), jumlah macam makanan dan jenis serta banyaknya bahan makanan
dalam pola pangan di suatu negara atau daerah tertentu biasanya berkembang dari pangan setempat atau dari
pangan yang telah ditanam di tempat tersebut untuk jangka waktu yang panjang.
b) Sanitasi makanan (penyiapan, penyajian, penyimpanan), dimulai dari penyiapan, penyajian dan penyimpanan
makanan atau pangan hendaknya jangan sampai kadar gizi yang terkandung dalam bahan makanan tersebut
tercemar atau tidak higienis dan mengandung banyak kuman penyakit.
c) Pembagian makanan dan pangan, pembagian makanan dan pangan di dalam masyarakat indonesia
umumnya masih dipengaruhi oleh adat atau tradisi, misalnya mereka masih percaya bahwa ayah adalah orang
yang harus diutamakan dalam segala hal.
d) Akseptabilitas (daya terima), akseptabilitas menyangkut penerimaan atau penolakan terhadap makanan yang
terkait dengan cara memilih dan menyajikan pangan. Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun-
temurun untuk mencari, memilih, menangani, dan menyajikan makanan. Adat dan tradisi merupakan dasar
perilaku tersebut. Kebiasaan pangan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-zat gizi yang
terkandung didalam pangan.
e) Prasangka buruk pada bahan makanan tertentu, dalam hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan
dan persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan.
f) Kesukaan terhadap jenis makanan, dalam pemenuhan makanan apabila berdasarkan pada makanan kesukaan
saja akan berakibat menurunnya pemenuhan gizi, atau sebaliknya akan berlebih.
g) Pantangan pada makanan tertentu, sehubungan dengan pangan yang biasanya dipandang pantas untuk
dimakan, dijumpai banyak pola pantangan. Tahayul dan larangan yang beragam yang didasarkan kepada
kebudayaan dan daerah yang berlainan di dunia, misalnya pada ibu hamil, ada sebagian masyarakat yang masih
percaya ibu hamil tidak boleh makan ikan.
h) Kebiasaan makan, pada umumnya kebiasaan makan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-
zat gizi yang terkandung dalam makanan. Kebiasaan ini berasal dari pola makan yang didasarkan pada budaya
kelompok dan diajarkan pada seluruh keluarga.
i) Selera makan, selera makan juga akan mempengaruhi dalam pemenuhan kebutuhan gizi untuk energi,
pertumbuhan, perkembangan dan kesehatannya. Selera makan dipicu oleh sistem tubuh misal dalam keadaan
lapar, dan dipicu oleh pengolahan pangan serta penyajian makanan.
j) Pengetahuan gizi, kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan
juga dapat mempengaruhi status gizi seseorang.
2. Faktor Tidak Langsung
a. Pendidikan Keluarga
Tingkat pendidikan keluarga bukan satu-satunya faktor yangmenentukan kemampuan seseorang dalam
memenuhikebutuhan gizi keluarganya, namun faktor pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan menyerap
pengetahuan gizi yang diperolehnya melalui berbagai informasi.
b. Faktor Budaya
TM 2 REPRO
Masih ada kepercayaan untuk melarang memakan tertentu yang dipandang dari segi gizi sebenarnya mengandung
zat gizi bagi ibu hamil.
c. Faktor Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi ibu hamil. Dimana sebagai
tempat masyarakat memperoleh informasi tentang gizi dan informasi kesehatan lainnya, bukan hanya dari segi
kuratif, tetapi juga preventif dan rehabilitatif.
d. Asupan Gizi Ibu Hamil Pada Kehamilan Trimester III
Kehamilan adalah suatu keadaan istimewa bagi seorang wanitasebagai calon ibu, karena pada masa kehamilan
akan terjadi perubahan fisik yang mempengaruhi kehidupannya. Pola makan dan gaya hidup sehat dapat
membantu pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim ibu.
 Kehamilan pada Remaja
Pada prinsipnya kehamilan remaja tidak berbeda dengan kehamilan pada usia dewasa dengan beberapa pengecualian.
Penambahan berat badan dan protein yang direkomendasikan tidak berbeda akan tetapi kehamilan pada remaja
membutuhkan lebih banyak kalori untuk mendukung pertumbuhan bayi yang dikandungnya serta kebutuhan kalsium
1300 mg/hari. Kehamilan remaja lebih beresiko dengan anemia, kelahiran prematur, dan pendarahan post
partum.
(Arisman M.B. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Cetakan I, Jakarta : EGC.)
(Path, dkk. 2004. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC)
(Lubis, Zulhaida. 2003. Jurnal Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi Yang Dilahirkan.)

 Pertambahan berat badan


Pertambahan berat selama kehamilan adalah salah satu indikator ekspansi volume plasma dan keseimbangan positif
kalori dan menggambarkan secara kasar kecukupan diet. Rekomendasi untuk pertambahan berat badan selama
kehamilan terutama didasarkan pada pertambahan dihubungkan dengan ukuran bayi sehat baru lahir, kira-kira
3500 – 4500 gram.
1. Kenaikan Berat Badan
Kenaikan berat badan ibu hamil yang normal berkisar antara 10-12,5 kg. Secara umum, kenaikan berat badan
selama kehamilan berkaitan dengan hal sebagai berikut:
Tabel Kenaikan Berat Badan pada Masa Kehamilan

Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa untuk meningkatkan mutu kehamilan dan menyusui laktasi) diperlukan: (a)
pengaturan gizi sebelum, selama, dan sesudah kehamilan; (b) pemeriksaan kesehatan yang teratur selama
TM 2 REPRO
kehamilan dapat mencegah terjadinya komplikasi; (c) pentingnya tambahan zat gizi, karena ibu hamil tidak
hanya makan untuk dirinya, tetapi untuk bayi yang dikandungnya dan ketika menyusui.
2. Pertambahan berat badan yang dianjurkan
Sebelum dekade tujuh puluhan, banyak paramedis (termasuk dokter) yang menganut semi kelaparan, yaitu
pembatasan pertambahan berat badan untuk membantu mencegah toksemia. Mereka menganjurkan agar
pertambahan berat badan hingga kehamilan berakhir tidak lebih dari 8,2 kg dan menganjurkan pertambahan
berat sekitar 9 – 11,3 kg. Pada tahun 1983 usulan ini diubah menjadi 10 – 12,2 kg, dan pada tahun 1990
bersama Institute of Medical angka tersebut diperbaiki menjadi 11,3 – 15,9 kg untuk wanita yang berat
terhadap tingginya normal.
Total kenaikan berat badan yang disarankan selama kehamilan

(Riset Kesehatan Dasar. 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.)
3. Kehamilan pada Usia Dewasa
Selama trimester I kisaran pertambahan berat badan sebaiknya 1-2 kg (350-400 g/mg), sementara trimester II
dan III sekitar 0,34-0,5 kg tiap minggu. Berat badan ibu hamil akan bertambah sampai 12,5 kg, bergantung
berat badan sebelum hamil. Sesuai dengan angka kecukupan gizi bagi orang Indonesia pada tahun 2004, maka
didapat kebutuhan energi wanita dewasa usia 30-39 tahun adalah 1900 kkal. Kebutuhan energi tambahan bila
dalam keadaan hamil pada trimester I sebesar 180 kkal, trimester II dan trimester III sebesar 300 kkal (antara 2080
kkal sampai 2200 kkal). Laju pertambahan berat badan selama kehamilan merupakan petunjuk yang sama
pentingnya dengan pertambahan berat itu sendiri. Oleh karena itu, sebaiknya ditentukan patokan besaran
pertambahan berat sampai kehamilan berakhir, sekaligus memantau prosesnya dan dituliskan dalam KMS ibu
hamil.
(Brown. Judith E, 2005. Nutrition Through The Life Cycle. Second Edition. International Thomson Company:
Wadsworth.)

 Penilaian Status gizi


Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara
mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif kemudian dibandingkan dengan
standar yang tersedia. Penilaian keadaan gizi seseorang denganmenggunakan beberapa metode yaitu metode
konsumsi makanan, pemeriksaan laboratorium, antropometri, dan pemeriksaan klinik. Penilaiangizi terbagi dua yaitu
penilaian status gizi secara langsung dan secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung terbagi
atas empat yaituantropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan penilaian status gizisecara tidak langsung
terbagi atas survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.
Cara penilaian status gizi yang digunakan pada penelitin ini adalah dengan pengukuran antropometri, sebab selain
digunakn dalam pemantauan status gizi yang merupakan salah satu program gizi masyarakat di Indonesia,
antropometri juga memiliki beberapa keuntungan seperti :
- Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan untuk jumlah sampel yang besar.
- Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli.
- Alatnya murah, mudah dibawah dan tahan lama.
- Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan
- Dapat mendeteksi dan menggambarkan keadaan gizi di masa lampau
- Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi baik, kurang, dan gizi buruk karena sudah ada ambang batas
yang jelas
Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya
meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, dan pertumbuhan komposisi dan metabolisme
TM 2 REPRO
tubuh ibu, sehingga kekurangan zat gizi tertentu saat hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna.
Masa hamil adalah masa dimana seorang wanitamemerlukan berbagai zat gizi yang jauh lebih banyak dari
pada yang diperlukan dalam keadaan biasa. Tujuan penataan gizi pada wanita hamil menurut Arisman (2004)
adalah untuk menyiapkan :
1. Cukup kalori, protein yang bernilai biologi tinggi, vitamin, dan mineral untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi ibu.
2. Makanan padat kalori lebih banyak membentuk jaringan tubuh bukan lemak
3. Cukup kalori dan zat gizi untuk memenuhi pertambahan berat baku selama hamil.
4. Perencanaan pertambahan gizi yang memungkinkan ibu hamil untuk memenuhi dan mempertahankan
status gizi optimal sehingga dapat menjalani kehamilan dengan aman dan berhasil, melahirkan bayi
dengan potensi fisik dan mental yang baik, dan memperoleh cukup energi untuk menyusui serta merawat
bayi kelak.
5. Perawatan gizi yang dapat mengurangi atau menghilangkan reaksi yang tidak diinginkan, seperti mual dan
muntah.
6. 6. Perawatan gizi yang dapat membantu pengobatan yang terjadi selama kehamilan.
7. 7. Mendorong ibu hamil sepanjang waktu untuk mengembangkan kebiasaan makan yang baik.
Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan namun yang seringkali menjadi
kekurangan adalah energi, protein, dan beberapa mineral seperti zat besi dan kalsium. Kebutuhan energi pada
trimester I meningkat secara minimal, kemudian sepanjang trimester II danIII kebutuhan energi terus meningkat
sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti
penambahan volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester III
energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.
Banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka World Health Organisation (WHO) menganjurkan
jumlah tambahan sebesar 150 Kkalsehari pada trimester I, 350 Kkal pada trimester II dan III.
Pertambahan berat pada trimester I sebaiknya 1-2 kg tiap minggu, sementara trimester II dan III sekitar 0, 34-0, 50
kg setiapminggu. Meskipun begitu, pertambahan berat kumulatif wanita pendek sekitar 8, 8-13, 6 kg mereka yang
hamil kembar dibatasi sekitar 15, 4-20, 4 kg dan yang memiliki berat badan berlebih pertambahan berat
diperlambat sampai 0, 3 kg/minggu (Arisman, 2004). Kebutuhan protein wanita hamiljuga meningkat bahkan
mencapai 68% dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan diperkirakan
sebanyak 925 gyang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Bahan pangan yang dijadikan sumber
protei sebaiknya pangan yang bernilai biologi tinggi seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil
olahannya.
(Gibson R.S. 2005. Principle of Nutritional Assesment : Antropometric Assesment to Body Size. Second Edition. New
York. Oxford University Press.)
(Arisman M.B. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Cetakan I, Jakarta : EGC)
TM 2 REPRO

3.2 GIZI PADA JANIN


 Kebutuhan Gizi untuk Janin
Untuk pertumbuhan janin yang memadai diperlukan zat-zat makanan yang cukup, dimana peranan plasenta besar
artinya dalam transferzat-zat makanan tersebut. Pertumbuhan janin yang paling pesat terutama terjadi pada stadium
akhir kehamilan. Misalnya pada akhir bulan ketiga kehamilan berat janin hanya sekitar 30 gram dan kecepatan
maksimum pertumbuhan janin terjadi pada minggu ke 32-38. sehingga dibutuhkan lebih banyak zat-zat makanan pada
stadium akhir tersebut.
Kebutuhan gizi janin diperkirakan dengan berbagai cara antara lain : 1) perkiraan konsumsi oksigen dan produksi
karbondioksida; 2) transfer zat gizi dari ibu ke janin; 3) perubahan perkembangan komposisi tubuh janin.
1. Kebutuhan Zat Gizi Makro
a. Kebutuhan energi
TM 2 REPRO
Kebutuhan energi janin digunakan untuk proses metabolisme, pertumbuhan fisik, dan kebutuhan minimal aktifitas
fisik. Janin tidak memerlukan energi untuk pemeliharaan temperatur tubuh, karena ibu telah memberikan janin suhu
lingkungan 37oC. Energi yang dibutuhkan janin menjelang kelahiran diperkirakan sekitar 96kkal/kg/hr atau 336 kkal/hr
dengan berat janin 3,5 kg.
b. Protein
Transpor protein melalui plasenta terutama asam amino yang kemudian disintesis oleh fetus menjadi protein jaringan.
Pada akhir kehamilan, diperkirakan kebutuhan protein sekitar 1,8 g/kg/hr.
c. Lemak
Sebagian besar dari 500 gram lemak tubuh janin ditimbun antara minggu ke 35-40 kehamilan. Pada stadium
awalkehamilan tidak ada lemak yang ditimbun kecuali lipid esensial dan fosfolipid untuk pertumbuhan susunan syaraf
pusat dan dinding sel syaraf. Sampai pertengahan kehamilan hanya sekitar 0,5 % lemak dalam tubuh janin,setelah itu
jumlahnya meningkat mencapai 7,8 % pada minggu ke 34 dan 16 % pada saat sebelum lahir. Pada bulan terakhir
kehamilan sekitar 14 gram lemak perhari ditimbun. Transpor asam lemak melalui plasenta sekitar 40 % dari lemak ibu,
sisanya disintesa oleh janin.
Baik lemak maupun protein meningkat dengan cepat pada bulan terakhir kehamilan bersamaan dengan
meningkatnyaberat janin. Sebagian besar lemak ditimbun pada daerah subkutan, oleh karna itu pada bayi “aterm” 80
% jaringan lemak tubuh terdapatpada jaringan subkutan.
d. Karbohidrat
Janin mempunyai sekitar 9 gram karbohidrat pada minggu ke 33, dan pada waktu lahir meningkat menjadi 34 gram.
Konsentrasi glukogen pada hati dan otot-otot skelet meningkat pada akhir kehamilan.
2. Kebutuhan Zat Gizi Mikro
a. Vitamin
Kebutuhan vitamin dan mineral janin tidak diketahui secara pasti. Namun para ahli ada yang memperkirakannya
berdasarkan vitamin yang terakumulasi pada janin. Misalnya vitamin E, dari berbagai studi yang
dipublikasikan,kandungan vitamin E pada janin meningkat secara proporsional dengan meningkatan berat tubuh
berdasarkan kebutuhan energi janin. Selain itu kebutuhan vitamin dapat juga diperkirakan berdasarkan konsumsi
energi pada janin, misalnyathiamin diperlukan sekitar 0,04 mg, niasin 1,2 mg, dan riboflavin 0,075 mg.
b. Mineral
Kebutuhan mineral juga diperkirakan melalui informasi kandungan mineral pada janin. Selama 2 minggu terakhir
kehamilan, rata-rata janin memerlukan 3,1 mg/hr, angka ini lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan bayi pada
tahun pertama kehidupan yang hanya sekitar 0,6 mg/hr. Rata-rata kandungan zinc dalam tubuh janin sekitar 2,0
mg/hr atau 0,6 mg/kg/hr. Sedangkan kalsium sekitar 300 mg/hr.
 Peranan Plasenta
Plasenta bukan sekedar organ untuk transport makanan, tetapi juga mampu menyeleksi zat-zat makanan yang masuk
dan proses lain (resintesis) sebelum mencapai janin. Suplai zat-zat makanan ke janin yang sedang tumbuh tergantung
pada jumlah darah ibu yang mengalir melalui plasenta dan zat-zat makanan yang diangkutnya. Efisiensi plasenta dalam
mengkonsentrasikan, mensintesis dan transport zat-zat makanan yang menentukan suplai makanan ke janin.
Janin yang malnutrisi pada umumnya disebabkan oleh gangguan suplai makan dari ibu, misalnya pada kelainan
pembuluh darah plasenta, ibu dengan KEP (Kurang Energi Protein) atau akibatberkurangnya transport zat-zat
makanan melalui plasenta. Diperkirakan 1/3 – ½ bayi yang BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dilahirkan pada usia
kehamilan diatas 37 minggu, yang berarti kejadian BBLR tersebut disebabkan gangguan pertumbuhan sejak dalam
kandungan, bukan karena usia kehamilan yang kurang.
Berbagai bagian dari plasenta ikutaktif dalam mentransfer, memproses dan mensintesis zat-zat makanan dalam
pengaruh hormon ibu, janin dan plasenta. Udara dan air berdifusi bebas menembus plasenta, tetapi bagaimana
mekanismenya belum diketahui. Zat-zat makanan tidak langsung dari darah ibu ke darah janin, tetapi dari darah ibu ke
plasenta padasisi ibu, dimana protein, enzim dan asamnukleat disintesis. Konversi dan sintesis selanjutnya terjadi pada
plasenta di sisi janin.
Karbohidrat merupakan sumber utama bagi janin dan ini diperoleh secara kontinu dari transfer glukosa darah ibu
melalui plasenta. Sedangkan lemak bukan sumber energi utama, hanya ditransfer secara terbatas dalam bentuk asam
lemak melalui plasenta. Pertumbuhan sel janin adalah hasil dari sintesis protein yang berasal dari asam amino yang
ditransfer melalui plasenta.
TM 2 REPRO
Ibu yang malnutrisi atau berasal dari golongan sosial ekonomi rendah, mempunyai plasenta yang beratnya lebih
rendah dibandingkan dengan ibu yang tidak malnutrisi. Dari berbagai penelitian, penurunan berat plasenta berkisar
14-50 %, jumlah DNA juga menrun, rasio protein/DNA menurun, permukaan villous berkurang, akibat pertukaran
darah janin-ibu yang menurun. Berat badan lahir mempunyai korelasi yang bermakna dengan berat plasenta. Infeksi
berat pada plasenta karena malaria dapat mempengaruhi pertumbuhan janin.

(Suryani. 2002. Gizi – Kesehatan Ibu dan Anak. Dirjen Dikti. Depdiknas. Jakarta.)

LI 4. ANEMIA DALAM KEHAMILAN


4.1 Pengaruh anemia terhadap kehamilan
Risiko pada masa antenatal : beratbadan kurang, plasenta previa, eklamsia, ketuban pecah dini, anemia pada
masa intranatal dapat terjadi tenaga untuk mengedan lemah, perdarahanintranatal, shock, dan masa
pascanatal dapat terjadi subinvolusi.
Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan, dapat menyebabkan gangguan his primer, sekunder, janin lahir
dengan anemia, persalinan dengan tindakan-tindakan tinggi karena ibu cepat lelah dan gangguanperjalanan
persalinan perlu tindakan operatif .
Anemia kehamilan dapat menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehinggaakan mempengaruhi ibu saat
mengedan untuk melahirkan bayi. Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan : gangguan hiskekuatan
mengejan, Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II berlangsung lama sehingga dapat
melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III dapat diikuti retensio plasenta, dan
perdarahan postpartum akibat atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia
uteri. Pada kala nifas : Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan
infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kosrdis mendadak setelah persalinan, anemia
kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae.
Ibu yang mengalami kejadian anemia memiliki risiko mengalami partus lama 1,681 kali lebih besar dibandingkan
dengan ibu yang tidak anemia tapi tidak bermakna secara statistik. Ini diduga karena terjadi ketidak seragaman
pengambilan kadar Hb dan pada kontrolnya ada yang kadar Hb nya diambil pada trimester 1 dan bisa saja pada
saat itu ibu sedang anemia. Ibu hamil yang anemia bisa mengalami gangguan his/gangguan mengejan yang
mengakibatkan partuslama. Kavle et al, (2008) pada penelitianya menyatakan bahwa perdarahan pada ibu setelah
melahirka berhubungan dengan anemia pada kehamilan 32 minggu. Kehilangan darah lebih banyak pada anemia
berat dan kehilanganmeningkat sedikit pada wanita anemia ringan dibandingkan dengan ibu yang tidak anemia.
 Akibat yang akan terjadi pada anemia kehamilan adalah :
a. Hamil muda (trimester pertama): abortus, missed abortion, dan kelainan kongenital
b. Trimester kedua : persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim,
asphyxia intrauterine sampai kematian, berat badan lahir rendah (BBLR), gestosis dan mudah terkena infeksi, IQ
rendah, dekompensatio kordis kematian ibu.
c. Saat inpartu : gangguan his primer dan sekunder, janin lahir dengan anemia, persalinan dengan tindakan tinggi, ibu
cepat lelah, gangguan perjalanan persalinan perlu tindakan operatif.
 Pengaruh anemia dalam kehamilan dibedakan berdasarkan suyek:
a. Pengaruh pada ibu hamil baik dalam masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan : abortus, partus premature,
partus lama, perdarahan post partus, infeksi, anemia, dll.
b. Pengaruh terhadap janin : kematian janin, kematian perinatal, prematur, cacat bawaan, cadangan Fe bayi kurang.

(Proverawati.,Kusumawati., 2009. Buku Ajar Gizi untuk Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika)
(Purwitasari, D., Maryanti D., 2009. Buku Ajar Gizi dalam kesehatan Reproduksi Teori dan Praktikum. Yogyakarta: Nuha
Medika)

4.2 Pengaruh anemia terhadap janin


Komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus : premature, apgar scor rendah, gawat janin.
TM 2 REPRO
Bahaya pada Trimester II dan trimester III, anemia dapat menyebabkan terjadinya partus premature,
perdarahan ante partum, gangguan pertumbuhan janin dalam rahim, asfiksia intrapartum sampai kematian,
gestosis dan mudah terkena infeksi, dan dekompensasi kordis hinggakematian ibu
Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena terjadinya penurunan Hb yang diakibatkan
karena selama hamil volume darah 50% meningkat dari 4 ke 6 L, volume plasma meningkat sedikit yang
menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai hematokrit. Penurunan ini akan lebih kecil pada ibu hamil yang
mengkonsumsi zat besi. Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta dan
untuk penyediaan cadangan saat kehilangan darah waktu melahirkan.
Selama kehamilan rahim, plasenta dan janin memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
Pertumbuhan janin yang lambat, kekurangan gizi pada janin, kelahiran prematur dan berat badan bayi lahir
yang rendah, yaitu sebesar 38,85% ,merupaka penyebab kematian bayi. Sedangkan penyebab lainnya yang
cukup banyak terjadi adalah kejadian kurangnya oksigen dalam rahim (hipoksia intrauterus) dan kegagalan nafas
secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (asfiksia lahir), yaitu 27,97%. Hal ini
menunjukkan bahwa 66,82% kematian perinatal dipengaruhi pada kondisi ibu saat melahirkan.
Pengaruh anemia terhadap kehamilan : Akibat anemia terhadap kehamilan:
a) Abortus a) Abortus
b) Persalinan prematuritas b) Kematian intra uterine
c) Hambatan tumbuh kembang janin c) Persalinan prematuritas tinggi
d) Mudah infeksi d) Berat badan lahir rendah
e) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr %) e) Kelahiran dengan anemia
f) Heperemesis gravidarum f) Cacat bawaan, cerebral palsy
g) Perdarahan antepartum g) Bayi mudah infeksi sampai kematian perinatal
h) Ketuban pecah dini h) Intelegiensia rendah

(Kavle A Justin, Rebecca J. Stolztus, Water Frank, James M Tielsch, Sabra S. Kalfat, Laura Ranfield E., 2008,
Assosiation between Anaemia during Pregnancy and Blood Loos at after Delivery Among Women With Vaginal
Births In Pemba, Island, Zanzibar, Tanzania ; 2008 Journal List “JpopulNutr” w 26 (2) Juni.)
(Manuaba, IBG., 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta:EGC)

4.3 Jenis-jenis anemia pada ibu hamil


Secara umum anemia dalam kehamilan diklasifikasikan menjadi:
a. Anemia defisiensi besi sebanyak 62,3%
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah. Pengobatannya
adalah pemberian tablet besi yaitu keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil dan dalam laktasi yang
dianjurkan. Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan anamnese. Hasil
anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada
hamil muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan metode sahli,
dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I dan III.
Penyebab tersering anemia selama kehamilan dan masa nifas adalah defisiensi besi dan kehilangan darah akut. Tidak
jarang keduanya saling berkaitan erat, karena pengeluaran darah yang berlebihan disertai hilangnya besi hemoglobin
dan terkurasnya simpanan besi pada suatu kehamilan dapat menjadi penyebab penting anemia defisiensi besi pada
kehamilan berikutnya.
Status gizi yang kurang sering berkaitan dengan anemia defisiensi besi (Scholl, 1998). Pada gestasi biasa dengan satu
janin, kebutuhan ibu akan besi yang dipicu oleh kehamilannya rata-rata mendekati 800 mg; sekitar 500 mg, bila
tersedia, untuk ekspansi massa hemoglobin ibu sekitar 200 mg atau lebih keluar melalui usus, urin dan kulit. Jumlah
total ini 1000 mg jelas melebihi cadangan besi pada sebagian besar wanita. Kecuali apabila perbedaan antara jumlah
cadangan besi ibu dan kebutuhan besi selama kehamilan normal yang disebutkan diatas dikompensasi oleh
penyerapan besi dari saluran cerna, akan terjadi anemia defisiensi besi.
Dengan meningkatnya volume darah yang relatif pesat selama trimester kedua, maka kekurangan besi sering
bermanifestasi sebagai penurunan tajam konsentrasi hemoglobin. Walaupun pada trimester ketiga laju peningkatan
TM 2 REPRO
volume darah tidak terlalu besar, kebutuhan akan besi tetap meningkat karena peningkatan massa hemoglobin ibu
berlanjut dan banyak besi yang sekarang disalurkan kepada janin. Karena jumlah besi tidak jauh berbeda dari jumlah
yang secara normal dialihkan, neonatus dari ibu dengan anemia berat tidak menderita anemia defisiensi besi
b. Anemia Megaloblastik sebanyak 29%.
Anemia ini disebabkan karena defisiensi asam folat (pteryglutamic acid) dan defisiensi vitamin B12
(cyanocobalamin) walaupun jarang. Tablet asam folat diberikan dalam dosis 15-30 mg, apabila disebabkan oleh
defisiensi vitamin B12 dengan dosis 100-1000 mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral.
Defisiensi vitamin B12 pada wanita hamil lebih mungkin dijumapai pada mereka yang menjalani reseksi lambung
parsial atau total. Kausa lain adalah penyakit Crohn, reseksi ileum, dan pertumbuhan bakteri berlebihan di usus halus.
Kadar vitamin B12 serum diukur dengan radio immunoassay. Selama kehamilan, kadar nonhamil karena berkurangnya
konsentrasi protein pengangkut B12 transkobalamin. Wanita yang telah menjalani gastrektomi total harus diberi 1000
mg sianokobalamin (vitamin B12) intramuscular setiap bulan. Mereka yang menjalani gastrektomi parsial biasanya
tidak memerlukan terapi ini, tetapi selama kehamilan kadar vitamin B12 perlu dipantau. Tidak ada alasan untuk
menunda pemberian asam folat selama kehamilan hanya karena kekhawatiran bahwa akan terjadi gangguan integritas
saraf pada wanita yang mungkin hamil dan secara bersamaan mengidap anemia pernisiosa Addisonian yang tidak
terdeteksi (sehingga tidak diobati).
c. Anemia perdarahan akut
Sering terjadi pada masa nifas. Solusio plasenta dan plasenta previa dapat menjadi sumber perdarahan serius dan
anemia sebelum atau setelah pelahiran. Pada awal kehamilan, anemia akibat perdarahan sering terjadi pada kasus-
kasus abortus, kehamilan ektopik, dan mola hidatidosa. Perdarahan masih membutuhkan terapi segera untuk
memulihkan dan mempertahankan perfusi di organ-organ vital walaupun jumlah darah yang diganti umumnya tidak
mengatasi difisit hemoglobin akibat perdarahan secara tuntas, secara umum apabila hipovolemia yang berbahaya
telah teratasi dan hemostasis tercapai, anemia yang tersisa seyogyanya diterapi dengan besi. Untuk wanita dengan
anemia sedang yang hemoglobinnya lebih dari 7 g/dl, kondisinya stabil, tidak lagi menghadapi kemungkinan
perdarahan serius, dapat berobat jalan tanpa memperlihatkan keluhan, dan tidak demam, terapi besi selama
setidaknya 3 bulan merupakan terapi terbaik dibandingkan dengan transfusi darah
d. Anemia penyakit kronik
Gejala-gejala tubuh lemah, penurunan berat badan, dan pucat sudah sejak jaman dulu dikenal sebagai ciri penyakit
kronik. Berbagai penyakit terutama infeksi kronik dan neoplasma menyebabkan anemia derajat sedang dan kadang-
kadang berat, biasanya dengan eritrosit yan sedikit hipokromik dan mikrositik. Dahulu, infeksi khususnya tuberculosis,
endokarditis, atau esteomielitis sering menjadi penyebab, tetapi terapi antimikroba telah secara bermakna
menurunkan insiden penyakit-penyakit tersebut. Saat ini, gagal ginjal kronik, kanker dan kemoterapi, infeksi virus
imunodefisiensi manusia (HIV), dan peradangan kronik merupakan penyebab tersering anemia bentuk ini.
Selama kehamilan, sejumlah penyakit kronik dapat menyebabkan anemia. Beberapa diantaranya adalah penyakit
ginjal kronik, supurasi, penyakit peradangan usus (inflammatory bowel disease), lupus eritematosus sistemetik, infeksi
granulomatosa, keganasan, dan arthritis remotoid. Anemia biasanya semakin berat seiring dengan meningkatnya
volume plasma melebihi ekspansi massa sel darah merah. Wanita dengan pielonfritis akut berat sering mengalami
anemia nyata. Hal ini tampaknya terjadi akibat meningkatnya destruksi eritosit dengan produksi eritropoietin normal
e. Anemia Hipoplastik dan Aplastik
Anemia disebabkan karena sum-sum tulang belakang kurang mampu membuat sel-sel darah baru. Walaupun
jarang dijumpai pada kehamilan, anemia aplastik adalah suatu penyulit yang parah. Diagnosis ditegakkan apabila
dijumpai anemia, biasanya disertai trombositopenia, leucopenia, dan sumsum tulang yang sangat hiposeluler. Pada
sekitar sepertiga kasus, anemua dipicu oleh obat atau zat kimia lain, infeksi, radiasim, leukemia, dan gangguan
imunologis.
f. Anemia Hemolitik sebanyak 0,7%
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsunglebih cepat daripada pembuatannya.
Menurut penelitian, ibu hamil dengan anemia paling banyak disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) serta
asam folat dan viamin B12. Pemberian makanan atau diet pada ibu hamil dengan anemia pada dasarnya ialah
memberikanmakanan yang banyak mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12.
. Ini dapat disebabkan oleh :
1) Faktor intra kopuskuler dijumpai pada anemia hemolitik heriditer, talasemia, anemia sel sickle (sabit), hemoglobin,
C, D, G, H, I dan paraksismal nokturnal hemoglobinuria
TM 2 REPRO
2) Faktor ekstrakorpuskuler, disebabkan malaria, sepsis, keracun zat logam, dan dapat beserta obat-obatan, leukemia,
penyakit hodgkin dan lain-lain. Gejala utama adalah anemia dengan kelaina-kelainan gambaran darah, kelelahan,
kelemahan, serta gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital
Pengobatan bergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya
di berantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun, pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak
memberikan hasil. Maka transfusi darah yang berulang dapat membantu penderita ini.

 Manifestasi klinik
1. Anemia defisiensi besi
Terjadi sekitar 62,3 % pada kehamilan. Merupakan anemia yang paling sering dijumpaipada kehamilan. Hal ini
disebabkan oleh kurang masuknya unsur besi dan makanan, karena gangguan resorpsi, ganguan penggunaan atau
karena terlampaui banyaknya besi keluar dari badan, misalnya pada perdarahan. Keperluan besi bertambah dalam
kehamilan terutama pada trimester terakhir. Keperluan zat besi untuk wanita tidak hamil 12 mg, wanita hamil 17 mg
dan wanita menyusui 17 mg.
Tanda dan gejala:
 Memiliki rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis,rata, dan mudah patah
 Lidah tampak pucat, licin dan mengkilat, berwarna merah daging, stomatitis angularis, pecah-pecah disertai
kemerahan dan nyeri sudut mulut
Ciri-ciri anemia defisiensi besi:
 Mikrositosis
 Hipokromasia
 Anemia ringan tidak selalu menimbulkan ciri khas bahkan banyak yang bersifat normositer dan normokrom
 Kadar besi serum rendah
 Daya ikat besi serum meningkat
 Protoporfirin meningkat
 Tidak dtemukan hemosiderin dalam sumsum tulang.
Dampak anemia defisiensi zat besi pada kehamilan
Anemia juga menyebabkan rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup mendapat pasokan
oksigen. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko
kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Di
samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang anemis dan lebih sering
berakibat fatal, sebab wanita yang anemis tidak dapat mentolerir kehilangan darah.
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan
kehamilan abortus, partus imatur/prematur), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan
atonis), gangguan pada masa nifas (subinvolusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress kurang, produksi ASI
rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dan lain-lain).
2. Anemia megaloblastik
Terjadi pada sekitar 29 % pada kehamilan. disebabkan oleh defisiensi asam folat, jarang sekali karena defisensi vitamin
B12. Hal itu erat hubungannya dengan defisensi makanan.
Gejala-gejalanya:
 Malnutrisi
 Glositis berat(Lidah meradang, nyeri)
 Diare
 Kehilangan nafsu makan
Ciri-ciri anemia megaloblastik:
 Megaloblast
 Promegaloblast dalam darah atau sumsum tulang
TM 2 REPRO
 Anemia makrositer dan hipokrom dijumpai bila anemianya sudah berat. Hal itu disebabkan oleh defisiensi
asam folat sering berdampingan denagn defisiensi besi dalam kehamilan
3. Anemia hipoplastik
Terjadi pada sekitar 8 % kehamilan. Disebabkan oleh sumsum tulang kurang mampu membuat sel-sel darah baru.
Etiologi anemia hipoplastik karena kehamilan belum diketahui dengan pasti. Biasanya anemia hipoplstik karena
kehamilan, apabila wanita tsb telah selesai masa nifas akan sembuh dengan sendirinya. Dalam kehamilan berikutnya
biasanya wanita mengalami anemia hipoplastik lagi.
Ciri-ciri:
 Pada darah tepi terdapat gambaran normositer dan normokrom, tidak ditemukan ciri-ciri defisiensi besi, asam
folat atau vitamin B12.
 Sumsum tulang bersifat normoblastik dengan hipoplasia eritropoesis yang nyata
4. Anemia hemolitik
Terjadi pada sekitar 0,7 % kehamilan. Disebabkan oleh pengancuran sel darah merah berlangsung lebih cepat
daripada pembuatannya. Wanita dengan anemia hemolitik sukar menjadi hamil, apabila hamil maka biasanya anemia
menjadi berat. Sebaliknya mungkin pula kehamilan menyebabkan krisis hemolitik pada wanita yang sebelumnay tidak
menderita anemia.
Anemia hemolitk dibagi menjadi 2 golongan besar:
 Disebabkan oleh faktor intrakorpuskuler seperti thalassaemia, anemia sel sabit, sferositosis, eliptositosis, dll.
 Disebabkan oleh faktor ekstrakorpuskuler seperti defisiensi g-6 fosfat dehidrogenase, leukemia, limfosarkoma,
penyakit hati dll.
Gejala proses hemolitik
 Anemia
 Hemoglobinemia
 Hemoglobinuria
 Hiperbilirubinuria
 Hiperurobilirubinuria
 Kadar sterkobilin dalam feses tinggi, dll

LI 5. Berpuasa pada ibu hamil


1. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya Saja Bila Berpuasa
Bagi ibu, untuk keadaan ini maka wajib untuk mengqadha (tanpa fidyah) di hari yang lain ketika telah sanggup
berpuasa.
Keadaan ini disamakan dengan orang yang sedang sakit dan mengkhawatirkan keadaan dirinya. Sebagaimana dalam
ayat,
“Maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajib baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (Qs. Al Baqarah[2]:184)
Berkaitan dengan masalah ini, Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Kami tidak mengetahui ada perselisihan di
antara ahli ilmu dalam masalah ini, karena keduanya seperti orang sakit yang takut akan kesehatan dirinya.” (al-
Mughni: 4/394)

2. Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan Dirinya dan Buah Hati Bila Berpuasa
Sebagaimana keadaan pertama, sang ibu dalam keadaan ini wajib mengqadha (saja) sebanyak hari-hari puasa yang
ditinggalkan ketika sang ibu telah sanggup melaksanakannya.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Para sahabat kami (ulama Syafi’iyah) mengatakan, ‘Orang yang hamil dan
menyusui, apabila keduanya khawatir dengan puasanya dapat membahayakan dirinya, maka dia berbuka dan
mengqadha. Tidak ada fidyah karena dia seperti orang yang sakit dan semua ini tidak ada perselisihan (di antara
Syafi’iyyah). Apabila orang yang hamil dan menyusui khawatir dengan puasanya akan membahayakan dirinya dan
TM 2 REPRO
anaknya, maka sedemikian pula (hendaklah) dia berbuka dan mengqadha, tanpa ada perselisihan (di antara
Syafi’iyyah).’” (al-Majmu’: 6/177, dinukil dari majalah Al Furqon)

3 .Untuk Ibu Hamil dan Menyusui yang Mengkhawatirkan Keadaan si Buah Hati saja
Dalam keadaan ini, sebenarnya sang ibu mampu untuk berpuasa. Oleh karena itulah, kekhawatiran bahwa jika sang
ibu berpuasa akan membahayakan si buah hati bukan berdasarkan perkiraan yang lemah, namun telah ada dugaan
kuat akan membahayakan atau telah terbukti berdasarkan percobaan bahwa puasa sang ibu akan membahayakan.
Patokan lainnya bisa berdasarkan diagnosa dokter terpercaya – bahwa puasa bisa membahayakan anaknya seperti
kurang akal atau sakit -. (Al Furqon, edisi 1 tahun 8)
Untuk kondisi ketiga ini, ulama berbeda pendapat tentang proses pembayaran puasa sang ibu. Berikut sedikit paparan
tentang perbedaan pendapat tersebut.

Dalil ulama yang mewajibkan sang ibu untuk membayar qadha saja.
Dalil yang digunakan adalah sama sebagaimana kondisi pertama dan kedua, yakni sang wanita hamil atau menyusui ini
disamakan statusnya sebagaimana orang sakit. Pendapat ini dipilih oleh Syaikh Bin Baz dan Syaikh As-Sa’di
rahimahumallah

Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk membayar fidyah saja.
Dalill yang digunakan adalah sama sebagaimana dalil para ulama yang mewajibkan qadha dan fidyah, yaitu perkataan
Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap anak-anaknya, maka mereka berbuka
dan memberi makan seorang miskin.” ( HR. Abu Dawud)
dan perkataan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang seorang wanita hamil yang mengkhawatirkan
anaknya, maka beliau berkata, “Berbuka dan gantinya memberi makan satu mud gandum setiap harinya kepada
seorang miskin.” (al-Baihaqi dalam Sunan dari jalan Imam Syafi’i, sanadnya shahih)
Dan ayat Al-Qur’an yang dijadikan dalil bahwa wanita hamil dan menyusui hanyaf membayar fidyah adalah, “Dan
wajib bagi orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar diyah (yaitu) membayar makan
satu orang miskin.” (Qs. Al-Baqarah [2]: 184)
Hal ini disebabkan wanita hamil dan menyusui yang mengkhawatirkan anaknya dianggap sebagai orang yang tercakup
dalam ayat ini.
Pendapat ini adalah termasuk pendapat yang dipilih Syaikh Salim dan Syaikh Ali Hasan hafidzahullah.
Dalil ulama yang mewajibkan sang Ibu untuk mengqadha dengan disertai membayar fidyah
Dalil sang ibu wajib mengqadha adalah sebagaimana dalil pada kondisi pertama dan kedua, yaitu wajibnya bagi orang
yang tidak berpuasa untuk mengqadha di hari lain ketika telah memiliki kemampuan. Para ulama berpendapat tetap
wajibnya mengqadha puasa ini karena tidak ada dalam syari’at yang menggugurkan qadha bagi orang yang mampu
mengerjakannya.
Sedangkan dalil pembayaran fidyah adalah para ibu pada kondisi ketiga ini termasuk dalam keumuman ayat berikut,
“…Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu)
memberi makan seorang miskin…” (Qs. Al-Baqarah [2]:184)
Hal ini juga dikuatkan oleh perkataan Ibnu Abbas radhiallahu’anhu, “Wanita hamil dan menyusui, jika takut terhadap
anak-anaknya, maka mereka berbuka dan memberi makan seorang miskin.” (HR. Abu Dawud, dishahihkan oleh Syaikh
Al Bani dalam Irwa’ul Ghalil). Begitu pula jawaban Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu ketika ditanya tentang wanita hamil
yang khawatir terhadap anaknya, beliau menjawab, “Hendaklah berbuka dan memberi makan seorang miskin setiap
hari yang ditinggalkan.”
Adapun perkataan Ibnu Abbas dan Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhuma yang hanya menyatakan untuk berbuka tanpa
menyebutkan wajib mengqadha karena hal tersebut (mengqadha) sudah lazim dilakukan ketika seseorang berbuka
saat Ramadhan.
Keterangan ini menjelaskan makna : “Allah menggugurkan kewajiban puasa dari wanita hamil dan menyusui” yang
terdapat dalam hadits yang lalu, yakni dibatasi “Kalau mengkhwatirkan diri dan anaknya” dia bayar fidyah tidak
mengqadha.
TM 2 REPRO

Anda mungkin juga menyukai