Anda di halaman 1dari 24

Telaah Kritis Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

Makalah ini di ajukan untuk melengkapi tugas Mata Kuliah B.Indonesia


yang diampuh oleh Zein Muttaqin, S.E.I., M.A

Oleh :
Wahid Ikhsan Al Mahfud (13423085)
Iwan Wahyuddin (13423145)

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................................ .2
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. ....3
A. Pemikiran Ekonomi Rasulullah SAW Masa Awal Pemerintahan Islam.............3
B. Abu Yusuf (731-798 M).....................................................................................6
C. Abu Ubyd Al-Qasim Ibn Sallam (833m) ............................................................8
D. Al-Ghazali (1111 M)........................................................................................ 10
E. Ibn Taimiyah (1261-1328 M)........................................................................... 12
F. Ibn Khaldun (1404 M)...................................................................................... 13
G. Shah Waliullah (1703-1762M)..................................................... .................... 15
BAB III PENUTUP................................................................................................... 16
A. Kesimpulan....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ilmu ekonomi islam sebagai studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada
1970-an. tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam itu diturunkan
melalui Nabi Muhammmad Saw. Karena rujukan utama pemikiran islami adalah Alquran
dan Hadits maka pemikiran ekonomi ini munculnya juga bersamaan dengan ditunkannya
Alquran dan masa kehidupan Rasulullah Saw. , pada abad akhir 6 M hingga awal abad 7
M. Setelah masa tersebut banyak sarjama muslim yang memeberikan kontribusi karya
pemikiran ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot, yaitu memiliki dasar
argumentasi relijius dan sekaligus intelektual yang kuat serta -kebanyakan- didukung oleh
fakta empiris pada waktu itu. Banyak di antaranya juga sangat futuristik di mana pemikir-
pemikir Barat baru mengkajinya ratusan abad kemudian. Pemikiran ekonomi di kalangan
pemikir muslim banyak mengisi khasanah pemikiran ekonomi dunia pada masa dimana
Barat masih dalam kegelapan ( dark age ) (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi
Islam, 2013). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalan
berbagai bidang.

Ekonomi, pada umumnya didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia


dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk
memproduksi barag-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi
(Choirul, 2013). Atas dasar ini, kehidupan ekonomi sangat dekat dengan perilaku hidup
manusia dan menarik perhatian para pemikir kontemporer untuk mengkajinya, baik
ditinjau dari sisi teoritik maupun praktisnya.

Dalam lintasan sejarah umat Islam di dapati banyak sekali tokoh yang
membincangkan persoalan ekonomi yang secara sosiologis turut membangun teori-
teori/konsep ekonomi, seperti pada zaman Rasulullah SAW, Pemikiran Abu Yusuf (w.182
H), Yahya bin Adam (w.303 H), Al-Ghozali (w.505 H), Ibnu Rusyd (w.595 H), al-Izz bin
Abdis Salam (w.660 H), al-Farabi (w.339H), Ibnu Taymiyah (w.728 H), Ibnu Khaldun
(w.808 H), al-Maqrizi (w.845 H), Shah Waliyullah (w.1176 H )dan lain-lain.

1
Namun demikian, agar lebih tepat dalam memotret sejarah sosial terbentuknya
teori ekonomi tersebut, Makalah ini akan menjelaskan beberapa di antara para pemikir
muslim yang telah disebutkan. Pilihan terhadap pemikir-pemikir Ekonomi dimaksudkan
untuk memberikan gambaran bahwa dalam kehidupan sosial tertentu, akan memunculkan
corak pemikiran tertentu pula (dalam hal ini pemikitan tentang ekonomi).

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam makalah ini
adalah bagaimana konsep pemikiran ekonomi dari tokoh-tokoh Islam, yaitu pada pada
Masa Rasulullah SAW, Abu Yusuf, Abu Ubyd, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah, Ibnu
Khaldun, Syah Waliyullah?

C. TUJUAN

Makalah ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran ekonomi dari tokoh-tokoh


islam yang meberikan dampak pada perkembangan Ilmu Ekonomi dan juga memberikan
manfaat teoritik, yaitu menambah wawasan penulis mengenai pemikiran yang
berhubungan dengan pemikiran ekonomi dari tokoh-tokoh Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran Ekonomi Rasulullah SAW Masa Awal Pemerintahan Islam

Pada saat awal didirikanya pemerintah islam, dapat dikatakan kondisi masyarakat
madinah masih sangat tidak menentu dan memprihatinkan .oleh karena itu, Rasulullah
SAW memikirkan untuk mengubah jalan secara berlahan-lahan dengan mengatasi
berbagai masalah utama tanpa tergantung pada factor keuangan. Dalam hal ini, strategi
yang digunakan oleh Rasulullah SAW adalah dengan melakukan langkah-langkah
sebagai berikut (Adiwarman, 2008):

a. Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para
pengikutnya.
b. Merehabilitasi muhajjirin mekkah di madinah.
c. Membuat konstitusi masyarakat.
d. Menciptakan kedamaian dalam Negara.
e. Mengeluarkan hak dan kuwajiban bagi warga negaranya.
f. Menyusun system pertahanan Negara.
g. Meletakan dasar-dasar system keuangan Negara.
Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk bertransaksi secara jujur, adil, dan tidak
pernah membuat pelangganya mengeluh dan kecewa. Selain itu ada beberapa larangan
yang diberlakukan oleh Rasulullah SAW untuk menjaga agar seseorang dapat berbuat
adil dan jujur, yaitu (Adiwarman, 2008):

a. Larangan najsy.
b. Larangan bay ba’dh Ala ba’dh.
c. Larangan tallaqi Al-rukhban.
d. Larangan ihtinaz dan ikhtikar.

Dari langkah-langkah yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga terjadilah aktivitas


mempersaudarakan kaum ansar dan kaum muhajirin dengan menerapkan muzara’ah,
sehingga tumbuh mata pencaharian baru bagi kaum muhajirin. Sampai akhirnya madinah
dinyatakan tempat anti pelanggaran antara dua harrashnya ( daerah pegunungan berapi

3
disekitar madinah ), padang rumputnya tidak boleh dipotong, pepohonanya tidak boleh
ditebang dan tidak boleh membawa senjata untuk perkelahian, kekerasan ataupun
peperangan.

1. Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Pada Masa Rasulullah

Rasulullah saw. mengawali pembangunan Madinah dengan tanpa sumber


keuangan yang pasti, sementara distribusi kekayaan juga timpang. Kau muhajirin
tidak memiliki kekayaan karena mereka telah meninggalkan seluruh hartanya di
Makkah. Oleh karena itu, Rasulullah mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan
Anshar sehingga dengan sendirinya terjadi resdistribusi kekayaan. Kebijakan ini
sangat penting sebagai strategi awal pembangunan Madinah. Selanjutnya untuk
memutar roda perekonomian, Rasulullah mendorong kerja sama usaha di antara
anggota masyarakat (misalnya mudharabah, muzarah, musaqah dan lain-lain)
sehingga terjadi peningkatan produktivitas Namun, sejalan dengan perkembangan
masyarakat muslim, maka sumber penerimaan negara juga meningkat. Sumber
pemasukan negara berasal dari beberapa sumber, tetapi yang paling pokok adalah
zakat dan Ushr (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, 2013).

Sumber-sember Pendapatan pada Masa Rasulullah

Dari kaum muslimin Dari kaum non Umum (primer dan sekunder)
muslim

1. Zakat 1. Jizyah 1. Ghanimah

2. Ushr (5-10%) 2. Kharaj 2. Fai

3. Ushr (2,5%) 3. Ushr 3. Uang tebusan


(5%)
4. Zakat fitrah 4. Pinjaman dari kaum
Muslimin atau non-Muslim
5. Wakaf
5. Hadiah dari pemimpin atau
6. Amwal fadilah
pemerintah negara lain
7. Nawaib

8. Sedekah lain

4
9. Khums

Sumber : Ekonomi Islam (P3EI), 2013

Peranan negara dalam menjaga kesejahteraan rakyatnya tersermin dari


bagaimana negara mampu mendistribusikan pendapatan Negara secara efisien,
berikut pengeluaran Negara pada zaman Rasulullah :

Pengeluaran Negara

Primer Sekunder

 Biaya pertahanan, seperti :  Bantuan untuk orang yang


persenjataan, unta, kuda, dan belajar agama di Madinah.
persediaan.
 Hiburan untuk para delegasi
 Penyaluran zakat dan ushr keagamaan.
kepada yang berhak
 Hiburan untuk para delegasi
menerimanya menurut
keagamaan
ketentuan Al-quran.
 Hadiah untuk pemerintah negara
 Pembayaran gaji untuk wali,
lain
qadi, guru, imam, muadzin,
dan pejabat negara lainnya.  Pembayaran tunjangan untuk
orang miskin
 Pembayaran upah para
sukarelawan.  Tunjangan untuk sanak saudara
Rasulullah
 Pembayaran utang negara
 Pembayaran denda atas mereka
 Bantuan untuk musafir (dari
yang terbunuh secara tidak
daerah Fadak)
sengaja oleh pasukan Muslim.

Sumber : Ekonomi Islam (P3EI), 2013

5
B. Abu Yusuf (731-798 M)

Abu Yusuf, yang dalam literatur Islam sering disebut dengan Imam Abu Yusuf
Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al-Ansāri al-Jalbi al-Kufi al-Baghdādi lahir pada tahun
113 H/731/732 M di Kufah dan pernah tinggal di Baghdad, serta meninggal pada tahun
182 H/798 M. Ia berasal dari suku Bujailah, salah satu suku Arab. Keluarganya disebut
Ansori karena dari pihak ibu masih mempunyai hubungan dengan kaum Ansor (pemeluk
Islam pertama dan penolong Nabi Muhammad SAW) di masa hidupnya di Kufah, yang
terkenal sebagai daerah pendidikan yang diwariskan oleh Abdullah Ibnu Mas‟ud (w. 32
H) seorang sahabat besar Nabi Muhammad SAW (Yulianti, 2008).

1. Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf

Abu Yusuf adalah orang pertama yang memperkenalkan konsep perpajakan


di dalam karyanya al-Kharāj. Kitab ini ditulis atas permintaan Khalifah Harun al-
Rashid, ketika beliau ingin mengatur sistem baitulmal, sumber pendapatan negara
seperti al-kharāj, al-’ushr dan al-jizyah. Demikian pula cara pendistribusian
hartaharta tersebut dan cara menghindari manipulasi, kezaliman. Bahkan juga
bagaimana mewujudkan harta-harta tersebut, untuk kepentingan penguasa (Yulianti,
2008).
Muatan konseptual al-Kharāj dan visi strategisnya terhadap kebijakan sumber
pendapatan negara mencerminkan keunggulan akademik Abu Yusuf dalam bidang
ekonomi dan pengalamannya menjabat sebagai hakim agung. Interaksinya dengan
penguasa dari satu sisi dan kepakarannya dalam ilmu fikih dari sisi lain, telah
menempatkan kitab al-Kharāj sebagai karya monumental dan komprehensif.
Keberadaan kitab al-Kharāj juga mempertegas bahwa ilmu ekonomi adalah bagian
tak terpisahkan dari seni dan menejemen pemerintahan dalam rangka pelaksanaan
amanat yang dibebankan rakyat kepada pemerintah untuk mensejahterakan mereka.
Dengan kata lain, tema sentral pemikiran ekonominya menekankan pada
tanggungjawab penguasa untuk mensejahterakan rakyatnya. Ia adalah peletak dasar
prinsip-prinsip perpajakan yang di kemudian hari “diambil” oleh para ahli ekonomi
sebagai canons of taxation (Asmuni, 2005).
Dapat dipastikan, bahwa konsep "ekonomi makro" tidak ditemukan dalam al-
Kharāj karya Abu Yusuf dan juga belum dikenal di dunia Barat sampai beberapa abad

6
pasca Abu Yusuf. Kegiatan perekonomian, menurut Abu Yusuf merupakan fenomena
yang selalu berubah-ubah (zawāhir thanāwiyyah) dan bersumber dari aktivitas
kolektif masyarakat muslim. Faktor-faktor yang mempercepat kegiatan
perekonomian tidak sama dari segi tingkat kepentingan dan kekuatannya. Pertama,
mewujudkan undang-undang tertinggi yang dengannya dapat memerintah dengan
pertolongan Tuhan. Kedua, usaha untuk memenuhi kebutuhan material dan
keinginan-keinginan lainnya. Ketiga, inisiatif atau keinginan penguasa (Dahlan &
Azis, 1997).

Oleh karena itu, menurut Abu Yusuf, fenomena perekonomian tidak selalu
berhubungan secara langsung dengan sebab akibat (undang-undang tentang
perekonomian). Hubungan biasanya bersifat tidak langsung karena melalui kehendak
tertinggi, atau kehendak wakil Tuhan di permukaan bumi dalam bentuk masyarakat
muslim, penguasa atau lainnya. Para Khalifah Tuhan memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan berkaitan dengan sejumlah fenomena-fenomena
perekonomian seperti perbaikan tanah dan lain-lain. Tentang keuangan,

Abu Yusuf menyatakan bahwa uang negara bukan milik Khalifah dan Sultan,
tetapi amanat Allah s.w.t. dan rakyatnya, yang harus dijaga dengan penuh
tanggungjawab. Hubungan penguasa dengan kas negara sama seperti hubungan
seorang wali dengan harta anak yatim yang diasuhnya. Menurut Abu Yusuf, sumber
ekonomi berada pada dua tingkatan: tingkat pertama meliputi unsur-unsur alam
(antara lain air dan tanah). Unsur-unsur ini paling kuat dan melakukan produksi
secara mandiri. Tingkatan kedua tenaga kerja. Tingkatan yang kedua ini berperan
kurang maksimal dan tidak rutin seperti perbaikan dan pemanfaatan tanah, membuat
sistem irigasi dan lain-lain. Sebetulnya produksi dalam pengertian membuat barang
baku (setengah jadi) menjadi produk final melalui kerja, tidak banyak menarik
perhatian Abu Yusuf termasuk pada proses permulaan seperti menghidupkan tanah
mati (Ihyā’ al-Mawāt) dan tidak bertuan harus diberikan kepada seseorang yang dapat
mengembangkan dan menanaminya serta membayar pajak yang diterapkan pada
tanah tersebut (Habib & Nazis, 2004).

7
C. Abu Ubyd Al-Qasim ibn Sallam (833M)

Abu Ubaid bin Salam bin Miskin bin Zaid al-Azdi Lahir tahun 774 M dan wafat
838 M. Abu Ubaid merupakan orang pertama yang memotret kegiatan perekonomian di
zaman Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin, para sahabat dan tabi’in-tabi’in. Pemikiran
Abu Ubaid tentang ini dapat dilihat dalam kitabnya, Al Amwaal yang ditulisnya hampir
1000 tahun sebelum Adam Smith (1723-1790) menelurkan teori keunggulan absolutnya.

1. Pemikiran Ekonomi Abu Ubayd Al-Qasim

Pemikiran Abu Ubaid tentang ekspor impor ini dapat dibagi kepada tiga
bagian, yaitu : tidak adanya nol tarif dalam perdagangan internasional, cukai bahan
makanan pokok lebih murah, dan ada batas tertentu untuk dikenakan cukai. Tidak
Adanya Nol Tarif Pengumpulan cukai merupakan kebiasaan pada zaman jahiliah dan
telah dilakukan oleh para raja bangsa Arab dan non Arab tanpa pengecualian. Sebab,
kebiasaan mereka adalah memungut cukai barang dagangan impor atas harta mereka,
apabila masuk ke dalam negeri mereka (Tanjung, 2010).

Dari Abdur rahman bin Ma’qil, ia berkata, “Saya pernah bertanya kepada
Ziyad bin Hudair, ‘Siapakah yang telah kalian pungut cukai barang impornya? Ia
berkata, ‘Kami tidak pernah mengenakan cukai atas Muslim dan Mu’ahid’. ‘Saya
bertanya, ‘Lantas, siapakah orang yang telah engkau kenakan cukai atasnya?’ Ia
berkata, “Kami mengenakan cukai atas para pedagang kafir harbi, sebagaimana
mereka telah memungut barang impor kami apabila kami masuk dan mendatangi
negeri mereka”. Hal tersebut diperjelas lagi dengan surat-surat Rasulullah, dimana
beliau mengirimkannya kepada penduduk penjuru negeri seperti Tsaqif, Bahrain,
Dawmatul Jandal dan lainnya yang telah memeluk agama Islam. Isi surat tersebut
adalah “Binatang ternak mereka tidak boleh diambil dan barang dagangan impor
mereka tidak boleh dipungut cukai atasnya”. Umar bin Abdul Aziz telah mengirim
sepucuk surat kepada ‘Adi bin Artha’ah yang isinya adalah “Biarkanlah bayaran
fidyah manusia. Biarkanlah bayaran makan kepada ummat manusia. Hilangkanlah
bayaran cukai barang impor atas ummat manusia. Sebab, ia bukanlah cukai barang
impor. Akan tetapi ia merupakan salah satu bentuk merugikan orang lain,
sebagaimana firman Allah, ‘Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-

8
hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan’
QS.Huud : 85 (Tanjung, 2010).

Dari uraian diatas, Abu Ubaid mengambil kesimpulan bahwa cukai


merupakan adat kebiasaan yang senantiasa diberlakukan pada zaman jahiliah.
Kemudian Allah membatalkan sistem cukai tersebut dengan pengutusan Rasulullah
dan agama Islam. Lalu, datanglah kewajiban membayar zakat sebanyak seperempat
dari ‘usyur (2.5%). Dari Ziyad bin Hudair, ia berkata, “Saya telah dilantik Umar
menjadi petugas bea cukai. Lalu dia memerintahkanku supaya mengambil cukai
barang impor dari para pedagang kafir harbi sebanyak ‘usyur (10%), barang impor
pedagang ahli dzimmah sebanyak setengah dari ‘usyur (5%), dan barang impor
pedagang kaum muslimin seperempat dari ‘usyur (2.5%)”. Yang menarik, cukai
merupakan salah satu bentuk merugikan orang lain, yang sekarang ini didengungkan
oleh penganut perdagangan bebas (free trade), bahwa tidak boleh ada tarif barrier
pada suatu negara. Barang dagangan harus bebas masuk dan keluar dari suatu negara.
Dengan kata lain, bea masuknya nol persen. Tetapi, dalam konsep Islam, tidak ada
sama sekali yang bebas, meskipun barang impor itu adalah barang kaum muslimin.
Untuk barang impor kaum muslimin dikenakan zakat yang besarnya 2.5%.
Sedangkan non muslim, dikenakan cukai 5% untuk ahli dzimmah (kafir yang sudah
melakukan perdamaian dengan Islam) dan 10% untuk kafir harbi (Yahudi dan
nasrani). (Tanjung, 2010)

Jadi, tidak ada prakteknya sejak dari dahulu, bahwa barang suatu negara bebas
masuk ke negara lain begitu saja. Cukai Bahan Makanan Pokok Untuk minyak dan
gandum yang merupakan bahan makanan pokok, cukai yang dikenakan bukan 10%
tetapi 5% dengan tujuan agar barang impor berupa makanan pokok banyak
berdatangan ke Madinah sebagai pusat pemerintahan saat itu. Dari Salim bin
Abdullah bin Umar dari ayahnya, ia berkata, “Umar telah memungut cukai dari
kalangan pedagang luar masing-masing dari minyak dan gandum dikenakan bayaran
cukai sebanyak setengah dari ‘usyur (5%). Hal ini bertujuan supaya barang impor
terus berdatangan ke negeri madinah. Dan dia telah memungut cukai dari barang
impor al- Qithniyyah sebanyak ‘usyur (10%)”. Ada Batas Tertentu untuk Cukai Yang
menarik, tidak semua barang dagangan dipungut cukainya. Ada batasbatas tertentu

9
dimana kalau kurang dari batas tersebut, maka cukai tidak akan di pungut (Tanjung,
2010).
Dari Ruzaiq bin Hayyan ad-Damisyqi (dia adalah petugas cukai di perbatasan
Mesir pada saat itu) bahwa Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepadanya, yang
isinya adalah, “Barang siapa yang melewatimu dari kalangan ahli zimmah, maka
pungutlah barang dagangan impor mereka. Yaitu, pada setiap dua puluh dinar mesti
dikenakan cukai sebanyak satu dinar. Apabila kadarnya kurang dari jumlah tersebut,
maka hitunglah dengan kadar kekurangannya, sehingga ia mencapai sepuluh dinar.
Apabila barang dagangannya kurang dari sepertiga dinar, maka janganlah engkau
memungut apapun darinya. Kemudian buatkanlah surat pembayaran cukai kepada
mereka bahwa pengumpulan cukai akan tetap diberlakukan se hingga sampai satu
tahun”. Jumlah sepuluh dinar adalah sama dengan jumlah seratus dirham di dalam
ketentuan pembayaran zakat. Seorang ulama Iraq, Sufyan telah menggugurkan
kewajiban membayar cukai apabila barang impor ahli dzimmah tidak mencapai
seratus dirham. Menurut Abu Ubaid, seratus dirham inilah ketentuan kadar terendah
pengumpulan cukai atas harta impor ahli dzimmah dan kafir harbi (Tanjung, 2010).

D. Al-Ghazali (1111 M)

Nama lengkap Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali.


Panggilan, Laqob atau gelar Al-Ghazali Zain ad Diin ath Thusy adalah Hujjatul Islam
atau Hujjatul Islam Abu Hamid. Lahir pada tahun 450 H / 1058 M. Tepatnya
pertengahan abad ke lima Hijriah, dan wafat pada tahun 505 H / 1111 M, tepatnya pada
tanggal 14 Jumadil Ats Tsani, hari senin di Thus, sebuah kota di Khurasan (Iran)
tempat kelahirannya (yodha, 2016).

Pemikiran ekonomi Al-Ghazali setidaknya mencakup konsep dasar tentang


perilaku individu sebagai economic agent,konsep tentang harta,konsep kesejahteraan
sosial (maslahah), market evolution, demand dan supply, harga dan keuntungan,nilai
dan etika pasar, aktifitas produksi danhirarkinya, sistem barter dan fungsi uang,
danfungsi negara dalam sebuah perekonomian (Ali R. , 2016).

Menurut Al-Ghazali terlibat dalam aktivitas ekonomi hukumnya fardu kifayah.


Aktivitas ekonomi harus didasarkan pada tujuan untuk mendapatkan kebahagian di

10
akhirat. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan alasan kenapa manusia harus terlibat dalam
urusan ekonomi, yaitu: Pertama, Allah telah menciptakan sumber daya alam yang
melimpah untuk dimanfaatkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya sekaligus
sebagai bukti kesyukuran kepada Sang Maha Pemberi Rezeki. Kedua, orang yang kuat
secara ekonomi maka hidupnya akan bebas, jauh dariketergantungan pada orang lain dan
dapat menjalankan ajaran agama secara sempur namisalnya zakat, infak, sedekah dan
ibadah haji. Ketiga, perilaku dalam mengejar pemenuhan ekonomi tak boleh menyimpan
dari ajaran dan prinsip agama Islam.

1. Fungsi Uang Sebagai Media Alat Tukar

Salah satu kontribusi pemikiran ekonomi Imam Al Ghazali yang sangat


penting adalah analisis terhadap fungsi uang (khususnya uang emas dan perak).
Menurut beliau, fungsi uang sangat sederhana, yaitu hanya sebagai media alat tukar.
Contohnya, seseorang memiliki sekarung kunyit. Sementara dia lebih membutuhkan
seekor unta yang akan dia tunggangi. Sementara itu, ada seseorang yang memiliki
seekor unta, tetapi dia membutuhkan kunyit yang akan dia konsumsi. Di sini
diperlukan alat tukar sebagai pengukur nilai dari satuan unit komoditas yang berbeda-
beda (Muhammad F. , 2010).

2. Perilaku Konsumen

Terdapat lima pokok pemikiran Al-Ghazali mengenai perilaku konsumsi yang


perlu diperhatikan oleh kaum Muslimin: Pertama, aktivitas konsumsi tidak sekedar
memenuhi kepuasan semata, tetapi dilakukan atas dasar ketaatan kepada Allah SWT,
dengan penuh keyakinan. Kedua, sumber pemenuhan kebutuhan akan barang dan
jasa yang akan dikonsumsi harus sesuai dengan ajaran Islam. Artinya sumber dana
yang diperoleh nya harus benar, bukan hasil mencuri atau Menipu dan lain
sebagainya. Ketiga, barang dan jasa yang dikonsumsinya harus halal. Artinya tidak
diperkenankan mengkonsusmi barang yang haram, seperti daging babi, minuman
keras dan sebagainya. Keempat, bersikap pertengahan dalam konsumsi. Artinya,
dalam berkonsumsi tidak boleh kikir dan tidak boleh boros. Sikap berlebih-lebihan
dalam membelanja kan harta bertentangan dengan jalan Allah SWT. Kaum Muslimin
harus menghindari dua perilaku setan, yaitu berlebih-lebihan dan merusak dalam
setiap aktivitasnya. Kelima, konsumsi harus sesuai dengan adab atau norma, nilai
11
syariat Islam. Artinya, ketika makan atau minum, seorang yang beradab harus
menggunakan tangan kanan, duduk, dan tidak bercakap-cakap. Sungguh sebuah
ajaran yang indah dan sederhana (Muhammad F. , 2010).

3. Fungsi Negara dalam Perekonomian

Al-Ghazali juga memikirka tentang fungsi Negara dan penguasa dalam


pengaturan aktifitas ekonomi. Kemajuan ekonomi akan tercapai jika terjadi keadilan,
kedamaian, kesejahteraan dan stabilitas dan ini merupakan ruang lingkup tanggung
jawab Negara untuk mewujudkannya.Selain itu, Al-Ghazali juga berbicara tentang
konsep keuangan public. Pendapatan Negara didapatkan dari zakat, fai, ghanimah dan
jizyah. Sementara untuk pengeluaran public, Al-Ghazali menganjurkan perlunya
membangun infrastruktur sosio ekonomi yang manfaatnya dapat dirasakan secara
langsung oleh masayarakat (Ali R. , 2016)

E. Ibn Taimiyah (1261-1328 M)

Nama lengkapnya Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim.Dilahirkan di Harran pada


10 Rabiul Awwal 661 H/ 27 Januari 1263M. Hidup di masa Khalifah al-Hakim I sampai
Khalifah al-Mustakfi (Perwataatmadja, 2008).

Pandangan Ibnu Taimiyyah tentang masalah ekonomi sangat jelas. Seluruh


kegiatan ekonomi dibolehkan, kecuali apa yang secara tegas dilarang oleh syari’at. Dalam
batasan larangan syari’at itu, semua orang mengetahui hal itu demi kebaikan bagi mereka
dan mereka bebas melakukan transaksi, membuat kontrak atau mengerjakan berbagai
masalah keduniaan dengan cara yang adil dan jujur. Hal ini mengikuti doktrin Islam pokok
dari tauhid dan secara wajar mementingkan keadilan. Berkaitan dengan keadilan ini,
beliau menulis, “Keadilan berkait dengan tauhid dan tauhid merupakan fondamen dari
keadilan. Inilah yang memberikan keunggulan berkaitan dengan korupsi, yang merupakan
dasar dan fondasi dari ketidakadilan (Muhammad M. A., 2008).

Ibnu taimiyah sangat memahami tentang ekonomi pasar bebas dan bagaimana
harga ditentukan melalui kekuatan permintaan dan penawaran. Dia mengatakan (Tanjung,
2010)“naik turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman orangorang tertentu.
Terkadang, hal tersebut disebabkan oleh kekurangan produksi atau penurunan impor
barang-barang yang diminta. Oleh karena itu, apabila permintaan naik dan penawaran
12
turun, harga naik. Di sisi lain,apabila persediaan barang meningkat dan permintaan
terhadapnya menurun, harga pun turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini bukan
disebabkan oleh tindakan orang-orang tertentu. Ia bisa disebabkan oleh sesuatu yang tidak
mengandung kezaliman atau terkadang, ia juga bisa disebabkan oleh kezaliman. Hal ini
adalah kemahakuasaan Allah yang telah menciptakan keinginan di hati manusia.”

Hak milik (Property Rights) Dalam hal kepemilikan atas sumber daya ekonomi,
Ibn taimiyah tampaknya berada pada pandangan pertengahan jika dilihat dari pemikiran
ekstrem kapitalisme dan sosialisme saat ini, meskipun ia sangat menekankan pentingnya
pasar bebas, tetapi negeri harus membatasi dan menghambat kepemilikan individual yang
berlebihan, kepentingan bersama harus menjadi tujuan utama dari pembangunan ekonomi
(Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, 2013).

F. Ibn Khaldun (1404 M)

Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman bin Muhammad bin Khaldun al-
Hadrawi, dikenal dengan panggilan Waliyuddin Abu Zaid, Qadi al-Qudat. Ia lahir tahun
732 H di Tunis. Ia bermazhab Maliki, Muhadist al-Hafidz, pakar ushul fiqh, sejarawan,
pelancong, penulis dan sastrawan. Choirul Huda Saat kecil ia biasa dipanggil dengan
nama Abdurrahman. Sedangkan Ibnu Zaid adalah panggilan keluarganya. Ia bergelar
waliyudin dan nama populernya adalah Ibnu Khaldun (Ali A. , 1982).

1. Pemikiran Ekonomi Ibn Khaldun

Salah satu karya fenomenal Ibnu Khaldun adalah Kitab Al-Muqaddimah, yang
selesai penulisannya pada Nopember 1377. Sebuah kitab yang sangat menakjubkan,
karena isinya mencakup berbagai aspek ilmu dan kehidupan manusia pada ketika itu.
Al-Muqaddimah secara harfiah bararti 'pembukaan' atau 'introduksi' dan merupakan
jilid pembuka dari tujuh jilid tulisan sejarah. Al-Muqaddimah mencoba untuk
menjelaskan prinsip-prinsip yang menentukan kebangkitan dan keruntuhan dinasti
yang berkuasa (daulah) dan peradaban ('umran). Tetapi bukan hanya itu saja yang
dibahas. Al-Muqaddimah juga berisi diskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu politik,
yang merupakan kontribusi orisinil Ibnu Khaldun untuk cabang-cabang ilmu tersebut.
Ibnu Khaldun juga layak mendapatkan penghargaan atas formula dan ekspresinya
yang lebih jelas dan elegan dari hasil karya pendahulunya atau hasil karya ilmuwan

13
yang sejaman dengannya. Melahirkan karya Al-Muqaddimah menjadikan Ibnu
Khaldun sebagai seorang genius polymath (jenius dalam berbagai bakat) dan seorang
renaissance man yang menguasai banyak bidang ilmu. Di dalam kitab ini, Ibnu
Khaldun membincangkan berbagai topik seperti sejarah, geografi, matematik, agama,
sistem kerajaan, sistem ekonomi, sistem pendidikan dan lain-lain.

Adapaun pemikiran Ekonomi yang paling mencolok dari Ibn Khaldun adalah
Mekanisme Pasar dalam Penentuan Harga, Kebijakan Monete (Moneter Policy), Hak
milik (Property Rights).

a. Mekanisme Pasar dalam Penentuan Harga

Ibn khaldun menjelaskan mekanisme pasar dan terbentuknya harga


dipengaruhi oleh kekuatan tarik menarik antara hukum permintaan dan
penawaran di pasar. Dan Ibn Khaldun menjelaskan Keseimbangan hukum
permintaan dan penawaran dalam terbentuknya harga di pasar dipengaruhi
beberapa faktor, pertama, perbedaan tingkat kebutuhan manusia (kebutuhan
primer dan skunder), kedua, perbedaan jumlah penduduk. Ketiga, perbedaan
kondisi pasar. Ketiga faktor tersebut adalah faktor penting dalam menjelaskan
mekanisme pasar dalam menentukankan terbentuknya harga (Muhammad F. ,
2014).

b. Mata Uang Memegang Peranan Penting

Ibnu Khaldun hidup di jaman di mana mata uang sudah menjadi alat
penghargaan. Pada masa itu ia sudah membicarakan kemungkinan yang bakal
terjadi tentang kedudukan yang selanjutnya dari mata uang. Dia menulis sebagai
berikut (zainal, 1979):

“Sesudah demikian, Allah telah menjadikan pula dua barang galian yang
berharga, ialah emas dan perak menjadi bernilai di dalam perhubungan ekonomi.
Keduanya menurut kebiasaan menjadi alat perhubungan dan alat simpanan bagi
penduduk dunia. Jika terjadi alat perhubungan dengan yang lainnya pada
beberapa waktu, maka tujuan yang utama tetap untuk memiliki kedua benda itu
di dalam peredaran harga-harga pasar, karena keduanya terjauh dari pasar itu”

14
Jadi, sebenarnya ibn Khaldun merupakan pendahulu ide-ide
Markantilisme. Ibn Khaldun memperkenankan mata uang yang tidak terbuat dari
emas atau perak, misalnya uang kerta, tetapi pemerintah wajib menjaga stabilitas
harganya, dimana dalam penentuan nilai mata uang harus berdasarkan pada harga
emas atau perak.

G. Shah Waliullah(1114-1176H/1703-1762M)

Pemikiran ekonomi shah waliullah dapat ditemukan dalam karyanya yang


terkenal berjudul, hujjatullah al-balgha, dimana ia banyak menjelaskan rasionalitas dari
aturan-aturan syariat bagi perilaku manusia dan pembangunan. Menurutnya, manusia
secara alamiah adalah makhluk sosial sehingga harus melakukan kerja sama antara satu
orang dengan orang lainnya. Kerja sama ini misalnya dalam bentuk pertukaran barang
dan jasa, kerja sama usaha (Mudharabah, Musyarakah), kerja sama pengelolaan
pertanian dan lain-lainya. Islam melarang kegiatan-kegiatan yang dapat merusak
semangat kerja sama ini, misalnya perjudian dan riba (Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam, 2013).

Shah waliullah menekankan perlunya pembagian faktor-faktor ekonomi yang


bersifat alamiah secara lebih merata, misalnya tanah. Ia menyatakan, “sesungguhnya,
semua tanah sebagai mana masjid atau tempat-tempat peristirahatan dibarikan kepada
wayfares. benda-benda tersebut dibagi berdasarkan prinsip siapa yang pertama datang
dapat memanfaatkannya. Kepemilikannya terhadap tanah akan berarti hanya jika orang
lebih dapat memanfaatkanya daripada orang lain”. (Pusat Pengkajian dan
Pengembangan Ekonomi Islam, 2013)

Berdasarkan pengamatannya terhadap perekonomian dikekaisaran Mughal india,


waliullah mengumumkan dua faktor utama yang menyebabkan penurunan pertumbuhan
ekonomi. Dua factor tersebut yaitu: prtama, keuangan Negara dibebani dengan berbagai
pengeluaran yang tidak produktif; kedua,pajak yang dibebankan kepada pelaku ekonomi
terlalu berat sehingga menurunkan semangat berekonomi. Menurutnya, perekonomian
dapat tumbuh jika terdapat tingkat pajak yang ringan yang didukung oleh administrasi
yang efesien (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, 2013).

15
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Dari malakah yang penulis tulis dan yang telah diuraikan dalam bab-bab diatas, dapat
diambil kesimpulan sekaligus meupakan analisa atas rumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, dapat dilihat pada tabel dibawah :

Nama Tokoh Tahun Pemikiran Ekonomi

Rasulullah SAW 571 M – 632 M  Meletakkan sistem keuangan Negara


denagan menetapkan sumber-sumber
pendapatan dan menetapkan anggaran
pengeluaran Negara.
 Membuat Komitmen yang tinggi
terhadap etika dan norma dalam
perekonomian
 Rasulullah Mendirikan Al-Hisbah, Al-
Hisbah adalah Institut yang bertugas
sebagai pengawas pasar. Rasulullah juga
mendirikan Baitul Mal.

Abu Yusuf (731-798 M)  Abu Yusuf adalah orang pertama yang


memperkenalkan konsep perpajakan di
dalam karyanya al-Kharāj.
 Abu Yusuf merupakan fenomena yang
selalu berubah-ubah (zawāhir
thanāwiyyah) dan bersumber dari
aktivitas kolektif masyarakat muslim.
Faktor-faktor yang mempercepat kegiatan
perekonomian tidak sama dari segi tingkat
kepentingan dan kekuatannya. Pertama,
mewujudkan undang-undang tertinggi

16
yang dengannya dapat memerintah
dengan pertolongan Tuhan. Kedua, usaha
untuk memenuhi kebutuhan material dan
keinginan-keinginan lainnya. Ketiga,
inisiatif atau keinginan penguasa
Abu Ubyd Al-Qasim (833M)  Pemikiran Abu Ubaid tentang ini dapat
ibn Sallam dilihat dalam kitabnya, Al Amwaal yang
ditulisnya hampir 1000 tahun sebelum
Adam Smith (1723-1790) menelurkan
teori keunggulan absolutnya.
 Pemikiran Abu Ubaid tentang ekspor
impor ini dapat dibagi kepada tiga bagian,
yaitu : tidak adanya nol tarif dalam
perdagangan internasional, cukai bahan
makanan pokok lebih murah, dan ada
batas tertentu untuk dikenakan cukai.
Tidak Adanya Nol Tarif Pengumpulan
cukai merupakan kebiasaan pada zaman
jahiliah dan telah dilakukan oleh para raja
bangsa Arab dan non Arab tanpa
pengecualian. Sebab, kebiasaan mereka
adalah memungut cukai barang dagangan
impor atas harta mereka, apabila masuk
ke dalam negeri mereka
Al-Ghazali 1111 M  fungsi uang (khususnya uang emas dan
perak). Menurut beliau, fungsi uang
sangat sederhana, yaitu hanya sebagai
media alat tukar.
 Al-Ghazali juga memikirka tentang fungsi
Negara dan penguasa dalam pengaturan
aktifitas ekonomi. Kemajuan ekonomi
akan tercapai jika terjadi keadilan,

17
kedamaian, kesejahteraan dan stabilitas
dan ini merupakan ruang lingkup
tanggung jawab Negara untuk
mewujudkannya.
 Al-Ghazali juga berbicara tentang konsep
keuangan public. Pendapatan Negara
didapatkan dari zakat, fai, ghanimah dan
jizyah. Sementara untuk pengeluaran
public, Al-Ghazali menganjurkan
perlunya membangun infrastruktur sosio
ekonomi yang manfaatnya dapat
dirasakan secara langsung oleh
masayarakat.

Ibn Taimiyah (1261-1328 M)  Hak milik (Property Rights) Dalam hal


kepemilikan atas sumber daya ekonomi,
Ibn taimiyah tampaknya berada pada
pandangan pertengahan jika dilihat dari
pemikiran ekstrem kapitalisme dan
sosialisme saat ini, meskipun ia sangat
menekankan pentingnya pasar bebas,
tetapi negeri harus membatasi dan
menghambat kepemilikan individual yang
berlebihan, kepentingan bersama harus
menjadi tujuan utama dari pembangunan
ekonomi

Ibn Khaldun (1404 M)  Ibn khaldun menjelaskan mekanisme


pasar dan terbentuknya harga dipengaruhi
oleh kekuatan tarik menarik antara hukum
permintaan dan penawaran di pasar. Dan
Ibn Khaldun menjelaskan Keseimbangan
hukum permintaan dan penawaran dalam

18
terbentuknya harga di pasar dipengaruhi
beberapa faktor, pertama, perbedaan
tingkat kebutuhan manusia (kebutuhan
primer dan skunder), kedua, perbedaan
jumlah penduduk. Ketiga, perbedaan
kondisi pasar. Ketiga faktor tersebut
adalah faktor penting dalam menjelaskan
mekanisme pasar dalam menentukankan
terbentuknya harga
 Ibn Khaldun memperkenankan mata uang
yang tidak terbuat dari emas atau perak,
misalnya uang kerta, tetapi pemerintah
wajib menjaga stabilitas harganya,
dimana dalam penentuan nilai mata uang
harus berdasarkan pada harga emas atau
perak.

Shah Waliullah (1703-1762M)  manusia secara alamiah adalah makhluk


sosial sehingga harus melakukan kerja
sama antara satu orang dengan orang
lainnya. Kerja sama ini misalnya dalam
bentuk pertukaran barang dan jasa, kerja
sama usaha (Mudharabah, Musyarakah),
kerja sama pengelolaan pertanian dan
lain-lainya. Islam melarang kegiatan-
kegiatan yang dapat merusak semangat
kerja sama ini, misalnya perjudian dan
riba
 Menurut waliullah ada dua faktor utama
yang menyebabkan penurunan
pertumbuhan ekonomi. Dua faktor
tersebut yaitu: pertama, keuangan Negara

19
dibebani dengan berbagai pengeluaran
yang tidak produktif; kedua,pajak yang
dibebankan kepada pelaku ekonomi
terlalu berat sehingga menurunkan
semangat berekonomi. Menurutnya,
perekonomian dapat tumbuh jika terdapat
tingkat pajak yang ringan yang didukung
oleh administrasi yang efesien.

20
DAFTAR PUSTAKA

Adiwarman, K. (2008). Sejarah pemikiran ekonomi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Ali, A. (1982). Ibnu Khaldun, Sebuah Mengantar. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Ali, R. (2016, Desember jum'at). PEMIKIRAN EKONOMI AL-GHAZALI. Diambil kembali


dari academia.edu:
https://www.academia.edu/10473953/Pemikiran_Ekonomi_Al_Ghazali

Amin, p. (2011, Agustus). ENUJU PEMIKIRAN EKONOMI IDEAL: TINJAUAN


FILOSOFIS DAN EMPIRIS. Fokus Ekonomi (FE), 115-116.

Asmuni. (2005, Januari). Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf dan Ibn Adam: Eksplorasi awal
tentang konsep sumber keuangan Negara. MILLAH Jurnal, IV, 2.

Choirul, H. (2013). Pemikiran Ekonomi Bapak Ekonomi Islam Ibnu Khaldun. Ekonomica,
104.

Dahlan, & Azis, A. (1997). Ensiklopedi Hukum Islam (jilid 1-3 ed.). Ensiklopedi Hukum
Islam: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve.

Deliarnov. (2012). Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Edisi Ketiga). Jakarta: Rajawali


Pers.

Habib, & Nazis, H. (2004). Ensiklopedi Ekonomi Dan Perbankan Syariah. Jakarta: Kaki
Langit.

Muhammad, F. (2010). Membedah Pemikiran Ekonomi Al-ghazali. Iqtishodia Jurnal


Ekonomi Islam Republika, 8.

Muhammad, F. (2014). Pemikiran Ekonomi Ibnu Khaldun Tentang Mekanisme Pasar.


Naskah Publikasi Skripsi.

Muhammad, M. A. (2008). Pemikiran Ibnu Taimiyyah Tentang Mekanise Pasar Dalam


Ekonomi Islam. Skripsi.

Perwataatmadja. (2008). Jejak Rekam Ekonomi Islam; Refleksi Peristiwa Ekonomi dan
Pemikiran Para Ahli Sepanjang Sejarah Kekhalifahan. jakarta: Cicero Publishing.
21
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. (2013). Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pres.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. (2013). Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pres.

Tanjung, H. (2010). Abu Ubaid dan Perdagangan Internasional. IQTISHODIA JURNAL


EKONOMI ISLAM REPUBLIKA, 6.

yodha, s. (2016, Desember Jum'at). Pemikiran Ekonomi Imam Al Ghazali. Diambil kembali
dari mitramuslim: http://www.mitramuslim.net/2012/06/pemikiran-ekonomi-imam-
al-ghazali.html

Yulianti, R. T. (2008, februari). Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf. Dipetik 12 18, 2016,
dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=180812&val=6213&title=Pemi
kiran%20Ekonomi%20Islam%20Abu%20Yusuf.

zainal, a. a. (1979). Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

22

Anda mungkin juga menyukai