Oleh :
Wahid Ikhsan Al Mahfud (13423085)
Iwan Wahyuddin (13423145)
HALAMAN JUDUL.................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................................ .2
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. ....3
A. Pemikiran Ekonomi Rasulullah SAW Masa Awal Pemerintahan Islam.............3
B. Abu Yusuf (731-798 M).....................................................................................6
C. Abu Ubyd Al-Qasim Ibn Sallam (833m) ............................................................8
D. Al-Ghazali (1111 M)........................................................................................ 10
E. Ibn Taimiyah (1261-1328 M)........................................................................... 12
F. Ibn Khaldun (1404 M)...................................................................................... 13
G. Shah Waliullah (1703-1762M)..................................................... .................... 15
BAB III PENUTUP................................................................................................... 16
A. Kesimpulan....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ilmu ekonomi islam sebagai studi ilmu pengetahuan modern baru muncul pada
1970-an. tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul sejak Islam itu diturunkan
melalui Nabi Muhammmad Saw. Karena rujukan utama pemikiran islami adalah Alquran
dan Hadits maka pemikiran ekonomi ini munculnya juga bersamaan dengan ditunkannya
Alquran dan masa kehidupan Rasulullah Saw. , pada abad akhir 6 M hingga awal abad 7
M. Setelah masa tersebut banyak sarjama muslim yang memeberikan kontribusi karya
pemikiran ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot, yaitu memiliki dasar
argumentasi relijius dan sekaligus intelektual yang kuat serta -kebanyakan- didukung oleh
fakta empiris pada waktu itu. Banyak di antaranya juga sangat futuristik di mana pemikir-
pemikir Barat baru mengkajinya ratusan abad kemudian. Pemikiran ekonomi di kalangan
pemikir muslim banyak mengisi khasanah pemikiran ekonomi dunia pada masa dimana
Barat masih dalam kegelapan ( dark age ) (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi
Islam, 2013). Pada masa tersebut dunia Islam justru mengalami puncak kejayaan dalan
berbagai bidang.
Dalam lintasan sejarah umat Islam di dapati banyak sekali tokoh yang
membincangkan persoalan ekonomi yang secara sosiologis turut membangun teori-
teori/konsep ekonomi, seperti pada zaman Rasulullah SAW, Pemikiran Abu Yusuf (w.182
H), Yahya bin Adam (w.303 H), Al-Ghozali (w.505 H), Ibnu Rusyd (w.595 H), al-Izz bin
Abdis Salam (w.660 H), al-Farabi (w.339H), Ibnu Taymiyah (w.728 H), Ibnu Khaldun
(w.808 H), al-Maqrizi (w.845 H), Shah Waliyullah (w.1176 H )dan lain-lain.
1
Namun demikian, agar lebih tepat dalam memotret sejarah sosial terbentuknya
teori ekonomi tersebut, Makalah ini akan menjelaskan beberapa di antara para pemikir
muslim yang telah disebutkan. Pilihan terhadap pemikir-pemikir Ekonomi dimaksudkan
untuk memberikan gambaran bahwa dalam kehidupan sosial tertentu, akan memunculkan
corak pemikiran tertentu pula (dalam hal ini pemikitan tentang ekonomi).
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang dikaji dalam makalah ini
adalah bagaimana konsep pemikiran ekonomi dari tokoh-tokoh Islam, yaitu pada pada
Masa Rasulullah SAW, Abu Yusuf, Abu Ubyd, Al-Ghazali, Ibnu Taimiyyah, Ibnu
Khaldun, Syah Waliyullah?
C. TUJUAN
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pada saat awal didirikanya pemerintah islam, dapat dikatakan kondisi masyarakat
madinah masih sangat tidak menentu dan memprihatinkan .oleh karena itu, Rasulullah
SAW memikirkan untuk mengubah jalan secara berlahan-lahan dengan mengatasi
berbagai masalah utama tanpa tergantung pada factor keuangan. Dalam hal ini, strategi
yang digunakan oleh Rasulullah SAW adalah dengan melakukan langkah-langkah
sebagai berikut (Adiwarman, 2008):
a. Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para
pengikutnya.
b. Merehabilitasi muhajjirin mekkah di madinah.
c. Membuat konstitusi masyarakat.
d. Menciptakan kedamaian dalam Negara.
e. Mengeluarkan hak dan kuwajiban bagi warga negaranya.
f. Menyusun system pertahanan Negara.
g. Meletakan dasar-dasar system keuangan Negara.
Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk bertransaksi secara jujur, adil, dan tidak
pernah membuat pelangganya mengeluh dan kecewa. Selain itu ada beberapa larangan
yang diberlakukan oleh Rasulullah SAW untuk menjaga agar seseorang dapat berbuat
adil dan jujur, yaitu (Adiwarman, 2008):
a. Larangan najsy.
b. Larangan bay ba’dh Ala ba’dh.
c. Larangan tallaqi Al-rukhban.
d. Larangan ihtinaz dan ikhtikar.
3
disekitar madinah ), padang rumputnya tidak boleh dipotong, pepohonanya tidak boleh
ditebang dan tidak boleh membawa senjata untuk perkelahian, kekerasan ataupun
peperangan.
Dari kaum muslimin Dari kaum non Umum (primer dan sekunder)
muslim
8. Sedekah lain
4
9. Khums
Pengeluaran Negara
Primer Sekunder
5
B. Abu Yusuf (731-798 M)
Abu Yusuf, yang dalam literatur Islam sering disebut dengan Imam Abu Yusuf
Ya’qub bin Ibrahim bin Habib al-Ansāri al-Jalbi al-Kufi al-Baghdādi lahir pada tahun
113 H/731/732 M di Kufah dan pernah tinggal di Baghdad, serta meninggal pada tahun
182 H/798 M. Ia berasal dari suku Bujailah, salah satu suku Arab. Keluarganya disebut
Ansori karena dari pihak ibu masih mempunyai hubungan dengan kaum Ansor (pemeluk
Islam pertama dan penolong Nabi Muhammad SAW) di masa hidupnya di Kufah, yang
terkenal sebagai daerah pendidikan yang diwariskan oleh Abdullah Ibnu Mas‟ud (w. 32
H) seorang sahabat besar Nabi Muhammad SAW (Yulianti, 2008).
6
pasca Abu Yusuf. Kegiatan perekonomian, menurut Abu Yusuf merupakan fenomena
yang selalu berubah-ubah (zawāhir thanāwiyyah) dan bersumber dari aktivitas
kolektif masyarakat muslim. Faktor-faktor yang mempercepat kegiatan
perekonomian tidak sama dari segi tingkat kepentingan dan kekuatannya. Pertama,
mewujudkan undang-undang tertinggi yang dengannya dapat memerintah dengan
pertolongan Tuhan. Kedua, usaha untuk memenuhi kebutuhan material dan
keinginan-keinginan lainnya. Ketiga, inisiatif atau keinginan penguasa (Dahlan &
Azis, 1997).
Oleh karena itu, menurut Abu Yusuf, fenomena perekonomian tidak selalu
berhubungan secara langsung dengan sebab akibat (undang-undang tentang
perekonomian). Hubungan biasanya bersifat tidak langsung karena melalui kehendak
tertinggi, atau kehendak wakil Tuhan di permukaan bumi dalam bentuk masyarakat
muslim, penguasa atau lainnya. Para Khalifah Tuhan memiliki wewenang untuk
mengambil keputusan berkaitan dengan sejumlah fenomena-fenomena
perekonomian seperti perbaikan tanah dan lain-lain. Tentang keuangan,
Abu Yusuf menyatakan bahwa uang negara bukan milik Khalifah dan Sultan,
tetapi amanat Allah s.w.t. dan rakyatnya, yang harus dijaga dengan penuh
tanggungjawab. Hubungan penguasa dengan kas negara sama seperti hubungan
seorang wali dengan harta anak yatim yang diasuhnya. Menurut Abu Yusuf, sumber
ekonomi berada pada dua tingkatan: tingkat pertama meliputi unsur-unsur alam
(antara lain air dan tanah). Unsur-unsur ini paling kuat dan melakukan produksi
secara mandiri. Tingkatan kedua tenaga kerja. Tingkatan yang kedua ini berperan
kurang maksimal dan tidak rutin seperti perbaikan dan pemanfaatan tanah, membuat
sistem irigasi dan lain-lain. Sebetulnya produksi dalam pengertian membuat barang
baku (setengah jadi) menjadi produk final melalui kerja, tidak banyak menarik
perhatian Abu Yusuf termasuk pada proses permulaan seperti menghidupkan tanah
mati (Ihyā’ al-Mawāt) dan tidak bertuan harus diberikan kepada seseorang yang dapat
mengembangkan dan menanaminya serta membayar pajak yang diterapkan pada
tanah tersebut (Habib & Nazis, 2004).
7
C. Abu Ubyd Al-Qasim ibn Sallam (833M)
Abu Ubaid bin Salam bin Miskin bin Zaid al-Azdi Lahir tahun 774 M dan wafat
838 M. Abu Ubaid merupakan orang pertama yang memotret kegiatan perekonomian di
zaman Rasulullah SAW, Khulafaur Rasyidin, para sahabat dan tabi’in-tabi’in. Pemikiran
Abu Ubaid tentang ini dapat dilihat dalam kitabnya, Al Amwaal yang ditulisnya hampir
1000 tahun sebelum Adam Smith (1723-1790) menelurkan teori keunggulan absolutnya.
Pemikiran Abu Ubaid tentang ekspor impor ini dapat dibagi kepada tiga
bagian, yaitu : tidak adanya nol tarif dalam perdagangan internasional, cukai bahan
makanan pokok lebih murah, dan ada batas tertentu untuk dikenakan cukai. Tidak
Adanya Nol Tarif Pengumpulan cukai merupakan kebiasaan pada zaman jahiliah dan
telah dilakukan oleh para raja bangsa Arab dan non Arab tanpa pengecualian. Sebab,
kebiasaan mereka adalah memungut cukai barang dagangan impor atas harta mereka,
apabila masuk ke dalam negeri mereka (Tanjung, 2010).
Dari Abdur rahman bin Ma’qil, ia berkata, “Saya pernah bertanya kepada
Ziyad bin Hudair, ‘Siapakah yang telah kalian pungut cukai barang impornya? Ia
berkata, ‘Kami tidak pernah mengenakan cukai atas Muslim dan Mu’ahid’. ‘Saya
bertanya, ‘Lantas, siapakah orang yang telah engkau kenakan cukai atasnya?’ Ia
berkata, “Kami mengenakan cukai atas para pedagang kafir harbi, sebagaimana
mereka telah memungut barang impor kami apabila kami masuk dan mendatangi
negeri mereka”. Hal tersebut diperjelas lagi dengan surat-surat Rasulullah, dimana
beliau mengirimkannya kepada penduduk penjuru negeri seperti Tsaqif, Bahrain,
Dawmatul Jandal dan lainnya yang telah memeluk agama Islam. Isi surat tersebut
adalah “Binatang ternak mereka tidak boleh diambil dan barang dagangan impor
mereka tidak boleh dipungut cukai atasnya”. Umar bin Abdul Aziz telah mengirim
sepucuk surat kepada ‘Adi bin Artha’ah yang isinya adalah “Biarkanlah bayaran
fidyah manusia. Biarkanlah bayaran makan kepada ummat manusia. Hilangkanlah
bayaran cukai barang impor atas ummat manusia. Sebab, ia bukanlah cukai barang
impor. Akan tetapi ia merupakan salah satu bentuk merugikan orang lain,
sebagaimana firman Allah, ‘Dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-
8
hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan’
QS.Huud : 85 (Tanjung, 2010).
Jadi, tidak ada prakteknya sejak dari dahulu, bahwa barang suatu negara bebas
masuk ke negara lain begitu saja. Cukai Bahan Makanan Pokok Untuk minyak dan
gandum yang merupakan bahan makanan pokok, cukai yang dikenakan bukan 10%
tetapi 5% dengan tujuan agar barang impor berupa makanan pokok banyak
berdatangan ke Madinah sebagai pusat pemerintahan saat itu. Dari Salim bin
Abdullah bin Umar dari ayahnya, ia berkata, “Umar telah memungut cukai dari
kalangan pedagang luar masing-masing dari minyak dan gandum dikenakan bayaran
cukai sebanyak setengah dari ‘usyur (5%). Hal ini bertujuan supaya barang impor
terus berdatangan ke negeri madinah. Dan dia telah memungut cukai dari barang
impor al- Qithniyyah sebanyak ‘usyur (10%)”. Ada Batas Tertentu untuk Cukai Yang
menarik, tidak semua barang dagangan dipungut cukainya. Ada batasbatas tertentu
9
dimana kalau kurang dari batas tersebut, maka cukai tidak akan di pungut (Tanjung,
2010).
Dari Ruzaiq bin Hayyan ad-Damisyqi (dia adalah petugas cukai di perbatasan
Mesir pada saat itu) bahwa Umar bin Abdul Aziz telah menulis surat kepadanya, yang
isinya adalah, “Barang siapa yang melewatimu dari kalangan ahli zimmah, maka
pungutlah barang dagangan impor mereka. Yaitu, pada setiap dua puluh dinar mesti
dikenakan cukai sebanyak satu dinar. Apabila kadarnya kurang dari jumlah tersebut,
maka hitunglah dengan kadar kekurangannya, sehingga ia mencapai sepuluh dinar.
Apabila barang dagangannya kurang dari sepertiga dinar, maka janganlah engkau
memungut apapun darinya. Kemudian buatkanlah surat pembayaran cukai kepada
mereka bahwa pengumpulan cukai akan tetap diberlakukan se hingga sampai satu
tahun”. Jumlah sepuluh dinar adalah sama dengan jumlah seratus dirham di dalam
ketentuan pembayaran zakat. Seorang ulama Iraq, Sufyan telah menggugurkan
kewajiban membayar cukai apabila barang impor ahli dzimmah tidak mencapai
seratus dirham. Menurut Abu Ubaid, seratus dirham inilah ketentuan kadar terendah
pengumpulan cukai atas harta impor ahli dzimmah dan kafir harbi (Tanjung, 2010).
D. Al-Ghazali (1111 M)
10
akhirat. Lebih lanjut lagi ia menjelaskan alasan kenapa manusia harus terlibat dalam
urusan ekonomi, yaitu: Pertama, Allah telah menciptakan sumber daya alam yang
melimpah untuk dimanfaatkan oleh manusia untuk kelangsungan hidupnya sekaligus
sebagai bukti kesyukuran kepada Sang Maha Pemberi Rezeki. Kedua, orang yang kuat
secara ekonomi maka hidupnya akan bebas, jauh dariketergantungan pada orang lain dan
dapat menjalankan ajaran agama secara sempur namisalnya zakat, infak, sedekah dan
ibadah haji. Ketiga, perilaku dalam mengejar pemenuhan ekonomi tak boleh menyimpan
dari ajaran dan prinsip agama Islam.
2. Perilaku Konsumen
Ibnu taimiyah sangat memahami tentang ekonomi pasar bebas dan bagaimana
harga ditentukan melalui kekuatan permintaan dan penawaran. Dia mengatakan (Tanjung,
2010)“naik turunnya harga tidak selalu diakibatkan oleh kezaliman orangorang tertentu.
Terkadang, hal tersebut disebabkan oleh kekurangan produksi atau penurunan impor
barang-barang yang diminta. Oleh karena itu, apabila permintaan naik dan penawaran
12
turun, harga naik. Di sisi lain,apabila persediaan barang meningkat dan permintaan
terhadapnya menurun, harga pun turun. Kelangkaan atau kelimpahan ini bukan
disebabkan oleh tindakan orang-orang tertentu. Ia bisa disebabkan oleh sesuatu yang tidak
mengandung kezaliman atau terkadang, ia juga bisa disebabkan oleh kezaliman. Hal ini
adalah kemahakuasaan Allah yang telah menciptakan keinginan di hati manusia.”
Hak milik (Property Rights) Dalam hal kepemilikan atas sumber daya ekonomi,
Ibn taimiyah tampaknya berada pada pandangan pertengahan jika dilihat dari pemikiran
ekstrem kapitalisme dan sosialisme saat ini, meskipun ia sangat menekankan pentingnya
pasar bebas, tetapi negeri harus membatasi dan menghambat kepemilikan individual yang
berlebihan, kepentingan bersama harus menjadi tujuan utama dari pembangunan ekonomi
(Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, 2013).
Nama lengkapnya adalah Abd al-Rahman bin Muhammad bin Khaldun al-
Hadrawi, dikenal dengan panggilan Waliyuddin Abu Zaid, Qadi al-Qudat. Ia lahir tahun
732 H di Tunis. Ia bermazhab Maliki, Muhadist al-Hafidz, pakar ushul fiqh, sejarawan,
pelancong, penulis dan sastrawan. Choirul Huda Saat kecil ia biasa dipanggil dengan
nama Abdurrahman. Sedangkan Ibnu Zaid adalah panggilan keluarganya. Ia bergelar
waliyudin dan nama populernya adalah Ibnu Khaldun (Ali A. , 1982).
Salah satu karya fenomenal Ibnu Khaldun adalah Kitab Al-Muqaddimah, yang
selesai penulisannya pada Nopember 1377. Sebuah kitab yang sangat menakjubkan,
karena isinya mencakup berbagai aspek ilmu dan kehidupan manusia pada ketika itu.
Al-Muqaddimah secara harfiah bararti 'pembukaan' atau 'introduksi' dan merupakan
jilid pembuka dari tujuh jilid tulisan sejarah. Al-Muqaddimah mencoba untuk
menjelaskan prinsip-prinsip yang menentukan kebangkitan dan keruntuhan dinasti
yang berkuasa (daulah) dan peradaban ('umran). Tetapi bukan hanya itu saja yang
dibahas. Al-Muqaddimah juga berisi diskusi ekonomi, sosiologi dan ilmu politik,
yang merupakan kontribusi orisinil Ibnu Khaldun untuk cabang-cabang ilmu tersebut.
Ibnu Khaldun juga layak mendapatkan penghargaan atas formula dan ekspresinya
yang lebih jelas dan elegan dari hasil karya pendahulunya atau hasil karya ilmuwan
13
yang sejaman dengannya. Melahirkan karya Al-Muqaddimah menjadikan Ibnu
Khaldun sebagai seorang genius polymath (jenius dalam berbagai bakat) dan seorang
renaissance man yang menguasai banyak bidang ilmu. Di dalam kitab ini, Ibnu
Khaldun membincangkan berbagai topik seperti sejarah, geografi, matematik, agama,
sistem kerajaan, sistem ekonomi, sistem pendidikan dan lain-lain.
Adapaun pemikiran Ekonomi yang paling mencolok dari Ibn Khaldun adalah
Mekanisme Pasar dalam Penentuan Harga, Kebijakan Monete (Moneter Policy), Hak
milik (Property Rights).
Ibnu Khaldun hidup di jaman di mana mata uang sudah menjadi alat
penghargaan. Pada masa itu ia sudah membicarakan kemungkinan yang bakal
terjadi tentang kedudukan yang selanjutnya dari mata uang. Dia menulis sebagai
berikut (zainal, 1979):
“Sesudah demikian, Allah telah menjadikan pula dua barang galian yang
berharga, ialah emas dan perak menjadi bernilai di dalam perhubungan ekonomi.
Keduanya menurut kebiasaan menjadi alat perhubungan dan alat simpanan bagi
penduduk dunia. Jika terjadi alat perhubungan dengan yang lainnya pada
beberapa waktu, maka tujuan yang utama tetap untuk memiliki kedua benda itu
di dalam peredaran harga-harga pasar, karena keduanya terjauh dari pasar itu”
14
Jadi, sebenarnya ibn Khaldun merupakan pendahulu ide-ide
Markantilisme. Ibn Khaldun memperkenankan mata uang yang tidak terbuat dari
emas atau perak, misalnya uang kerta, tetapi pemerintah wajib menjaga stabilitas
harganya, dimana dalam penentuan nilai mata uang harus berdasarkan pada harga
emas atau perak.
G. Shah Waliullah(1114-1176H/1703-1762M)
15
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari malakah yang penulis tulis dan yang telah diuraikan dalam bab-bab diatas, dapat
diambil kesimpulan sekaligus meupakan analisa atas rumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, dapat dilihat pada tabel dibawah :
16
yang dengannya dapat memerintah
dengan pertolongan Tuhan. Kedua, usaha
untuk memenuhi kebutuhan material dan
keinginan-keinginan lainnya. Ketiga,
inisiatif atau keinginan penguasa
Abu Ubyd Al-Qasim (833M) Pemikiran Abu Ubaid tentang ini dapat
ibn Sallam dilihat dalam kitabnya, Al Amwaal yang
ditulisnya hampir 1000 tahun sebelum
Adam Smith (1723-1790) menelurkan
teori keunggulan absolutnya.
Pemikiran Abu Ubaid tentang ekspor
impor ini dapat dibagi kepada tiga bagian,
yaitu : tidak adanya nol tarif dalam
perdagangan internasional, cukai bahan
makanan pokok lebih murah, dan ada
batas tertentu untuk dikenakan cukai.
Tidak Adanya Nol Tarif Pengumpulan
cukai merupakan kebiasaan pada zaman
jahiliah dan telah dilakukan oleh para raja
bangsa Arab dan non Arab tanpa
pengecualian. Sebab, kebiasaan mereka
adalah memungut cukai barang dagangan
impor atas harta mereka, apabila masuk
ke dalam negeri mereka
Al-Ghazali 1111 M fungsi uang (khususnya uang emas dan
perak). Menurut beliau, fungsi uang
sangat sederhana, yaitu hanya sebagai
media alat tukar.
Al-Ghazali juga memikirka tentang fungsi
Negara dan penguasa dalam pengaturan
aktifitas ekonomi. Kemajuan ekonomi
akan tercapai jika terjadi keadilan,
17
kedamaian, kesejahteraan dan stabilitas
dan ini merupakan ruang lingkup
tanggung jawab Negara untuk
mewujudkannya.
Al-Ghazali juga berbicara tentang konsep
keuangan public. Pendapatan Negara
didapatkan dari zakat, fai, ghanimah dan
jizyah. Sementara untuk pengeluaran
public, Al-Ghazali menganjurkan
perlunya membangun infrastruktur sosio
ekonomi yang manfaatnya dapat
dirasakan secara langsung oleh
masayarakat.
18
terbentuknya harga di pasar dipengaruhi
beberapa faktor, pertama, perbedaan
tingkat kebutuhan manusia (kebutuhan
primer dan skunder), kedua, perbedaan
jumlah penduduk. Ketiga, perbedaan
kondisi pasar. Ketiga faktor tersebut
adalah faktor penting dalam menjelaskan
mekanisme pasar dalam menentukankan
terbentuknya harga
Ibn Khaldun memperkenankan mata uang
yang tidak terbuat dari emas atau perak,
misalnya uang kerta, tetapi pemerintah
wajib menjaga stabilitas harganya,
dimana dalam penentuan nilai mata uang
harus berdasarkan pada harga emas atau
perak.
19
dibebani dengan berbagai pengeluaran
yang tidak produktif; kedua,pajak yang
dibebankan kepada pelaku ekonomi
terlalu berat sehingga menurunkan
semangat berekonomi. Menurutnya,
perekonomian dapat tumbuh jika terdapat
tingkat pajak yang ringan yang didukung
oleh administrasi yang efesien.
20
DAFTAR PUSTAKA
Asmuni. (2005, Januari). Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf dan Ibn Adam: Eksplorasi awal
tentang konsep sumber keuangan Negara. MILLAH Jurnal, IV, 2.
Choirul, H. (2013). Pemikiran Ekonomi Bapak Ekonomi Islam Ibnu Khaldun. Ekonomica,
104.
Dahlan, & Azis, A. (1997). Ensiklopedi Hukum Islam (jilid 1-3 ed.). Ensiklopedi Hukum
Islam: PT.Ichtiar Baru Van Hoeve.
Habib, & Nazis, H. (2004). Ensiklopedi Ekonomi Dan Perbankan Syariah. Jakarta: Kaki
Langit.
Perwataatmadja. (2008). Jejak Rekam Ekonomi Islam; Refleksi Peristiwa Ekonomi dan
Pemikiran Para Ahli Sepanjang Sejarah Kekhalifahan. jakarta: Cicero Publishing.
21
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. (2013). Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pres.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. (2013). Ekonomi Islam. Jakarta:
Rajawali Pres.
yodha, s. (2016, Desember Jum'at). Pemikiran Ekonomi Imam Al Ghazali. Diambil kembali
dari mitramuslim: http://www.mitramuslim.net/2012/06/pemikiran-ekonomi-imam-
al-ghazali.html
Yulianti, R. T. (2008, februari). Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf. Dipetik 12 18, 2016,
dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=180812&val=6213&title=Pemi
kiran%20Ekonomi%20Islam%20Abu%20Yusuf.
22