Anda di halaman 1dari 15

TEKTONIK DAN VULKANISME

TEKTONIK DAN VULKANISME

Vulkanisma di Indonesia sangat erat hubungannya dengan gejala tektonik, yaitu


seperti apa yang diperlihatkan oleh aktivitas magma yang menyertai gejala
perkembangan tektonik dalam waktu geologi tertentu.

Aktivita magma tersebut menghasilkan berbagai jenis batuan beku, yang dicirikan
oleh masing-masing kelompok batuan tersebut di dalam suatu Suite atau Provinsi
batuan tertentu.

Konsep dan Pandangan Melalui Teori Undasi


Van Bemelen (1954), salah seorang geologiawan yang mengembangkan bidang
geologi di Indonesia terutama penerapan teori Undasi-nya dalam evolusi tektonik,
telah melakukan penelitian atas sistem pegunungan di Indonesia bagian barat.
Penelitiannya menghasilkan suatu penampang yang ditarik mulai dari pulau
Christmas yang terletak di Samudera Indonesia, melalui pulau Jawa ke arah utara
sampai pulau Karimunjawa yang terletak di laut Jawa.

Tabel Skema Teoritis yang menunjukan hubungan antara Petrogenik dengan


jenjang evolusi orogenesa (Stille 1924, dalam Van Bemmelen 1949)
Stages Of Evolution Of The
Orogenic System
Zona Stages
Petrographic Orogenic Of Orogenic Prefa- Embyo Early
Provinces Zones Evolution tory arc Young Mature Mature
Pre-
(I) Atlantic Suite Foreland Orogenic x x x x x

(II) Ophiolitic Suite Foredeep Geosynclinal x x x x

(III) Pasific Suite Geanticline Orogenic x x x

(IV) Mediterranean Late


Suite Backdeep Orogenic x X

(V) Tholeiitic Plateau Post


Basalts Hinterland Orogenic X

Anggapan ahli tersebut diselaraskan dengan pandangan yang dikemukakan


olehStille 1924 mengenai hubungan antara evolusi tektonik dengan gejala
vulkanisma, yang kemudian diturunkan kembali oleh Katili et al (1963), seperti
apa yang terlihat di bawah ini (gambar 1):
1. Pulau Chirstmas, yang terletak di Samudera Indonesia yaitu disebelah
selatan pulau Jawa dimana merupakan daerah muka pegunungan, muncul
sebagai suatu gunung api yang telah padam. Gunung api tersebut diduga
pernah aktif pada Tersier Tua, yang menghasilkan lava yang bisa
digolongkan dalam Suite Atlantik, dimana banyak mengandung mineral-
mineral yang kaya akan unsur Natrium. Batuan beku yang dihasilkan
tersebut umumnya terdapat di luar sistem pegunungan yang sebenarnya.

1. Daerah Cekungan Geosinklin, yang mana merupakan suatu palung laut


dalam yang terbagi dua oleh suatu punggung dalam laut yang sejajar dengan
pulau jawa. Punggung dalam laut tersebut merupakan suatu pegunungan
yang sedang muncul di atas permukaan air laut melalui suatu proses
pengangkatan (geantiklin) dari suatu cekungan (geosinklin), yang diduga
merupakan kelanjutan punggung dalam laut yang telah muncul dibeberapa
tempat sebagai deretan pulau-pulau kecil seperti Nias, Siberut, Mentawai
dan lain sebagainya disebelah barat pulau Sumatera.
Gejala vulkanisme dalam dicirikan oleh aktivitas magma yang menghasilkan
batuan beku dalam bersusunan ultra basa – basa, yang digolongkan dalam Suite
Ofiolit. Pembentukan batuan beku jenis tersebut menunjukan permulaan suatu
gejala vulkanisme yang berlangsung dalam daerah cekungan geosinklin (“initiale
vulkanismus”, Stille 1924).

1. Kemudian terjadi pengangkatan daerah cekungan sehingga terbentuk rantai


pegunungan melalui proses pembumbungan geosinklin. Pegunungan
tersebut merupakan sumbu pulau Sumatera, Jawa dan ke arah timur sampai
kepulauan Sunda kecil. Vulkanisme dalam yang menyertai proses
pengangkatan tersebut menurut Sitlle (1924) disebut “synorogenen
Vulcanismus” dan akan membentuk tubuh-tubuh batuan beku dalam seperti
batolit, stock dan lain sebagainya, yang bersusunan asam sampai menengah.
Kemudian menjelang akhir pembentukan pegunungan lipatan, pada
pertengahan Miosen masih berlangsung gejala vulkanisme yang dicirikan
sebagai “Subsequence Vulkanismus” (Stille, 1924) yang menghasilkan
batuan lelehan dan rempah vulkanik lepas bersusunan asam sampai
menengah (riolit, dasit, andesit). Vulkanisme dalam yang menyertai aktivitas
magma membentuk batuan beku dalam yang erat hubungannya dengan
batuan lelehan tersebut.
Gejala vulkanisme luar masih berlanjut sampai Resen, halmana diperlihatkan oleh
gunung api-gunung api Kuarter yang masih giat, yang menempati daerah-daerah
pegunungan berantai tersebut. Di daerah zona sirkum Pasifik, gunung api-gunung
api tersebut dicirikan dengan sifatnya yang sangat esplosif dimana banyak
dihasilkan rempah vulkanik dengan kandungan unsur-unsur kalsium alkali yang
cukup tinggi, yang bisa digolongkan dalam Suite Pasifik.

1. Suatu kelompok gunung api muda Kuarter yang telah padam pada Resen ini
yang letaknya terpisah, menempati perbatasan kelompok gunung api aktif
pada busur dalam vulkanik. Aktivitas magma pada masa lampau, yang
menerobos daerah cekungan sedimen yang menempati daerah bagian utara
pulau Jawa, yang terletak antara geantiklin – Jawa Selatan dan Tanah Sunda,
menghasilkan batuan beku yang digolongkan dalam Suite Mediteran dan
dicirikan dengan kandungan mineral-mineralnya yang kaya akan kalium.

1. Tanah Sunda yang terletak di sebelah utara pulau Jawa, sebagian besar telah
digenangi laut kecuali beberapa pulau yang masih tersisa dan muncul di atas
permukaan air laut seperti misalnya pulau Karimunjawa. Daerah tersebut
merupakan daerah “hinterland” yang masih dipengaruhi oleh aktivitas
magma, yang umumnya digolongkan dalam basal datar tinggi.

Evolusi tektonik yang mempengaruhi pembentukan pegunungan, yang disertai


dengan gejala vulkanisme, dapat dilihat dalam evolusi pembentukan pegunungan
lipatan Bukit Barisan di Pulau Sumatera.
Melalui penampang yang ditarik melalui pulau tersebut, yaitu mulai Samudera
Indonesia dan Kepulauan Mentawai di sebelah barat kea rah timur laut melalui
daerah Jambi – kepulauan Lingga yang terletak di sebelah barat selat Karimata,Van
Bemmelen (1954) memberikan gambaran hubungan evolusi gejala-gejala di pulau
Jawa, seperti yang terlihat pada penampang yang ditarik dari pulau Christmas
melalui daerah bagian timur Jawa Barat (daerah Bandung) ke arah timurlaut
sampai kepulauan Karimunjawa yang terletak di Laut Jawa.
Kepulauan Mentawai dalam penampang Sumatera, merupakan daerah busur luar
bukan vulkanik, yang dicirikan oleh anomali isostatik negatif, serta sebagian besar
terbentuk dari batuan serpentin dan terobosan batuan ultra basa, yaitu menempati
daerah yang terletak antara cekungan muka dan cekungan antara yang dipengaruhi
oleh gejala pensesaran naik selama pengangkatan pada kala pra-Miosen. Daerah
yang memiliki isostatik negatif yang menempati busur dalam bukan vulkanik di
pulau Jawa, menurut Van Bemmelen (1954) merupakan punggungan dalam yang
terletak di bawah samudera Indonesia, dimana daerah tersebut sedang mengalami
proses pengangkatan, halmana dicirikan dengan pusat-pusat gempa bumi dalam
yang tersebar di daerah tersebut.

Van Bemmelen (1954), melalui skema tektonik yang mencirikan 9 pusat undasi,
yang menggambarkan struktur Neogen yang terbentuk di kepulauan Indonesia ini,
dapat memisahkan (Sukendar, 1976):
1) Daerah stabil yang tidak mengalami gejala transgresi pada kala Neogen

2) Daerah Semi Stabil dengan transgresi pada kala Neogen, tetapi tidak
dipengaruhi oleh Undasi

3) Daerah-daerah orogen beserta sumber atau pusat-pusat undasi

4) Daerah-daerah yang diduga dimana jentara undasi dimulai.


Suatu peta tektonik yang disusun berdasarkan usia perlipatan, fasa mineralisasi
dan bentuk struktur yang terdapat di berbagai pulau, telah diperkenalkan
olehWester Veld (1952, dalam Sukendar, 1976), dimana bisa dipisahkan 4 (empat)
daerah orogen yaitu:
1) Orogen Malaya,
Yang mempunyai fasa perlipatan utama, dan aktifitas magma pada akhir Jura,
merupakan suatu sistem pegunungan yang membentang meliputi daerah
Semenanjung Malaya, kepulauan Riau – Lingga dan daerah Timah (Singkep,
Bangka dan Belitung), sebagian Kalimantan Barat, pulau-pulau di laut Cina
Selatan dan kemungkinan sebagian daerah dataran rendah Sumatera sebelah timur.
Aktivitas magmanya menghasilkan pluton-pluton besar bersusunan granitis dan
tonalitis.

2) Orogen Sumatera,
Dicirikan dengan fasa perlipatannya yang berumur Kapur sampai Paleosen serta
diikuti intrusi batuan beku dalam. Daerah orogen ini meliputi pulau Sumatera
melalui pegunungan Serayu Selatan di pulau Jawa terus kea rah pegunungan
Meratus di Kalimantan Tenggara. Aktifitas magma yang menyertai orogen ini
berupa batuan gabro sampai granitis.

3) Orogen Sunda,
Terbentuk pada Miosen Tengah, tetapi di beberapa daerah mungkin terjadi lebih
dahulu, menempati daerah yang terletak di bagian tengah antara daerah yang
terkena orogen Sumatera dan Orogen Maluku, serta merupakan daerah yang
ditempati oleh gejala vulkanisme Miosen. Daerah ini meliputi pesisir sebelah barat
pulau Sumatera, pulau Jawa bagian Selatan, Kepulauan Sunda kecil, pulau-pulau
yang termasuk dalam Busur dalam Banda, Sulawesi bagian barat, dan berakhir di
daerah Mindanau (Filipina Selatan). Aktifitas magmanya menghasilkan gang-gang
andesitis dan dasitis serta pluton-pluton granit dan diorite.

4) Orogen Maluku,
Dicirikan oleh adanya perlipatan yang sangat kuat yang disertai dengan gejala
pensesaran lapisan batuan berumur paleozoik Akhir, Mesozoik dan Tersier Bawah.
Selain itu juga dicirikan dengan terbentuknya batuan Ultra basa yang sangat besar
berumur Mesozoik Akhir sampai permulaan Tersier, yaitu meliputi daerah-daerah
kepulauan disebelah barat Sumatera, Pulau Timor, daerah yang termasuk dalam
Busur luar Banda dan akhirnya daerah Sulawesi bagian timur.

Konsep dan Pandangan Melalui Teori Tektonik Lempeng


Melalui perkembangan bidang pengetahuan geodinamika yang semakin pesat sejak
pertengahan abad 20, maka suatu konsep tektonik global yang baru telah
diperkenalkan dan sekaligus dicoba penerapannya guna penyusunan peta tektonik
yang menampilkan hubungannya dengan daerah mineralisasi.

Prinsip teori tektonik lempeng ini berawal dari suatu pengertian bahwasanya
bagian dari kulit bumi atau lithosfera, termasuk juga di dalamnya bagian paling
luar dari selimut bumi (“upper mantle”) dianggap sebagai lempeng-lempeng yang
kaku. Lempeng-lempeng ini saling bergerak satu terhadap yang lain dengan
kecepatan minimal 10 cm/tahun atau akan memindahkan lempeng-lempeng
tersebut sejauh 100 km/10 juta tahun dan menurut beberapa ahli cenderung
dipengaruhi oleh gaya-gaya konvektif yang terjadi pada daerah astenosfera yang
bersifat cair-kenyal.

Akibat pergerakan tersebut, kemungkinan besar akan terjadi tumbukan antar


lempeng, yang dibatasi oleh suatu palung laut yang dalam, dimana salah satu
lempeng akan mengalami penyusupan yang sangat dalam di bawah lapisan kulit
bumi melalui suatu bidang miring yang dikenal sebagai jalur Benioff.

Jalur tersebut memiliki kemiringan lereng yang berbeda-beda dan merupakan zona
penyebaran pusat-pusat gempa bumi.

Menurut Sukendar (1976, hal.89), daerah dimana terjadi tumbukan lempeng akan
merupakan suatu jalur dimana terjadi kegiatan orogen yang meliputi gejala-gejala
seperti:
1. Konvergensi lempeng
2. Pertumbuhan benua
3. Pengkerutan Lapisan-lapisan
4. Penebalan kerak bumi dalam pembubungan isostasi yang disertai dengan
kegiatan magma dan gejala metamorfisma.
Ahli tersebut mencatat bahwa batas antara masing-masing lempeng merupakan
daerah yang mengandung pusat-pusat gempa disamping gejala orogenesa dan
tektonik dimana batas-batas tersebut akan berujud sebagai:

1. Pematang tengah samudera


2. Sesar mendatar (“transform faults”)
3. Palung-palung laut dalam
Gejala tektonik yang terjadi di daerah tumbukan antara lempeng samudera dengan
lempeng kontinen akan mencerminkan suatu bentuk sistem busur kepulauan yang
mengandung unsur-unsur seperti palung laut dalam dan busur magmatic.

Sementara secara keseluruhan disebut dengan sistem palung busur (“arc trench
system”). Daerah yang terletak diantara sistem-sistem palung busur tersebut
berbentuk rumpang yang memanjang, dengan lebar yang berkisar antara 150-250
km dan rumpang palung busur (“arc trench gap”).
Sistem palung busur secara umum mengandung 4 (empat) unsur dimana setiap
unsur memiliki cirri, jenis batuan dan sifat struktur geologi yang berbeda.

Kenampakan sistem tersebut, yang dicoba penerapannya di Indonesia,


dikemukakan pertamakali oleh Katili (1971 dan 1974),
kemudian W.Hamilton(1973) dan Sukendar (1976) dimana pengamatan dimulai
dari samudera Indonesia kea rah benua (Paparan Sunda) yaitu dengan
didapatkannya unsur-unsur:
1. 1. Palung laut dalam,
Yang terdiri dari sedimen berbutir halus yang terendapkan di atas lantai samudera,
kemudian lava yang berasal dari gejala vulkanisma luar di bawah laut yang bersifat
basaltik dengan struktur bantal serta kumpulan batuan vulkanik bersusunan basa
sampai ultra basa (ofiolit) yang diasosiasikan berasal dari selubung bumi, yang
digolongkan dalam suite ofiolit. Endapan sedimen dan batuan vulkanik tersebut
tercampur secara tektonik akibat gejala pensesaran dan perunjukan sehingga
menghasilkan bentuk struktur yang sangat rumit.kumpulan batuan yang demikian
ini disebut “mélange” .

1. 2. Rumpang palung busur


Merupakan suatu bentuk geografi yang memanjang selebar 75-275 Km, dimana di
dalamnya diendapkan batuan sedimen. Kadang-kadang secara setempat terjadi
peninggian yang bentuknya memanjang, yang di kenal sebagai busur luar bukan
vulkanik, yang muncul sebagai deretan pulau-pulau seperti misalnya kepulauan
Mentawai di sebelah barat Sumatera. Daerah ini diduga ditempati oleh kumpulan
batuan “mélange” yang mengalami desakan kea rah bawah, yang berasal dari jalur
penekukan yang berumur lebih tua.

1. 3. Busur Magmatik (“Magmatic Arc” atau “volcanic arc”)


Yang dicirikan oleh adanya jajaran gunung api dan tubuh-tubuh pluton yang
mendapatkan penyaluran magma yang menghasilkan batuan lelehan yang
umumnya bersusunan andesit, yang berkisar antara basal sampai dasit serta
terobosan pluton-pluton granitis, granodiorit dan diorite.

Kumpulan batuan vulkanik tersebut digolongkan dalam suite Pasifik dengan


mineral-mineral penyusunnya yang kaya akan ikatan kalsium alkali, dicirikan
dengan terbentuknya batuan yang beraal dari gejala magmatic yang menyertai
orogenesa.

1. 4. Cekungan muka daratan (“foreland basin”)


Merupakan daerah yang terletak di bagian belakang busur magmatic, ditempati
oleh endapan-endapan sedimen yang secara petrologis mempunyai sifat serupa
dengan batuan sedimen yang menempati daerah di bagian rumpang palung busur.

Gejala vulkanisma yang bersumber dari magma yang letaknya sangat dalam,
penyalurannya kea rah permukaan menerobos lapisan batuan sedimen yang cukup
tebal. Keadaan ini dicirikan dengan dihasilkannya batuan vulkanik yang beragam
yaitu antara basal sampai andesit, meskipun pada umumnya adalah basal dengan
kandungan mineral-mineralnya yang kaya akan unsur Kalium.

Dickinson (1970) mengartikan busur magmatic sebagai orogen vulkanik-plutonik


yang terdiri dari lapisan vulkanik dan vulkanik klastik serta disertai pluton-pluton
magma. Kelompok batuan tersebut, yang dikenal sebagai batuan penyerta jalur
Orogen meliputi:
1. Urut-urutan batuan vulkanik andesit dengan sebagian besar terdiri dari
andesit, basal dengan kadar aluminium yang tinggi (basal tholeiit), serta
dasit dan lapisan endapan klastik gunung api.

1. Monzonit kuarsa, granodiorit dan diorite kuarsa dengan sedikit granit dan
diorite yang membentuk jalur batholit. Magma yang bersusunan kalsium
alkali ini adalah gejala pelelehan sepihak (partial_melting) dari batuan
lempungan asal samudera yang berada di bawah tekanan tinggi dan tegasan
geser (shear stress) akibat peristiwa penekukan melalui jalur Benioff ke
dalam lapisan selaput bumi. Magma ini akan mengalami perubahan yang
besar akibat proses asimilasi dengan selaput dan kerak bumi yang dilaluinya
pada saat magma naik dan melakukan diferensiasi. Peristiwa pelelehan ini
terjadi pada daerah yang terletak pada kedalaman 75-275 kilometer pada
jalur Benioff (Dickinson, 1971). Perbandingan antara unsur K terhadap
Silikon yang terdapat di dalam batuan beku dari kedua kelompok tersebut
meningkat secara teratur kearah yang sama dengan arah kemiringan jalur
Benioff di bawahnya.
Katili (1971) melalui pendekatan yang didasarkan atas konsep tektonik lempeng,
beranggapan bahwa busur kepulauan Indonesia merupakan daerah yang terbentuk
akibat dari pertemuan 3 lempeng yaitu:

- Lempeng Samudera India-Australia

- Lempeng Samudera Pasifik

- Lempeng benua Eurasia

Lempeng samudera India-Australia bergerak relative ke utara, lempeng benua


Eurasia ke selatan dan lempeng samudera Pasifik ke barat.
Adapun batas-batas lempeng di atas adalah:

- Palung dan sesar geser jurus di sebelah timur Filipina

- Palung dan sesar geser jurus di sebelah Barat Sumatera

- Palung di sebelah selatan Jawa

- Sesar geser jurus di sebelah utara Papua

Sesar besar Sumatera, sesar Palu-Koro di Sulawesi dan sesar Filipina memencar
dari selatan menuju ke utara yaitu dari lempeng samudera India-Australia.
Sedangkan jalur sesar Sorong di Papua dan palung Filipina berkumpul pada
gerakan yang menuju kea rah barat dari lempeng samudera Pasifik.

Agaknya selain dikontrol oleh jalur tumbukan 3 (tiga) lempeng seperti yang
disebutkan di atas, adanya pertemuan 2 (dua) sistem pegunungan yaitu sirkum
Pasifik dan sirkum Mediterania menyebabkan Wilayah Indonesia menjadi kawasan
yang rumit dan labil, halmana keadaan tersebut bisa dibuktikan dengan:

- Hampir 1/10 episenter gempa dunia ada di Indonesia

- Merupakan daerah yang paling vulkanis, dimana terdapat kurang lebih 400
buah gunung api

- Masih berlangsungnya gejala pembentukan pegunungan, missal dengan


didapatkannya terumbu-terumbu koral yang mengalami pengangkatan, terutama di
wilayah Indonesia bagian timur yang berumur Kuarter sampai Resen

- Adanya kelainan gaya gravitasi yang sangat menyolok, dimana anomaly


negative mencapai 240 milligal
Hamilton (1973) beranggapan bahwa Busur Andaman-Sumatera-Jawa-Timor-
Busur luar Banda-Seram merupakan “Subduction System” yang menyatukan
daerah Indonesia terhadap lempeng Samudera Indonesia-Australia.
Zona Benioff yang dicirikan sebagai pusat-pusat gempa bumi menunjukan
kemiringan yang mula-mula landai dengan kedalaman yang dangkal kemudian
berkembang menjadi semakin curam dan sangat dalam. Di daerah bagian atas zona
Benioff tersebut terletak busur magmatik yang tersusun dari gunung api- gunung
api yang mendapat penyaluran magmanya dari kedalaman antara 100-200
kilometer.

Batuan vulkanik yang dihasilkan oleh gunung api – gunung api Holosen, yang
terletak di bagian atas zona Benioff sekarang, memperlihatkan perbandingan yang
umum antara K2O dengan SiO2 terhadap kedalaman jalur seismic
(Hatherton dan Dickinson dalam Hamilton, 1973).
Susunan batuan vulkanik tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis dan susunan kerak
bumi yang diterobos magma yang berasal dari zona Benioff. Batuan vulkanik di
Sumatera umumnya bersifat lebih asam sampai menengah, halmana disebabkan
magma menerobos kerak kontinen yang tua. Sedangkan di Jawa, yang memiliki
kerak kontinen lebih tipis, bersifat mafik dan relatif lebih muda, gunung api nya
menghasilkan batuan vulkanik yang menengah.

Sehingga berdasarkan komposisi batuan vulkanik, batuan dasar (“basement”) dan


susunan kerak bumi, bisa disimpulkan adanya perbedaan antara pulau Sumatera
dengan pulau Jawa yaitu sebagai berikut:

1. Komposisi batuan vulkanik hasil gunung api muda di Jawa relatif lebih basa
dibandingkan dengan batuan vulkanik gunung api di Sumatera
2. Gunung api Tersier Akhir di Jawa kebanyakan berdiri di atas endapan
Marine-Neogen dan bukannya di atas pra-Tersier. Sedangkan di Sumatera
sebagai batuan dasar gunung api nya adalah batuan pra-Tersier (bukan
“mélange”).
3. Batuan dasar tempat bertumpunya gunung api di Jawa terdiri dari “Melange”
yang berumur Kapur – Tersier Awal.
4. Di Jawa tidak ada indikasi adanya kerak benua, didasarkan atas data
geofisika yaitu gaya berat dan seismik yang menunjukan bahwa di Jawa
tidak ada batuan kristalin.
Konsep tektonik lempeng dalam hubungannya dengan proses mineralisasi akan
banyak berkaitan dengan proses aktifitas magma atau gunung api, dimana intrusi
dari magma akan mengubah batuan dan mineral disekitar daerah intrusi tersebut.

Daerah busur vulkanik merupakan tempat yang paling utama dalam pencarian
mineral-mineral logam yang dihasilkan oleh aktifitas magma, dimana dari
kumpulan data yang ada bisa disimpulkan bahwa “phorpyric copper” banyak
ditemukan di daerah ini, selain “Volcanogenic stratiform Copper deposit”.

Adapun mineral-mineral lainnya yang biasa dijumpai di daerah tektonik ini adalah:

- Emas

- Molybdenit yang berasosiasi dengan phorpyric copper

- Emas monzonit dan andesit

- Air raksa (seperti yang terdapat di daerah Purwakarta, “mercury Volcano”)

Pada daerah “acidic volcanic” dan daerah yang dulunya bermula pada “continental
crust” diharapkan bisa didapatkan timah dan tungsten (misalnya di Bangka).
Umumnya di daerah busur vulkanik ini mineral deposit letaknya sangat dalam
sehingga tidak tersingkap di permukaan. Begitu pula pada busur vulkanik yang
masih muda, deposit tersebut sangat sukar ditemukan.

Anda mungkin juga menyukai