Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Penyakit Apendititis (Usus Buntu)
1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis
akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer,
2001 dalam Docstoc, 2010). Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di
umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak
kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.
Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan
syok ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur (Anonim, 2007 dalam Docstoc,
2010).
Klasifikasi Apendisitis
Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis,
yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu
sudah bertumpuk nanah (Docstoc, 2010).
Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,
setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu
apendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua (Docstoc, 2010).
2. Etiologi
Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan
sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang
diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit,
tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab
lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks
karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi
akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini
akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
3. Morfologi Apendisitis

7
Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil ditemukan di
seluruh mukosa, submukosa, dan muskularis propria. Pembuluh subserosa
mengalami bendungan dan sering terdapat infiltrat neutrofilik perivaskular ringan.
Reaksi peradangan mengubah serosa yang normalnya berkilap menjadi membran
yang merah, granular, dan suram. Perubahan ini menandakan apendisitis akut dini
bagi dokter bedah. Kriteria histologik untuk diagnosis apendisitis akut adalah
infiltrasi neutrofilik muskularis propria. Biasanya neutrofil dan ulserasi juga
terdapat di dalam mukosa (Crawford, Kumar, 2007).
4. Patofisiologi
Apendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai dengan
pengamatan epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan asupan serat
dalam makanan yang rendah (Burkitt, Quick, Reed, 2007).
Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan
muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada
permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang
bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal
(Burkitt, Quick, Reed, 2007).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam
lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai
apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi
nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga
peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan
terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).
5. Gambaran Klinis
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun
tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri
samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di
sekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke

8
kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya
perforasi (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung
oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda
rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul
pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis
meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika
apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi
kencing karena rangsangan dindingnya (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
6. Diagnosis
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk
mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain adalah
demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C. Tetapi jika suhu lebih tinggi,
diduga sudah terjadi perforasi (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan
membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi
perforasi, dan penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses
(Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung.
Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan,
dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran
kanan bawah:

9
a) Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran
kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.
b) Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan
secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan
dan dalam di titik Mc. Burney.
c) Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence
muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
adanya rangsangan peritoneum parietale.
d) Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah apabila dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal
pada sisi yang berlawanan.
e) Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas
oleh peradangan yang terjadi pada apendiks.
f) Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul
dan lutut difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara
pasif, hal tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium. (Departemen Bedah UGM, 2010)
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam
menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak
terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)
akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen Bedah UGM, 2010).
7. Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai
diagnosis banding, seperti:
a) Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering
ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan
apendisitis akut.
b) Demam Dengue

10
Dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumpel Leede, trombositopenia, dan
hematokrit meningkat.
c) Kelainan ovulasi
Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri
perut kanan bawah pada pertengahan siklus menstruasi.
d) Infeksi panggul
Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah
perut lebih difus.
e) Kehamilan di luar kandungan
Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang
tidak menentu. Jika ada ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim
dengan pendarahan, akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis
dan mungkin terjadi syok hipovolemik
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba
massa dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok
rektal.
f) Endometriosis ovarium eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di
tempat endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu
karena tidak ada jalan keluar.
g) Urolitiasis pielum/ ureter kanan
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal
kanan merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.
h) Penyakit saluran cerna lainnya
Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut,
seperti divertikulitis Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung,
kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis kolon, obstruksi usus awal,
perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan mukokel apendiks.
(Sjamsuhidajat, De Jong, 2004)
8. Pengobatan
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi
appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai

11
6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi
dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan
umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi
pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas
daerah apendiks (Sanyoto, 2007).
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk
kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa
nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah
laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan
ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan appendektomi
dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain
apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka
operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter sehingga secara
kosmetik lebih baik (Sanyoto, 2007).
9. Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami
perdindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum,
dan letak usus halus (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).
Komplikasi usus buntu juga dapat meliputi infeksi luka, perlengketan,
obstruksi usus, abses abdomen/pelvis, dan jarang sekali dapat menimbulkan
kematian (Craig, 2011).
Selain itu, terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan
komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intra-
abdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses
residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja
internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (Bailey, 1992).
10. Prognosis
Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa
penyulit, namun komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah

12
terjadi peritonitis/peradangan di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya
penyembuhan setelah operasi usus buntu tergantung dari usia pasien, kondisi,
keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya diabetes mellitus, komplikasi
dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28 hari (Sanyoto,
2007)
Alasan adanya kemungkinan ancaman jiwa dikarenakan peritonitis di
dalam rongga perut ini menyebabkan operasi usus buntu akut/emergensi perlu
dilakukan secepatnya. Kematian pasien dan komplikasi hebat jarang terjadi karena
usus buntu akut. Namun hal ini bisa terjadi bila peritonitis dibiarkan dan tidak
diobati secara benar (Sanyoto, 2007).

11. Appendicogram
a) Definisi
Appendicogram merupakan pemeriksaan berupa foto barium usus
buntu yang dapat membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran
(skibala) di dalam lumen usus buntu (Sanyoto, 2007).
b) Teknik Pemeriksaan
Indikasi dilakukannya pemeriksaan appendicogram adalah apendisitis
kronis atau akut. Sedangkan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan
appendicogram adalah pasien dengan kehamilan trimester I atau pasien yang
dicurigai adanya perforasi. Persiapan Bahan:
1) Larutan Barium Sulfat (± 250 gram) + 120-200 cc air.
Persiapan Pasien:
1) Sehari sebelum pemeriksaan pasien diberi BaSO4 dilarutkan dalam air
masak dan diminta untuk diminum pada jam 24.00 WIB setelah itu puasa.
2) Pasien di panggil masuk ke ruang pemeriksaan dalam keadaan puasa.
3) Pasien diminta untuk membuka pakaian.
4) Pasien diberi baju RS untuk dipakai.
Prosedur:
1) Pasien naik ke atas meja pemeriksaan.
Kaset ditempatkan di bawah meja pemeriksaan.
1) Meminta pasien agar kooperatif dan menuruti perintah radiografer sehingga
pemeriksaan berjalan dengan baik.

13
2) Sesudah pasien difoto, pasien diminta mengganti pakaian dan diminta untuk
datang keesokan harinya untuk dilakukan foto kembali selama 3 hari
berturut-turut. (Prosedur Tetap dan Standar Operasional Prosedur RSUD
Dr. Pirngadi Medan, 2011)
c) Gambaran Radiologis
Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram)
merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial
appendicogram) diduga sebagai apendisitis dan appendicogram dengan kontras
yang mengisi apendiks secara total (positif appendicogram) merupakan
apendiks yang normal (Sibuea, 1996).
B. Tinjauan Umum Tentang Asuhan keperawatan
1. Pengertian
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah
keperawatan sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan,bersifat humanistic ,dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien
untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien.
Menurut Ali (1997) proses keperawatan adalah metode asuhan keperawatan
yang ilmiah, sistematis, dinamis,dan terus-menerus serta berkesinambungan dalam
rangka pemecahan masalah kesehatan pasien/klien,dimulai dari pengkajian
(pengumpulan data, analisis data, dan penentuan masalah) diagnosis keperawatan,
pelaksanaan, dan penilaian tindakan keperawatan. Asuhan keperawatan di berikan
dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Menurut A Maslowadalima kebutuhan
dasar manusia yaitu kebutuhan fisiologis meliputi oksigen,cairan,nutrisi,kebutuhan
rasa aman dan perlindungan, kebutuhan rasa cinta dan saling memiliki, kebutuhan
akan harga diri dan kebutuhan aktualisas idiri.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuhan
keperawatan merupakan seluruh rangkaian proses keperawatan yang diberikan
kepada pasien yang berkesinambungan dengan kiat-kiat keperawatan yang di mula
idari pengkajian sampai dengan evaluas idalam usaha memperbaiki ataupun
memeliha raderajat kesehatan yang optimal.

14
2. Tujuan asuhankeperawatan
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain :
a. Membantu individu untuk mandiri
b. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang kesehatan
c. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara kesehatan
secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam memelihara
kesehatannya
d. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal
3. Fungsi proses keperawatan
Proses Keperawatan berfungsi sebagai berikut.
a. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi tenaga
keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan
b. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan
pemecahan masalah dan pendekatan komunikasi yang efektif dan efisien.
c. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang optimal
sesuai dengan kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang kesehatan.
4. Tahap-tahap proses keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan
sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan
keperawatan yang di hadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual
dapat ditentukan. tahap ini mencakup tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data,
analisis data, dan penentuan masalah kesehatan serta keperawatan.
1) Pengumpulan data
Tujuan:
Diperoleh data dan informasi mengenai masalah kesehatan yang ada
pada pasien sehingga dapat ditentukan tindakan yang harus di ambil untuk
mengatasi masalah tersebut yang menyangkut aspek fisik, mental, social
dan spiritual serta factor lingkungan yang mempengaruhinya. Data tersebut
harus akurat dan mudah di analisis.
Jenis data antara lain Data objektif, yaitu data yang diperoleh
melalui suatu pengukuran, pemeriksaan, dan pengamatan ,misalnya suhu
tubuh, tekanan darah ,serta warna kulit. Data subjekyif, yaitu data yang
diperoleh dari keluhan yang dirasakan pasien, atau dari keluarga
pasien/saksi lain misalnya,kepala pusing, nyeri, dan mual.

15
Adapun focus dalam pengumpulan data meliputi
a) Status kesehatan sebelumnya dan sekarang
b) Pola koping sebelumnya dan sekarang
c) Fungsi status sebelumnya dan sekarang
d) Respon terhadap terapi medis dan tindakan keperawatan
e) Resiko untuk masalah potensial
f) Hal-hal yang menjadi dorongan atau kekuatan klien
2) Analisa data
Analisa data adalah kemampuan dalam mengembangkan
kemampuan berpikir rasional sesuai dengan latar belakang ilmu
pengetahuan.
3) Perumusan masalah
Setelah analisa data dilakukan, dapat dirumuskan beberapa
masalah kesehatan. Masalah kesehatan tersebut ada yang dapat diintervensi
dengan asuhan keperawatan (masalah keperawatan) tetapi ada juga yang
tidak dan lebih memerlukan tindakan medis. Selanjutnya disusun diagnosis
keperawatan sesuai dengan prioritas. Prioritas masalah ditentukan
berdasarkan criteria penting dan segera. Penting mencakup kegawatan dan
apabila tidak di atasi akan menimbulkan komplikasi, sedangkan segera
mencakup waktu misalnya pada pasien stroke yang tidak sadar maka
tindakan harus segera dilakukan untuk mencegah komplikasi yang lebih
parah atau kematian. Prioritas masalah juga dapat ditentukan berdasarkan
hierarki kebutuhan menurut Maslow, yaitu: Keadaan yang mengancam
kehidupan, keadaan yang mengancam kesehatan, persepsi tentang kesehatan
dan keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000).
Perumusan diagnose keperawatan:
1) Actual : menjelaskan masalah nyata saat inisesuai dengan data klinik yang
ditemukan.

16
2) Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak
dilakukan intervensi.
3) Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
4) Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu, keluarga, atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat sejahtera
yang lebih tinggi
5) Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan
actual dan resiko tinggi yang di perkirakan muncul/timbul karena suatu
kejadian atau situasi tertentu.
c. Rencana keperawatan
Semua tindakan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
beralih dari status kesehatan saat ini kestatus kesehatan yang di uraikan dalam
hasil yang diharapkan (Gordon,1994).
Merupakan pedoman tertulis untuk perawatan klien. Rencana perawatan
terorganisasi sehingga setiap perawat dapat dengan cepat mengidentifikasi
tindakan perawatan yang diberikan. Rencana asuhan keperawatan yang
dirumuskan dengan tepat memfasilitasi konyinuitas asuhan perawatan dari satu
perawat ke perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai
kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan konsisten.
Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh
perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga
mencakup kebutuhan klien jangka panjang (potter,1997)
d. Implementasi keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun
dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Adapun tahap-tahap dalam tindakan keperawatan adalah
sebagaiberikut:
Tahap1 : persiapan
Tahap awal tindakan keperawatan ini menuntut perawat untuk
mengevaluasi yang diindentifikasi pada tahap perencanaan.

17
Tahap2 : intervensi
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan
pelaksanaan tindakan dari perencanaan untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan
meliputi tindakan : independen, dependen, daninter dependen.
Tahap3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus di ikuti oleh pencatatan
yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses
keperawatan.
e. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan
keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat di lihat dengan
jalan membandingkan antara proses dengan pedoman/rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Sasaran
evaluasi adalah sebagai berikut
1) Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah
disusun.
2) Hasil tindakan keperawatan, berdasarkan criteria keberhasilan yang telah
dirumuskan dalam rencana evaluasi.
Hasil evaluasi, Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu:
a) Tujuan tercapai, apabila pasien telah menunjukan perbaikan /
kemajuan sesuai dengan criteria yang telah di tetapkan.
b) Tujuan tercapai sebagian, apabila tujuan itu tidak tercapai secara
maksimal, sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
c) Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan
perubahan/kemajuan sama sekali bahkan timbul masalah baru. Dalam
hal ini perawat perlu untuk mengkaji secara lebih mendalam apakah
terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor lain yang
tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.
3) Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari
pengkajian sampai dengan evaluasi kepada pasien, seluruh

18
tindakannya harus di dokumentasikan dengan benar dalam dokumentasi
keperawatan.
f. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah segalasesuatu yang tertulis atau tercetak yang dapat
di andalkan sebagai catatan tentang bukti bagi individu yang berwenang
(potter2005).
Potter (2005) juga menjelaskan tentang tujuan dalam pendokumentasian
yaitu:
1) Komunikasi
Sebagai cara bagi tim kesehatan untuk mengkomunikasikan
(menjelaskan) perawatan klien termasuk perawatan individual, edukasi
klien dan penggunaan rujukan untuk rencana pemulangan.
2) Tagihan financial
Dokumentasi dapat menjelaskan sejauh mana lembaga perawatan
mendapatkan ganti rugi (reimburse) atas pelayanan yang diberikan bagi
klien.
3) Edukasi
Dengan catatan ini peserta didik belajar tentang pola yang harus
ditemui dalm berbagai masalah kesehatan dan menjadi mampu untuk
mengantisi pasien tipe perawatan yang dibutuhkan klien.
4) Pengkajian
Catatan memberikan data yang digunakan perawat untuk
mengidentifikasi dan mendukung diagnose keperawatan dan merencan akan
intervensi yang sesuai.
5) Riset Perawat dapat menggunakan catatan klien selama studi riset untuk
mengumpulkan informasi tentang faktor-faktor tertentu.
6) Audit dan pemantauan
Tinjauan teratur tentang informasi pada catatan klien memberi dasar
untuk evaluasi tentang kualitas dan ketepatan perawatan yang
diberikan dalam suatu institusi.
7) Dokumentas ilegal
Pendokumentasian yang akurat adalah salah satu pertahanan diri
terbaik terhadap tuntutan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan.
Dokumentasi penting untuk meningkatkan efisiensi dan perawatan
klien secara individual. Ada enam penting dalam dokumentasi keperawatan
yaitu:

19
a) Dasarfactual
Informasi tentang klien dan perawatannya harus berdasarkan fakta
yaitua paying perawat lihat, dengar dan rasakan.
b) Keakuratan
Catatan klien harus akurat sehingga dokumentasi yang tepat dapat
dipertahankan klien.
c) Kelengkapan
Informasi yang dimasukan dalam catatan harus lengkap,
mengandung informasi singkat tentang perawtan klien.
d) Keterkinian
Memasukan data secara tepat waktu penting dalam perawatan
bersama klien.
e) Organisasi
Perawat mengkomunikasikan informasi dalam format atau urutan
yang logis. Contoh catatan secara teratur menggambarkan nyeri klien,
pengkajian dan intervensi perawat dan dokter.
f) Kerahasiaan
Informasi yang diberikan oleh seseorang keorang lain dengan
kepercayaan dan keyakinan bahwa informasi tersebut tidak akan di
bocorkan.
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat sejauh mana peran
dan fungsi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Hal ini
akan bermanfaat bagi peningkatan mutu pelayanan dan bahan pertimbangan
dalam kenaikan jenjang karir/kenaikan pangkat. Selain itu dokumentasi
keperawatan juga dapat menggambarkan tentang kinerja seorang perawat.

20
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil (Studi Khusus)
1. Pengkajian keperawatan
Kasus yang penulis kelola adalah pasien kangker paru-paru pada tanggal 10
Oktober 2014 pukul 08.30 WITA di Ruang Penyakit Dalam (Ruangan Mawar)
Lantai 1 Rumah Sakit Umum Daerah Kota Baubau. Pada kasus ini data diperoleh
dengan cara mengadakan pengamatan langsung, menelaah catatan medis dan catatan
keperawatan,wawancara dengan pasien dan keluarga serta bekerjasama dengan tim
kesehatan lain. Disamping itu penulis memberikan asuhan keperawatan langsung
kepada pasien.
a. Biodata
1) Identitas pasien
Nama : Tn.D
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Suku / bangs a : buton / Indonesia
Alamat : J l. Wa Ode Wau
Agama : Is lam
Tgl M RS : 10/11/2014
Jam MRS : 08.30 Wita
Diagnosa : A pendititis
1) Identitas Penanggung Jawab :
Nama : Tn. P
Umur : 49 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki

21
Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta
Hubungan dg klien : ayah klien

b. Riwayat Kes ehatan K eperaw atan


1) Keluhan utama klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium
menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah
mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium
dirasakan dalam beberapa waktu lalu.Sifat keluhan nyeri dirasakan terus-
menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan
yang menyertai biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas.
2) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah.
kesehatan klien sekarang.
a) Diet,kebiasaan makan makanan rendah serat.
b) Kebiasaan eliminasi.
3) Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan fisik keadaan umum klien tampak sakit
ringan/sedang/berat.
b) Sirkulasi : Takikardia.
c) Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal.
d) Aktivitas/istirahat : Malaise.
e) Eliminasi : Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang.
f) Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau
tidak ada bising usus.
g) Nyeri/kenyamanan, nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat
karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran
kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.
h) Demam lebih dari 38oC.
i) Data psikologis klien nampak gelisah.
j) Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan.
k) Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
l) Berat badan sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.
c. Klasifikasi Data
1) Data Subyektif :

22
a) Klien Mengeluh nyeri di bagian ulu hati
b) Klien mengatakan tubuhnya panas
c) Klien mengatakan kurang nafsu makan
d) Klien mengeluh mual dan muntah
2) Data Obyektif :
a) Nampak kekakuan pada abdomen
b) Suhu tubuh klien meningkat 38,50C
c) Berat badan klien nampak menurun
d) Porsi makanan Nampak tidak habis dimakan
e) Klien Nampak lemah
f) Klien nampak gelisah
g) Pada palpasi perut kanan bawah, pasien tampak meringis
Analisa Data

No Symptom Etiologi Problem


1. Ds : 1. Nyeri
Klien Mengeluh nyeri di Nyeri Ulserasi
bagian ulu hati mukosa dinding
Do : apendiks
Nampak kekakuan pada 2.
abdomen Perfusi dinding
Klien nampak gelisah apendiks
Pada palpasi perut kanan menurun
bawah, pasien nampak 3.
meringis iskemia
4.
menekan pembuluh
darah
5.
Peningkatan
tekanan
intralumen
6.
akumulasi lendir
dalam lumen
7.
sel mukosa lumen
mengeluarkan
lendir

23
8.
Obstruksi

2. DS : 1. Hipe Hipertermi
Klien mengatakan tubuhnya rtermi
panas 2. Peni
DO : ngkatan leukosit
Suhu tubuh klien meningkat 3. Invas
0
38,5 C i bakteri
4. Ulser
asi mukosa
dinding apendiks
5. Perfu
si dinding
apendiks
menurun
6. iske
mia
7. mene
kan pembuluh
darah
8. Peni
ngkatan tekanan
intralumen

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi,
adanya insisi bedah
Ds : Klien Mengeluh nyeri di bagian ulu hati

24
Do : Nampak kekakuan pada abdomen, Klien nampak gelisah, Pada palpasi
perut kana bawah, pasien nampak meringis
2. Hipertermi berhubungan dengan invasi kuman, ditandai dengan :
DS : Klien mengatakan tubuhnya panas
DO : Suhu tubuh klien meningkat 38,50C
3. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang ditandai dengan :
DS : Klien mengatakan kurang nafsu makan , Klien mengeluh mual dan
muntah
DO: Berat badan klien nampak menurun, Porsi makanan Nampak tidak habis
dimakan, Klien Nampak lemah
4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
tubuh.
DS :---
DO :---
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan
muntah.
DS :---
DO :---

25
Pre operasi
1. Nyeri akut berhubungan
dengan agen injuri biologi (distensi jaringan intestinal oleh inflamasi)
2. Perubahan pola eliminasi
(konstipasi) berhubungan dengan penurunan peritaltik.
3. Kekurangan volume cairan
berhubungan dengan mual muntah.
4. Cemas berhubungan dengan
akan dilaksanakan operasi.
Post operasi
3. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi appenditomi).
4. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan)
5. Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
6. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan pengobatan b.d
kurang informasi.
7. Rencana Keperawatan
Diagnosa I
Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal oleh inflamasi, adanya
insisi bedah.
Tujuan :
Nyeri teratasi dengan criteria : Nyeri abdomen di sekitar epigastrium dan umbilkus
berkurang/hilang, Klien tampak rileks, istirahat dengan nyaman.
Intervensi :
a) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.
Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan
indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.
b) Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler
Rasional :Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau
pelvis, menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan
posisi terlentang.
c) Anjurkan pernapasan dalam.

26
Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat
sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi
rasa nyeri.
d) Berikan analgetik sesuai indikasi
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri.
Diagnosa II
Hipertemi berhubungan dengan proses invasi kuman penyakit.
Tujuan :
Pasien merasa nyaman setelah dilakukan tindakan perawatan dengan
kriteria : Suhu tubuh dalam batas normal
Intervensi :
a) Observasi tanda-tanda vital : suhu, nadi, TD, pernafasan setiap 3 jam
Rasional : Tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan
umum klien
b) Berikan penjelasan tentang penyebab demam atau peningkatan suhu tubuh
Rasional : Penjelasan tentang kondisi yang dialami klien dapat membantu
mengurangi kecemasan klien dan keluarga
c) Berikan kompres hangat dan anjurkan memakai pakaian tipis
Rasional : Kompres akan dapat membantu menurunkan suhu tubuh, pakaian
tipis akan dapat membantu meningkatkan penguapan panas tubuh.
d) Berikan antipiretik sesuai dengan instruksi
Rasional : Antipiretika yang mempunyai reseptor di hypothalamus dapat
meregulasi suhu tubuh sehingga suhu tubuh diupayakan mendekati
suhu normal.
Diagnosa III
Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang kurang.
Tujuan :
Klien akan menganjurkan perbaikan nutrisi dengan criteria: Selera makan
meningkat, Tidak terjadi mual dan muntah, Berat badan normal
Intervensi :

27
a) Kaji pola makan
Rasional : Data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya
b) berikan makan TKTP dalam porsi kecil tetapi sering.
Rasional : Meningkatkan keseimbangan nutrisi dan menghindari edema.
c) berikan HE kepada orang tuanya, agar memposisikan klien pada posisi yang
nyaman saat makan dan beri waktu untuk istirahat bila lelah.
Rasional : Situasi yang rileks dan menyenangkan akan mengurangi ketegangan
dan meningkatkan selera makan.
d) Anjurkan kebersihan oral sebelum makan
Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan
e) Beri makan sedikit tapi sering
Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat
ditingkatkan.
f) Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.
Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien
memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.
g) Tawarkan minum saat makan bila toleran.
Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.
Diagnosa IV
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.
Tujuan :
Tidak akan terjadi infeksi, dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi
post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).
Intervensi :
a) Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui
prinsip-prinsip pencukuran.
Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan
mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat
terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.
b) Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.

28
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga BAB
dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang
lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
c) Anjurkan klien mandi dengan sempurna.
Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya
mikro organisme.
d) HE tentang pentingnya kebersihan diri klien
Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam
pelaksaan tindakan.
Diagnosa V
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan
muntah.
Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan, dengan kriteria :
Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.
Intervensi :
a) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.
b) Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine
Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan
kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan
membutuhkan peningkatan cairan.
c) Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.
Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

29
Pre Operasi
Diagnosa
No Noc Nic Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut 1. Setelah 1. Kaji  Untuk mengetahui sejauh mana
berhubungan dilakukan asuhan tingkat nyeri, lokasi dan tingkat nyeri dan merupakan indiaktor
dengan agen keperawatan, karasteristik nyeri. secara dini untuk dapat memberikan
injuri biologi diharapkan nyeri klien 2. Jelaska tindakan selanjutnya
(distensi jaringan berkurang dengan n pada pasien tentang  informasi yang tepat dapat
intestinal oleh kriteria hasil: penyebab nyeri menurunkan tingkat kecemasan
inflamasi) 2. Klien 3. Ajarka pasien dan menambah pengetahuan
mampu mengontrol n tehnik untuk pernafasan pasien tentang nyeri.
nyeri (tahu penyebab diafragmatik lambat /  napas dalam dapat menghirup O2
nyeri, mampu napas dalam secara adequate sehingga otot-otot
menggunakan tehnik 4. Berika menjadi relaksasi sehingga dapat
nonfarmakologi untuk n aktivitas hiburan mengurangi rasa nyeri.
mengurangi nyeri, (ngobrol dengan anggota  meningkatkan relaksasi dan dapat
mencari bantuan) keluarga) meningkatkan kemampuan kooping.
3. Melaporkan 5. Observ  deteksi dini terhadap perkembangan
bahwa nyeri berkurang asi tanda-tanda vital kesehatan pasien.
dengan menggunakan 6. Kolabo  sebagai profilaksis untuk dapat
manajemen nyeri rasi dengan tim medis menghilangkan rasa nyeri.
4. Tanda vital dalam pemberian
dalam rentang normal analgetik
TD (systole 110-
130mmHg, diastole 70-
90 mmHg), HR(60-100
x/menit), RR (16-24
x/menit), suhu (36,5-
37,5 0C)
5. Klien

31 6
tampak rileks mampu
tidur/istirahat
2. Perubahan pola 1. 1. Pastikan kebiasaan  membantu dalam pembentukan jadwal
eliminasi Setelah dilakukan asuhan defekasi klien dan gaya irigasi efektif
(konstipasi) keperawatan, hidup sebelumnya.  kembaliny fungsi gastriintestinal
berhubungan diharapkan konstipasi 2. Auskultasi bising usus mungkin terlambat oleh inflamasi intra
dengan penurunan klien teratasi dengan 3. Tinjau ulang pola diet dan peritonial
peritaltik. kriteria hasil: jumlah / tipe masukan  masukan adekuat dan serat, makanan
BAB 1-2 kali/hari cairan. kasar memberikan bentuk dan cairan
Feses lunak 4. Berikan makanan tinggi adalah faktor penting dalam
Bising usus 5-30 serat. menentukan konsistensi feses.
kali/menit 5. Berikan obat sesuai  makanan yang tinggi serat dapat
indikasi, contoh : pelunak memperlancar pencernaan sehingga
feses tidak terjadi konstipasi.
 obat pelunak feses dapat melunakkan
feses sehingga tidak terjadi konstipasi.
3. Kekurangan 1. Setelah dilakukan 1. Monitor tanda-tanda vital  Tanda yang membantu
volume cairan asuhan keperawatan 2. Kaji membran mukosa, mengidentifikasikan fluktuasi volume
berhubungan diharapkan kaji tugor kulit dan intravaskuler.
dengan mual keseimbangan cairan pengisian kapiler.  Indicator keadekuatan sirkulasi perifer
muntah. dapat dipertahankan 3. Awasi masukan dan dan hidrasi seluler.
dengan kriteria hasil: haluaran, catat warna  Penurunan haluaran urin pekat dengan
2. urine/konsentrasi, berat peningkatan berat jenis diduga
kelembaban membrane jenis. dehidrasi/kebutuhan peningkatan
mukosa turgor kulit 4. Auskultasi bising usus, cairan.
baik catat kelancaran flatus,  Indicator kembalinya peristaltic,
Haluaran urin gerakan usus. kesiapan untuk pemasukan per oral.
adekuat: 1 cc/kg 5. Berikan perawatan mulut  Dehidrasi mengakibatkan bibir dan
BB/jam sering dengan perhatian mulut kering dan pecah-pecah
3. khusus pada perlindungan  Selang NG biasanya dimasukkan pada

32
Tanda-tanda vital dalam bibir. praoperasi dan dipertahankan pada fase
batas normal TD 6. Pertahankan penghisapan segera pascaoperasi untuk dekompresi
(systole 110- gaster/usus. usus, meningkatkan istirahat usus,
130mmHg, diastole 7. Kolaborasi pemberian mencegah mentah.
70-90mmHg), HR(60- cairan IV dan elektrolit  Peritoneum bereaksi terhadap
100x/menit), RR (16- iritasi/infeksi dengan menghasilkan
24x/menit), suhu sejumlah besar cairan yang dapat
0
(36,5-37,5 C) menurunkan volume sirkulasi darah,
mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi
dapat terjadi ketidakseimbangan
elektrolit
4. Cemas 1. 1. Evaluasi tingkat ansietas,  ketakutan dapat terjadi karena nyeri
berhubungan Setelah dilakukan asuhan catat verbal dan non hebat, penting pada prosedur diagnostik
dengan akan keperawatan, verbal pasien. dan pembedahan.
dilaksanakan diharapkan kecemasab 2. Jelaskan dan persiapkan  dapat meringankan ansietas terutama
operasi. klien berkurang dengan untuk tindakan prosedur ketika pemeriksaan tersebut melibatkan
kriteria hasil: sebelum dilakukan pembedahan.
2. 3. Jadwalkan istirahat  membatasi kelemahan, menghemat
Melaporkan ansietas adekuat dan periode energi dan meningkatkan kemampuan
menurun sampai menghentikan tidur. koping.
tingkat teratasi 4. Anjurkan keluarga untuk  Mengurangi kecemasan klien
3. menemani disamping
Tampak rileks klien
Post Operasi
Diagnosa
No Noc Nic Rasional
Keperawatan
1. Nyeri 1. 1. Kaji skala nyeri lokasi,  Berguna dlam pengawasan dan
berhubungan Setelah dilakukan asuhan karakteristik dan laporkan keefsien obat, kemajuan penyembuhan,
dengan agen keperawatan, perubahan nyeri dengan perubahan dan karakteristik nyeri.
injuri fisik (luka diharapkan nyeri tepat.  deteksi dini terhadap perkembangan

3333
insisi post operasi berkurang dengan 2. Monitor tanda-tanda vital kesehatan pasien.
appenditomi). kriteria hasil: 3. Pertahankan istirahat  Menghilangkan tegangan abdomen
2. dengan posisi semi powler. yang bertambah dengan posisi
Melaporkan nyeri 4. Dorong ambulasi dini. terlentang.
berkurang 5. Berikan aktivitas  Meningkatkan kormolisasi fungsi
3. hiburan. organ.
Klien tampak rileks 6. Kolborasi tim dokter  meningkatkan relaksasi.
4. dalam pemberian  Menghilangkan nyeri.
Dapat tidur dengan tepat analgetika.
5.
Tanda-tanda vital dalam
batas normal
TD (systole 110-
130mmHg, diastole 70-
90mmHg), HR(60-
100x/menit), RR (16-
24x/menit), suhu (36,5-
37,50C)
2. Resiko infeksi 1. 1. Kaji adanya tanda-tanda  Dugaan adanya infeksi
berhubungan Setelah dilakukan asuhan infeksi pada area insisi  Dugaan adanya infeksi /terjadinya
dengan tindakan keperawatan 2. Monitor tanda-tanda vital. sepsis, abses, peritonitis
invasif (insisi post diharapkan infeksi Perhatikan demam,  mencegah transmisi penyakit virus ke
pembedahan). dapat diatasi dengan menggigil, berkeringat, orang lain.
kriteria hasil: perubahan mental  mencegah meluas dan membatasi
2. 3. Lakukan teknik isolasi penyebaran organisme infektif /
Klien bebas dari tanda- untuk infeksi enterik, kontaminasi silang.
tanda infeksi termasuk cuci tangan  menurunkan resiko terpajan.
3. efektif.  terapi ditunjukkan pada bakteri
Menunjukkan kemampuan 4. Pertahankan teknik anaerob dan hasil aerob gra negatif.
untuk mencegah aseptik ketat pada

34
timbulnya infeksi perawatan luka insisi /
4. terbuka, bersihkan dengan
Nilai leukosit (4,5- betadine.
11ribu/ul) 5. Awasi / batasi pengunjung
dan siap kebutuhan.
6. Kolaborasi tim medis
dalam pemberian antibiotik
3. Defisit self care 1. 1. Mandikan pasien setiap  Agar badan menjadi segar,
berhubungan Setelah dilakukan asuhan hari sampai klien mampu melancarkan peredaran darah dan
dengan nyeri. keperawatan melaksanakan sendiri serta meningkatkan kesehatan.
diharapkan kebersihan cuci rambut dan potong  Untuk melindungi klien dari kuman
klien dapt kuku klien. dan meningkatkan rasa nyaman
dipertahankan dengan 2. Ganti pakaian yang kotor  Agar klien dan keluarga dapat
kriteria hasil: dengan yang bersih. termotivasi untuk menjaga personal
2. 3. Berikan Hynege Edukasi hygiene.
klien bebas dari bau badan pada klien dan keluarganya  Agar klien merasa teranjung dan lebih
3. tentang pentingnya kooperatif dalam kebersihan
klien tampak bersih kebersihan diri.  Agar keterampilan dapat diterapkan
4. 4. Berikan pujian pada klien  Klien merasa nyaman dengan tenun
ADLs klien dapat mandiri tentang kebersihannya. yang bersih serta mencegah terjadinya
atau dengan bantuan 5. Bimbing keluarga klien infeksi.
memandikan / menyeka
pasien
6. Bersihkan dan atur posisi
serta tempat tidur klien.
4. Kurang 1. 1. Kaji ulang pembatasan  Memberikan informasi pada pasien
pengetahuan Setelah dilakukan asuhan aktivitas pascaoperasi untuk merencanakan kembali rutinitas
tentang kondisi keperawatan 2. Anjuran menggunakan biasa tanpa menimbulkan masalah.
prognosis dan diharapkan laksatif/pelembek feses  Membantu kembali ke fungsi usus
kebutuhan pengetahuan bertambah ringan bila perlu dan semula mencegah ngejan saat defekasi

10
pengobatan b.d dengan kriteria hasil: hindari enema  Pemahaman meningkatkan kerja sama
kurang informasi. 2. 3. Diskusikan perawatan dengan terapi, meningkatkan
menyatakan pemahaman insisi, termasuk mengamati penyembuhan
proses penyakit, balutan, pembatasan  Upaya intervensi menurunkan resiko
pengobatan dan mandi, dan kembali ke komplikasi lambatnya penyembuhan
3. dokter untuk mengangkat peritonitis.
berpartisipasi dalam jahitan/pengikat
program pengobatan 4. Identifikasi gejala yang
35 memerlukan evaluasi
medic, contoh peningkatan
nyeri edema/eritema luka,
adanya drainase, demam

35

11

36

Anda mungkin juga menyukai