Anda di halaman 1dari 7

a

TUGAS RANGKUMAN

BAB 1. MENGENAL ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAN ARBITRASE

DISUSUN OLEH :

DONNY INDRADI
022310695
BAB 1. MENGENAL ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAN ARBITRASE

Kegiatan Belajar 1
Sengketa dan cara penyelesaiannya, Alternatif Penyelesaian sengketa,Masalah Pengaturan
APS, Faktor – Faktor Kesuksesan APS, Macam – macam APS,Arbitrase

A. Sengketa dan cara penyelesaiannya


Pengelompokan sengketa berdasarkan pihak – pihak yang bersengketa :
1. Sengketa antar individu. Contoh perceraian, warisan
2. Sengketa antara individu dan Badan Hukum. Contoh masalah Ketenagakerjaan
3. Sengketa antar Badan Hukum, Contoh masalah hutang piutang.
Untuk menyelesaikan masalah sengketa, ada beberapa cara yang dipilih dibedakan
melalui pengadilan atau diluar pengadilan seperti negosiasi, konsiliasi, konsultasi,
penilaian ahli, mediasi,a arbitrase dan lain – lain yang sering disebut sebagai
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Untuk cara APS (kecuali arbitrase)biasanya
dilakukan dengan cara mendiskusikan perbedaan – perbedaanyang timbul diantara
pihak – pihak yang bersengketa melalui ‘musyawarah mufakat” dengan tujuan
mencapai win win solution. (UU Nomor 30 tahun 1999)
B. Pengadilan
Pengadilan adalah lembaga resmi kenegaraan yang diberi wewenag untuk
mengadili, yaitu menerima, memeriksa dan memutus perkara berdasarkan hukum acara dan
ketentuan Perundang – Undangan yang berlaku.
Tidak populernya pengadilan di kalangan pengusaha, kemungkinan lamanya waktu
yang tersita dalam proses pengadilan sehubungan dengan tahapan – tahapan (banding dan
kasasi) yang harusdilalui, atau disebabkan pengadilan bersifat terbuka untuk umum, karena
pengusaha tidak suka masalahnya dipublikaasikan, ataupun karena penyelesaian sengketa
tidak dilakukan oleh tenaga ahli dalam bidang tertentu yang dipilih sendiri (meskipun
pengadilan dapat menunjuk hakim ad hoc atau saksi ahli).
C. Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
APS pada dasarnya adalah cara penyelesaian yang dilakukan diluar pengadilan,
sebagai alternatif dari pengadilan. APS yang mengikutsertakan arbitrase adalah pengertian
dalam arti luas, sedangkan dalam arti sempit arbitrase tidak termasuk dalam APS.
Arbitrase pada dasarnya adalah “pengadilan” (seringkali disebut pengadilan swasta
untuk membedakan dengan pengadilan negara) yang putusannya adalah didasarkan pada
menang kalah (win lose)
D. Masalah Pengaturan APS
Dalam Pasal 1 angka 10 UU No 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa “ Alternatif
Penyelesaian Sengketa adalah Lembaga Penyelesaian Sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.”
Pasl 6 ayat (2) UU No 30 Tahun 1999 disebutkan bahwa “Penyelesaian sengketa
melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa diselesaikan dengan pertemuan langsung oleh para
pihak dalam waktu paling lama 14 (empat belas) haridan hasilnya dituangkan dalam
kesepakatan tertulis.
Kelemahan – kelemahan dalam APS adalah :
1. Apakah uyang dimaksud dengan pertemuan langsung adalah keharusan untuk
bertemu (tatap muka), atau dapat melalui media elektronik, surat menyurat, dll
2. Cara perhitungan 14 hari apakah terhitung setelah tatap muka, atau sejak pertemuan.
E. Faktor – Faktor Kesuksesan APS
Faktor – Faktor Kunci Sukses APS :
1. Sengketa masih dalam batas wajar, masih bisa diatasi.
2. Komitmen para pihak, respon positif dari pihak yang bertikai.
3. Keberlanjutan hubungan baik.
4. Keseimbangan posisi tawar- menawar, salah satu pihak tidak harus mendikte atau
mengintimidasi, agar penyelesaian dapat disetujui.
5. Prosesnya bersifat pribadi dan hasilnya rahasia.
F. Macam - macam APS
1. Negosiasi
Negosiasi adalah cara untuk menyelesaikan masalah melalui diskusi (musyawearah)
secara langsung antara pihak – pihak yang bersengketa yang hasilnya diterima oleh para
pihak tersebut.
Dalam praktek, negosiasi dilakukan dalam 2 tahapan :
1. Mencari sesuatu yang baru yang tidak dapat dilakukan sendiri.
2. untuk menyelesaiakn masalah perselisihan atau sengketa di antara para pihak.
2. Mediasi
Pengertian mediasi antara lain upaya penyelesaian sengketa melalui pihak ketigayang
netral,yang tidak memiliki kewenanganmengambil keputusan,yang membantu pihak –
pihakyang bersengketa mencapai penyelesaian (solusi)yang diterima oleh kedua belah pihak.
3. Konsiliasi
Pengertian konsiliasi hampir sama dengan mediasi, upaya penyelesaian sengketa
melalui pihak ketiga yang netral, yang mempunyai wewenang lebih besar daripada mediator,
mengingat ia dapat mendorong, “memaksa” para pihak untuk mencapai penyelesaian
(solusi)yang diterima oleh kedua belah pihak.
F. Arbitrase
Arbitrase pada dasarnya adalah cara penyelesaian sengketa diluar peradilan,
berdasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak dan dilakukan oleh arbiter yang
dipilih dan diberi kewenangan untuk mengambil keputusan. Sesuai UU No 30 tahun 1999
tentang Arbitrase dn Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Kegiatan Belajar 2
Pengertian Arbitrase, Pengaturan Arbitrase, Manfaat, dan kelemahan Arbitrase, masalah
Etika

A. Pengertian Arbitrase
Secara umum arbitrase adalah sebuah proses dimana dua belah pihak atau lebih
menyerahkan sengketa mereka kepada satu orang atau lebih yang imparsial (arbiter) untuk
memperoleh satu putusan final dan mengikat.
Definisi lain tentang Arbitrase adalah “Suatu tindakan hukum dimana ada pihak yang
menyerahkan sengketa mereka atau selisih pendapat antara dua orang (atau lebih) maupun
dua kelompok atau lebih kepada seseorang atau beberapa ahli yang disepakati bersama
dengan tujuan memperoleh keputusanyang final dan mengikat (Abdurrasyid, 1002 ; 16).
Disini Arbitrase dikategorikan sebagai tindakan hukum, dan arbiter disebut sebagai ahli dan
keputusannya adalah final dan mengikat.
Pasal 1 butir 1 UU No 30 tahun 1999 disebutkan “Arbitrase adalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Disini dapat disimpulkan bahwa
sengketa yang dapat diselesaikan adalah perkara perdata. Dasar dari aarbitrase adalah
Perjanjian diantara para pihak sendiri yang didasarkan pada asas kebebasn berkontrak pasal
1338 KUH Perdata.
B. Pengaturan Arbitrase
1. Sebelum berlakunya UU No 30 tahun 1999
Pasal 615 s.d pasal 651 dari Reglement op de Rechtsvordering (Rv), merupakan KUH
Acara Perdata untuk penduduk Indonesia yang berasal dari golongan Eropa atau yang
disamakan dengan mereka.
Kelompok Pneduduk dengan sistem hukum dan lingkungan peradilan yang berbeda :
1. Golongan bumiputera (penduduk pribumi) berlaku hukum adat dengan pengadilan
Landraad dan hukum acaranya Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herzeine
Indonesich Reglement atau HIR)
2. Golongan Timur asing dan Bumiputera berlaku Burgelijke Wetbook (BW) dan
Wetbook Van Koopenhandel (WvK atau KUHD) dengan hukum acaranya Rv.
Pasal 377 HIR dan Pasal 705 Reglement Acara untuk Daerah di Luar Jawa dan
Madura (Rechtsglement Buitengewesten yang disingkat RBg) disebutkan bahwa jika
orang Indonesia atau orang timur asing menghendaki perselisihan maka mereka wajib
memenuhi peraturan peradilan yang berlaku bagi orang Eropa.
Mengingat HIR dan RBg menunjuk ketentuan- ketentuan dalam Rv yang berlaku bagi
golongan Eropa dengan tujuan untuk menghindari rechts vacuum (kekosongan hukum).
Ketentuan pasal 615 sd 651 Rv mengatur hal – hal sebagai berikut :
1. pasal 615 sd 623 Rv.Perjanjian Arbitrase dan Pengikatan Arbitrase
2. pasal 624 sd 630 Rv. Pemeriksaan di muka arbitraase
3. Pasal 631 sd 640 Rv. Putusan Arbitrase
4. Pasl 641 sd 647 Rv. Upaya – upaya atas putusan Arbitrase.
5. Pasal 648 sd 651 Rv. Berakhirnya acara arbitrase
Perubahan yang bersifat filosofis dan substantif adalah merupakan suatu kondisi
conditio sine qua non.
2. Setelah berlakunya UU No 30 tahun 1999
UU No 30 tahun 1999 berusaha mengatur tentang semua aspek hukum baik hukum
acaranya maupun substansinya, serta ruang lingkupnya yang meliputi aspek arbitrase
nasional dan internasional. Pasal 11 ayat 2 UU No 30 tahun 1999 yaitu “Pengadilan Negeri
wajib menolak dan tidak akan campur tangan dalam suatu penyelesaian sengketa yang telah
ditetapkan melalui arbitrase, kecuali dalam hal tertentu yang ditetapkan dalam UU ini.
C. Manfaat dan Kelemahan Arbitrase
Cara penyelesaian sengketa dalam perdata dengan cara damai (amicable solution)
dimana kedua belah pihak memusyawarahkan jalan keluar bagi sengketa mereka.
Kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase terlihat dalam pencantuman
arbitrase clausa (klausa arbitrase) dalam kontrak – kontrak bisnis
. Keuntungan Penggunaan arbitrase
1. Kecepatan Proses
pasal 31 ayat (3) UU no 30 tahun 19999 menyebutkan :”Dalam hal para pihak telah
memilih acara arbitrase...harus ada kesepakatan mengenai ketentuan jangka waktu dan
tempat diselenggarakan arbitrase dan apabila jangka waktu dan tempat diselenggarakan
arbitrase tidak ditentukan, arbiter atau majelsi arbiteryang akan menentukan”. Demikian
Pula, putusan arbitrase bersifat final dan mengikat par pihak sehingga tidak dimungkinkan
upaya hukum banding atau kasasi.
Pasal 53 UU No 30 tahun 1999 disebutkan bahwa putusan arbitrase tidak dapat
dilakukan perlawanan atau upaya hukum apapun.
Pasal 60 UU No 30 tahun 1999 disebutkan bahwa putusan arbitrase bersifat final dan
mempunyai kekuatan hukum tetap dn mengikat para pihak.
2. Pemeriksaan oleh ahli dibidangnya
Untuk memeriksa san memutus perkara melalui arbitrase, para pihak diberi
kesempatan untuk memilih ahli yang memiliki pengetahuan yang mendalam dan menguasai
hal – hal yang disengketakan. Hal itu dimungkinkan karena selain ahli hukum, didalam
arbitrase juga terdapat ahli – ahli lain dalam berbagai bidang, misalnya ahli perbankan, ahli
leasing, dll.
3. Sifat Konfidensialitas
Pemerikasaan sengketa oleh majelis arbitrase dilakukan dalam persidangan tertutup
dalamarti tidak terbuka untuk umum, dan putusasn yang dihasilkan dalam sidang tertutup
tersebut hampir tidak pernah dipublikasikan.
Pasal 27 UU No 30 tahun 1999 disebutkan bahwa Semua Pemeriksaan Sengketa oleh
arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup.
Beberapa kelemahan arbitrase :
1. Hanya untuk para pihak bonafide
Para pihak bonafide adalah mereka yang memiliki kredibilitas dan integritas, artinya
patuh tehadap kesepakatan, pihak yang dikaahkan harus melakukan secara
sukarelaputusan arbitrase.
2. Ketergantungan mutlak terhdap arbiter
Putusan arbitrase selalu tergantung pada kemampuan teknis arbiter untuk memberikan
putusan yang tepat dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
3, Tidak ada preseden putusan terdahulu
Putusan arbitrase dan seluruh pertimbangan di dalamnya bersifat rahasia dan tidak
dipublikasikan. Akibatnya putusan tersebut bersifat mandiri dan terpisah dengan
lainnya sehingga tidak ada legal presedence atau keterikatan terhadap putusasn –
putusan sebelumnya. Secara teori hilangnya legal presedence dapat berakibat
timbulnya putusan – putusan yang saling berlawanan atas penyelesaian sengketa
serupa di masa yang akan datang. Bertentangan dengan asas similia similibus , untuk
perkara serupa diputuskan sama
4. Masalah Putusan arbitrase asing
Keputusan penyelesaian sengketa melalui arbitrase berkaitan erat dengandapat
tidaknya putusan arbitrase dijalankan di negara dari pihak yang dikalahkan.
D. Masaalah Etika
Kewajiban untuk memelihara kerahasiaan dalam arbitrase dapat menjadi masalah
etika. Jika misalnya terjadi perilaku menyimpang dari pengacara yang harus dilaporkan
kepada organisasi profesinya.

Anda mungkin juga menyukai