Perkembangan Industri Gula
Perkembangan Industri Gula
Industri gula tebu merupakan salah satu bisnis yang cukup prospektif untuk
dikembangkan di Indonesia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, tenaga kerja.
Pertambahan penduduk, daya beli masyarakat yang meningkat dan meningkatnya
pertumbuhan industri makanan dan minuman telah mendorong permintaan gula tebu.
Di samping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup menjanjikan dengan konsumsi
sebesar 4,2 – 4,7 juta ton/tahun.
Hingga akhir tahun 2011, industri gula tebu dalam negeri masih belum
mampu memenuhi permintaan gula. Produksi gula di dalam negeri makin tidak
mampu memenuhi kebutuhan konsumsi, sehingga impor gula sejak awal 1990 terus
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001, impor gula meningkat menjadi 1,5
juta ton atau sekitar 50 persen dari kebutuhan dalam negeri. Angka ketergantungan
impor telah mencapai 47 persen/tahun selama periode 1998- 2002.
GAMBARAN UMUM
Gula terdiri dari tiga macam yaitu gula kristal putih, gula kristal rafinasi,
gula kristal mentah. Namun, yang di produksi di Indonesia hanya gula kristal putih
dan gula kristal rafinasi. Pemerintah Indonesia membagi pasar domestik gula menjadi
tiga, yaitu:
Seperti yang dapat dilihat pada tabel di bawah, jumlah konsumsi gula di
Indonesia lebih banyak daripada kemampuan produksi gula Indonesia. Meskipun
terjadi peningkatan terhadap produksi gula nasional namun angka produksi tersebut
belum mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sehingga untuk memenuhi
kebutuhan gula nasional Indonesia harus melakukan impor gula yang merupakan
solusi untuk menutupi defisit kebutuhan gula Indonesia.
PERMASALAHAN STRATEGIS
PERMASALAHAN PRODUKSI
1. Bahan baku
Rendahnya produktifitas lahan gula disebagian Pabrik Gula milik
pemerintah dibanding dengan Pabrik Gula swasta.
Bahan baku raw sugar untuk industri gula rafinasi masih seluruhnya
diimpor
Pengembangan industri raw sugar untuk memasok bahan baku industri
gula rafinasi dalam negeri belum juga terwujud.
2. Produksi
Mutu gula putih produksi dalam negeri masih belum memadai.
Produksi tebu dan gula masih terkonsentrasi di Pulau Jawa dan Sumatera
Pada umumnya mesin produksi perusahaan gula putih sudah tua,
sementara, program revitalisasi perusahaan gula belum berjalan
sebagaimana yang diharapkan
REKOMENDASI
1. Intensifikasi yang berfokus pada revitalisasi pabrik dan penanganan off farm
2. Mengganti mesin-mesin uap lama dengan mesin otomatik
3. Pemerintah menyediakan infrastruktur yang dibutuhkan di daerah pengembangan
industri gula baru, seperti di Pulau Aru, Pulau Seram, dan lain-lainnya.
4. Pemerintah perlu memberikan insentif berupa tax allowance atau tax holiday.
5. Investor yang akan membangun perkebunan tebu dan pabrik gula baru
diutamakan adalah pemilik pabrik gula rafinasi
STRATEGI INDUSTRI GULA DI INDONESIA
Menurut hasil penelitian dalam sebuah perusahaan yang bergerak dalam industri
ini, ancaman pendatang baru dalam industri distributor gula, sampai saat ini
masih belum ada, hal ini dikarenakan oleh, untuk dapat menjalankan bisnis ini
dibutuhkan modal usaha yang sangat besar untuk dapat bisa menjalankan bisnis
ini
Selain dikonsumsi karena manfaatnya, gula juga dikonsumsi sebagai bentuk gaya
hidup seluruh masyarakat indonesia yang menyukai rasa manis disetiap minuman
atau makanan yang diolah. Ada beberapa produk pengganti yang dapat
menggantikan produk gula ini, salah satunya adalah pemanis buatan.
Kekuatan dari segi tawar menawar pembeli ini pun tidak memiliki tekanan atau
pengaruh yang besar terhadap perusahaan, karena selama perusahaan selalu
memberikan kualitas dan pelayanan yang terbaik untuk pelanggan maka pembeli
tidak memiliki power yang dapat menekan harga perusahaan.
5. Kondisi persaingan antar perusahaan dalam industri distributor gula ini dapat
dikatakan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap perusahaan.
6. Tingkat persaingan di antara industri perusahaan
ANALISIS SWOT
a) STRENGTH
Kualitas produk yang baik
Kepercayaan pelanggan
Mempunyai banyak merk
Teknologi pengolahan telah dikuasai
Tersedianya tenaga kerja baik petani langsung maupun karyawan PG dan
PGR
Luas lahan dan pendirian PG baru dapat dikembangkan diluar pulau jawa
b) WEAKNESS
Tingkat efisiensi PG dan produktivitas lahan masih perlu ditingkatkan
Mutu gula putih produksi dalam negeri masih belum mampu bersaing
dengan gula rafinasi.
Kurangnya minat investasi baru diperkebunan tebu
Gula konsumsi dan gula rafinasi masih harus bersaing dengan gula impor
terutama harga
Program akselerasi dan revitalisasi PG belum berjalan sesuai yang
diharapkan.
c) OPPORTUNITY
Meningkatnya permintaan gula putih untuk konsumsi dan gula rafinasi
untuk industri yang selama ini dipenuhi sebagian dari impor.
Potensi daerah yang mampu mendukung pengembangan industri gula seperti
Papua, Sumatera dan Sulawesi.
Dukungan stakeholders pergulaan untuk peningkatan produksi gula.
Kerjasama operasional PG dengan investor DN dan LN
Diversifikasi pengolahan tebu menjadi bioethanol dan produk lain
d) THREAT
Beberapa masyarakat yang ingin mengurangi konsumsi gula
Adanya persaingan harga gula yang ketat dengan negara produsen utama
yang memberi subsidi dan proteksi.
Makin efisiennya biaya produksi negara produsen utama gula
1. Menciptakan iklim usaha yang atraktif melalui kebijakan harmonisasi impor raw
sugar, mendorong penggunaan rafinasi produksi DN, pengaturan tata niaga
impor.
2. Melaksanakan litbang teknologi DN yang terintegrasi, berkualitas melalui
pemberian insentif dan dukungan dana.
3. Pengembangan industri raw sugar di DN untuk mengganti raw sugar ex impor.
Meningkatkan tarif impor dapat menjadi pilihan lain untuk menciptakan medan
persaingan yang fair bagi Industri gula nasional. Dengan mempertimbangkan
binding tariff Indonesia, tingkat tarif impor di negara lain, serta kepentingan
harga di tingkat konsumen dan produsen, hasil analisis menunjukkan bahwa tarif
impor sampai dengan 50% merupakan pilihan yang cukup kompromistis.
Kelebihan kebijakan ini adalah memperkecil peluang terjadinya praktek oligopoli
atau kartel karena jumlah importer gula menjadi terbuka, tidak terbatas pada
empat perusahaan. Dengan perkataan lain, kebijakan ini menciptakan prilaku
importir yang lebih kompetitif.