Chapter II PDF
Chapter II PDF
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANSIA
2.1.1 Definisi lansia
Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN
1998). Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami
proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya
tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur
dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari
pada sebagai sumber daya. Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua
tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan
bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban
keluarga dan masyarakat
Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial
sendiri. Di negara Barat, penduduk lanjut usia menduduki strata sosial di bawah
kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya
ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputuan serta luasnya hubungan sosial
yang semakin menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki
kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda
2.2 KOGNITIF
2.2.1 Definisi Kognitif
Kognitif merupakan suatu proses pekerjaan pikiran yang dengannya kita
menjadi waspada akan objek pikiran atau persepsi, mencakup semua aspek
pengamatan, pemikiran dan ingatan (Dorland, 2002).
2.4.2. Gambaran
MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30 poin yang
dikelompokkan menjadi 7 kategori : orientasi terhadap tempat (negara, provinsi,
kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu (tahun, musim, bulan, hari dan
tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi
(secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja kata
WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang
telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat,
membaca dengan keras dan memahami suatu kalimat, menulis kalimat dan
mengikuti perintah 3 langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar).
Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar sempurna;
skor yang makin rendah mengindikasikan performance yang buruk dan gangguan
kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara 0-30 (performance
sempurna). Skor ambang MMSE yang pertama kali direkomendasikan adalah 23
atau 24, memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik untuk mendeteksi
demensia; bagaimanapun, beberapa studi sekarang ini menyatakan bahwa skor ini
terlalu rendah, terutama terhadap seseorang dengan status pendidikan tinggi.
Studi-studi ini menunjukkan bahwa demensia dapat didiagnosis dengan
keakuratan baik pada beberapa orang dengan skor MMSE antara 24-27.
Gambaran ini terfokus pada keakuratan dalam populasi. Untuk tujuan klinis,
bahkan skor 27 tidak sensitif untuk mendeteksi demensia pada orang dengan
status pendidikan tinggi, dimana skor ambang 24 tidak spesifik pada orang dengan
status pendidikan rendah.
2.4.4 Validitas
Performance pada MMSE menunjukkan kesesuaian dengan berbagai tes
lain yang menilai kecerdasan, memori dan aspek-aspek lain fungsi kognitif pada
berbagai populasi. Contohnya, skor MMSE sesuai dengan keseluruhan,
kecerdasan performance ataupun verbal dari Wechsler Adult Intellligence Scale
(WAIS) (Wechsler 1958) atau revisinya (WAIS-R) (Wechsler 1981) pada pasien
demensia, stroke, skizofrenia atau depresi, dan lansia-lansia sehat. Skor MMSE
juga memiliki kesesuaian dengan skor pada tes Clock Drawing pada pasien
geriatri dan pasien dengan penyakit Alzheimer, dengan skor pada Alzheimer’s
Disease Assessment Scale-Cognitive (ADAS-COG) dan juga pada tes-tes lain
seperti Information-Memory-Concentration (IMC), Wechsler Memory Scale
(Wechsler 1945), tes composite neuropsychological dan Brief Cognitive Rating
Scale ( BCRS).
Lima studi melaporkan bahwa MMSE sensitif untuk mendeteksi
demensia. Pada satu studi diantaranya, skor MMSE pasien dengan demensia
(N=29) lebih rendah daripada pasien dengan depresi dengan gangguan kognitif
(N=10), depresi tanpa gangguan kognitif (N=30) dan subjek kontrol psikiatri
normal (N=63). Pada studi lain, skor pasien demensia (N=44) lebih rendah
daripada pasien dengan diagnosis penyakit psikiatri lain (N=33), atau diagnosis
neurologis (N=33), atau subjek kontrol (N=23). Suatu studi yang terfokus pada
lansia di panti jompo (N=201) menemukan bahwa lansia dengan demensia
memilki skor MMSE lebih rendah daripada lansia tanpa demensia atau curiga
demensia.
Skor 23 pada MMSE pertama kali diajukan sebagai ambang skor yang
mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi berurutan yang menilai
2.4.5 Reliabilitas
Dua studi yang menilai konsistensi internal MMSE mendapatkan nilai alfa
Cronbach sebesar 0,82 dan 0,84 pada pasien lansia yang dirawat di layanan medis
(N=372) dan lansia di panti jompo (N=34).
Reliabilitas MMSE lain telah ditemukan sebesar 0,827 dalam suatu studi pada
pasien demensia (N=19), 0,95 dalam studi pada pasien dengan berbagai gangguan
neurologis (N=15), dan 0,84-0,99 dalam dua studi pada lansia di panti jompo
(N=35 dan 70). Koefisien korelasi intrakelas berkisar antara 0,69-0,78 didapatkan
dalam studi di panti jompo lainnya (N=48). Rata-rata nilai kappa sebesar 0,97
didapatkan dari 5 peneliti skor performance MMSE secara terpisah pada 10
pasien neurologis.