Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Surveilans adalah pengumpulan data kesehatan yang penting secara terus menerus
sistematis, analisis dan interpretasi dan didesiminasikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan secara berkala untuk digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi suatu tindakan pelayanan kesehatan.
Salah satu dari Program PPI adalah kegiatan surveilans. Kegiatan surveilans
merupakan aktifitas yang penting dan luas dalam program PPI. Kegiatan surveilans harus
dilakukan untuk mencapai keberhasilan program PPI. Surveilans digunakan untuk mencari
masalah yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan Keselamatan Pasien/ Patient Safety.
National Nasocomial Infection Surveillance System (NNIS) dilakukan sejak 1970
oleh CDC. Kegiatan surveilans dapat menurunkan rate infeksi nosokomial. Di AS rate
infeksi turun sekitar 32 % dengan surveilans. Di RS Jantung Harapan Kita 2001 – 2004
menurunkan rate infeksi nosokomial 40 %.
Surveilans dibutuhkan untuk mengukur hasil jadi (outcome) dalam proses
perawatan secara menyeluruh dan penyampaian kondisi yang ditemukan dalam upaya
perbaikan Selain itu merupakan komponen penting dalam menekan angka kejadian tidak
diinginkan/KD (adverse events) misal : infeksi RS/ Healthcare-associated Infections HAIs.
Surveilans juga diperlukan untuk mendapatkan gambaran kuantitatif jumlah kejadian
secara tepat sehingga dapat menilai kemajuan yang ada.

BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

1
PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) adalah Suatu upaya kegiatan untuk
mencegah, meminimalkan kejadian infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat sekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang meliputi pengkajian
perencanaa, pelaksanaan dan evaluasi.
HAiS (Healtcare Associated Infections) adalah Infeksi yang terjadi pada pasien
selama perawatan di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana tidak
ada infeksi atau tidak masa inkubasi pada saat masuk, termasuk infeksi didapat di rumah
sakit tapi muncul setelah pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada staf di fasilitas.
Surveilans adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus menerus dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi data kesehatan yang penting pada suatu
populasi spesifik dan didiseminasikan secara berkala kepada pihak pihak yang memerlukan
untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, serta evaluasi suatu tindakan yang
berhubungan dengan kesehatan.
Tujuan dari surveilans PPI adalah
1. Memperoleh data dasar
2. Kewaspadaan dini KLB
3. Menilai standar mutu pelayanan
4. Sebagai sarana mengidentifikasi malpraktek
5. Menilai keberhasilan suatu program PPI
6. Meyakinkan para klinisi
7. Sebagai suatu tolok ukur akreditasi
Yang disurvey dalam PPI adalah kejadian IDO, IADP, VAP/ HAP, ISK. Survey ini
dilakukan setiap hari oleh IPCLN kemudian direkap oleh IPCN dan dihitung setiap
bulannya untuk dilaporkan dan dibuat grafik bulanan, semester dan tahunan.
a. Surveilens ISK ( Infeksi Saluran Kemih ).
Pengumpulan data kejadian Infeksi Saluran Kemih akibat penggunaan alat
kateter urine secara sistematik, analisis dan interpretasi yang terus menerus
untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan yang di desiminasikan secara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukan.
b. Surveilens IADP ( Infeksi Aliran Darah Primer ).
Pengumpulan data kejadian infeksi aliran darah akibat penggunaan alat
intravaskuler secara sistematik, analisis dan interpretasi yang terus menerus
untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan
yang berhubungan dengan kesehatan yang didesiminasikan secara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukan.
c. Surveilans VAP ( Ventilator Associated Pneumonia )
Pengumpulan data kejadian pneumonia akibat pemakaian ventilasi mekanik
lebih dari 48 jam, data dikumpulkan secara sistematik, dianalisa dan
diinterpretasi untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi
kemudian didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan.
d. Surveilans IDO ( Infeksi Daerah Operasi )

2
Pengumpulan data infeksi area insisi akibat suatu tindakan pembedahan dan
faktor resiko terjadinya infeksi, analisis dan interpretasi yang terus menerus,
untuk digunakan dalam perencanaan dan evaluasi suatu tindakan yang
didesiminasikan secara berkala, kepada pihak-pihak yang memerlukan.
Setiap hari perawat IPCN dibantu IPCLN menghitung dan mencatat kejadian IDO,
VAP, ISK, IADP, Decubitus dan Plebitis baik jumlah hari pemasangan maupun jumlah
pasien yang terkena kemudian data direkap. Setiap infeksi mempunyai kriteria tersendiri
dan rumus yang digunakan. Jadi surveilans aktif adalah :
1) Pengumpulan data setiap hari.
2) Perhitungan ISK, IDO, IADP, PLEBITIS, VAP/HAP, DECUBITUS setiap
bulan.
3) Laporan setiap bulan, triwulan, semester, tahunan.

1. ISK
Dari penentuan komite mutu RS, target angka kejadian ISK minimal < 15 ‰.
Untuk menentukan ISK maka perlu ditandai oleh kriteria berikut :
a. Tanda infeksi sebagai akibat dari pemasangan kateter > 48 jam.
b. Pyuria > 10 leukosit/LPB sedimen urine atau >10 leukosit/mL atau > 3
leukosit/LPB dari urine tanpa dilakukan sentrifus.
c. Nitrit dan/atau leukosit esterase positif dengan carik celup (dipstick).
d. Terdapat koloni mikroorganisme pada hasil pemeriksaan urine kultur > 10 5 cfu /
mL.
e. Dokter yang merawat menyatakan adanya ISK dan diberi pengobatan
antimikroba.
Cara perhitungan angka kejadian ISK :
Jumlah ISK
----------------------------------- X 1000 = ‰
Hari pemakaian kateter urine

2. IADP
Dari penentuan komite mutu RS, target angka kejadian ISK minimal < 15 ‰.
Kriteria IADP :
a. Terdapat kuman pathogen yang diketahui hasil satu kali atau lebih dari biakan
darah, dengan salah satu gejala klinis seperti :
1) Demam>38’C.
2) Menggigil.
3) Hipotensi.
b. Pada pasien berumur < 1 tahun paling sedikit satu dari tanda-tanda :
1) Demam > 38’C.
2) Hipotermia <37’C.
3) Apneu.
4) Bradikardia.
c. Dokter yang merawat menyatakan infeksi
Cara penghitungan Angka Kejadian IADP :
3
Jumlah Kasus IADP
--------------------------- X 1000 = ‰
Hari pemakaian CVL

3. VAP dan HAP


Dari penentuan komite mutu RS, target angka kejadian VAP/HAP minimal <15 ‰.
Kriteria VAP :
a. Klinikal
1) Demam.
2) Temperature > 38 0 C atau < 35 o C.
3) Sputum purulent.
b. X ray
Infiltrat baru persisten atau progresif.
c. Laboratorium
1) leukosit > 12000/mm3 atau < 4000/mm3
2) Kulture aspirasi trakheal ≥ 10 5 ppm/ ml.
Cara Penghitungan Angka infeksi VAP:
Jumlah kasus infeksi VAP
-------------------------------------------- X 1000 = ‰
Jumlah hari pemasangan ventilator

Cara Penghitungan Angka infeksiHAP :


Jumlah kasus infeksi HAP
----------------------------------------------- X 1000 = ‰
Jumlah hari tirah baring semua pasien
4. IDO
Dari penentuan komite mutu RS, target angka kejadian IDO minimal < 1,5 %.
Kriteria IDO Infeksi pada luka insisi (kulit dan subcutan), terjadi dalam 30-90 hari
pasca bedah, memenuhi kriteria dibawah ini :
a. Keluar cairan purulen dari luka insisi.
b. Kultur positif dari cairan yang keluar atau jaringan yang diambil secara
aseptik.
c. Ditemukan paling tidak satu tanda infeksi : nyeri, bengkak lokal,
kemerahan, kecuali bila hasil kultur negative.
d. Dokter yang menangani menyatakan infeksi.
Berdasarkan indeks resiko :
1) Klasifikasi jenis operasi (kategori operasi)
a) Bersih.
b) Bersih tercemar.
c) Tercemar.
d) Kotor.
 Bersih dan bersih tercemar nilai risk skor 0, tercemar dan kotor nilai 1.
2) Klasifikasi kondisi pasien.
a) ASA 1 : Pasien sehat.
b) ASA 2 : Pasien dengan gangguan sistemik ringan – sedang.
c) ASA 3 : Pasien dengan gangguan sistemik berat.

4
d) ASA 4 : Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam
kehidupan.
e) ASA 5 : Pasien tidak diharapkan hidup walaupun dioperasi atau
tidak.
 ASA 1,2 nilai risk skore 0 ASA 3,4,5 nilai 1.
3) Durasi operasi
a) Sesuai dengan waktu yang ditentukan nilai } 0
b) Lebih dari waktu yang ditentukan nilai } 1
Cara penghitungan Angka infeksi IDO :
Jumlah kasus infeksi
--------------------------- X 100 = %
Jumlah kasus operasi

5. Infeksi RS lainnya
Infeksi RS lainnya adalah decubitus dan plebitis.
a. Plebitis adalah peradangan vena disebabkan oleh kateter atau iritasi kimiawi zat
dan obat-obatan yang diberikan secara intra vena. Dari penentuan komite mutu
RS, target angka kejadian Plebitis < 15 ‰.

Secara klinis :
Ada nyeri, nyeri tekan, bengkak, pengerasan, eritema dan hangat pada vena.
Jika infeksi : Kemerahan, demam, sakit, bengkak, adanya pus atau kerusakan
pada kulit, hasil kultur positif.
Cara penghitungan Angka Kejadian plebitis :
Jumlah Plebitis
------------------------------ X 1000= ‰
Hari pemasangan infuse

b. Ulkus decubitus adalah suatu daerah yang mati jaringan disebabkan karena
kurangnya aliran darah didaerah yang bersangkutan. Dari penentuan komite
mutu RS, target angka kejadian dekubitus minimal < 1,5%.
Kriteria Decubitus :
1) Pasien paling tidak mempunyai 2 gejala dan tanda berikut yang tidak
diketahui penyebab lainya : kemerahan, sakit atau pembengkakan ditepian
luka dekubitus
2) Minimal ditemukan 1 dari bukti berikut :
Hasil kultur positif dari cairan atau jaringan yang diambil secara benar
Cara penghitungan Angka Kejadian Decubitus :
Jumlah Decubitus
-------------------------------------- X 1000 = ‰
Jumlah hari tirah baring pasien

5
BAB III
LAPORAN SURVEILANS HAIS RS. PROF. Dr. TABRANI
BULAN FEBRUARI 2017

1. Surveilans Plebitis

ANALISA DATA:
Angka Plebitis bulan Februari 2017 di RS. Prof. Dr. Tabrani terjadi sebesar 26,03 ‰
dari 251 pasien atau 653 hari pemasangan infuse sementara targetnya < 15 ‰.
a. Ruang Soraya Plebitis terjadi sebesar 21,05‰ dari 55 pasien.
Plebitis terjadi karena bakterial, mekanis dan kimiawi sebanyak 4 pasien.

6
b. Ruang Syuhada Plebitis terjadi sebesar 15,50‰ dari 50 pasien.
Plebitis terjadi karena bakterial,mekanis dan kimiawi sebanyak 2 pasien.
c. Ruang Mutia Plebitis terjadi sebesar 23,80 ‰ dari 53 pasien.
Plebitis terjadi karena bakterial, mekanis dan kimiawi sebanyak 3 pasien.
d. Ruang Nadia Plebitis terjadi sebesar 38,46 ‰ dari 93 pasien.
Plebitis terjadi karena bakterial dan mekanis sebanyak 8 pasien.

Ada beberapa faktor penyebab Plebitis:


1) Kateter vena yang terlalu lama.
2) Tidak dilakukan viksasi.
3) Tempat suntik jarang diinspeksi visual.
4) Penempatan kateter intravaskuler yang tidak tepat.
5) Cara pemasangan, pengawasan dan perawatan yang kurang baik.
6) Laju pemberian obat injeksi yang tidak sesuai.
7) Kepekatn pemberian obat injeksi saat penyuntikan.
8) Agent infeksius misalnya misalnya pemakaian spuite yang berulang pada
saat injeksi atau sudah terkontaminasi.
9) Teknik anti septik tidak baik.
10) Plester / hypavix yang sudah kotor dan terlepas
11) Karet infus set yang selalu bocor setiap penyuntikan
12) Kepatuhan petugas dalam melakukan cuci tangan sebelum pemasangan infus
dan penyuntikan obat di IVL
13) Pasien mengalami kemerahan pada kulit, bengkak dan hangat pada vena.
Pasien mengalami demam namun tidak diperiksa kultur darah.

REKOMENDASI :
Lakukan audit bundles pencegahan plebitis dan edukasi. Untuk mencegah plebitis :
a. Melakukan kebersihan tangan sesuai dengan five moment
b. Melakukan fiksasi kupu-kupu pada pemasangan infus.
c. Pengenceran obat saat injeksi sesuai dengan aturan pakai obat.
d. Jangan mendorong infus dengan cairan bila tersumbat.
e. Pemilihan lokasi vena yang tepat.
f. Gunakan Intra Vena Line yang sesuai dengan ukuran vena.
g. Pemakaian infus set yang menggunakan y-set atau treeway.
h. Monitoring dan evaluasi Intra Vena Line setiap 2 jam
i. Lakukan penggantian/pemasangan Intra Vena Line 3x24 jam paling lama 5x24
jam.
j. Penggunaan spuite yang tidak berulang.
k. Lakukan dressing infus saat plester atau hypafix terlihat kotor.
l. Untuk produk darah dan lipid ganti infus set setiap 1x24 jam untuk mencegah
biofil atau mengganti transfusi set dengan infus set post transfusi.

7
2. Analisa Surveilans IDO ( Infeksi Daerah Operasi).
 Pasien operasi diruang nadia 38 orang
 Pasien operasi diruang soraya 17 orang
 Pasien operasi diruang muthia 15 orang
 Pasien operasi diruang suhada 8 orang
 Jumlah pasien keseluruhan 78 orang
 Tidak ditemukan kasus IDO di RS. Prof. Dr. Tabrani bulan Februari 2017.

3. Surveilans VAP (Ventilator Associated Pneumonia).


 Tidak ditemukan kasus VAP di RS. Prof. Dr. Tabrani bulan Januari 2017.

4. Surveilans IADP (Infeksi Aliran Darah Primer).


 Tidak ditemukan kasus IADP di RS. Prof. Dr. Tabrani bulan Januari 2017.
5. Surveilans Decubitus.
 Tidak ditemukan kasus Decubitus di RS. Prof. Dr. Tabrani bulan Januari 2017.
6. Surveilens ISK.
 Pasien yang terpasang kateter diruang Nadia ada 2 orang dengan lama
pemasangan 6 hari
 Pasien yang terpasang kateter diruang Soraya ada 1 orang dengan lama
pemasangan 2 hari
 Pasien yang terpasang kateter diruang Muthia ada 1 orang dengan lama
pemasangan 4 hari
 Tidak di temukan kasus infeksi saluran kemih di RS. Prof. Dr. Tabrani bulan
Februari 2017
7. Surveilans HAIS RS. Prof. Dr. Tabrani.

HAIS IDO VAP DECUBITUS IADP PLEBITIS


Persentase 0 0 0 0 2,6 %
Total 0 0 0 0 17

8
ANALISA DATA:
HAIS terbesar dibulan Februari RS. Prof. Dr. Tabrani adalah Plebitis sebesar 26,03‰
atau 2,6 % (17 Pasien) dari pasien yang terpasang infus selama 653 hari pemasangan
infus, sementara targetnya < 1,5 %.

REKOMENDASI :
Rencana Tindak Lanjut akan lebih difokuskan pada pencegahan plebitis pada table
rencana tindak lanjut.

Anda mungkin juga menyukai