Anda di halaman 1dari 12

PENGGUNAAN FASILITAS BUNGKER UNTUK MEMINIMALISASI

MASALAH SOSIAL PASCA-BENCANA ALAM


Sosial dan Budaya

Disusun Oleh
ADAM AZHARIANSYAH 1606902252/2016
ALGIO TANTOMO 1606829592/2016
KEVIN BOI KARINA BERUTU 1606902284/2016

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
DEP
Penggunaan Fasilitas Bungker untuk Meminimalisasi Masalah Sosial
Pasca-bencana Alam

Apakah Indonesia adalah bangsa yang barbar? Pertanyaan tersebut terlontar


ketika peristiwa penjarahan di salah satu pusat perbelanjaan yang terjadi baru-baru
pasca-peristiwa gempa dan tsunami yang melanda wilayah Kota Palu dan
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada tanggal 28 September 2018. Kejadian
tersebut membuat banyak pihak geram dan sangat menyayangkan akan kejadian
tersebut. Meskipun presiden dan mendagri menyangkal bahwa telah terjadi
penjarahan di lokasi gempa, namun beberapa laporan yang salah satunya berasal
dari laporan Jonathan Head, salah seorang wartawan BBC news memperkuat
adanya aktivitas tersebut serta beberapa bukti berupa dokumentasi foto penjarahan
yang bukan merupakan kebutuhan primer (Gambar 1).
Penjarahan terjadi setelah warga salah menafsirkan pernyataan Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang menginstruksikan toko-toko swalayan di daerah
terdampak untuk membuka tokonya dan menginventarisasi barang apa saja yang
diambil oleh warga (BBC news, 2018). Meskipun mendagri membantah bahwa
pernyataan tersebut berarti boleh melakukan penjarahan, namun aktivitas tersebut
telah terlanjur terjadi. Jika dilihat dari aspek probabilitas, ada atau tidaknya
pernyataan dari mendagri tidak menutup kemungkinan penjarahan akan tetap
terjadi karena kondisi pada saat itu memang tidak terdapat persediaan makanan
untuk para korban gempa dan tsunami, jikapun ada hanya sedikit stok makanan
tersedia. Dalam kondisi tersebut manusia cenderung akan kehilangan akal sehatnya
dan menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti sandang
dan pangan. Hal serupa pernah terjadi saat krisis moneter tahun 1998 silam, dimana
masyarakat saat itu mengalami kesulitan ekonomi dan pemenuhan kebutuhan
pangan menjarah toko-toko yang ada di pusat perbelanjaan.
“To every problem, there is a most simple solution” (Agatha Christie,
Penulis dari Britania Raya). Kutipan salah satu kalimat dalam novel karya Agatha
Christie tersebut menggambarkan bahwa diperlukan suatu solusi dan gagasan
inovasi untuk meminimalisasi masalah sosial yang muncul akibat ketidaksiapan
dalam menghadapi risiko pasca-bencana alam yang terjadi di Indonesia. Bencana

1
alam sendiri merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami,
gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (UU no. 24
tahun 2007). Oleh karena itu, penulis mengusulkan untuk membuat suatu sistem
terpadu dengan pemanfaatan bungker sebagai sarana utamanya, yang nantinya akan
dijadikan tempat penyimpanan kebutuhan pokok masyarakat yang diisi secara
berkala.
Bungker merupakan tempat yang “aman” diperlukan saat terjadi bencana alam
dan non-alam yang berfungsi untuk melindungi, menyimpan dan menampung
sumber kehidupan dan barang berharga disebut sebagai bungker. Bungker yang
baik dirancang untuk tahan dalam kondisi bencana apapun. Bungker dapat disebut
juga sebagai tempat penyimpanan dan evakuasi baik yang berada di permukaan
maupun yang berada di bawah permukaan.
Tujuan dari penggunaan bungker ini yaitu agar masyarakat korban bencana
alam tidak kesulitan untuk mendapatkan ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat
pasca-bencana dengan memanfaatkan barang-barang yang diinventarisasi ke dalam
bungker tersebut sebelum terjadi bencana. Alasan digunakannya bungker sebagai
tempat penyimpanan kebutuhan pokok yaitu tempat ini memiliki daya tahan yang
baik terhadap goncangan dan juga memiliki resistansi yang tinggi terhadap air yang
mungkin terjadi ketika bencana alam.
Penggunaan bungker pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1805 untuk
melindungi barang-barang yang akan diantarkan ke negara lain. Lalu pada tahun
1940 bungker digunakan oleh tantara sebagai perlindungan diri yang kuat saat
terjadi perang dunia II, namun saat ini bungker tersebut di tunjukan kepada
penduduk dan masyarakat sebagai bentuk pertahanan dan perlindungan diri apabila
terjadi sebuah bencana alam maupun non-alam.

Secara umum bungker yang digunakan oleh masyarakat Amerika Serikat berada
di bawah tanah (underground) pada kedalaman 15 m - 20 m yang berfungsi untuk
melindungi diri dari bencana yang ekstrem seperti tsunami, namun di setiap wilayah
yang terdapat bungker, memiliki kedalaman yang berbeda-beda tergantung dari
topografi yang dimiliki daerah tersebut. Dalam menghitung kedalaman yang sesuai,
diperlukan perhitungan yang tepat dan yang paling penting bungker di bawah

2
permukaan harus dirancang untuk menahan goncangan ketika terjadi gempa dan
tekanan berlebih.

Model dari bungker secara umum ada 3. Jenis yang pertama adalah bungker
dengan bahan baja (steel) yang berfungsi untuk menahan bencana alam berupa
erupsi gunung berapi. Konsepnya cukup sederhana yaitu membuat dinding
konstruksi berbentuk setengah lingkaran dengan pintu masuk vertikal dengan bahan
baja yang langsung terhubung dengan bagian bawah dari bungker (Gambar 2). Hal
ini memungkinkan bungker bisa menahan goncangan dan getaran seperti gempa
bumi. Jenis yang kedua adalah bungker dengan bahan beton. Bungker ini berbeda
dengan bungker sebelumnya yaitu pada pintu masuk di buat lebih jauh dari bungker
dengan membuat jalan seperti pipa yang menuju bungker tersebut (Gambar 3).
Konsep bungker ini cocok diterapkan pada daerah yang dekat dengan pesisir pantai
atau daerah dengan tingkat kerentanan bencana yang cukup tinggi. Jenis yang
ketiga adalah bungker yang berada di atas permukaan. Biasanya bungker dengan
model ini berada sangat jauh dari wilayah yang terkena dampak bencana dan
difungsikan hanya untuk menyimpan cadangan logistik. Bungker ini dirancang
dengan beton dan tiang-tiang kontruksinya ditancapkan ke dalam tanah dengan
kedalaman 6 m – 7 m sehingga apabila terjadi goncangan atau getaran di wilayah
bungker dibangun maka bungker akan tetap kokoh (Gambar 4).

Berdasarkan data daerah rawan bencana BNPB (2012), maka daerah yang
merupakan daerah dengan intemsitas bencana sedang-tingi akan menjadi wilayah
prioritas pembangunan bungker tersebut (Gambar 5).

Fokus utama dari pembangunan bungker ini adalah wilayah desa rawan
bencana, dengan alasan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak sehingga sistem
dan pengaturan lebih sederhana dan setiap penduduk bisa ikut serta dan mengambil
bagian pada pemanfaatan bungker ini. Jika dibandingkan dengan daerah tingkat
kabupaten/kota maka sistem yang ada akan jauh lebih rumit dan system
pendistribusian tidak merata berdasarkan sarana dan prasarana penghubung ke
desa-desa lainnya.

Pada pelaksanaan akan di butuhkan 3 peran penting yakni:

3
1. Penanggung jawab: ialah pemegang instruksi tertinggi juga memberikan
keputusan mengenai hal yang berkaitan tentang bungker tersebut,
sehingga peran penanggung jawab akan diduduki oleh kepala desa
selaku pemimpin desa.
2. Sekretaris: bertugas untuk mencatat setiap hal yang berkaitan dengan
bungker tersebut seperti makanan yang di berikan setiap masyarakat
sebagai bukti, pembelian dan pengeluaran untuk pembangunan dan
renovasi yang ada, sebagai bentuk pertanggungjawaban yang nantinya
dapat di lihat oleh semua mayrakat desa dan bisa menjadi bahan
pertimbangan untuk selanjutnya.
3. Pengawas: masyarakat akan menjadi pengawas langsung dari proses
pengisian dan keamanan bungker agar tidak ada disfungsi perihal
bungker.

Mekanisme kerja bungker tersebut akan di bagi menjadi 3 tahapan besar,


yaitu:

1. Pengisian, merupakan tahap awal yang bertujuan untuk mengisi


bungker yang ada dengan kebutuhan pokok seperti beras, makanan
kaleng, mie instan, pakaian dan kebutuhan lainnya. Setiap anggota
masyarakat sesuai kesepakatan dalam memberikan bahan-bahan pangan
yang ada. Sekretasis akan mencatat setiap masyrakat yang telah
memberikan bahan-bahan pangan tersebut dan mencatat jumlah dan
jenisnya dan memberitahukan kepada masyarakat.
2. Pengawasan: setelah kapasaitas dari bungker tersebut penuh dan tidak
dapat terisi lagi maka setiap masyarakat bersama-sama mengambil
peran untuk melakukan pengecekan dan pengawasan secara berkala
terhadap isi dari bungker tersebut. Hal ini bertujuan agar tidak terjadi
hal yang tidak diinginkan seperti hilang maupun mengalami kerusakan.
3. Evaluasi: Evaluasi akan dilakukan setiap 1 semester setelah bungker
tersebut terisi penuh, tujuan dari evaluasi ini ialah jika pada 1 semester
tidak terjadi bencana pada desa tersebut maka bahan-bahan pangan yang
diberikan oleh masyarakat akan dikembalikan lagi sesuai dengan catatan

4
dari sekretaris. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerusakan yang
ditimbulkan oleh masa kadaluwarsa bahan pangan tersebut.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, bungker merupakan alat yang berfungsi


untuk melindungi diri dari bencana yang ekstrem seperti tsunami, gampa bumi,
bencana vulkanik, serta bencana alam lainnya. Konsep dan material bungker
disesuaikan dengan potensi bencana apa yang paling tinggi di daerah tersebut.
Penggunaan bungker makanan diperuntukkan bagi wilayah dengan kerentanan
bencana tinggi agar dapat meminimalisasi terjadinya masalah sosial pasca-bencana
seperti penjarahan dan masalah lainnya. Perlu adanya sinergi yang baik pada setiap
komponen pendukung pelaksanaan penggunaan bungker kebutuhan pokok agar
terwujudnya desa yang tangguh serta sigap dalam menghadapi bencana alam.

5
Daftar Pustaka

• The German term Bungker was used to denote a type of shelter which was
of permanent. Bungkers were of two types: underground and tower”
(Morale Division (1945).
• https://www.utahsheltersystems.com/concrete-bungkers.html diakses pada
19/20/2018 pukul 20:15 WIB
• https://www.bbc.com/indonesia/trensosial-45706329 diakses pada
19/20/2018 pukul 19:54 WIB
• https://www.bnpb.go.id/home/definisi diakses pada 19/20/2018 pukul
21:55 WIB

6
Lampiran

Gambar1 : Penjarahan Barang Elektronik di Palu dan Donggala (Sumber:


www.bbc.com)

Gambar2: Bungker dengan Bentuk Setengah Lingkaran dan pintu masuk

(Sumber: http://www.ijircce.com)

Gambar 3 : Bungker dengan pintu masuk dengan konsep “Tunnel”

(Sumber:BBC)

7
Gambar 4 : Bungker yang berada di atas permukaan (Sumber: www.cnn.com)

Gambar 5 : Peta Indeks Rawan Bencana BNPB 2012 (Sumber:


www.geospasial.bnpb.go.id)

8
Biodata Penulis
• Biodata 1 (Ketua Kelompok)
Nama Lengkap : Adam Azhariansyah
Tempat, Tanggal Lahir : Sukabumi, 30 Desember 1997
Nomor Induk Mahasiswa : 1606902252
Jurusan : Geologi
Fakultas : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
Universitas : Universitas Indonesia
Nomor HP : 085819661332
Email : adam.azhariansyah@ui.ac.id

• Biodata 2 (Anggota)
Nama Lengkap : Algio Tantomo
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 5 Agustus 1998
Nomor Induk Mahasiswa : 1606829592
Jurusan : Geologi
Fakultas : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
Universitas : Universitas Indonesia
Nomor HP : 081933877738
Email : algio.tantomo@ui.ac.id

• Biodata 3 (Anggota)
Nama Lengkap : Kevin Boi Karina Berutu
Tempat, Tanggal Lahir : Kotabumi, 13 Februari 1999
Nomor Induk Mahasiswa : 1606902284
Jurusan : Geologi
Fakultas : Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam
Universitas : Universitas Indonesia
Nomor HP : 082276693215
Email : kevin.boi@ui.ac.id

Anda mungkin juga menyukai