PENDAHULUAN
5
5
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Perancangan
Perancangan adalah suatu rangkaian sistem dalam pembuatan produk
dimana dalam proses pembuatannya sangat bergantung pada imajinasi sang
perancang, langkah awal yang diambil oleh seorang perancang adalah membuat
sketsa gambar kasar dan kemudian diperbaharui untuk menjadi gambar final, dari
gambar itu kemudian perancang akan menentukan segala sesuatu yang terkait
didalamnya seperti perencanaan bahan material, komponen yang harus dibeli,
perhitungan matematika dan lain sebagainya (Dharmawan, 1999).
5
dilihat secara obyektif dan dapat diukur, dikendalikan dengan menggunakan
teknik-teknik pemecahan masalah.
Recognition Of need
Definition Of Problem
Synthesis
Evaluation
Presentation
5
Dalam melakukan perancangan, hal utama yang diperlukan adalah ide,
menciptakan suatu ide hingga dapat diaplikasikan terkadang membutuhkan waktu
yang panjang. Setelah diperoleh ide-ide baru, selanjutnya ide baru tersebut harus
dipahami dan dipelajari serta digambarkan dalam bentuk gambar. Dalam
perencanaan, hal utama yang diperlu diperhatikan adalah ketersediaan sumber
daya modal dan bahan yang dibutuhkan untuk berhasil menyelesaikan ide baru
tersebut kedalam realiatas aktual.
5
c. Design industri. Jenis desain yang tergantung padaaspek produksi untuk
memproduksi komponen mesin industri.
d. Design Optimum. Jenis desain terbaik untuk fungsi objektif yang
diberikan dibawah kendala yang ditentukan.
e. Design Sistem. Jenis design dari setiap sistem mekanis yang kompleks
seperti sepeda motor.
f. Desain elemen. Jenis desain dari setiap elemen dari sistem mekanis
seperti piston, cranksaft.
5
cedera. Oleh karena itu, seorang perancang harus selalu menyediakan
perangkat keselamatan untuk keselamatan seorang operator.
10. Biaya konstruksi. Merupakan pertimbangan paling penting yang teribat
dalam suatu perancangan.
11. Perakitan.
5
1. Jenis-jenis beban yang direncanakan.
2. Jenis-jenis tegangan yang ditimbulkan akibat pembebanan.
3. Pemilihan bahan.
4. Bentuk dan ukuran bagian mesin yang direncanakan.
5. Gerakan atau kinematika dari bagian-bagian yang akan direncanakan.
6. Penggunaan komponen standar.
7. Mencerminkan suatu rasa keindahan (aspek estetika)
8. Hukum dan ekonomis.
9. Keamanan operasi.
10. Pemeliharaan dan perawatan.
2.8.1 Poros
Poros adalah suatu batang stationer yang berputar, biasanya
berpenampang bulat, dimana terpasang elemen-elemen mesin seperti gear (roda
gigi), pulley, flywheel (roda-gila), engkol, sprocket (gigi jentera) dan elemen
pemindah-daya lainnya. Poros bisa menerima beban-beban lenturan, tarikan,
tekanan, atau puntiran, yang bekerja sendiri-sendiri atau berupa gabungan satu
dengan yang lainnya. Bila beban tersebut tergabung, kita bisa mengharapkan
untuk mencari kekuatan statis dan kekuatan lelah yang perlu untuk pertimbangan
perencanaan, karena suatu poros tunggal bisa diberi tegangan-tegangan statis,
tegangan bolak-balik lengkap, tegangan berulang, yang semuanya bekerja pada
satu waktu yang sama (Shigley dan Mitchell, 1999). Gambar 2.4 menunjukkan
poros yang digunakan pada alat pengiling biji kopi tubruk yang mempunyai
diameter dalam 30 mm.
5
340mm
Ø 30 mm
Gambar 2.4 Poros penghubung
Menurut Sularso dan Suga (2004), besarnya momen puntir yang terjadi
pada poros dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
𝑝𝑑
T = 9,74 105 ..........................................................................................................................
(2.1)
𝑛1
dimana :
T = Momen puntir yang terjadi (kg.mm)
Pd = Daya recana (KW)
n1 = putaran poros pada mesin (rpm)
5,1T
τ = ......................................................................................... (2.2)
ds 3
dimana :
τ = Tegangan geser (kg/mm2)
ds = Diameter poros (mm)
5
Tegangan geser yang diizinkan untuk pemakaian umum pada poros dapat
diperoleh dengan berbagai cara. Disini tegangan geser dihitung atas dasar batas
kelelahan puntir yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang
besarnya kira-kira 45% dari kekuatan tarik σB (kg/mm2). Jadi batas kelelahan
puntir adalah 18% dari kekuatan tarik, sesuai dengan standar ASME. Untuk harga
18% ini, faktor keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil
untuk bahan SF dengan kekuatan yang dijamin, dan 6,0 untuk bahan SC dengan
pengaruh masa, dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dengan Sf1.
Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak
atau dibuat bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar.
Pengaruh kekasaran permukaaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukkan
pengaruh-pengaruh ini dalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan
sebagai Sf2 dengan harga sebesar 1,3 sampai 3,0.
Dari hal-hal diatas, besarnya tegangan geser izin dapat dihitung dengan
persamaan (Sularso dan Suga, 2004) :
σB
τa = ................................................................................... (2.3)
(Sf1 x Sf2 )
dimana :
τa = Tegangan geser izin bahan (kg/mm2)
σB = Kekuatan tarik (kg/mm2)
Sf1 = Faktor material (6,0)
Sf2 = Faktor konsentrasi tegangan (1,3 sampai 3,0)
Keadaan momen puntir juga harus ditinjau. Faktor ini dinyatakan dengan
Kt, dipilih dengan kriteria sebesar 1,0 jika beban dikenakan secara halus, 1,0
sampai 1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, dan 1,5 sampai 3,0 jika
beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar. Karena alat penggiling biji
kopi ini adalah hasil perancangan maka poros yang digunakan berdiameter 30
mm. Material poros yang digunakan adalah baja karbon konstruksi mesin (JIG G
4501) dengan lambang S45C dan mempunyai kekuatan tarik sebesar 58 kg/mm2
2.8.2 Pasak
Menurut Sularso dan Suga (2004), pasak adalah suatu elemen mesin yang
dipakai untuk menetapkan bagian-bagian mesin seperti roda gigi, pulley, dan
kopling pada poros. Beberapa macam pasak dapat dilihat pada Gambar 2.5.
5
Gambar 2.5 Macam-macam pasak.
Sumber : (Sularso dan Suga, 2004)
Dalam arah memanjang pasak dapat berbentuk prismatis atau tirus. Pasak
benam prismatis khusus dipakai sebagai pasak luncur. Pasak benam mempunyai
bentuk penampang segi empat dimana terdapat bentuk prismatis dan tirus yang
kadang-kadang diberi kepala untuk memudahkan pencabutannya.
Dalam dunia kontruksi mesin, menurut letaknya pada poros, pasak dapat
digolongkan dalam beberapa macam, antara lain :
a. Pasak rata
b. Pasak jarum
c. Pasak tembereng
d. Pasak benam
e. Pasak pelana
f. Pasak singgung, yang umumnya berpenampang segi empat
Akibat momen puntir, maka akan timbul gaya tangensial pada permukaan
poros dan besarnya gaya tangensial menurut Sularso dan Suga (2004), dapat
dihitung dengan persamaan:
T
F= ................................................................................................. (2.4)
ds /2
dimana :
F = Gaya tangensial (kg)
T = Momen puntir (kg.mm)
ds = Diameter poros (mm)
5
Harga tegangan geser izin pasak diperoleh dengan membagi kekuatan tarik
(σB ) dengan faktor keamanan (Sfk1 x Sfk1). Harga Sfk1 umumnya diambil 6 dan Sfk2
dipilh dengan pertimbangan 1-1,5 jika beban dikenakan secara perlahan-lahan,
1,5-3 jika beban dikenakan dengan tumbukan ringan, dan 2-5 jika beban
dikenakan secara tiba-tiba dan dengan tumbukan berat. Untuk itu, didapat
persamaan sebagai berikut (Sularso dan Suga, 2004) :
σB
τka = .................................................................................. (2.5)
Sfk1. Sfk2.
dimana :
τka = Tegangan geser izin bahan (kg/mm2)
σB = Kekuatan tarik (kg/mm2)
Sfk1 = Faktor keamanan untuk bahan (6)
Sfk2 = Faktor keamanan untuk kekerasan permukaan bahan (3)
dimana:
p = Tekanan permukaan (kg/mm2)
F = Gaya tangensial (kg)
l = Panjang pasak (mm)
t1 atau t2 = Kedalaman alur pasak (mm)
Sehingga τka ≥ τk
5
BAB III
PERHTUNGAN/PERENCANAAN
start
Daya yang
akan di
transmisikan p
(kw)
Putaran poros
n1 (rpm)
pp
Faktor koreksi Fc
b/d s :0.25-0.35
Lk/ds :0.75-1.5
5
5
1. Rencanakan bahan dan ukuran pasak yang terpasang pada poros
Data yang diketahui:
a. Meneruskan daya (P) = 10 KW, pada putaran (n1) = 1471 Rpm
b. Bahan poros dipilih dari =S45C,dan pasak dari =S55C.
c. Panjang pasak 1,3.ds
PENYELESAIAN :
- Pd = Fc × P(KW)
Pd = 1.0 × 10 = 10
P
- T = 9.74 × 105 × 𝑛d
1
10KW
T = 9.74 × 105 ×1471 𝑅𝑝𝑚 = 6621 (Kg.mm)
𝑘𝑔
- S45C: 𝜎𝑏 = 52 𝑚𝑚2 , Sf1 = 6.0 , Sf2 = 2.0
𝐾𝑔 𝐾𝑔
𝜎𝑏 58 58 𝐾𝑔
𝑚𝑚2 𝑚𝑚2
- 𝜏𝑠𝑎 = = = = 48.3
(𝑆𝑓1 ×𝑆𝑓2 ) (6.0×2.0) 12 𝑚𝑚2
- Kt = 2, Cb = 2
5.1 5.1 𝐾𝑔
- Ds = [ 𝜎 × 𝐾𝑡 × 𝐶𝑏 × 𝑇]1/3 = [ 𝐾𝑔 × 2 × 2 × 6621 𝑚𝑚 = 13.72mm
0 48.3
𝑚𝑚2
𝐾𝑔
𝑇 6621
𝑚𝑚
- F= 𝐷𝑠 = 13.72mm = 965 Kg
2 2
5
- Penampang pasak 10× 8 diambil dari tabel kedalaman alur
𝐾𝑔
- Jika bahan pasak dari = S55C = 72 𝑚𝑚2
𝐾𝑔
- Tekanan permukaan yang diizinkan Pa = 8 𝑚𝑚2
965 Kg
- 𝜏𝑘 = ≤4
10×𝑙1
965 kg 965 kg
l1 = = = 24.125 mm
10×4 40
965 𝐾𝑔
- P=𝑙 ≤ 8𝑚𝑚2
2 ×3.5
965 965
l2 = 8×3.5 = = 34.46 mm
28
- L = 34.46 mm
- Lk = 58 mm
𝑏 24
- = 13.72 = 1.74
𝑑𝑠
𝐿𝑘 58
- = 13.72 = 4.22
𝑑𝑠
5
BAB IV
PERAWATAN DAN PELUMASAN
2.4. Pelumasan
Dalam sistem transmisi pada mesin – mesin yang bergerak, diperlukan suatu
sistem pelumasan guna mengurangi hubungan kontak dari dua bagian yang bergerak.
Apabila tidak ada pelumasan maka akan mempercepat terjadinya kerusakan pada
komponen mesin tersebut.
5
- Pelimasan gravitasi : Dari sebuah tangki di atas bantalan minyak dialirkan
oleh gaya beratnya sendiri.
3. Tujuan dan Fungsi Pelumasan
1. Mengurangi daya energi pada bagian – bagian mesin yang saling
bergesekan.
2. Untuk memelihara ukuran sebenarnya ( menahan keausan ) dari bagian
mesin yang bergerak.
3. Membuang kotoran – kotoran yang diakkibatkan oleh pergesekan antara
koponen yang bergerak
180
Z t 0.22 S ( 25 )
S
t = ∞ - 0.0035 ( T – 60 )
Dimana :
Z = Absolute viscositas ( cp )
r. f .n
S1 ( 26 )
c. p
Dimana :
5
µ = Viskositas minyak pelumas
c = Radial cleareance ( in )
ho
0.19 ( 27 )
c
rf . f
15 ( 28 )
c
Tf .n
Fhp ( 29 )
63000
5
e. Kapasitas minyak pelumas ( Q ) dari grafik
Q
( 30 )
rf .c.n.l
Q.S
0.88 ( 31 )
Q
5
5