PENDAHULUAN
Dalam tugas Perencanaan Tambang ada dua hal yang dipertimbangkan yaitu :
1. Perencanaan Teknis, meliputi :
a. Bagaimana perhitungan cadangan ?
b. Bagaimana perhitungan kestabilan lereng ?
c. Bagaimana menghitung dimensi jenjang ? .
d. Bagaimana membuat rencana jalan tambang ?
e. Bagaimana perhitungan produksi alat mekanis ?
f. Bagaimana perhitungan produksi alat cominusi ?
g. Dan lain - lain yang diangap perlu
Dalam tugas Perencanaan Tambang ada dua hal yang ingin dicapai adalah
sebagai berikut :
1. Perencanaan Teknis, meliputi :
a. Perhitungan cadangan
b. Kestabilan lereng
c. Dimensi jenjang.
d. Rencana jalan tambang
e. Perhitungan produksi alat mekanis
f. Perhitungan produksi alat cominusi
g. Dan lain - lai yang diangap perlu.
2. Perencanaan Ekonomis, meliputi :
a. Perhitungan biaya produksi
b. Biaya variable produksi
c. Analisa cash flow
d. Perhitungan Net Value
e. Penentuan ROR
f. Analisa Payback
l.4.1 Persiapan
Pada tahap ini, penulis mengunakan waktu yang ada untuk mengumpulakan
berbagai jenis dan macam data yang dibutuhkan. Dimana data - data tersebut
diperoleh penulis melalui referensi - referensi ilmiah, jurnal - jurnal dan sumber -
sumber lain yang dianggap penting.
Adapun data yang dikumpulkan pada tahap ini meliputi data cadangan, kohesi,
sudut geser dalam, harga alat, spesifikasi alat, suku bunga bank, harga mata uang,
data curah hujan, kelembapan udara, angin, suhu, pajak bumi dan bangunan, asuransi
tenaga kerja, harga material dan data - data lain yang dapat dikumpulkan.
Tahap ini data - data yang telah dikumpul diolah untuk melakukan perencanaan
teknis yang dibutuhkan dalam melakukan penambangan seperti jalan tambang,
kemiringan lereng, dimensi jenjang, drainage, dan lain - lain. Perencanaan teknis
tersebut merupakan hal yang sangat menentukan kelancaran dalam proses
penambangan dilapangan.
Pada tahap ini dilakukan evaluasi ekonomi untuk mengetahui penambangan yang
kita rencanakan menguntungkan atau merugikan, kemudian dilakukan analisan resiko
untuk melihat pengaruh perubahan harga jual dan biaya operasi terhadap keuntungan.
1.4.4 Hasil
Setelah semua data diolah dan telah diperoleh hasil akhir perencanaan yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam menjalankan suatu usaha pertambangan.
1.4.5 Kesimpulan
Tahap ini ditarik kesimpulan dari hasil pembuatan tugas perencanaan tambang
bahwa dalam mendirikan suatu usaha perlu banyak dilakukan analisa - analisa secara
mendetail sehingga pada waktu pendirian semua resiko yang dihadapi nantinya telah
diperhitungkan. Sehingga dapat diperoleh hasil yang maksimal.
PERSIAPAN
- Penagmatan / observasi daerah penelitian
- Menyiapkan literature pendukung
- Pengambilan data awal
HASIL
Gambar 1.4.5
Bagan Alir Penelitian
BAB II
TINJAUAN UMUM
Secara umum kondisi iklim dan curah hujan di lokasi perusahaan sama dengan
kondisi daerah - daerah disekelilingnya. Temperatur rata – rata perbulan berkisar
antara 26,5º - 27,1º C. Berdasarakan klasifikasinya maka kondisi iklim cuaca dan
curah hujan rata – rata di daerah perusahaan adalah beriklim tropis.
Curah hujan yang disajikan dalam tabel 2.2, dari data tahun 2005 menunjukkan
rata – rata jumlah curah hujan maksimum terjadi pada bulan Juni yaitu 302 mm.
Sedangkan curah hujan minimum terjadi pada bulan November yaitu 48 mm. Rata –
rata curah hujan bulanan adalah 158,25 mm/bulan pada tahun 2005.
Kawasan penelitian dan sekitarnya mengalami 2 angin musim yaitu angin musim
barat laut dan angin musim timur/timur laut.
Berdasarkan hasil data BMG kabupaten Sorong angin musim barat inilah yang
membawa hujan dikawasan penelitian dan daerah sekitarnya.
Tabel 2.2.
Data curah hujan kota Sorong tahun 2005 dan 2006
TAHUN
2005 2006
BULAN
Curah Hujan Kelembaban Curah Hujan Kelembaban
( mm ) ( mm )
JANUARI 461 23 201 13
FEBRUARI 199 14 150 17
MARET 93 14 152 18
APRIL 142 11 207 7
MEI 174 15 155 21
JUNI 324 19 302 15
JULI 122 9 90 9
AGUSTUS 159 12 176 19
SEPTEMBER 75 19 75 19
OKTOBER 100 8 164 14
NOVMBER 164 10 48 7
DESEMBER 420 18 179 20
JUMLAH 2433 172 1899 179
Rata - rata 202,75 14,33 158,25 14,92
Sumber : Stasiun Geofisika Kelas III Sorong Tahun 2006
2.3.1. Morfologi
Daerah penambangan PT.PII memiliki kondisi morfologi yang datar karena
terletak di daerah pantai yang memiliki topografi yang landai. Semakin ke arah
selatan adalah daerah pegunungan yang menjadi daerah lokasi penambangan
2.3.2. Litologi
Litologi yang terdapat pada daerah lokasi perusahaan adalah batuan beku
asam – intermediete yakni batuan andesit. Batuan andesit ini yang merupakan
material yang menjadi objek penambangan perusahaan.
Gambar 2.
Struktur Organisasi Perusahaan
BAB III
DASAR TEORI
3.1 PERHITUNGAN CADANGAN
Dalam suatu industri tambang, kita harus mengetahui jumlah cadangan material
yang ada dalam lokasi penambangan kita, agar pada waktu kita menambang kita
dapat memperkirakan target produksi yang diinginkan dan lamanya umur tambang
yang dibutuhkan untuk menghabiskan jumlah cadangan yang ada.
Metode yang digunakan adalah metode “ Cross Section “ ( sayatan ) adalah
metode perhitungan cadangan yang dapat diselesaikan dengan cara membuat profil –
profil pada sayatan topografi untuk mengetahui luasan dari pada “ Overburden “ dan
luasan dari endapan baha galian.
Metode “ Cross Section “ ( sayatan ) banyak diterapkan untuk menhitung endapan
bahan galian yang berbentuk perlapisan ( batubara ). Umumnya endapan ini memiliki
perubahan parameter – parameter ( ketebalan ), luas dan kualitas. Metode ini dapat
berhasil dengan baik jika terdapat kesamaan geologi ditiap block yang ditentukan.
Rumus yang digunakan
LBTA LBTB
V xP A B
2
Dimana :
V : Volume ( m3 )
P(A– B ) : Jarak sayatan A – B ( m )
LBTA : Luas endapan bahan galian sayatan A ( m3 )
LBTB : Luas endapan bahan galian sayatan B ( m3 )
Gambar 3.1
Penampang sayatan
Lima sayatan : ( A – A1 ), ( B – B1 ), : ( C – C1 ), ( D – D1 ) dan ( E – E1 )
Untuk menentukan tonase cadangan endapan bahan galian yang akan
dihitung terlebih dahulu harus diketahui berapa berat jenis dari endapan bahan
galian tersebut.
Berat jenis ini dapat diketahui berdasarkan hasil analisa laboratorium.
Berat
Satuan Berat Jenis BJ
Volume
T = V x BJ
Effisiensi kerja alat dapat dihitung dengan menggunakan tabel effisiensi kerja, yang
menjadi ukuran bagi perlatan tambang yang bekerja baik atau tidak :
Tabel 3.1.2
Effisiensi kerja
Kapasitas blade dari bulldozer, kapasitas bucket dari wheel loader dan kapasitas
munjung dari dump truck dapat dihitung dengan mengukur panjang, lebar dan
tinggi blade, bucket dan munjung dari alat - alat tersebut.
Tetapi untuk lebih mudahkan perhitungan produksi alat berat, maka kapasitas alat
berat yang digunakan diambil langsung dari spesifikasi alat yang telah tersedia.
Pada kondisi normal, material yang terdapat dialam ditemukan dalam keadaan
padat dan terkonsolidasi dengan baik, sehingga hanya sedikit saja bagian yang
kosong yang terisi oleh udara diantara butir - batir, terlebih bila butir - butir material
sangat halus.
Untuk menghitung factor pengembangan material dipakai rumus sebagai berikut :
Untuk perhitungan perkiraan ( estimasi ) cukup dipakai angka rata - rata saja
( lampiran ... )
IxH
pE
Ct
Dimana :
P = produksi boldoser (cuyd/jam)
E = efisiensi kerja
I = Sweel factor (factor pengembangan)
H = kapasitas blade
Ct = Cycle time (waktu daur)
Rumus lain yang dapat dipergunakan untuk menghitung produksi boldoser adalah
1. P = PMT x FK
2. PMT = KBxT
3. T = 60 / Ct
4. Ct = J/F + J/F =Z
Dengan rumus rumus diatas dapat disederhanakan menjadi :
KBx 60 xFK
P
J /F J /RZ
Dimana :
P = produksi boldoser, m3 / jam
PMT = Produksi maksimum teoritis dengan efisiensi 100%, M3/jam
FK = Faktor koreksi
KB = Kapasitas bilah, m3
T = Lintasan /jam
Ct = Waktu daur (cycle time) menit
J = jam kerja, menit
F = kecepatan (forward velocity), M/menit
R = kecepatan mundur (reserve velocity) m/menit
Z = Waktu tetap, menit
T = B+ M1 N1 + M2 N2 + M3 N3 + M4 N4 + DF
Dimana :
T = Waktu yang diperlukan untuk merobohkan pepohonan untuk
lapangan kerja seluas area (= 0,047 Km2), menit
B = Waktu untuk menjelajahi lapangan seluas 1 areal tanpa
merobohkan pepohonan, menit
M = Waktu untuk merobohkan pepohonan yang memiliki diameter tertentu, menit
N = jumlah pohon tiap area untuk selang (interval) diameter tertentu.
D = Jumlah diameter semua pohon yang mempunyai diameter > 6 ft, tiap acre,
feet.
F = Waktu untuk merobohkan per-ft, diameter pepohonan yang mempunyai
diameter > 6 ft, pada lapangan datar.
3.2.5 Produksi Excavator
jarak
= kecepa tan maksimumpadatiap tiapgear
Jadi waktu edar Dump Truck dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Ct = Waktu tetap + Waktu angkut + Waktu kembali kosong
Sedangkan untuk produksi Dump Truck dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
IxH
P Ex
Ct
Dimana :
P = Produksi Dump Truck (cuyd/jam)
E = efisiensi kerja
I = “Swell factor”
H = Kapasitas bak truck
Ct = Waktu edar
Whell loader adalah salah satu alat muat yang kini banyak dipergunakan
karena gerakannya lincah dan gesit. Tetapi bila dipergunakan untuk menangani
daerah berlumpur atau daerah yang berbatu tajam, misalnya dikuari andesit, maka
sebaiknya roda roda karet dilindungi dengan rantai baja ( stell beads)
Sebelum bucket dipergunakan untuk menggali, mengangkat dan
mengangkut kesuatu tempat yang tak jauh atau langsung dimuatkan kealat angkut
yang letaknya sama tinggi dengan tempat whell loader bekerja. Daya jangkau
mangkoknya terbatas artinya tidak terlalu tinggi.
Untuk menggali, maka bucket harus didorong kearah permukaan kerja,
jika bucket telah penuh “primer mover” mundur dan bucket diangkat kesuatu
tempat penimbunan atau dimuatkan keatas alat angkut bila gerakan pemuatan itu
merupakan huruf” V ‘ maka cara pemuatan itu disebut “ V shape loading”. Cara
pemuatan yang lain disebut “Cross loading” yatiu bila gerakan whell loader hanya
maju mundur, sedangkan gerakan trucknya juga maju mundur tetapi memotong
arah gerak whell loader.
Untuk menghitung jumlah produksi whell loader rumus yang digunakan
sama dengan rumus produksi backhoe, hanya dibedakan pada pengambilan data
cycle time. Untuk whell loader pergerakannya adalah menggali, manuver
bermuatan, memuat, manuver kosong.
Produksi alat gali muat
Dimana :
qm x 60 x E
Qm = Qm : Produksi (m³/jam)
Wsm Wsm : waktu siklus alat gali muat (menit)
qm : Produksi satu siklus (m³)
Ki = Ff x Sf qi : kapasitas bucket (m³)
Qm = qi x ki Ki : Faktor bucket (%)
Ff : Faktor pengisian bucket (%)
Sf : Faktor pengembangan (%)
T = 0,6 . Lr . SO
Dimana :
T = Kapasitas Jaw Crusher
Lr = Panjang Rreceiving Opening
SO = Open Setting
Dimana :
Na : Jumlah alat angkut yang dibuat ( Buah )
Nm : Jumlah alat muat, ( Buah )
Ctm : Waktu edar alat muat, ( Menit )
Cta : waktu edar alat angkut, ( Menit )
Bila dari hasil perhitungan ternyata :
a. Faktor keserasian < 1, maka alat muat akan sering menganggur.
b. Factor keserasian > 1, maka alat angkut akan sering menganggur.
c. Faktor keserasian = 1, maka alat angkut dan alat muat sama – sama sibuk ( sudah
serasi ) dan tidak ada yang menunggu.
C
L1 = ………
y. H . Tan
Dimana :
C =Kohesi, Ton/m3
(diketahui = 2 Ton/m3 )
= Sudut Geser dalam , (di ketahui =15)
H = Tinggi lereng ( m )
y= Berat isi, kg/m2 (di ketahui =1,5 kg/m2
2. Tarik garis kedudukan harga ( 2 ) pada lingkaran dengan titik 0.
3. Prhatikan perpotongan dengan tinggi lereng dengan tinggi lereng yang di
cari.
Dengan harga :
Tg
L2 = …
Fk
Dimana :
C = Kohesi, Ton/m (di ketahui = 2 Ton/m )
= Sudut Geser dalam, (diketahui = 15 )
y = Berat isi kg/m ( diketahui =1,5 kg/m )
FK = Faktor Keamanan.
5. Hitung tinggi lereng dengan faktor keamanan (1,25) berdasarkan grafik
yang sesuai dengan muka air tanah yang ada.
C
L3 = …
Y x H x Fk
Dimana :
C = Kohesi Fk = Faktor keamanan
= Sudut geser dalam
Y = Berat isi
H = tinggi lereng
3.4.2. Dimensi Jenjang
Dimensi jenjang dilakukan agar mengetahui lebar dari masing-masing
dari
alat yang dipergunakan pada penambangan, serta panjang dan tinggi.
Pada perhitungan dimensi jenjang ini, kami membuat menurut “Head
Quarter Departement Of ARMY (USA)”
Rumus :
Wmin = Y + Wt + Ls + G + Wb
Dimana :
Wmin = lebar bench minimum
Y = lebar bench yang dibor
Wt = lebar dari alat angkut
Ls = panjang power shovel (tanpa boom)
G = “floor cutting radius” dari power shovel
Wb = lebar material hasil peledakan (dianggap sama dengan ½ )
3.5 JALAN TAMBANG
3.5.1 Lebar Jalan Tambang
a. Lebar pada jalan lurus
L = n . Wt + (n + 1) (1/2 . Wt), m
Dimana :
L = lebar jalan angkut minimum, m
n = jumlah jalur
Wt = lebar alat angkut (total),m
Gambar 3.5.1.a
Penentuan Lebar Jalan Pada Jalur Lurus
W = n (U + Fa + Fb + Z) + C
C = Z = ½ (U + Fa + Fb)
Dimana :
W = lebar jalan angkut pada tikungan, m
n = jumlah jalur
U = jarak jejak roda kendaraan, m
Fa = lebar juntai depan,m
Fb = lebar juntai belakang,m
Ad = jarak as roda depan dengan bagian depan “truck”, m
Ab = jarak as roda depan dengan bagian belakang “truck”, m
= sudut penyimpangan roda depan
C = jarak antara dua “truck” yang akan bersimpangan, m
Z = jarak sisi luar “truck” ke tepi jalan, m
Gambar 9
Penentuan Lebar Jalan pada belokan
N sin = (m . V2) : R
Dimana :
V = kecepatan rencana km/jam
R = radius tikungan, m
G = gravitasi bumi, 9,8 m/det2
Δh
Grade (α) =
ΔX
Dimana :
Δh = Beda tinggi antara dua titik yang diukur
ΔX = Jarak datar antara dua titik yang diukur
Dimana : no = δ.η.n
h = Tebal equvalen perkerasan (m)
Po = Standar tekanan gandar tunggal atau kelas jalan
Secara garis besar penanganan sistem penirisan dalam suatu tambang dapat
dilakukan dengan cara :
1. Mine Drainage.
Merupakan upaya untuk mencegah masuk dan mengalirnya air ke lokasi
penambangan. Hal ini umumnya dilakukan untuk penanganan air tanah dan
air yang berasal dari sumber air permukaan.
2. Mine Dewatering.
Merupakan upaya untuk mengeluarkan air yang telah masuk ke tempat
penggalian, terutama penanganan air hujan.
Hujan
Lebih air
LimpasanPermukaan B
Daerah Aliran B
Daerah Aliran A
Gambar 3.6
Topographic Water Devide.
a. Bila suatu proyek tetap layak pada nilai parameter pesimistik, maka dari
pandangan ekonomi proyek tersebut dapat dipertimbangkan.
b. Bila suatu proyek tetap tidak layak pada nilai parameter optimistik, maka
dari pandangan ekonomi proyek tersebut haruslah ditolak.
c. Bila suatu proyek layak pada nilai parameter optimistik, namun tidak layak
pada nilai parameter pesmistik, maka diperlukan kajian lebih lanjut tentang
proyeknya sendiri maupun resikonya.