Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagaimana telah dimaklumi bahwa dalam lingkup pendidikan yang terkecil
yaitu sekolah, guru memegang peranan yang amat penting dan strategis. Kelancaran
proses seluruh kegiatan pendidikan terutama di sekolah, sepenuhnya berada dalam
tanggung jawab para guru. Guru adalah seorang pemimpin yang harus mengatur,
mengawasi dan mengelola seluruh kegiatan proses pembelajaran di sekolah yang
menjadi lingkup tanggung jawabnya dalam menghadapi tuntunan situasi
perkembangan zaman dan pembangunan nasional, sistem pendidikan nasional harus
dapat dilaksanakan secara tepat guna dan hasil guna dalam berbagai aspek dimensi,
jenjang dan tingkat pendidikan. Keadaan semacam itu pada gilirannya akan menuntut
para pelaksana dalam bidang pendidikan diberbagai jenjang untuk mampu menjawab
tuntutan tersebut melalui fungsi-fungsinya sebagai guru.
Guru merupakan ujung tombak pendidikan, dalam lingkungan pendidikan
terutama pendidikan yang bersifat formal, guru memiliki peranan yang luar biasa
penting dan tidak bisa digantikan. Guru memiliki banyak tanggung jawab, mengatur,
mengawasi dan mengelola kelancaran proses belajar mengajar adalah salah satu tugas
yang harus diemban guru, disamping harus mampu beradaptasi dengan berbagai
macam keadaan, mulai dari siswa yang beragam dan tuntutan jaman yang selalu
berubah. Walaupun demikian, guru hanyalah manusia yang memiliki batasan dan
memerlukan dukungan dalam pelaksanaan tugasnya. Sekolah sebagai instansi atau
wadah yang menyelenggarakan pendidikan, adalah instansi yang diharapkan mampu
memberi dukungan kepada guru agar pelaksanaan tugas guru bisa lebih efektif.
Salah satu faktor yang mampu menunjang efektifitas guru adalah sarana dan
prasarana yang berada disekolah. Menurut Djatmiko (2006), guru tidak akan mampu
bekerja secara efektif jika sarana dan prasarana tidak mendukung untuk pelaksanaan
pembelajaran. Kurangnya sarana dan prasaran mampu membuat profesionalitas guru

1
menjadi kurang. Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, menjelaskan bahwa guru dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan berkewajiban untuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran dan hal ini tentu saja terkait dengan lengkapnya sarana dan prasarana
sekolah. Oleh karena itu, perlu adanya sarana dan prasarana yang mendukung
profesionalitas guru dalam pelaksanaan pembelajaran.
Adapun permasalahan sarpras yang terjadi pada jenjang pendidikan SMK saat
ini, ternyata masih didominasi oleh minimnya sarpras yang dimiliki satuan
pendidikan Kejuruan. beberapa permasalahan sarana dan prasarana (fasilitas) yang
terjadi di dunia penididikan kejuruan tergambarkan sebagai berikut: Di SMK, yang
memiliki perpustakaan sudah mencapai 90 persen, yang punya laboratorium
multimedia 75 persen. Untuk peralatan praktik, baru 45 persen SMK yang memakai
sesuai standar sekolah nasional (http://edukasi.kompas.com, 2009); masih banyak
sekolah kejuruan di wilayah Surabaya yang belum memiliki sarana prasarana praktik
sesuai dengan tuntutan kurikulum maka diperlukan mobil keliling, sementara ini
berdasarkan analisis kebutuhan terhitung 9 armada untuk 36.000 siswa, sementara
yang ada 1 armada (http://dindik.jatimprov.go.id/pusatdata, 2012); hasil penelitian
disebanyak 62 SMK swasta di wilayah Gerbangkertosusila menunjukkan bahwa
komponen penelitian yang terdiri dari situasi bengkel praktik pemenuhan reratanya
48,2%, dari segi jumlah reratanya 50,4%dan kondisi peralatan praktik
pemesinanreratanya43,9%, masing-masing komponen menunjukkan kurang standar
(http://karya-ilmiah.um.ac.id); Keluhan soal kelengkapan sarana dan prasarana (di
Mataram) yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di
laboratorium maupun bengkel SMK saat ini mengemuka. kondisinya
memprihatinkan, terutama di SMK swasta, sarana dan prasarana praktik terbatas
sehingga pembelajaran lebih banyak teori (http://edukasi.kompas.com,
2012).Minimnya alat praktik di sekolah membuat siswa SMK asal Kabupaten
Karawang kalah bersaing di dunia industri otomotif,bahkan alat yang ada seperti
mesin mobil masih menggunakan produk lama seperti yang diungkapkan Mizaq

2
Setiawan(Kepala Sekolah) pada inilah.com (Asep Mulyana, 2012). Tentu dengan
kenyataan tersebut dibutuhkanlah suatu kestandaran sarana dan prasarana minimal
yang harus dimiliki oleh setiap sekolah yang menjadi persyaratan dalam
melaksanakan pendidikan dan pelatihan. Mengingat Sekolah Menengah Kejuruan
merupakan wahana pembentukan tenaga kerja terampil untuk memenuhi tuntutan dan
pengembangan dunia usaha dan industri.
.Berdasarkan uraian di atas, penulis untuk membahasnya dalam penelitian yang
berjudul: ”PENGARUH SARANA DAN PRASARANA PENDIDIKAN
TERHADAP PROFESIONALISME GURU SMK NEGERI 1 PERCUT SEI TUAN”

B. Identifikasi Masalah
Berdasar kepada pemaparan latar belakang diatas, dapat diidentifikasi masalah
sebagai berikut.
1. Minimnya fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki satuan pendidikan
SMK.
2. Sekolah kekurangan fasilitas praktik sehingga pembelajaran lebih berfokus
terhadap teori
3. Ketersediaan fasilitas praktik saat ini belum sesuai dengan tuntutan zaman

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang dihadapi khususnya guru pendidikan
jasmani, karena adanya keterbatasan waktu, biaya dan kemampuan penulis, maka
rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut
1. Apakah sarana dan prasarana pendidikan berpengaruh terhadap
profesionalisme guru?

D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran empirik tentang
pengaruh sarana dan prasarana terhadap profesionalisme guru (Studi kasus di SMK
Negeri 1 Percut Sei Tuan)

3
E. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan berkaitan dengan hubungan sarana dan prasarana pendidikan
terhadap profesionalisme guru.
2. Manfaat Praktis
Manfaat Praktis dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan
pandangan terhadap pengaruh sarana dan prasarana terhadap kinerja
profesionalitas guru serta menjadi bahan refleksi profesionalisme dan
kedisplinan guru.

4
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kajian Konseptual
1. Sarana dan Prasarana Pendidikan
a. Pengetian Sarana dan Prasarana
Manajemen Sarana dan prasarana pendidikan memiliki peran penting
dalam pencapaian tujuan pendidikan baik bersifat kuantitatif maupun
kualitatif. Perencanaan pengadaan, pemanfaatan dan pemeliraharaan sarana
dan prasarana pendidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
kajian manajemen pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan pada
sekolah menengah tingkat atas (SMA) merupakan suatu komponen yang
menentukan terlaksananya kegiatan belajar mengajar pada SMA bersamaan
dengan komponen pendukung yang lainnya.
Proses belajar mengajar dapat berlangsung jika ada pendidik, peserta
didik, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan yang mendukung. Semua
faktor merupakan sebuah siklus dalam proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan.
Pendidikan yang ideal sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu
banyak komponen pendidikan yang merupakan sebagai satu kesatuan sistem
yang lengkap dan terpadu untuk menggerakkan pembelajaran kepada
manusia secara sempurna. sehingga pencapaian tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan dapat berjalan sebagaimana yang telah direncanakan. Salah
satu komponen tersebut adalah sarana dan prasarana pendidikan yang
memadai.
Lebih tegas lagi dalam pasal 42 bahwa “setiap satuan pendidikan
wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media
pendidikan,buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta

5
perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan”.
Sedangkan pada ayat (2) menekankan bahwa setiap satuan
pendidikanwajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas,
ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang
perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi,
ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berekreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan
untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Penjelasan di atas sejalan dengan pandangan Mulyasa
(2007:49) menyatakan bahwa:

”Sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara


langsung dipergunakan dan untuk menunjang proses pendidikan,
khususnya dalam proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas,
meja, kursi serta alat-alat dan media pengajaran”. Adapun yang
dimaksud prasarana pendidikan atau pengajaran dalam proses
pembelajaran, seperti halaman sekolah, kebun sekolah, taman sekolah
dan jalan menuju sekolah. Prasarana yang dimanfaatkan secara
langsung untuk proses belajar mengajar di sekolah, seperti taman
sekolah untuk pembelajaran biologi, halaman sekolah sekaligus
sebagai lapangan olah raga dan lain sebagainya.”

Komponen-komponen sebagaimana yang disebutkan di atas


merupakan sarana pendidikan yang mutlak harus ada dan mempunyai
standar, di samping prasarana yang lainnya, sebagai penunjang dalam
pembelajaran, hal ini, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 poin 8 yaitu :
”Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel
kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber
belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.”

6
Berdasarkan paparan definisi para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa sarana dan prasarana pendidikan adalah semua perangkat
kelengkapan dasar yang secara tidak langsung menunjang proses
pendidikan di sekolah. Dalam pendidikan misalnnya lokasi atau tempat,
bangunan sekolah, lapangan olahraga, ruang dan sebagainya. Sedangkan
sarana pendidikan adalah semua perangkat peralatan, bahan dan perabot
yang secara langsung digunakan dalam proses pendidikan disekolah,
seperti: ruang, buku, perpustakaan, labolatorium dan sebagainya

b. Pengetian Sarana dan Prasarana


Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur.
Pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan dan
fungsi-fungsi manajemen itu. G.R. Terry menyatakan bahwa manajemen
adalah satu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang
dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah
ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber
Lainnya. Jadi manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan yang diinginkan Ada kaitan yang erat antara organisasi, administrasi
dan manajemen. Administrasi dan manajemen tidak dapat dipisahkan dan
harus merupakan suatu kesatuan, hanya saja kegiatannya yang dapat
dibedakan sesuai dengan perbedaan kedua wawasan. Administrasi lebih
sempit dari manajemen, dalam administrasi tercakup dalam manajemen.
Secara spesifik administrasi merupakan satu bidang dari manajemen sebab
manajemen terdiri dari enam bidang, yakni production, marketing,
financial, personal, human relation dan administrative management.
Sergiovani (1987) mengemukakan bahwa manajemen merupakan
proses pendayagunaan semua sumber daya dalam rangka mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Pendayagunaan melalui tahapan proses yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan disebut

7
manajemen. Hal yang sama juga berlaku bagi manajemen sarana dan
prasarana pendidikan.
Dalam ruang lingkup manajemen sekolah, manajemen sarana dan
prasarana pendidikan merupakan salah satu bagian yang mutlak harus ada
dalam sistem pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan menegaskan bahwa keberlangsungan
pendidikan di Indonesia untuk mencapai standar nasional pendidikan harus
dapat memenuhi seluruh aspek dari 8 standar nasional pendidikan.
Kedelapan standar tersebut meliputi (1) standar isi, (2) standar proses, (3)
standar kompetensi lulusan, (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan,
(5) standar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan pendidikan, (7)
standar pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Berdasar kepada
peraturan tersebut jelaslah bahwa keberadaan sarana dan prasarana
pendidikan merupakan salah satu aspek yang tidak boleh diabaikan.
Untuk menghindari kesalahan dalam memahami maksud sarana dan
prasarana pendidikan, pendapat Mulyasa (2007:49) yang menyatakan
bahwa ”sarana pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan yang secara
langsung dipergunakan dan untuk menunjang proses pendidikan, khususnya
dalam proses belajar mengajar, seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi
serta alat-alat dan media pengajaran”, perlu dipahami secara mendalam.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Murniati (2008:71) bahwa
”manajemen merupakan kegiatan mengatur berbagai sumber daya, baik
manusia maupun material, dalam rangka melakukan berbagai kegiatan suatu
organisasi untuk mencapai tujuan secara optimal”
Manajemen sarana dan prasarana dengan ruang lingkup
pembahasannya yaitu melakukan perencanaan terhadap kebutuhan,
pengadaan, penyimpanan, inventarisasi, pemeliharaan, penghapusan, dan
pengawasan, untuk dapat memahami manajemen dengan baik dan benar,
sebelumnya diperlukan adanya persamaan persepsi tentang pengertian
manajemen sarana dan prasarana, fungsi manajemen sarana dan prasarana,

8
proses manajemen sarana dan prasarana. Rohiat (2009:26) menyatakan
bahwa:
”Manajemen sarana dan prasarana adalah kegiatan yang mengatur
untuk mempersiapkan segala peralatan/ material bagi terselenggaranya
proses pendidikan di sekolah. Manajemen sarana dan prasarana
dibutuhkan untuk membantu kelancaran proses belajar mengajar.
Sarana dan prasarana pendidikan adalah semua benda bergerak dan
tidak bergerak yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan belajar
mengajar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Manajemen
sarana dan prasarana merupakan keseluruhan proses peren‐canaan
pengadaan, pendayagunaan, dan pengawasan sarana dan prasarana
yang digunakan agar tujuan pendidikan di sekolah dapat dicapai
dengan efektif dan efesien. Kegiatan manajemen sarana dan prasarana
meliputi (1) perencanaan kebutuhan, (2) pengadaan, (3) penyimpanan,
(4) penginventarisasian, (5) pemeliharaan, dan (6) penghapusan sarana
dan prasarana pendidikan.”

Menurut Soebagio, M. S. (2001), manajemen sarana dan prasarana


merupakan proses kegiatan perencanaan, pengorganisassian, pengadaan,
pemeliharaan, penghapusan dan pengendalian logistik atau perlengkapan.
Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa manajemen
sarana dan prasarana pendidikan adalah semua komponen yang sacara
langsung maupun tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan
untuk mencapai tujuan dalam pendidikan itu sendiri.

c. Perencanaan Sarana dan Prasarana Pendidikan


Untuk mengatur dan mempersiapkan segala peralatan dan material
yang dibu‐ tuhkan sebagai penunjang demi lancarnya proses kegiatan
belajar mengajar di sekolah/ madrasah perlu adanya sumber daya manusia
yang mempunyai kapasitas tentang itu. Pengalaman yang dimiliki seseorang
baik dalam bidang ilmu pengetahuan maupun dalam keahlian (SDM) akan
berpengaruh besar dalam melakukan perencanaan kebutuhan, pemanfaatan
sarana dan prasarana pendidikan. Ilmu manajemen mengupas tentang
usaha‐usaha manusia dalam memamfaatkan semua potensi yang ada secara

9
optimal guna mencapai tujuan yang diharapkan, demikian pula dalam
bidang pendidikan pada tingkat madrash Ibtidaiyah guna mencapai tujuan
lembaga pendidikan tersebut perlu ditetapkan praktek‐praktek manajemen.
Dubrin dalam Rasima (2007:11) menegaskan bahwa
“sumber daya yang dimaksudkan dalam manajemen dapat dibagi ke
dalam empat bentuk yaitu:
1) Human Resourse, adalah manusia yang diperlukan untuk menjalan-kan
pekerjaan.
2) Finansial resourse, merupakan uang yang dipergunakan manajer dan
organisasi untuk meembiayai pekerjaan guna mencapai tujuan
organisasi;
3) Physical Resourse, merupakan barang dan bangunan termasuk bahan
baku, ruang kantor, fasilitas produksi, dan peralatan kantor yang
dipergunakan untuk beroperasinya suatu organisasi:
4) Informasional resourse, merupakan data yang dipergunakan manajer
dan organisasi sebagai dasar pertimbangan untuk menjalankan
pekerjaan dalam mencapai tujuan organisasi.
Kemampuan manajerial kepala sekolah dalam mengoperasionalkan,
menggerakkan sumberdaya manusia secara maksimal dan mendayagunakan
sarana dan prasarana secara efektif, kesemuanya itu adalah sebagai faktor
penunjang dalam meningkatkan kualitas keluaran pendidikan. Atmodiwirio
(2005:161) menyatakan bahwa: “kepala sekolah adalah seorang guru
(jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural
(kepala Sekolah). Ia adalah pejabat yang ditugaskan untuk mengelola
sekolah”.
Semakin kompleknya kebutuhan dalam menyelenggarakan
pendidikan, semakin besar akan kebutuhan sarana dan prasarana
pendidikan, semakin majunya pengetahuan maka semakin sistematis
penataan dan pendekatan yang diperlukan. Oleh karena itu, kepala sekolah

10
harus menjadikan kebutuhan terhadap penerapan manajemen dan
menjalankan fungsi-fungsinya dalam bidang pendidikan.
Lebih lanjut, Suryobroto (2005:115) berpendapat bahwa: ”pada garis
besarnya manajemen sarana dan prasarana meliputi lima hal yakni: a)
penentuan kebutuhan, b) proses pengadaan, c) pemakaian, d) pengurus dan
pencatatan, e) pertanggungjawaban.
Dalam hal ini Bafadal (2008:27) menawarkan beberapa kriteria
perencanaan pengadaan perlengkapan sekolah sebagai berikut.
1) Perencanaan perlengkapan sekolah itu merupakan proses menetapkan
dan memikirkan.
2) Objek pikir dalam perencanaan perlengkapan sekolah adalah upaya
memenuhi sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan sekolah.
3) Tujuan perencanaan perlengkapan sekolah harus memenuhi prinsip-
prinsip:
4) Perencanaan perlengkapan sekolah harus betul-betul merupakan
proses intelektual;
5) Perencanaan didasarkan pada analisis kebutuhan melalui studi
komprehensif mengenai masyarakat sekolah dan kemungkinan
pertumbuhannya serta prediksi populasi sekolah.
6) Perencanaan perlengkapan sekolah harus realitis, sesuai dengan
kenyataan anggaran.
7) Visualisasi hasil perencanaan perlengkapan sekolah harus jelas dan
rinci, baik jumlah, jenis, merek, dan harganya.
Kriteria di atas perlu ditaati, di samping itu ada beberapa langkah
perencanaan, pengadaan, perlengkapan yang perlu di perhatikan. Lebih
lanjut Bafadal (2008:29), berpendapat bahwa ada beberapa langkah
perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan disekolah, yaitu sebagai
berikut:

11
1) Menampung semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang
diajukan setiap unit kerja sekolah dan atau menginvestasikan
kekurangan perlengkapan sekolah.
2) Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk peiode
tertentu, misalnya untuk satu triwulan atau satu tahun ajaran.
3) Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan
perlengkapan yang telah tersedia sebelumnya. Dalam rangka itu,
perencana atau panitia pengadaan mencari informasi tentang
perlengkapan yang telah dimiliki oleh sekolah. salah satu cara adalah
dengan jalan membaca buku inventaris atau buku induk barang,
Berdasarkan panduan tersebut lalu disusun rencana kebutuhan
perlengkapan, yaitu membuat daftar semua perlengkapan yang
dibutuhkan disekolah.
4) Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah
yang telah tersedia. Apabila dana yang tersedia tidak mencukupi untuk
pengadaan kebutuhan ini maka perlu dilakukan seleksi terhadap semua
kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan, dengan melihat
urgensi setiap perlengkapan tersebut. semua perlengkapan yang urgen
segera didaftar.
5) Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan dengan dana
atau anggaran yang ada. Apabila ternyata masih melebihi dari
anggaran yang tersedia perlu dilakukan seleksi lagi dengan cara
membuat skala peioritas.
6) Penetapan rencana pengadaan akhir.

Sucipto, Basuki Mukti (2004) berpendapat bahwa tidak dapat kita


pisahkan antara kegiatan belajar mengajar (KBM) dengan sarana dan
prasarana guna menyukseskan pendidikan di sekolah. Maka hal utama yang
harus dilakukan dalam pengelolaan perlengkapan sekolah adalah pengadaan
sarana dan prasarana. Aktivitas pertama dalam manajemen sarana prasarana

12
pendidikan adalah pengadaan sarana prasarana pendidikan. Pengadaan
perlengkapan pendidikan biasanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan perkembangan pendidikan di suatu sekolah menggantikan
barang-barang yang rusak, hilang, dihapuskan, atau sebab-sebab lain yang
dapat dipertanggungjawabkan sehingga memerlukan pergantian, dan untuk
menjaga tingkat persediaan barang setiap tahun dan anggaran mendatang.
Kebutuhan akan sarana dan prasarana di sekolah haruslah
direncanakan. Sebagai manajer pendidikan, kepala sekolah haruslah
mempunyai proyeksi kebutuhan sarana dan prasarana untuk jangka
panjang, jangka menengah, jangkapendek. Proyeksi kebutuhan akan sarana
dan prasana sekolah dibuat dengan mempertimbangkan dua aspek, ialah
kebutuhan aspek pendidikan di satu pihak dan kemampuan sekolah di pihak
lain.
Setelah rencana pengadaan sarana dan prasarana dibuat langkah
berikut-nya yakni pengadaan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan
sekolah. Pengadaan sarana dan prasrana ini, bisa dilakukan dengan
pembelian, meminta sumbangan, pengajuan bantuan ke pemerintah (untuk
sekolah-sekolah negeri) dan pengajuan kepihak yayasan (untuk sekolah-
sekolah swasta), pengajauan ke komite sekolah (dewan sekolah), tukar
menukar dengan sekolah lain dan menyewa. Tim yang ditunjuk untuk
melakukan pengadaan sarana dan prasarana sekolah hendaknya membuat
daftar ceklis tentang berbagai jenis sarana dan prasarana yang akan
diadakan, semua spesifikasi teknis, standar kualitas akan mudah direalisasi
dan dikontrol. Oleh karena itu, agar spesifikasi teknis, standar kualitas dan
utilitas sarana dan prasarana yang proses pengadaannya dengan meminta
sumbangan atau bantuan dari pemerintah tidak mengalami deviasi, perlu
dibuat proposal yang jelas.
Sebelum proposal diselesaikan, tim yang ditunjuk oleh sekolah
melakukan survey baik terhadap harga, merek dan kualifikasi barang yang
dibutuhkan sebagai kajian banding atas berbagai jenis barang dengan merk

13
dan spesifikasi teknisnya, sehingga jenis barang yang akan diminta dapat
diketahui kelebihan dan kekurangannya (standar kualitasnya). Kemampuan
sekolah sangat menentukan dalam merumuskan kebutuhannya sendiri
(termasuk di dalamnya sarana dan prasarana sekolah), dengan memenuhi
aspek utilitas dan memenuhi syarat standar kualitas.
Dubrin dalam Rasima (2007:11) menegaskan bahwa
“sumber daya yang dimaksudkan dalam manajemen dapat dibagi ke
dalam empat bentuk yaitu:
1) Human Resourse, adalah manusia yang diperlukan untuk menjalan-kan
pekerjaan.
2) Finansial resourse, merupakan uang yang dipergunakan manajer dan
organisasi untuk meembiayai pekerjaan guna mencapai tujuan
organisasi;
3) Physical Resourse, merupakan barang dan bangunan termasuk bahan
baku, ruang kantor, fasilitas produksi, dan peralatan kantor yang
dipergunakan untuk beroperasinya suatu organisasi;
4) Informasional resourse, merupakan data yang dipergunakan manajer
dan organisasi sebagai dasar pertimbangan untuk menjalankan
pekerjaan dalam mencapai tujuan organisasi.
Kemampuan manajerial kepala sekolah dalam mengoperasionalkan,
menggerakkan sumberdaya manusia secara maksimal dan mendayagunakan
sarana dan prasarana secara efektif, kesemuanya itu adalah sebagai faktor
penunjang dalam meningkatkan kualitas keluaran pendidikan. Atmodiwirio
(2005:161) menyatakan bahwa: “kepala sekolah adalah seorang guru
(jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural
(kepala Sekolah). Ia adalah pejabat yang ditugaskan untuk mengelola
sekolah”.
Semakin kompleknya kebutuhan dalam menyelenggarakan
pendidikan, semakin besar akan kebutuhan sarana dan prasarana
pendidikan, semakin majunya pengetahuan maka semakin sistematis

14
penataan dan pendekatan yang diperlukan. Oleh karena itu, kepala sekolah
harus menjadikan kebutuhan terhadap penerapan manajemen dan
menjalankan fungsi-fungsinya dalam bidang pendidikan.
Lebih lanjut, Suryobroto (2005:115) berpendapat bahwa: ”pada garis
besarnya manajemen sarana dan prasarana meliputi lima hal yakni: a)
penentuan kebutuhan, b) proses pengadaan, c) pemakaian, d) pengurus dan
pencatatan, e) pertanggungjawaban.
Dalam hal ini Bafadal (2008:27) menawarkan beberapa kriteria
perencanaan pengadaan perlengkapan sekolah sebagai berikut.
1) Perencanaan perlengkapan sekolah itu merupakan proses menetapkan
dan memikirkan.
2) Objek pikir dalam perencanaan perlengkapan sekolah adalah upaya
memenuhi sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan sekolah.
3) Tujuan perencanaan perlengkapan sekolah harus memenuhi prinsip-
prinsip:
4) Perencanaan perlengkapan sekolah harus betul-betul merupakan proses
intelektual;
5) Perencanaan didasarkan pada analisis kebutuhan melalui studi
komprehensif mengenai masyarakat sekolah dan kemungkinan
pertumbuhannya serta prediksi populasi sekolah.
6) Perencanaan perlengkapan sekolah harus realitis, sesuai dengan
kenyataan anggaran.
7) Visualisasi hasil perencanaan perlengkapan sekolah harus jelas dan
rinci, baik jumlah, jenis, merek, dan harganya.
8) Kriteria di atas perlu ditaati, di samping itu ada beberapa langkah pe-
rencanaan, pengadaan, perlengkapan yang perlu di perhatikan. Lebih
lanjut
Bafadal (2008:29), berpendapat bahwa ada beberapa langkah
perencanaan pengadaan perlengkapan pendidikan disekolah, yaitu sebagai
berikut:

15
1) Menampung semua usulan pengadaan perlengkapan sekolah yang
diajukan setiap unit kerja sekolah dan atau menginvestasikan
kekurangan perlengkapan sekolah.
2) Menyusun rencana kebutuhan perlengkapan sekolah untuk peiode
tertentu, misalnya untuk satu triwulan atau satu tahun ajaran.
3) Memadukan rencana kebutuhan yang telah disusun dengan
perlengkapan yang telah tersedia sebelumnya. Dalam rangka itu,
perencana atau panitia pengadaan mencari informasi tentang
perlengkapan yang telah dimiliki oleh sekolah. salah satu cara adalah
dengan jalan membaca buku inventaris atau buku induk barang,
Berdasarkan panduan tersebut lalu disusun rencana kebutuhan
perlengkapan, yaitu membuat daftar semua perlengkapan yang
dibutuhkan disekolah.
4) Memadukan rencana kebutuhan dengan dana atau anggaran sekolah
yang telah tersedia. Apabila dana yang tersedia tidak mencukupi untuk
pengadaan kebutuhan ini maka perlu dilakukan seleksi terhadap semua
kebutuhan perlengkapan yang telah direncanakan, dengan melihat
urgensi setiap perlengkapan tersebut. semua perlengkapan yang urgen
segera didaftar.
5) Memadukan rencana (daftar) kebutuhan perlengkapan dengan dana
atau anggaran yang ada. Apabila ternyata masih melebihi dari
anggaran yang tersedia perlu dilakukan seleksi lagi dengan cara
membuat skala peioritas.
6) Penetapan rencana pengadaan akhir.

d. Pemanfaatan Sarana dan Prasraana Pendidikan


Manajemen aset sekolah merupakan upaya untuk mengelola sarana-
prasarana sekolah agar nilai gunanya tidak merosot. Kata ”pemanfaatan”
adalah serangkaian kegiatan terencana dan sistematis yang dilakukan secara

16
rutin maupun berkala, jadi anjuran untuk memanfaatkan sarana dan
prasarana pendidikan dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun
1993 tentang Sistem Pendidikan Dasar dan Menengah menegaskan bahwa
”guru wajib mengunakan perangkat atau sarana pendidikan seperti
laboratorium untuk kegiatan proses belajar mengajar dan dibarengi dengan
peningkatan frekuensi penggunaan secara maksimal”. Berdasarkan
peraturan pemerintah tersebut menggunakankan sarana pendidikan
merupakan kewajiban.
Bafadal (2008:42) menawarkan bahwa ”ada tiga hal pokok yang perlu
dilakukan oleh personal sekolah yang akan memakai perlengkapan di
sekolah, yaitu: (a) memahami petunjuk penggunaan perlengkapan
pendidikan, (b) menata perlengkapan pendidikan, (c) memelihara, baik
secara kontinyu maupun berkala terhadap perlengkapan pendidikan.

e. Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Pendidikan


Aset sekolah, baik gedung, dan lingkungannya merupakan wahana
belajar yang perlu diperlakukan sebagai “amanah” yang perlu dikelola
dengan baik. Manajemen sekolah sepenuhnya bertanggung jawab terhadap
seluruh kegiatan pemeliharaan baik dalam bentuk perumusan, rincian
pekerjaan, tugas serta kegiatan adalah berdasarkan pada hirarkis organisasi,
orang-orang yang memiliki kesanggupan dan kemampuan melaksanakannya
sebagai prasyarat bagi tercipta-nya kerjasama yang harmonis dan optimal
untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Kelancaran operasional pemeliharaan dilakukan sesuai dengan
prosedur yang sudah ditetapkan dan dibutuhkan organisasi pelaksana
dengan ketentuan:
1) Seluruh personil mempunyai tugas, tanggung jawab, dan wewenang
yang jelas dan terukur.
2) Seluruh personil merupakan bagian dari manajemen sekolah, komite
sekolah, wali murid dan masyarakat sekitarnya yang dianggap

17
memiliki kepedulian dan pengalaman serta memahami permasalahan
dibidang bangunan gedung beserta sarana penunjangnya.
3) Seluruh personil tersebut siap untuk mengabdikan tenaga, waktu dan
pikiran demi tujuan dalam menjaga, memelihara dan merawat gedung
sekolah.
Secara makro manajemen aset ini menyangkut kegiatan inventarisasi
atau penyusunan data-base sarana-prasarana sekolah, penyusunan program
peme-liharaan, perawatan, perbaikan dan pembangunan (kembali) gedung
sekolah, perangkat dan lingkungannya. Secara mikro, manajemen aset
sekolah di tingkat sekolah sendiri menyangkut upaya pemeliharaan dan
perawatan kecil yang dilakukan oleh warga sekolah sendiri (siswa, guru,
penjaga, komite sekolah, masyarakat sekitar).
Pemeliharaan perlengkapan sekolah, seperti perabot dan peralatan
kantor, serta pengajaran dilakukan pemeliharaan secara kontinyu dan
berkala agar selalu dalam keadaan siap pakai. Sarana dan Prasarana sekolah
yang difokuskan untuk didata dan dilakukan kegiatan pemeliharaannya
terutama: ruang kelas, ruang guru, ruang pimpinan, perpustakaan,
laboratorium (IPA), ruang UKS, tempat ibadah, jamban (KM/WC), gudang,
ruang sirkulasi dan tempat bermain/olah raga.
Tujuan kegiatan pemeliharaan Sarana dan Prasarana adalah: (a) untuk
memelihara prasarana secara berkelanjutan; (b) adanya jaminan terhadap
kualitas prasarana; (c) adanya keuntungan yang berkelanjutan dari hasil
pemanfaatan prasarana.
Dengan kata lain, pemeliharaan Sarana-Prasarana sekolah dan
lingkungan-nya dimaksudkan untuk: (a) Untuk mengoptimalkan pemakaian
dan umur bangunan, jika dilihat dari faktor ekonomis bahwa memelihara
adalah untuk mencapai efisiensi penggunaan anggaran perawatan. (b)
menjamin kesiapan operasional penggunaan gedung dan penunjangnya,
sehingga kegiatan yang dilakukan dapat optimal. (c) menjamin keandalan
bangunan melalui kegiatan pengecekan secara rutin dan teratur. (d)

18
menjamin keselamatan orang atau siswa yang menggunakan gedung beserta
sarana penunjangnya.
Beberapa tindakan awal yang perlu dilakukan ialah sebagai berikut.
1) Membangkitkan rasa memiliki sekolah kepada seluruh siswa.
2) Membina siswa untuk disiplin dengan cara yang efektif dan di terima
oleh semua siswa.
3) Memupuk rasa tanggung jawab kepada siswa untuk menjaga dan
memelihara keutuhan dari sarana dan prasarana gedung sekolah yang
ada. Siswa dilibatkan dalam hal kegiatan positif yaitu: (1) Regu piket
harian (2) Kegiatan Jumat bersih (3) Lomba kebersihan kelas setahun
(atau enam bulan) sekali.
4) Sarana dan prasarana gedung sekolah disiapkan secara prima sehingga
tidak mudah rusak jika digunakan secara benar.
5) Memberikan arahan/pengaruh yang dapat menyebabkan guru dan
kepala sekolah tergerak untuk melaksanakan tugas dan kegiatannya
secara bersama-bersama melakukan upaya pemeliharaan.
6) Melakukan pembinaan dan kerjasama dengan masyarakat di luar
sekolah.
f. Prinsip-prinsip Manajemen Sarana dan Prasarana Pendidikan
Agar tujuan-tujuan manajemen perlengkapan bisa tercapai ada
beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam mengelola perlengkapan di
sekolah, prinsip-prinsip yang dimaksud tersebut menurut Bafadal (2003)
adalah sebagai berikut.
(a) Prinsip Pencapaian Tujuan
Pada dasarnya manajemen sarana dan prasarana pendidikan di sekolah
diterapkan dengan maksud agar semua fasilitas sekolah dalam keadaan
kondisi siap pakai. Oleh sebab itu, manajemen sarana dan prasarana
pendidikan dapat di katakan berhasil bilamana fasilitas sekolah itu selalu
siap pakai setiap saat, apabila akan didayagunakan oleh personel sekolah
dalam rangka pencapaian tujuan proses pembelajaran di sekolah.

19
(b) Prinsip Efisiensi
Dengan prinsip efisiensi semua kegiatan pengadaan sarana dan
prasarana sekolah di lakukan dengan perencanaan yang hati, sehingga bisa
memperoleh fasilitas yang berkualitas baik dengan harga yang relatif
murah. Dengan prinsip efisiensi berarti bahwa pemakaian semua fasilitas
sekolah hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya, sehingga dapat
mengurangi pemborosan. Maka perlengkapan sekolah hendaknya di-
lengkapi dengan petunjuk teknis penggunaan dan pemeliharaannya.
Petunjuk teknis tersebut di komunikasikan kepada semua personil sekolah
yang diperkirakan akan menggunakannya. Selanjutnya, bilamana dipandang
perlu, di lakukan pembinaan terhadap semua personel.
(c) Prinsip Administratif
Di Indonesia terdapat sejumlah peraturan perundang-undangan yang
berkenaan dengan sarana dan prasarana pendidikan, sebagai contoh adalah
peraturan tentang inventarisasi dan penghapusan perlengkapan milik negara.
Dengan prinsip administratif berarti semua perilaku penge-lolaan
perlengkapan pendidikan di sekolah itu hendaknya selalu memper-hatikan
undang-undang, peraturan, instruksi, dan pedoman yang telah diberlakukan
oleh pemerintah. Sebagai upaya penerapannya, setiap penanggung jawab
pengelolaan perlengkapan pendidikan hendaknya me-mahami semua
peraturan perundang-undangan tersebut dan menginfor-masikan kepada
semua personel sekolah yang diperkirakan akan ber-partisipasi dalam
pengelolaan perlengkapan pendidikan.
(d) Prinsip Kejelasan Tanggung Jawab
Di Indonesia tidak sedikit adanya kelembagaan pendidikan yang
sangat besar dan maju. Oleh karena besar, sarana dan prasarananya sangat
banyak sehingga manajemennya melibatkan banyak orang. Bilamana hal itu
terjadi, maka perlu adanya pengorganisasian kerja pengelolaan
perlengkapan pendidikan. Dalam pengorganisasiannya, semua tugas dan

20
tanggung jawab semua orang yang terlibat itu perlu di deskripsikan dengan
jelas.
(e) Prinsip Kekohesifan
Dengan prinsip kekohesifan berarti manajemen perlengkapan
pendidikan di sekolah hendaknya terealisasikan dalam bentuk proses kerja
sekolah yang sangat kompak. Oleh karena itu, walaupun semua orang yang
terlibat dalam pengelolaan perlengkapan itu telah memiliki tugas dan
tanggung jawab masing-masing, namun antara satu dengan yang lainnya
harus selalu bekerja sama dengan baik.

2. Profesionalisme Guru
a. Pengertian Profesionalisme
Dalam konteks profesionalisme terdapat tiga istilah yang dibahas, yakni
profesi, profesional, dan profesionalisme.
1) Profesi
Profesi adalah riwayat pekerjaan, pekerjaan (tetap), pencaharian pekerjaan
yang merupakan sumber penghidupan. Soejipto dan Raflis Kosasih
mengutip pendapat Ornnstein dan Levine menyatakan bahwa profesi
adalah jabatan, dia menulis beberapa tentang pengertian profesi yaitu (1)
melayani masyarakat merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang
hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan); (2) memerlukan bidang dan
keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai (tidak setiap orang
dapat melakukannya); (3) memerlukan perhatian khusus dengan waktu
yang panjang.
Kata profesi dapat diketahui dari tiga sumber makna, yaitu makna
etimology, makna terminology, dan makna sociology. Secara etimologi,
profesi berasal dari istilah bahasa Inggris profession atau bahasa Latin
profecus, yang artinya mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau
ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Secara terminology, profesi
dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan

21
tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental, bukan
pekerjaan manual. Kemampuan mental di sini menurut Sudarwan Danim
(2002:21) adalah: “adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai
instrument untuk melakukan perbuatan praktis.” Menurut Makmun
(1996:47) “profesi menunjukkan suatu kepercayaan (to profess mean to
trust), bahkan suatu keyakinan (to belief in) atas suatu kebenaran (ajaran
agama) atau kredibilitas seseorang, dan menunjukkan suatu pekerjaan atau
urusan tertentu (a particular business).”
2) Profesional
Profesional adalah tindakan melakukan pekerjaan yang sudah dikuasai atau
telah dibandingkan baik secara konsepsional secara teknik atau latihan.
Menurut S. Prayudi A, (1979), istilah profesional dapat diartikan pula
sebagai: “usaha untuk menjalankan salah satu profesi berdasarkan keahlian
dan keterampilan yang dimiliki seseorang dan berdasarkan profesi itulah
seseorang mendapatkan suatu imbalan pembayaran berdasar-kan standar
profesinya.”
3) Profesionalisme
Profesionalisme berasal dari istilah professional yang dasar katanya adalah
profesi (profession). Makmun (1996:48) mengemukakan bahwa
profesional berarti persyaratan yang memadai sebagai suatu profesi. Selain
itu menurut Tilaar (1999) istilah profesional mengandung makna: (1)
sesuatu yang bersangkutan dengan profesi, (2) memerlukan kepandaian
khusus untuk menjalankannya, (3) mengharuskan adanya pembayaran
untuk melaku-kannya (lawan amatir). Menurut Dedi Supriyadi (1998:95)
dan Sudarwan Danim (2002:22), kata professional merujuk pada dua hal:
Pertama, adalah orang yang menyandang sutau profesi, orang yang
biasanya melakukan pekerjaan secara otonom dan dia mengabdi diri pada
pada pengguna jasa disertai rasa tanggung jawab atas kemampuan
profesionalnya, atau penampilan seseorang yang sesuai dengan ketentuan
profesi. Kedua, adalah kierja atau performance seseorang dalam melakukan

22
pekerjaan yang sesuai dengan profesinya. Pada tingkat tinggi, kinerja itu
dimuati unsur-unsur kiat atau seni (art) yang menjadi ciri tampilan
professional seorang penyandang profesi.
Profesionalisme dalam pendidikan tidak lain ialah seperangkat fungsi dan
tugas dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh
melalui pendidikan dan latihan khusus di bidang pekerjaan yang mampu
menekuni bidang profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru
yang profesional yang memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan
atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa profesionalisme
merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut didalam
pengetahuan dan teknologi dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai
kegiatan yang bermanfaat

b. Karakteristik Profesi
Uraian tentang profesi, professional, profesionalisme, dan
profesionalisasi yang dikemukakan di atas sebenarnya sudah memberikan
gambaran dan penjelasan secara nyata tentang sifat-sifat khas atau
karakteristik dari sebuah profesi. Telaahan tentang karakteristik profesi telah
banyak dilakukan para pakar yang meminatinya, namun menurut Makmun
(1996:48) “tidak ada kesimpulan hasil kajian para pakar tersebut mengenai
perangkat karakteristik keprofesian.”
Ornstein & Levine dalam Soetjipto dan Raflis Kosasi (1999:15)
menyatakan bahwa profesi itu adalah jabatan yang memiliki beberapa
karakteristik. Ornstein & Levine mengemukakan paling sedikit ada 14
karakteristik sebuah profesi seperti yang diuraikannya di bawah ini.
1) Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan
sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
2) Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan
khalayak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya)

23
3) Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktik (teori
baru dikembangkan dari hasil penelitian)
4) Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang.
5) Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mem-punyai persyaratan
masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau
ada persya-ratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendu-dukinya).
6) Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu
(tidak diatur oleh orang luar).
7) Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan unjuk
kerja yang ditampilkan yang ber-hubungan dengan layanan yang
diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang
diputuskannya, tidak dipindahkan ke atasan atau instansi yang lebih
tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku.
8) Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien; dengan penekanan
terhadap layanan yang akan diberikan.
9) Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya; relative
bebas dari supervisi dalam jaba-tan (misalnya dokter memakai tenaga
administrasi untuk mendapat klien, sementara tidak ada supervisi dari
luar terhadap pekerjaan dokter itu sendiri).
10) Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
11) Mempunyai asosiasi profesi dan atau kelompok ‘elite’ untuk mengetahui
dan mengakui keberhasilan anggo-tanya (keberhasilan tugas dokter
dievaluasi dan dihargai oleh organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI),
bukan oleh Departemen Kesehatan
12) Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau
menyangsikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
13) Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari public dan kepercayaan
diri setiap anggotanya (anggota masyarakat selalu menyakini dokter
lebih tahu tentang penyakit pasien yang dilayaninya).

24
14) Mempunyai status sosial dan ekonomi yang tinggi (bila dibanding
dengan jabatan lainnya).

c. Profesionalisme Guru
Dalam pendidikan, guru adalah seorang pendidik, pembimbing,
pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang menarik,
memberi rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas. Keberadaannya di
tengah-tengah siswa dapat mencairkan suasana kebekuan, kekakuan, dan
kejenuhan belajar yang terasa berat diterima oleh para siswa. Kondisi
seperti itu tentunya memerlukan keterampilan dari seorang guru, dan tidak
semua mampu melakukannya. Menyadari hal itu, maka penulis
menganggap bahwa keberadaan guru profesional sangat diperlukan.
Guru yang profesional merupakan faktor penentu proses pendidikan
yang bermutu. Untuk dapat menjadi profesional, mereka harus mampu
menemukan jati diri dan mengaktualkan diri. Pemberian prioritas yang
sangat rendah pada pembangunan pendidikan selama beberapa puluh tahun
terakhir telah berdampak buruk yang sangat luas bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara (Asrorun Ni’am Sholeh, 2006:. 9).
Mengomentari mengenai adanya keterpurukan dalam pendidikan saat
ini, penulis sangat menganggap penting akan perlunya keberadaan guru
profesioanal. Untuk itu, guru diharapkan tidak hanya sebatas menjalankan
profesinya, tetapi guru harus memiliki keterpanggilan untuk melaksanakan
tugasnya dengan melakukan perbaikan kualitas pelayanan terhadap anak
didik baik dari segi intelektual maupun kompetensi lainnya yang akan
menunjang perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar serta
mampu mendatangkan prestasi belajar yang baik.
Menyadari akan peran guru dalam pendidikan, Muhibbin Syah dalam
bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru mengemukakan
bahwa guru dalam pendidikan modern seperti sekarang bukan hanya
sekedar pengajar melainkan harus menjadi direktur belajar. Artinya, setiap

25
guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa
agar mencapai keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagaimana telah
ditetapkan dalam sasaran kegiatan pelaksanaan belajar mengajar. Sebagai
konsekuensinya tugas dan tanggung jawabnya menjadi lebih kompleks.
Perluasan tugas dan tanggung jawab tersebut membawa konsekuensi
timbulnya fungsi-fungsi khusus yang menjdi bagian integral dalam
kompetensi profesionalisme keguruan yang disandang para guru.
Menanggapi kondisi tersebut, Muhibbin Syah (2007: 250) mengutip
pendapat Gagne bahwa setiap guru berfungsi sebagai:
1) Designer of intruction (perancang pengajaran)
2) Manager of intruction (pengelola pengajaran).
3) Evaluator of student learning (penilai prestasi belajar siswa).
Dalam sebuah situs yang membahas mengenai profesionalisme dunia
pendidikan, Suciptoardi memaparkan bahwa guru diharapkan melaksanakan
tugas kependidikan yang tidak semua orang dapat melakukannya, artinya
hanya mereka yang memang khusus telah bersekolah untuk menjadi guru,
yang dapat menjadi guru profesional.
Tidak dapat dinaifkan bahwa memang tidak mudah merumuskan dan
menggambarkan profil seorang guru profesional. Suciptoardi menegaskan
bahwa guru itu adalah sebuah profesi. Sebagai profesi, memang diperlukan
berbagai syarat, dan syarat itu tidak sebegitu sukar dipahami, dan dipenuhi,
kalau saja setiap orang guru memahami dengan benar apa yang harus
dilakukan, mengapa ia harus melakukannya dan menyadari bagaimama ia
dapat melakukannya dengan sebaik-baiknya, kemudian ia melakukannya
sesuai dengan pertimbangan yang terbaik. Dengan berbuat demikian, ia
telah berada di dalam arus proses untuk menjadi seorang profesional, yang
menjadi semakin profesional.
Menanggapi kembali mengenai perlunya seorang guru yang
profesional, penulis berpendapat bahwa guru profesional dalam suatu
lembaga pendidikan diharapkan akan memberikan perbaikan kualitas

26
pendidikan yang akan berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Dengan
perbaikan kualitas pendidikan dan peningkatan prestasi belajar, maka
diharapkan tujuan pendidikan nasional akan terwujud dengan baik.
Dengan demikian, keberadaan guru profesional selain untuk
mempengaruhi proses belajar mengajar, guru profesional juga diharapkan
mampu memberikan mutu pendidikan yang baik sehingga mampu
menghasilkan siswa yang berprestasi. Untuk mewujudkan itu, perlu
dipersiapkan sedini mungkin melalui lembaga atau sistem pendidikan guru
yang memang juga bersifat profesional dan memeliki kualitas pendidikan
dan cara pandang yang maju.

d. Aspek-Aspek Profesionalisme Guru


Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas
mengenai pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan
menjelaskan mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru
yang profesional. Karena seorang guru yang profesional tentunya harus
memiliki kompetensi profesional. Dalam buku yang ditulis oleh E. Mulyasa
(2008), kompetensi yang harus dimiliki seorang guru itu mencakup empat
aspek sebagai berikut.
1) Kompetensi Pedagogik
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir
a dikemukakan bahwa kompetensi pedagogik adalah kemapuan
mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman
terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (E. Mulyasa,
2008: 75).
2) Kompetensi Kepribadian
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir
b, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi

27
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil,
dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan
berakhlak mulia (E. Mulyasa, 2008: 117).
3) Kompetensi Profesioanal
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir
c dikemukakan bahwa yang dimaksud kompetensi profesional adalah
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan
mendalam yang memungkinkan membimbing pesrta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan (E. Mulyasa, 2008: 135).
4) Kompetensi Sosial
Dalam Standar Nasional Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat (3) butir
d dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi sosial
adalah ke-mampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk
berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserte didik, dan
masyarakat sekitar (E. Mulyasa, 2008: 173).

Alisuf Sabri dalam jurnal Mimbar Agama dan Budaya mengutip


pernyataan Mitzel yang mengemukakan bahwa seorang guru dikatakan
efektif dalam mengajar apabila ia memiliki potensi atau kemampuan untuk
mendatang-kan hasil belajar pada murid-muridnya. Untuk mengatur efektif
tidaknya seorang guru, Mitzel menganjurkan cara penilaian dengan 3
kriteria, yaitu: presage, process dan product. Dengan demikian seorang
guru dapat dikatakan sebagai guru yang efektif apabila ia dari segi: presage,
ia memiliki personality attributes dan teacher knowledge yang diperlukan
bagi pelaksanaan kegiatan mengajar yang mampu mendatangkan hasil
belajar kepada murid. Dari segi process, ia mampu menjalankan (mengelola
dan melaksanakan) kegiatan belajar-mengajar yang dapat mendatangkan

28
hasil belajar kepada murid. Dari segi product ia dapat mendatang-kan hasil
belajar yang dikehendaki oleh masing-masing muridnya.
Dengan penjelasan di atas berarti latar belakang pendidikan atau ijazah
sekolah guru yang dijadikan standar unsur presage, sedangkan ijazah selain
pen-didikan guru berarti nilainya di bawah standar. Berdasarkan
pemahaman dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
mutu guru dapat diramal-kan dengan tiga kriteria yaitu: presage, process
dan product yang unsur-unsurnya sebagai berikut.
1) Kriteria presage (tanda-tanda kemampuan profesi keguruan) yang terdiri
dari unsur-unsur (a) latar belakang pre-service dan in-service guru, (b)
pengalaman mengajar guru, (c) penguasaan pengetahuan keguruan, dan
(d) pengabdian guru dalam mengajar.
2) Kriteria process (kemampuan guru dalam mengelola dan melaksanakan
proses belajar mengajar) terdiri atas (a) kemampuan guru dalam
merumus-kan Rancangan Proses Pembelajaran (RPP); (b) kemampuan
guru dalam melaksanakan (praktik) mengajar di dalam kelas; serta (c)
kemampuan guru dalam mengelola kelas.
3) Kriteria product (hasil belajar yang dicapai murid-murid) yang terdiri
dari hasil-hasil belajar murid dari bidang studi yang diajarkan oleh guru
tersebut.
Dalam prakteknya meramalkan mutu seorang guru di sekolah atau di
madrasah tentunya harus didasarkan kepada effektifitas mengajar guru
tersebut sesuai dengan tuntutan kurikulum sekarang yang berlaku, dimana
guru dituntut kemampuannya untuk merumuskan dan mengintegrasikan
tujuan, bahan, metode, media dan evaluasi pengajaran secara tepat dalam
mendisain dan mengelola proses belajar mengajar, di samping itu guru juga
harus mampu melaksanakan atau membimbing terjadinya kualitas proses
belajar yang akan dialami oleh murid-muridnya (Alisuf Sabri, 1992: 16-18).

29
B. Kerangka Berfikir
Pada dasarnya penelitian tentang profesionalisme guru sangatlah banyak
telah dilakukan oleh yang lain dengan berbagai cara dan metode. Akan tetapi,
pada penelitian ini akan dibahas bagaimana posisi profesionalisme guru
dikaitkan dengan keberadaan sarana dan prasarana pendidikan di sekolah secara
umum, terutama pengaruh keberadaan sarana dan prasarana yang ada di SMK
Negeri 1 Percut Sei Tuan.
Pada penelitian-penelitian terdahulu, pengkajian atas sarana dan prasarana
pendidikan diteliti secara parsial, khususnya yang berkaitan dengan media
pembelajaran saja. Demikian pula halnya permasalahan profesionalisme guru
yang hanya difokuskan terhadap profesionalisme akademik saja. Pada
penelitian ini, variabel sarana dan prasarana diteliti dalam berbagai aspek, yakni
manajemen sarana dan prasarana pendidikan yang ada di sekolah. Demikian
pula halnya dengan profesionalisme guru yang mencakup empat kompetensi
guru secara terpadu, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi pribadi,
kompetensi profesi, dan kompetensi sosial.
Atas dasar pemikiran tersebut, kerangka pemikiran yang digunakan dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Sarana dan Prasarana Profesionalisme Guru


Pendidikan (X) (Y)

1. Prinsip pencapaian 1. Kompetensi Pedagogik


tujuan. 2. Kompetensi Kepribadian
2. Prinsip efisiensi. 3. Kompetensi Sosial
3. Prinsip administratif. 4. Kompetensi Prefesional
4. Prinsip kejelasan
tanggung jawab.
5. Prinsip kekohesifan

30
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
C. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang
masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya.Hipotesis
dalam penelitian ini adalah:
H1: Terdapat pengaruh sarana dan prasarana sekolah terhadap profesionalisme
guru.
H0: Tidak terdapat pengaruh sarana dan prasarana sekolah terhadap
profesionalisme guru.

31
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian yang dituju adalah SMK Negeri 1 Percut Sei Tuan, yang
beralamat di Jl. Kolam No. 03, Medan Estate, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli
Serdang Prov. Sumatera Utara. Adapun Waktu Penelitian ini akan dilakukan
selam 3 bulan.

B. Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian Deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan yang ada
dalam penelitian. Pendekatan ini menekankan pada prosedur yang ketat dalam
menentukan variabel-variabel penelitiannya. Keketatan pendekatan ini sudah
terlihat dari asumsi dasar penelitian kuantitatif. Pembahasan asumsi dasar yang
dipakai dalam penelitian kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai
obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam
bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Reliabilitas dan validitas
merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan
ini karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan
kemampuan replikasi serta generalisasi penggunaan model penelitian sejenis.
Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan
pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya,
seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan digunakan.
Juga, pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan
penafsiran angka statistik bukan makna secara kebahasaan dan kulturalnya

32
C. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan
menggunakan teknik survey. Singarimbun (2003:3) mengemukakan bahwa
penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi
dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok.
Sementara itu, Sugiyono (2004:11) mengemukakan bahwa menurut tingkat
eksplanasinya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian asosiatif. Penelitian
asosiatif adalah penelitian yang mencari pengaruh antara satu variabel dengan
variabel lainnya. Variabel yang dimaksud dalam penelitian ini adalah (1) sarana
dan prasarana pendidikan dan (2) profesionalisme guru SMK Negeri 1 Percut
Sei Tuan.

D. Teknik Analisis Data


Data akan dianalisis dengan cara :Uji Validitas dan Reliabilitas
Menggunakan SPSS
a. Analisis Regresi Sederhana. Analisis data diarahkan pada pengujian
hipotesis yang diawali dengan deskripsi data penelitian dari variabel dalam
bentuk distribusi frekuensi dan histogramnya serta menentukan persamaan
regresinya. Analisis regresei linier sederhana diawali dengan pengujian
asumsi klasik dengan persamaan regresi sebagai berikut.
Y = a + bX + e
Keterangan:
Y : SARPRAS
X : PROFESIONALISME
a : konstanta
b : koefisien regresi atau slope garis regresi Y atas X,
e : alat presiksi yang terjadi secara acak
b. Analisa deskriptif untuk mengetahui rata-rata, median, standar deviasi dan
varian data. Skala Likert adalah skala yang digunakan untuk mengukur

33
persepsi, sikap atau pendapat seseorang atau kelompok mengenai sebuah
peristiwa atau fenomena sosial, berdasarkan definisi operasional yang telah
ditetapkan oleh peneliti. Pengolahan data secara deskriptif adalah dengan
cara memperoleh hasil perkalian dari jumlah responden dengan skor
pilihan jawaban yang diberikan. Seluruh hasil perkalian dari jumlah
responden pada masing-masing pilihan jawaban ini (pada masing-masing
item) dijadikan dasar penafsiran data hasil penelitian secara deskriptif.
Skala interpretasi yang digunakan adalah sebagai berikut.
Angka 0% – 20% = Sangat lemah
Angka 21% – 40% = Lemah
Angka 41% – 60% = Cukup
Angka 61% – 80% = Kuat
Angka 81% – 100% = Sangat kuat

E. Defenisi Operasional Penelitian


Penelitian tentang ”Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap
Profesionalisme Guru SMA Al-Muawanah Cianjur” terdiri atas dua variabel,
yakni variabel sarana dan prasarana pendidikan sebagai variabel independen
(X), dan variabel profesionalisme guru sebagai variabel dependen (Y).
Agar penggunaan peristilahan pada kedua variabel tersebut tidak rancu,
maka diperlukan definisi operasional atas keduanya disertai dengan
pengembangan masing-masing variabel secara operasional.
1. Sarana dan Prasarana Pendidikan
Sarana dan prasarana pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini
ada-lah pengelolaan manajemen sarana dan prasarana pendidikan dengan
me-ngacu kepada teori yang dikemukakan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 poin 8:
”Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang
berkaitan dengan kriteria minimal tentang ruang belajar, tempat
berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja,

34
tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain,
yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.”
Di samping itu, operasionalisasi variabel ini juga didasarkan kepada
pendapat Bafadal (2003) tentang prinsip-prinsip manajemen sarana dan
prasarana, yang kemudian dijadikan indikator penelitian ini, yakni:
1) Prinsip Pencapaian Tujuan
2) Prinsip Efisiensi
3) Prinsip Administratif
4) Prinsip Kejelasan Tanggungjawab
5) Prinsip Kekohesifan

2. Profesionalisme Guru
Profesionalisme guru sebagai variabel dependent mengacu kepada
pasal 28 ayat (3) butir (a), (b), (c), dan (d) tentang kompetensi guru.
Keempat kompetensi tersebut adalah (a) kompetensi pedagogik, (b)
kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesi, dan (d) kompetensi sosial.

35
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Edisi


Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.
Atmodiwirio, Soebagio. (2005). Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta:
Ardanizya Jaya
Azwar, Saifuddin. (1998). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
E. Mulyasa. (2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. PT. Remaja Rosda
Karya: Bandung
Bafadal, Ibrahim. (2008). Manajemen Perlengkapan Sekolah :Teori dan Aplikasinya.
Jakarta : PT Bumi Aksara
Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005, tentang Standar
Nasional Pendidikan, www.parlemen.ri./E3.pdf.
Rohiat (2009). Manajemen Sekolah teori dasar dan Praktek. Bandung: Refika
Aditama

36

Anda mungkin juga menyukai