Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

EKONOMI TEKNIK

STUDI PERMINTAAN DAN PENAWARAN


RUMAH TINGGAL
Dosen Pengampu: Danny Setiawan, ST., M.Sc.

Oleh:
Alvin Pradana
5160811049

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA

YOGYAKARTA
2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga Makalah Ekonomi Teknik ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Makalah praktikum ini disusun guna memenuhi persyaratan tugas besar
dan sebagai salah satu syarat mencapai derajat S-1 program studi Teknik Sipil,
Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Teknologi Yogyakarta dari mata kuliah
Ekonomi Teknik.

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun tidak lepas dari bantuan


berbagai pihak yang telah membantu. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Bapak Muhammad Yani Bhayusukma, Ph.D., selaku Ketua Program Studi


Teknik Sipil.
2. Bapak Muhammad Yani Bhayusukma, Ph.D., selaku dosen wali.
3. Danny Setiawan S.T., M.Sc., selaku dosen mata kuliah Ekonomi Teknik.
4. Rekan-rekan mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Teknologi Yogyakarta.
5. Semua pihak yang telah membantu selama penyusunan makalah ini yang
tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.

Dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki,


penyusun menyadari Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak senantiasa diharapkan untuk
peningkatan berikutnya.

Semoga Makalah ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya.

Yogyakarta, 20 Maret 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iiiii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 3
2.1. Perumahan .............................................................................................. 3
2.1.1. Pengertian Perumahan ................................................................... 3
2.1.2. Jenis-jenis Perumahan .................................................................... 3
2.1.3. Rumah Tinggal Sebagai Konsumsi ............................................... 5
2.1.4. Rumah Tinggal Sebagai Investasi ................................................. 5
2.1.5. Permintaan Rumah Tinggal ........................................................... 6
2.2. Permintaan dan Penawaran Perumahan ............................................. 8
2.2.1. Hukum Penawaran dan Permintaan ............................................. 8
2.2.2. Fenomena Pasar Perumahan ......................................................... 8
2.2.3. Permintaan Terhadap Perumahan ................................................ 9
2.2.4. Penawaran Terhadap Perumahan .............................................. 10
2.3. Faktor Nilai Tanah dan Permintaan Perumahan ............................. 11
2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tanah ................................... 11
2.3.2. Faktor Permintaan ........................................................................ 12
2.4. Dampak Permintaan Perumahan ....................................................... 14
2.4.1. Pengertian Dampak ...................................................................... 14
2.4.2. Dampak Negatif ............................................................................. 14
2.4.3. Dampak Positif .............................................................................. 16
2.5. Kebijakan Pengaturan Perumahan .................................................... 16
2.5.1. Kebijakan Sisi Penawaran ........................................................... 16
2.5.2. Kebijakan Sisi Permintaan .......................................................... 17
2.5.3. Kebijakan Pembaruan Kembali Daerah Perkotaan .................. 17
2.6. Konsep Ability to Pay (ATP) dan Wilingness to Pay (WTP) ............... 18
2.6.1. Ability to Pay (ATP) ....................................................................... 18
2.6.2. Willingness to Pay (WTP) .............................................................. 19
2.6.3. Hubungan (ATP) dengan (WTP) .................................................. 19
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 22
3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rumah adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal/hunian dan
sarana pembinaan keluarga. Merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, selain
kebutuhan sandang, pangan, layanan kesehatan dan pendidikan. Rumah sebagai
sarana “memanusiakan‟ manusia, pemberi ketentraman hidup dan sebagai pusat
kegiatan berbudaya manusia. Memiliki rumah merupakan investasi jangka panjang
(Yudohusodo dkk;1991). Nilai dari suatu rumah terletak dalam hubungan antara
elemen-elemen kegiatan perumahan, yakni: pelaku (actor), aktivitasnya (activities),
dan prestasi atau hasilnya (achievment). Nilai rumah akan menyangkut nilai pasar
dari unit rumah serta nilai manusiawidan nilai sosial dari proses bermukim.
Sehingga rumah sebagai produk dalam perumahanyang dapat menunjang
pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya dsb.
Rumah menjadi pemenuhan kebutuhan dari aspek psikologis, yaitu sebagai
aktualisasi seseorang atau menjadi objek investasi. Terkait dengan aspek
investasiini, rumah dipandang sebagai produk, yaitu komoditas yang dapat
diperjual-belikan. Dalam makalah ini, akan dibahas mengenai identifikasi
permasalahan permintaan perumahan terkait dengan ekonomi kota.
Permintaan adalah jumlah barang yang diminta pada jumlah dalam waktu
tertentu,sedangkan penawaran adalah jumlah barang atau jasa yang tersedia dan
dapat ditawarkan oleh produsen kepada konsumen pada setiap tingkat harga selama
periode waktu tertentu. Dari sini kita sudah melihat bahwa Permintaan dan
Penawaran memiliki hubungan yang erat satu sama lain untuk mendukung
perdagangan. Pertama kita perlu mengetahui apa faktor saja yang mempengaruhi
permintaan dan penawaran, berikutnya kita dapat melihat bagaimana permintaan
dan penawaran membentun harga pasar.

1
Dalam menetapkan harga rumah para pengusaha bidang properti khususnya
rumah tingal perlu mempertimbangkan kemampuan membayar (Ability to Pay,
ATP) dan kesediaan membayar (Willingness to Pay, WTP) calon pembeli.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan yang dapat disimpulkan berdasarkan uraian latar belakang
diatas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah tingkat daya beli masyarakat luas terhadap kebutuhan
rumah tinggal?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat?
3. Bagaimanakah pengaruh daya beli masyarakat terhadap hukum
permintaan dan penawaran dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah
tinggal?
4. Bagaimanakah pengaruh Ability to Pay (ATP) dan Willingness to Pay
(WTP) terhadap permintaan dan penawaran?

1.3. Tujuan
Berdasarkan uraian dari rumusan masalah diperoleh tujuan dari pembuatan
studi ini sebagai berikut:
1. Menjelaskan ragam persoalan pemenuhan kebutuhan perumahan yang
kaitannya dengan permintaan dan penawaran terhadap pemenuhan
kebutuhan tersebut.
2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi tingkat permintaan dan
penawaran terhadap kebutuhan tersebut.
3. Menganalisis keterkaitan antara Ability to Pay (ATP) dan Willingness to
Pay (WTP) terhadap permintaan dan penawaran.
4. Memberikan solusi permasalahan permintaan perumahan yang terjadi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perumahan
2.1.1. Pengertian Perumahan
Berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan
Permukiman, Yang dimaksud dengan perumahan adalah kelompok rumah
yangberfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian yang dilengkapi dengan
sarana danprasarana lingkungan. Menurut Suparno Sastra M. dan Endi Marlina
pengertian perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan (Perencanaan dan Pengembangan Perumahan, 2006:29). Bagian
dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan
perkotaan, maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal
atau lingkungan hunian dan tempatkegiatan yang mendukung perikehidupan
dan penghidupan.
Ada perbedaan mendasar pola pembangunan permukiman di perkotaan dan
perdesaan. Wilayah permukiman di perkotaan sering disebut sebagai daerah
perumahan, memiliki keteraturan bentuk secara fisik. Artinya sebagian besar rumah
menghadap secara teratur ke arah kerangka jalan yang ada dan sebagian besar
terdiridari bangunan permanen, berdinding tembok dan dilengkapi dengan
penerangan listrik. Kerangka jalannya pun ditata secara bertingkat mulai dari jalan
raya, penghubung hingga jalan lingkungan atau lokal.

2.1.2. Jenis-jenis Perumahan


Menurut Suparno,dkk (2006), jenis perumahan dibagi menjadi 3golongan,di
antaranya yaitu:
1. Perumahan Sederhana
Perumahan sederhana merupakan jenis perumahan yang
biasanyadiperuntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan

3
mempunyaiketerbatasan daya beli. Jenis perumahan ini memiliki fasilitas
yang masih minim. Halini dikarenakan pihak pengembang tidak dapat
menaikkan arga jual bangunan danfasilitas pendukung operasional
seperti pada perumahan menengah dan mewah,dimana harga sarana dan
prasarana perumahan dibebankan kepada konsumen.Perumahan
sederhana biasanya terletak jauh dari pusat kota. Hal tersebutdikarenakan
harga tanah di sekitar pusat kota yang mahal sehingga tidak
dapatdibebankan kepada konsumen.
2. Perumahan Menengah
Perumahan menengah merupakan jenis perumahan yang biasanyadi
peruntukkan bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah
dan menengah ke atas. Jenis perumahan ini sudah dilengkapi dengan
sarana dan prasarana penunjang operasional, seperti pengerasan jalan,
btamannya, jalan serta lampu taman dan lampu jalan, bahkan dilengkapi
juga dengan fasilitas untuk olah raga seperti lapangan tenis. Perumahan
menengah biasanya terletaktidak jauh dari pusat kota yang strategis
letaknya terhadap berbagai fasilitaspendukung lain seperti pusat
perbelanjaan, pusat pendidikan, pusat kegiatanpelayanan perdagangan
dan jasa.
3. Perumahan Mewah
Perumahan mewah merupakan jenis perumahan yang dikhususkan
bagimasyarakat yang berpenghasilan tinggi. Jenis perumahan ini
dilengkapi dengansarana dan prasarana penunjang operasional yang
sudah sangat lengkap, sepertipusat olah raga, taman dan fasilitas
bermain, gedung pertemuan, pusatperbelanjaan, bahkan fasilitas rekreasi. Hal
tersebut dikarenakan penghuni rumah tersebut menginginkan kemudahan akses dan
pelayanan sekitar perumahan yang cepat dan lengkap. Perumahan mewah
biasanya hanya ada di kota-kota besardimana lokasinya beada di pusat kota,
karena konsumennya menginginkan kemudahan akses dan pelayanan sekitar
perumahan yang serba instan.

4
2.1.3. Rumah Tinggal Sebagai Konsumsi
Umumnya tujuan seseorang memiliki rumah adalah untuk tujuan
konsumsi. Menurut catatan Econit Advisory Group, konsumsi didorong oleh
pendapatan riil masyarakat yang meningkat, baik kelompok atas maupun bawah.
Jadi peningkatan konsumsi masyarakat terjadi akibat optimisme konsumen pada
prospek pemulihan ekonomi, serta peningkatan pendapatan riil masyarakat. Hanya,
konsumsi tidak selalu menggunakan dana tunai dari tabungan masyarakat. Sebab,
jumlah tabungan sering tak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah
tangga. Maka, mereka pun mengajukan kredit ke perbankan, baik secara langsung
atau menggunakan kartu kredit, misalnya, untuk membeli rumah. Untuk itulah
pihak perbankan menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) untuk
membantu masyarakat dalam mendapatkan rumah yang diinginkan.
Ada dua hal yang menyebabkan dunia perbankan meningkatkan alokasi KPR-
nya. Pertama, bank memiliki kelebihan dana namun mereka khawatir untuk
menyalurkan kredit ke sektor besar seperti korporat, karena risikonya besar.
Sebagai alternatif, mereka mengalihkan ke kredit konsumen antara lain KPR.
Faktor kedua adalah kondisi makro ekonomi saat ini yang cenderung
mengalami kenaikan positif. Apalagi, sasaran KPR ini adalah para end
user (pengguna akhir), yang mempunyai kebutuhan riil termasuk membeli rumah
sebagai tempat tinggal. Jika ekonomi membaik masyarakat bisa membeli rumah
dengan cara tunai atau mengangsur. Hal ini yang ditangkap sebagai peluang
perbankan sehingga pemberian KPR diprediksi semakin meningkat.

2.1.4. Rumah Tinggal Sebagai Investasi


Selain untuk tujuan konsumsi, rumah tinggal juga dapat dijadikan sebagai
suatu investasi. Di dalam teori ekonomi makro, investasi rumah tinggal
dikategorikan sebagai salah satu bentuk investasi perusahaan. Investasi rumah
tinggal terdiri dari bangunan tempat tinggal untuk keluarga tunggal dan keluarga
banyak, untuk selanjutnya akan disebut sebagi perumahan (Joesron, 1991).
Perumahan yang ada diasumsikan sebagai salah satu bentuk aset yang dapat
dimiliki oleh pemilik kekayaan di antara beberapa alternatif lainnya Perumahan
digolongkan sebagai suatu aset karena memiliki umur ekonomis yang lama. Karena

5
lamanya umur ekonomis tersebut, investasi perumahan pada tahun tertentu hanya
merupakan bagian yang kecil saja dari stok perumahan yang ada.
Investasi perumahan harus memperhatikan stok rumah yang tersedia.
Permintaan akan stok perumahan tergantung pada pengembalian riil neto yang
didapat dari memiliki rumah, dimana pengembalian bruto terdiri dari sewa, jika
rumah disewakan, atau pengembalian implisit yang diterima pemilik rumah dengan
tinggal dirumah tersebut, ditambah capital gain. Pengembalian bruto adalah
pendapatan yang mungkin diterima dari memiliki rumah sebelum memasukkan
biaya dalam perhitungan. Biaya pemilikan rumah terdiri dari beban bunga cicilan
kredit perumahan, ditambah pajak dan depresiasi. Penerimaan neto didapat setelah
mengurangi penerimaan bruto dengan biaya-biaya tersebut. Kenaikan penerimaan
neto akan menjadikan rumah sebagai suatu investasi yang menarik.

2.1.5. Permintaan Rumah Tinggal


Turner (1976) mengemukakan bahwa dalam suatu keluarga terdapat tiga
faktor yang mendorong untuk memiliki rumah. Pertama, keamanan, yaitu rumah
tidak saja dijadikan tempat tinggal, tapi juga dapat memberi rasa aman bagi
penghuninya. Kedua, identitas, yaitu rumah dapat dijadikan sebagai sarana
pemenuhan harga diri. Ketiga, kesempatan, yaitu dikaitkan dengan kesempatan
memiliki rumah yang terbatas (Ludis, 1995).
Permintaan rumah terutama dipengaruhi oleh tiga faktor: pendapatan, tingkat
suku bunga kredit perumahan (hipotek), dan pajak. Ketika pendapatan naik, maka
lebih banyak keluarga yang membeli rumah pertamanya atau pindah ke rumah yang
lebih besar. Masyarakat akan meningkatkan permintaan ketika mereka
memperkirakan ada pendapatan lebih tinggi yang sifatnya tetap. Tingkat suku
bunga kredit perumahan akan mempengaruhi permintaan karena pembayaran kredit
akan terbebani dengan bunga. Sementara itu, peraturan pajak yang dikeluarkan
pemerintah memang tidak sering berubah, tapi ketika dilakukan akan
mempengaruhi permintaan perumahan (Dornbusch et. al., 2004).
Barret dan Blair (1988) mengemukakan bahwa faktor ekonomi yang secara
langsung mempengaruhi keberhasilan proyek perumahan adalah permintaan dan

6
penawaran. Permintaan diasumsikan merupakan fungsi dari populasi, pendapatan,
tenaga kerja, harga, pajak, suku bunga, uang muka, dan harapan masa depan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa populasi, tenaga kerja dan pendapatan mempunyai
hubungan yang kuat terhadap permintaan rumah (Soeharjoto, 2002).
Chaterjee pada tahun 1978 melakukan penelitian mengenai permintaan
rumah tinggal di lima kota besar Indonesia yang meliputi Medan, Jakarta, Bandung,
Yoyakarta dan Denpasar. Dengan menggunakan data cross sectional pada periode
1968-1969 dan 1969-1970, hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap region
memiliki pertumbuhan permintan yang berbeda antara pulau Jawa dan luar Jawa.
Permintaan rumah tinggal di pulau Jawa tumbuh lebih cepat karena adanya
pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat daripada luar Jawa.
Menururt Iskandar (2002), secara umum permintaan rumah tinggal
dipengaruhi beberapa faktor, yaitu:
1. kekayaan masyarakat, semakin tinggi pendapatan, maka tingkat
permintaan akan meningkat
2. Tingkat pengembalian modal dari memiliki rumah. Jika kenaikan riil
nilai rumah sebagai suatu investasi naik, maka permintaan rumah akan
meningkat
3. Pendapatan yang bisa diterima dari aset lain
4. Suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku bunga, maka akan semakin
besar cicilan yang harus dibayarkan sehingga semakin rendah minat
masyarakat dalam membeli rumah tinggal
5. Pertambahan penduduk dan pendapatan. Dalam jangka panjang,
pertambahan penduduk dan pendapatan akan semakin meningkatkan
permintaan terhadap rumah
Sedangkan Joesron (1991) menyatakan bahwa selain permintaan, faktor
penawaran akan perumahan juga turut mempengaruhi ketersediaan stok
perumahan. Penawaran perumahan baru merupakan fungsi dari harga perumahan
tersebut. Penawaran rumah baru dipengaruhi oleh biaya faktor-faktor produksi yang
digunakan dan faktor faktor teknologi yang mempengaruhi biaya bangunan. Selain
itu, penawaran rumah baru juga merupakan investasi bruto, yaitu tambahan total
pada stok perumahan.

7
2.2. Permintaan dan Penawaran Perumahan
2.2.1. Hukum Penawaran dan Permintaan
Hukum penawaran dan permintaan dalam segi ekonomi, dapat
dijabarkansebagai berikut:
1. Kenaikan permintaan menyebabkan kenaikan baik pada harga
ekuilibriummaupun kuantitas ekuilibrium.
2. Penurunan permintaan menyebabkan penurunan baik pada harga
ekuilibriummaupun kuantitas ekuilibrium.
3. Kenaikan penawaran menyebabkan penurunan harga ekuilibrium dan
mempengaruhi kuantitas ekuilibrium.
4. Penurunan penawaran menyebabkan kenaikan harga
ekuilibrium danmenyebabkan penurunan kuantitas ekuilibrium.
Pemilik sumber daya akan menawarkan sumber dayanya kepada
alternatifdengan pembayaran tertinggi, hal lain diasumsikan sama. Seperti
permintaan danpenawaran untuk barang dan jasa akhir, pengeluaran dan
pemasukan sumber daya tergantung pada keinginan dan kemampuan pembeli serta
penjual untuk berpartisipasi dalam pertukaran pasar. Pasar akan bergerak menuju
tingkat upah ekuilibrium atau harga pasar (Richard G. Lipsey & Peter O. Steiner
Douglas, 2000).
Kuantitas yang diminta adalah jumlah produk yang akan dibeli rumah
tanggadalam suatu periode tertentu jika rumah tangga tersebut dapat memenuhi
semuayang diinginkan dengan harga pasar terkini (William A. Checern, 2002).

2.2.2. Fenomena Pasar Perumahan


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang sangat
besar.Pada tahun 2005, jumlah penduduk Indonesia berada dalam urutan yang ke-
enam didunia. Tingkat pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong tinggi
biladibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya. Peningkatan
jumlahpenduduk itu juga akan meningkatkan kebutuhan atas fasilitas tempat
tinggal, yangberarti pula meningkatkan kebutuhan akan unit-unit hunian
baru.Rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi manusia.

8
Berdasarkan pendekatan Maslow, rumah sebagai pemenuhan kebutuhan
manusiadapat merupakan perwujudan dari pemenuhan berbagai kebutuhan, dari
tingkat yangpaling dasar hingga tingkat yang paling tinggi. Perkembangan tingkat
ekonomi yang terjadi di masyarakat menyebabkan rumah tidak hanya sekedar
pemenuhan terhadap kebutuhan dasar.
Rumah menjadi pemenuhan kebutuhan dari aspek psikologis, yaitu sebagai
aktualisasi seseorangatau menjadi objek investasi. Terkait dengan aspek investasi
ini, rumah dipandangsebagai produk, yaitu komoditas yang dapat diperjual-
belikan.Pada daerah dengan potensi baik, seperti potensi wisata, potensi
ekonomi,potensi pendidikan dan lain-lain, investasi dapat berupa usaha sewa
ataupun jualbeli. Investasi rumah dipandang sebagai investasi hari tua, dalam arti
bahwa rumahyang dibeli direncanakan sebagai tempat tinggal untuk masa tua
atau masa pensiun,dan dapat pula investasi rumah ini digunakan sebagai suatu
usaha dagang, jual beliunit hunian.

2.2.3. Permintaan Terhadap Perumahan


Pada persamaan permintaan perumahan, variable harga rumah,
pendapatanmasyarakat, dan harga barang substirusi merupakan unsur yang
sangatmenentukan. Unsur produk perumahan yang tersedia di pasaran juga
ikutmenentukan permintaan terhadap jasa perumahan, serta unsur
tingkatpengembalian modal dalam kegiatan investasi perumahan dan kekayaan
rumahtangga juga ikut menentukan.Diasumsikan bahwa variable-variabel selain
harga produk adalah tetap, makaakan dapat digambarkan kurva permintaan
terhadap produk perumahan. Kurva inipada dasarnya mempunyai bentuk dan sifat
sama dengan permintaan terhadap barang dan jasa pada umumnya, mempunyai
sudut (slope) negative, yang didasarkanpada hukum permintaan (law of demand ).
Akan tetapi bila asumsi berubah, misalnya tejadi peningkatan
pendapatanmasyarakat secara signifikan, maka akan menyebabkan pergeseran
fungsi permintaan ke kanan (dari d1 ke d2) .
Akibatnya, baik harga dan jumlah rumah yangdiminta akan naik. Bila terjadi
kenaikan inflasi cukup tinggi sehingga daya belimasyarakat menurun, maka kurva
permintaan akan bergeser ke kiri (dari d1 ke d2), harga dan jumlah produk

9
perumahan yang diminta akan turun. Untuk lebih jelasnyamengenai kurva
permintaan perumahan dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar Kurva Permintaan Rumah dan Pergeserannya


Sumber : Syafrizal, 2012

2.2.4. Penawaran Terhadap Perumahan


Penawaran produk perumahan pada dasarnya menunjukkan jumlah
produkperumahan yang dapat ditawarkan pada masyarakat pada berbagai tingkat
harga.Aspek-aspek yang berkaitan dengan kegiatan produksi akan berpengaruh
langsungpada penawaran jasa produk perumahan ini. Sama halnya pada analisis
permintaanproduk perumahan ini juga dibagi atas dua jenis yaitu jasa perumahan
dan jumlahrumah.Diasumsikan bahwa faktor-faktor lain di luar harga produk
perumahan dianggap tetap, maka kurva penawaran produk perumahan mempunyai
sudut (slope) positif. Bentuk kurva penawaran dilandasi oleh hukum penawaran
(law of supply) dimanaterdapat hubungan positif antara jumlah penawaran rumah
dengan harga produkperumahan bersangkutan, hal ini bertujuan untuk memperoleh
keuntungan yangmaksimum.
Bila asumsi tersebut mengalami perubahan, misalnya terjadi peningkatan
hargabahan bangunan di pasaran sehingga biaya produksi perumahan meningkat
tajam,menyebabkan terjadinya pergeseran kurva penawaran ke kiri sehingga jumlahproduk
perumahan yang ditawarkan cenderung menurun, sedangkan bila terjadikemajuan teknologi
konstruksi perumahan sehingga biaya produksi dapat ditekan,maka kurva penawaran akan

10
bergeser ke kanan dan jumlah penawaran rumah akancenderung meningkat. Untuk lebih
jelasnya mengenai kurva penawaran perumahandapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar Kurva Penawaran Rumah dan Pergeserannya


Sumber :Syafrizal, 2012

2.3. Faktor Nilai Tanah dan Permintaan Perumahan


2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Tanah
Seorang ahli real estate (anonim), pernah menyatakan bahwa ada 3 cara untuk
menguji apakah suatu real estate “baik” atau tidak, yaitu pertama lokasi, kedua
lokasi, dan ketiga lokasi (Ray M. Northam, 1975). Namun secara keseluruhan,
ada 4 faktor yang mempengaruhi nilai tanah, yaitu:
1. Faktor ekonomi.
Faktor ekonomi berkaitan dengan keadaan ekonomi
global/internasional,nasional, regional maupun lokal. Variabel-variabel
permintaan (demand) yangmempengaruhi nilai tanah termasuk di
dalamnya ialah jumlah tenaga kerja, tingkatupah, tingkat pendapatan dan
daya beli, tersedianya keuangan, tingkat suku bungadan biaya transaksi.
2. Faktor sosial
Faktor sosial membentuk pola penggunaan tanah pada suatu
wilayah.Kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, tingkat kejahatan dan
kebanggaan memiliki (daerah bergengsi) adalah faktor-faktor sosial yang
mempengaruhi nilaitanah.

11
3. Faktor politik dan kebijakan pemerintah
Kebijakan pemerintah di bidang hukum dan politik mempengaruhi nilai
tanah.Beberapa contoh kebijakan yang dapat mempengaruhi biaya dan
alokasipenggunaan tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan harga
tanah, antaralain; kebijakan pemilikan sertifikat tanah, peraturan penataan
ruang denganpenentuan mintakat atau zoning, peraturan perpajakan,
peraturan perijinan (SIPPT,IMB dan lain-lain) ataupun penentuan tempat
pelayanan umum (sekolah, [asar,rumah sakit, dan lain-lain).
4. Faktor fisik dan lingkungan.
Ada dua konsep yang harus dipahami dalam faktor fisik dan lingkungan,
yaitu site dan situasi (situation). Pengertian tentang site adalah semua
sifat atau karakterinternal dari suatu persil atau daerah tertentu, termasuk
di dalamnya adalah ukuran (size), bentuk, topografi dan semua keadaan
fisik pada persil tanah.
Sedangkan yang dimaksud dengan situasi (situation) ialah yang
berkenaan dengan sifat-sifateksternalnya. Situasi suatu tempat berkaitan
erat dengan relasi tempat itu dengantempat-tempat di sekitarnya pada
suatu ruang geografi yang sama. Termasuk dalampengertian situasi
adalah aksesibilitas (jarak ke pusat pertokoan (CBD), jarak kesekolah
jarak ke rumah sakit, dan lain-lain), tersedianya sarana dan
prasarana(utilitas kota) seperti jaringan transportasi, sambungan telepon,
listrik, air minum dansebagainya.
Site mempengaruhi nilai tanah karena “sumberdaya”-nya, sedangkan
situasimempengaruhi nilai tanah karena kemudahan atau kedekatannya
(aksesibilitas) dengan “sumberdaya” yang lain di sekitarnya.

2.3.2. Faktor Permintaan


Dengan asumsi tersebut, maka permintaan perumahan untuk kedua
motiftersebut akan dipengaruhi oleh faktor harga rumah, daya beli masyarakat dan
faktorlain yang ditentukan dari waktu ke waktu. Berdasarkan penelitian diatas,
maka dapatdiperkirakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan
perumahandiantaranya:

12
1. Harga Rumah
Untuk membangun sebuah rumah dibutuhkan waktu yang cukup
lama,umumnya kurang dari setahun, maka untuk pembangunan
perumahan secara masaltentunya diperlukan waktu lebih dari itu. Dengan
jangka waktu pembangunanperumahan yang cukup lama, maka pada
setiap waktu stok perumahan diasumsikan tetap, dimana terdapat stok
perumahan yang telah tertentu (fixed) yang tidak dapatdisesuaikan
dengan cepat sebagai tanggapan terhadap perubahan
perubahanharga.Komponen harga rumah pada keseimbangan merupakan
titik pertemuan antarapermintaan dan penawaran. Perubahannya dapat
diukur dengan menggunakanindikator inflasi sektor perumahan. Jika
harga rumah terus mengalami kenaikan,maka permintaan dari masyarakat
akan menurun. Sebaliknya, kenaikan harga rumahmerupakan suatu
rangsangan bagi pihak pengembang untuk membangunperumahan.
2. Daya Beli masyarakat
Nicolson (1999) mengemukakan bahwa jika pendapatan bertambah
makasecara otomatis bagian dari pendapatan yang akan dibelanjakan
akan bertambah,sehingga jumlah barang yang bisa dibeli juga meningkat
(Iskandar, 2002).Sedangkan Soeharjoto (1998) menyatakan bahwa
semakin besar pendapatan perkapita, maka pembelian perumahan akan
bertambah. Berdasarkan konsep engel, semakin tinggi tingkat pendapatan
maka semakinrendah porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk
makanan, dan semakin tinggi pulaporsi pendapatan yang dibelanjakan
untuk kebutuhan non-makanan. Jikapendapatan per kapita masyarakat
meningkat, maka porsi pendapatan yangdigunakan untuk membeli rumah
atau membayar cicilan KPR lebih besar.
3. Tingkat Bunga
Semakin tinggi tingkat suku bunga kredit, maka semakin besar cicilan
kredityang harus dibayarkan oleh nasabah. Tingkat suku bunga berbeda
tergantungtingkat kepercayaaan kredit dari si peminjam, jangka waktu
pinjaman dan bebagaiaspek perjanjian lainnya antara peminjam dengan
pemberi pinjaman (Dornbusch et.al., 2004).Kenaikan tingkat suku bunga

13
kredit, baik konsumsi maupun investasi akanmengurangi permintaan
agregat untuk setiap tingkat pendapatan, karena disampingmenaikkan
jumlah cicilan kredit yang harus dibayar, tingkat suku bunga yang
lebihtinggi juga akan mengurangi keinginan untuk baik untuk konsumsi
maupunberinvestasi.
4. Jumlah Penduduk
Komponen faktor lain yang ditentukan dari waktu ke waktu untuk
permintaanperumahan adalah Jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang
besar merupakanpasar yang potensial dalam memasarkan suatu produk.
Kenaikan pada tingkatpertumbuhan populasi akan menyebabkan
kebutuhan perumahan menjadi semakinbesar.
Biasanya pertambahan penduduk juga diikuti dengan perkembangan
dalamkesempatan kerja. Dengan demikian lebih banyak orang yang
menerima pendapatandan meningkatkan daya beli. Peningkatan daya beli
ini akan meningkatkanpermintaan.

2.4. Dampak Permintaan Perumahan


2.4.1. Pengertian Dampak
Dampak merupakan akibat dari suatu perubahan atau aktivitas yang terjadi
secaraalami maupun buatan manusia. Akibat dari perubahan tersebut
menyebabkanadanya pengaruh dan konsekuensi yang timbul dari adanya suatu
aktivitas ataukegiatan oleh manusia baik berdampak positif maupun dampak
negatif. Dampakpositif dalam arti luas akan mengakibatkan adanya peningkatan
kesejahteraanmanusia dan kondisi lingkungan menjadi lebih baik. Dampak negatif
berartipenurunan kesejahteraan manusia akibat menurunnya daya dukung alam.

2.4.2. Dampak Negatif


Winarso (1995) menyatakan masalah ketersediaan lahan semakin
parahdengan adanya kasus-kasus seperti lahan yang semula telah dialokasikan
untuksuatu kegiatan tertentu dalam rencana kota, pada saat
akan diimplementasikan telahdigunakan oleh jenis kegiatan lainnya. Keadaan ini
tentu tidak benar, bahkan seringpula menyulut ketidak puasan masyarakat karena

14
perubahan yang terjadi tidaksesuai dengan rencana yang telah diketahui
masyarakat. Perubahan jugamempunyai dampak yang besar terhadap pengeluaran
publik, terutama jikaperubahan itu untuk tata guna lahan yang lebih
komersial.Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto (2005) adalah
telahterjadi:
1. alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat;
2. ketimpanganpelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, dan
perumahan;
3. konflikkepentingan dalam penentuan lokasi perumahan;
4. masalah lingkungan daneksploitasi sumberdaya alam; dan
5. komunitas lokal tersisih, dengan orientasipembangunan terfokus pada
kelompok masyarakat mampu serta menguntungkan.
Sehingga menyebabkan dampak jangka panjang yaitu berupa
tantanganperkembangan pembangunan perumahan di masa yang akan datang
antara lain:
1. urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi pemerintah
untukberupaya agar pertumbuhan lebih merata;
2. perkembangan tak terkendali didaerah yang memiliki potensi untuk
tumbuh;
3. marjinalisasi sektor lokal oleh sektornasional dan global; dan
4. kegagalan implementasi dan kebijakan penentuan lokasiperumahan
(Kirmanto, 2005).
Setelah lokasi perumahan ditentukan berdasarkan pilihan yang optimal,
perludibuat rencana tapak (site planning), agar dalam jangka panjang perumahan
tersebuttidak menimbulkan dampak negatif dalam arti luas. Rencana tapak ini
penting,karena akan menentukan bentuk kota, dapat menciptakan kemudahan
ataukesukaran bagi para penghuni, serta dapat mempengaruhi tingkah laku
penghuni dilokasi perumahan tersebut. Pengadaan perumahan, baik yang dilakukan
oleh sektorformal maupun informal, didasarkan atas kebutuhan rumah. Pengusaha
swasta danBadan Usaha Milik Negara (BUMN) menyediakan rumah berbagai tipe
untukberbagai kelompok masyarakat dengan mempertimbangkan kemampuan
danketerjangkauan daya beli masyarakat untuk membeli rumah.

15
2.4.3. Dampak Positif
Adapun dampak positive dari permintaan perumahan yang tinggi,
yaitukenaikan harga dan nilai lahan di kota. Sehingga taraf pendapatan masyarakat
kotaakan terus bertumbuh. Ditunjang dengan infrastuktur dan fasilitas yang
semakinmemadai di dalam kota. Banyaknya perkembangan perumahan disini
akanmenunjang para pekerja untuk lebih mudah dan berkembang menjadi kota
yangsemakin berkembang.

2.5. Kebijakan Pengaturan Perumahan


2.5.1. Kebijakan Sisi Penawaran
Kebijakan sisi penawaran pada umumnya menyangkut dengan upaya
umumpemerintah yang diarahkan pada perusahaan pembangunan perumahan
untukmeningkatkan produksi dan penawaran produk perumahan dalam
rangkamemenuhi kebutuhan masyarakat dengan harga terjangkau. Dalam hal ini
terdapatkebijakan publik yang dilakukan pemerintah, yaitu:
1. Subsidi Modal (Capital Subsidy), yaitu dengan memberikan kebebasan
pajakkepada perusahaan pembangunan perumahan.
2. Subsidi Biaya Operasional (Operational Cost Subsidy), yaitu subsidi
yangdiberikan pemerintah kepada perusahaan pembangunan perumahan
untukmenutup kekurangan biaya operasi karena jumlah penerimaan dari
sewarumah atau harga rumah tidak dapat menutup kebutuhan biaya
produksiperusahaan perumahan.
3. Subsidi Renovasi (Modernization Subsidy), yaitu subsidi yang diberikan
kepadapemilik rumah untuk melakukan renovasi sehingga lingkungan
perumahantersebut menjadi lebih baik dan modern.
4. Pemilihan Penyewa Rumah (Tenant Selection), yaitu memberikan prioritas
bagipenyewa dengan pendapatan rendah sehingga keluarga miskin masih
dapatmemenuhi kebutuhannya terhadap jasa perumahan.

16
2.5.2. Kebijakan Sisi Permintaan
Kebijakan sisi permintaan pada umumnya menyangkut dengan upaya
umumpemerintah untuk membantu secara langsung golongan masyarakat
denganpendapatan rendah untuk dapat memenuhi kebutuhan terhadap jasa
perumahan.Kebijakan publik yang dilakukan pemerintah yaitu:
1. Sertifikat Sewa Rumah (Rent Certificate), yaitu penduduk miskin
diberikansemacam sertifikat yang dapat digunakan untuk menyewa rumah
selama periodetertentu dengan nilai yang ditetapkan pemerintah.
2. Kupon Rumah (Housing Voucher ), yaitu hampir sama dengan sertifikat
sewarumah, hanya saya penerima kupon harus menempati rumah yang
spesifikasinyaditetapkan oleh pemerintah.

2.5.3. Kebijakan Pembaruan Kembali Daerah Perkotaan


Kebijakan ini dilakukan untuk membantu kelompok miskin yang tinggal di
daerahkumuh dengan melakukan renovasi perumahan dan fasilitas
lingkunganpermukimannya dengan bantuan dana pemerintah. Tindakan yang dapat
dilakukanantara lain:
1. Penggusuran perumahan lama
2. Pembangunan Rumah Baru
3. Pembangunan Fasilitas Pelayanan Umum
4. Pembangunan Fasilitas Komersial
Untuk menjaga agar pelaksanaan pembaruan kebijakan ini berjalan dengan
baik,maka kepentingan masyarakat miskin penghuni daerah kumuh perlu
diperhatikan. Halini untuk mengurangi sikap antipati dan penolakan dari kelompok
masyarakattersebut. Kebijakan yang perlu dilakukan yaitu:
1. Melakukan pembaruan kembali daerah perkotaan menggunakan system
kreditperumahan dengan bunga rendah agar kelompok miskin dapat ikut
berpartisipasi.
2. Memprioritas pemanfaatan rumah-rumah baru yang telah dibangun
untukditempati oleh keluarga miskin yang semula tinggal di daerah
tersebut.

17
3. Melakukan sebuah program pemberdayaan masyarakat dalam
rangka membantu kehidupan ekonomi kelompok miskin yang
menempati daerah tersebut.

2.6. Konsep Ability to Pay (ATP) dan Wilingness to Pay (WTP)


2.6.1. Ability to Pay (ATP)
Ability To Pay (ATP) adalah kemampuan seseorang untuk membayar jasa
pelayanan yang diterimanya berdasarkan penghasilan yang dianggap ideal.
Pendekatan yang digunakan dalam analisis ATP didasarkan pada alokasi biaya
untuk pemenuhan terhadap kebutuhan sehari-hari dari pendapatan rutin. Secara
garis besar ATP dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu ATP Non food expenditure,
ATP non esensial expenditure, dan ATP esensial expenditure. Dalam konsep ATP,
besar kemapuan membayar untuk pelayanan kesehatan adalah jumlah pengeluaran
untuk barang non esensial tersebut. Asumsinya adalah kalau seseorang mampu
mengeluarkan belanja untuk barang – barang non esensial maka tentu ia juga
mampu mengeluarkan biaya untuk pelayanan kesehatan yang sifatnya essensial
(Adisasmita, 2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi ATP, yaitu :
1. Harga rumah
Kecenderungan biaya rumah yang konsisten dalam kenaikan biaya
pemeliharaan rumah dapat disebabkan antara lain oleh :
 Kenaikan yang tajam dalam biaya bahan bangunan
 Perubahan dalam struktur penduduk.
 Peningkatan utilisasi rumah
 Peningkatan kualitas rumah yang di inginkan.
2. Pendapatan konsumen
3. Jumlah anggota keluarga
Semakin banyak jumlah anggota keluarga akan semakin banyak pula
kebutuhan untuk rumah yang luas dan nyaman

18
Dua batasan ATP yang dapat digunakan sbb:
1. ATP 1 adalah besarnya kemampuan membeli yang setara dengan 5 %
dari pengeluaran pangan non esensial dan non makanan. Batasan ini
didasarkan bahwa pengeluaran untuk non makanan dapat diarahkan
untuk keperluan lain, termasuk untuk kesehatan.
2. ATP 2 adalah besarnya kemampuan membeli yang setara dengan jumlah
pengeluaran untuk penggunaan bahan material bangunan. Batasan ini
didasarkan kepada pengeluaran yang sebenarnya dapat digunakan secara
lebih efesien dan efektif untuk pembangunan rumah tinggal.

2.6.2. Willingness to Pay (WTP)


Willingness to pay atau dikenal dengan WTP, yaitu besarnya dana yang mau
dibayarkan keluarga untuk kesehatan. Data pengeluaran rumah tangga untuk
kesehatan didalam data susenas dapat digunakan sebagai proksi terhadap WTP.
Faktor – faktor yang mempengaruhi WTP, yaitu :
1. Harga barang
2. Pendapatan
Bila seseorang mempunyai pendapatan yang semakin meningkat
tentunya kemauan memiliki rumah yang lebih baik pun semakin besar.
Hal ini disebabkan karena alokasi biaya untuk rumah tinggal lebih besar
sehingga akan memberikan kemampuan dan kemauan yang lebih besar
pula untuk membeli rumah tinggal.
3. Selera
4. Persepsi terhadap barang/jasa (variabel non ekonomi)

2.6.3. Hubungan Ability to Pay (ATP) dengan Willingness to Pay (WTP)


Kondisi hubungan antara harga rumah tinggal yang berlaku dengan
menyertakan fakor – faktor ATP dan biaya operasional adalah sebagai berikut
1. Harga lebih kecil dari ATP
Apabila terjadi kondisi ini maka kemampuan masyarakat sangat baik,
karena harga yang diberlakukan ternyata lebih kecil dari daya beli

19
masyarakat. Pada kondisi ini masyarakat mampu membeli jasa dan
barang yang ditawarkan tanpa memikirkan untuk mencari alternatif lain.
2. Harga hampir sama dengan ATP
Pada kondisi ini konsumen berkemampuan hampir sama dengan Harga
yang diberlakukan, tidak semua masyarakat mampu membeli rumah
tersebut, ada kemungkinan sebagian masyarakat yang menggunakan
alternatif lainnya.
3. Harga lebih besar dari ATP
Apabila terjadi kondisi seperti ini maka kemampuan dari masyarakat
sangat jelek, karena Harga yang diberlakukan ternyata lebih besar dari
daya beli masyarakat, maka sebagian besar masyarakat tidak mampu
membeli barang atau jasa yang ditawarkan (Hadi, 2008).
Dalam pelaksanaan untuk menentukan Harga sering terjadi benturan antara
besarnya WTP dan ATP, kondisi tersebut selanjutnya disajikan secara ilustratif
yang terdapat pada gambar di bawah ini :
1. ATP lebih besar dari WTP
Kondisi ini menunjukan bahwa kemampuan membayar lebih besar dari
pada keinginan membeli rumah tersebut. Ini terjadi bila pengguna
mempunyai penghasilan yang relatif tinggi tetapi utilitas terhadap jasa
tersebut relatif rendah, pengguna pada kondisi ini disebut choiced riders.
2. ATP lebih kecil dari WTP
Kondisi ini merupakan kebalikan dari kondisi diatas, dimana keinginan
pengguna untuk membayar jasa tersebut lebih besar dari pada
kemampuan membayarnya. Hal ini memungkinkan terjadi bagi
pengguna yang mempunyai penghasilan yang relatif rendah tetapi utilitas
terhadap jasa tersebut sangat tinggi, sehingga keinginan pengguna untuk
membayar jasa tersebut cenderung lebih dipengaruhi oleh utilitas, pada
kondisi ini pengguna disebut captive riders.
3. ATP sama dengan WTP
Kondisi ini menunjukan bahwa antara kemampuan dan keinginan
membeli rumah tersebut sama, pada kondisi ini terjadi keseimbangan
pengguna dengan biaya yang dikeluarkan.

20
Pada prinsipnya penentuan Harga dapat ditinjau dari beberapa aspek utama
dalam sistem pelayanan kesehatan. Aspek-aspek tersebut adalah:
1. Pengguna (User)
2. Operator (Pelayanan Kesehatan)
3. Pemerintah (Regulator)
Bila parameter ATP dan WTP yang ditinjau, maka aspek pengguna dalam hal
ini dijadikan subyek yang menentukan nilai Harga yang diberlakukan dengan
prinsip sebagai berikut:
1. ATP merupakan fungsi dari kemampuan membayar, sehingga nilai
Harga yang diberlakukan, sedapat mungkin tidak melebihi nilai ATP
kelompok masyarakat sasaran. Intervensi/campur tangan pemerintah
dalam bentuk subsidi langsung atau silang dibutuhkan pada kondisi,
dimana nilai Harga berlaku lebih besar dari ATP, sehingga didapat nilai
Harga yang besarnya sama dengan nilai ATP.
2. WTP merupakan fungsi dari tingkat kualitas rumah yang ditawarkan,
sehingga bila nilai WTP masih berada dibawah ATP maka masih
dimungkinkan melakukan peningkatan nilai Harga dengan perbaikan
kualitas rumah
3. Bila perhitungan Harga berada jauh dibawah ATP dan WTP, maka
terdapat keleluasaan dalam perhitungan/pengajuan nilai Harga baru.

21
BAB III

KESIMPULAN

3.1. Kesimpulan
Dari hasil analisis mengenai permintaan dan penawaran rumah tinggal, maka
diperolehkesimpulan sebagai berikut:
1. Pertumbuhanpenduduk setiap tahun mengalami peningkatan jumlah pen
duduk. Peningkatan jumlah penduduk akan mempengaruhi terhadap pe
ningkatan jumlah permintaan perumahan.
2. Setelah melakukan analisis mengenai permintaan dan penyediaan
perumahan dapatdiperoleh kesimpulan mengenai faktor permintaan
perumahan berdasarkantingkat prioritas yaitu:
 Harga rumah,
 Jumlah penduduk,
 Daya beli masyarakat, dan
 Tingkat Bunga.

22

Anda mungkin juga menyukai