Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hematologi dikenal sebagai sebuah cabang ilmu kesehatan di mana yang


dipelajari khususnya adalah tentang darah, penyakit yang berhubungan dengan
peredaran darah dan juga organ-organ pembentuk darah. Pemeriksaan hematologi
bertujuan untuk pemeriksaan kesehatan hewan secara umum, pemeriksaan kesehatan
hewan praoperasi, penegakkan diagnosa penyakit memprediksi tingkat keparahan
penyakit dan prognosa, serta monitoring respons terhadap terapi yang telah diberikan.

Dalam sirkulasi darah didapatkan sel darah dan cairan yang disebut plasma.
Sel darah tersebut terdiri dari eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih),
trombosit (sel pembeku darah). Pemeriksaan hematologi adalah pemeriksaan yang
bertujuan untuk mengetahui kelainan dari kuantitas dan kualitas sel darah merah, sel
darah putih dan trombosit serta menguji perubahan yang terjadi pada plasma yang
terutama berperan pada proses pembekuan darah.

Pemeriksaan hematologi dapat dilakukan secara manual yang memakan waktu


cukup lama. Akhir-akhir ini dengan perkembangan teknologi dalam bidang
laboratorium, jumlah sel darah dapat dihitung dengan metoda otomatis yang
disebut blood cell counter. Maka dari itu, perlu dilihat lebih lanjut apakah ada
perbedaan nilai antara penghitungan secara manual dengan penghitungan
menggunakan mesin dari UPT Veteriner.

1.2. Tujuan
 Mengetahui kadar nilai hemologi pada darah kucing.
 Mengetahui hasil pemeriksaan secara manual
 Mampu menginterpretasi data hasil pemeriksaan hemologi darah kucing

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hematologi

Hematologi secara harafiah berasal dari bahasa Yunani, yakni haima;


arti haima di sini adalah darah. Jadi, hematologi dikenal sebagai sebuah cabang ilmu
kesehatan di mana yang dipelajari khususnya adalah tentang darah, penyakit yang
berhubungan dengan peredaran darah dan juga organ-organ pembentuk darah. Darah
adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali tumbuhan) tingkat
tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh
jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme dan juga sebagai
pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri (Frandson, 1996).

Fungsi darah yaitu membawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran
pencernaan menuju ke jaringan tubuh, mengantarkan oksigen dari paru-paru ke
jaringan tubuh, mengangkut produk buang dari berbagai jaringan menuju ginjal
untuk di ekskresikan, mengangkut hasil sekresi kelenjar endokrin (hormon) dan
enzim dari organ ke organ, ikut berperan dalam mempertahankan keseimbangan air,
sistem buffer seperti bicarbonat di dalam darah membantu mempertahankan pH yang
konstan pada jaringan dan cairan tubuh, berperan penting dalam pengendalian suhu
tubuh dengan cara mengangkut panas dari struktur yang lebih dalam menuju ke
permukaan tubuh, Mengatur konsentrasi ion hydrogen dalam tubuh (keseimbangan
asam dan basa), Membantu pertahanan tubuh terhadap penyakit, pembekuan darah
pada luka mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada waktu luka
serta mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit
(Frandson, 1996)

Menurut Pearce (2002), darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian
yaitu plasma darah dan sel darah. Volume darah secara keseluruhan adalah satu per

2
dua belas berat badan. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedangkan 45% sisanya
terdiri dari sel darah. Sel darah terdiri atas tiga jenis yaitu eritrosit yang tampak merah
karena kandungan hemoglobinnya, sel darah putih atau leukosit dan trombosit
(keping - keping darah) yang merupakan keping-kepingan halus sitoplasma.

2.2. Eritrosit

Sel darah merah atau eritrosit berbentuk cakram kecil bikonkaf, cekung pada
kedua sisinya, sehingga dilihat dari samping tampak seperti dua buah bulan sabit
yang saling bertolak belakang. Dalam setiap mm3 darah terdapat 5.000.000 sel darah.
Bila dilihat satu per satu warnanya kuning pucat, etapi dalam jumlah besar kelihatan
merah dan memberi warna pada darah. Strukturnya terdiri atas pembungkus luar atau
stroma berisi masa hemoglobin. Sel darah merah terbentuk di dalam sumsum tulang
(Pearce, 2002).

Sel-sel darah merah atau eritrosit (erythrocytes) sejauh ini merupakan sel-sel
darah yang paling banyak. Setiap mikroliter (µL atau mm3) darah manusia
mengandung 5-6 juta sel-sel darah merah, dan ada sekitar 25 triliun sel-sel jenis ini di
dalam 5L darah di tubuh. Fungsi utamanya adalah transpor O2, dan strukturnya
terkait erat dengan fungsi tersebut. eritrosit-eritrosit manusia merupakan cakram kecil
(berdiameter 7-8µm) yang bikonkaf- lebih tipis di bagian tengah daripada di bagian
tepi. Bentuk ini memperbesar area permukaan, sehingga meningkatkan laju difusi O2
melintasi membran-membran plasmanya. Eritrosit-eritrosit mamalia dewasa tidak
memiliki nukleus. Karakteristik yang tak lazim ini menyiskana lebih banyak ruang
dalam sel-sel yang mungil ini untuk hemoglobin, protein yang mengandung besi dan
mentranspor O2. Eritrosit juga tidak memiliki mitokondria dan menghasilkan ATP
secara eksklusif melalui metabolisme anaerobik. Transpor oksigen akan kurang
efisien jika eritrosit-eritrosit bersiifat aerobik dan mengonsumsi sebagian O2 yang
dibawanya (Campbell, 2010).

3
Menurut Campbell (2010), menyatakan bahwasanya meskipun ukurannya
kecil, satu eritrosit mengandung sekitar 250 juta molekul hemoglobin. Karena setiap
molekul hemoglobin berikatan dengan empat molekul-molekul O2, satu eritrosit
dapat mentranspor sekitar satu miliar molekul-molekul O2. Saat eritrosit melewati
bantalan-bantalan kapiler paru-paru, insang, atau organ respirasi yang lain, O2 berfusi
kedalam eritrosit-eritrosit dan berikatan dengan hemoglobin. Di dalam kapiler-kapiler
sistemik, O2 berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam sel-sel
tubuh.Jangka hidup sel darah merah kira-kira 120 hari. Sel-sel darah merah yang
telah tua akan ditelan oleh sel-sel fagositik yang terdapat dalam hati dan limpa
(Kimball, 1993).

2.3. Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih.
Jika dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula
spesifik (granulosit), mempunyai bentuk inti yang bervariasi dan yang tidak memiliki
granula (agranulosit) inti berbentuk bulat atau berbentuk ginjal. Leukosit mempunyai
peranan dalam pertahanan seluler dan humaral organisme terhadap zat-zat asing
(Hayati, 2015).

Leukosit merupakan unit yang mobil/aktif dari sistem pertahanan tubuh.


Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta
sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma).
Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh
untuk digunakan. Manfaat sesungguhnya dari sel darah putih ialah bahwa kebanyakan
ditransfer secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius,
jadi, menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius
yang mungkin ada (Guyton et al., 1997).

Darah mengandung lima tipe sel-sel darah putih, atau leukosit (luekocyte).
Fungsinya adalah untuk memerangi infeksi. Sebagian diantaranya bersifat fagositik,

4
menelan dan mencerna mikroorganisme. Mikroorganisme maupun sisa-sisa dari sel-
sel tubuh yang sudah mati (Campbell, 2010). Tidak seperti eritrosit, leukosit juga
ditemukan di luar sistem sirkulasi, berpatroli di dalam cairan interstial maupun sistem
limfatik (Campbell, 2010).

 Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3

mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai

leukosit yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh

leukemia. Penderita kanker post-operasi (setelah menjalani operasi)

menunjukkan pula peningkatan leukosit walaupun tidak dapat dikatakan

infeksi.

 Biasanya terjadi akibat peningkatan neutrofil. Bila tidak ditemukan anemia

dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan leukemia

 Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.

 Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis,

toksin, leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.

 Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat

meningkatkan jumlah sel darah putih

 Leukopenia adalah penurunan jumlah leukosit

2.4. Trombosit

Platelet atau trombosit atau fragmen-fragmen sitoplasma yang terlepas dari


sel-sel sumsum tulang terspesialisasi. Platelet berdiameter sekitar 2-3 µm dan tidak
memiliki nukleus. Platelet memiliki fungsi struktural maupun molekular dalam
penggumpalan darah (Campbell, 2010).

5
Trombosit mempunyai bentuk yang tidak tetap. Jumlah trombosit di dalam
tubuh sekitar 200.000-400.000/mm3, dibuat di dalam sumsum tulang (megakariosit).
Trombosit barperan dalam proses pembekuan darah. Saat terjadi luka, trombosit akan
pecah dan terbentuk trombokinase, dengan bantuan ion kalsium dan vitamin K,
trombokinase akan merubah protrombin (dalam plasma darah) menjadi trombin.
Trombin yang terbentuk akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin (benang-benang
halus) yang akan menutup luka sehingga pendarahan terhenti (Lestari et al., 2009).

Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai trombosit pada beberapa hewan


adalah sebagai berikut:

 Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera,


trauma, sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.
 Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura
(ITP), anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple
myeloma dan multipledysplasia syndrome.
 Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat dapat
menyebabkan trombositopenia
 Penurunan trombosit di bawah 20.000 berkaitan dengan perdarahan
spontan dalam jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan
petekia/ekimosis.
2.5. Hemoglobin

Hemoglobin merupakan suatu protein tetrametrik eritrosit yang mengikat


molekul bukan protein, yaitu senyawa porfirin besi yang disebut heme. Hemoglobin
mempunyai dua fungsi pengangkutan penting dalam tubuh manusia, yakni
pengangkutan oksigen dari organ respirasi ke jaringan perifer dan pengangkutan
karbondioksida dan berbagai proton dari jaringan perifer ke organ respirasi untuk
selanjutnya diekskreskan keluar (Kosasi et al., 2014).

6
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang berfungsi
sebagai media transport oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan
membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Molekul hemoglobin
terdiri dari globin apoprotein dan empat gugus heme, sautu molekul organik dengan
satu atom besi. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah
berwarna merah. Bilakadar hemoglobin berkurang di bawah normal, maka akan
mengganggu aktivitas dalam tubuh. Suatu keadaan kadar hemoglobin lebih rendah
dari harga normal (13 gr%) disebut sebagai anemia (Ganong, 2002).

Pentingnya fungsi hemoglobin pada tubuh manusia dan pentingnya seseorang


melakukan aktivitas fisik secara teratur merupakan dua hal yang saling berhubungan.
Hubungan antara aktivitas fisik yang dilakukan seseorang terhadap kadar hemoglobin
dalam suatu penelitian bahwa saat seseorang melakukan aktivitas fisik, seperti
berolah raga, terjadi peningkatan aktivitas metabolik yang tinggi, asam yang
diproduksi (ion hidrogen, asam laktat) pun semakin banyak, sehingga mengakibatkan
terjdinya penurunan pH. pH yang rendah akan mengurangi daya tarik antara oksigen
dan hemoglobin. Hal ini menyebabkan hemoglobin melepaskan lebih banyak oksigen
sehingga meningkatkan pengiriman oksigen ke otot (Kosasi et al., 2014).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar hemoglobin yaitu variasi


biologis individu, umur dan jenis kelamain, ras atau bagsa, keberadaan seseorang dari
permukaan laut (ketinggian), anemia, dan defisiensi mikronutrien lain. Selain itu,
infeksi penyakit dan parasit juga dapat mempengaruhi kadar hemoglobin (Gibson,
2005).

Setiap gram hemoglobin murni mampu berikatan dengan 1,34 mililiter


oksigen. Oleh karena itu, hemoglobin pada seorang laki-laki normal dapat membawa
sebanyak 20 militer oksigen dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin per 100
mililter darah, sedangkan pada perempuan sebanyak 19 mililiter oksigen (Kosasi et
al., 2014).

7
Beberapa faktor yang mempengaruhi nilai trombosit pada beberapa hewan
adalah sebagai berikut:

 Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena


kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan
asupan cairan dan kehamilan.
 Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka
bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang
yang hidup di daerah dataran tinggi.
 Konsentrasi Hb berfluktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan dan
luka bakar. Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat
keparahan anemia, respons terhadap terapi anemia, atau perkembangan
penyakit yang berhubungan dengan anemia.

2.6. Packet Cell Volume (PCV)

Packet Cell Volume (PCV) atau Hematokrit (HCT) adalah persentasi sel

darah merah yang bersirkulasi dalam darah. Satuan dari PCV adalah %. Berdasarkan

(Lestari et al., 2009), interpretasi hasil yang sering terjadi yaitu:

 Peningkatan nilai PCV:


o Dehidrasi
o Peningkatan produksi SDM
 Penurunan nilai PCV, umumnya SDM berkurang:
o Kerusakan SDM
o Sumsum tulang gagal produksi SDM
o Hemoragi

8
2.7. Nilai Normal Hematologi Anjing dan Kucing

Sumber: Lippincott Williams & Wilkins (2000)

9
BAB III
METODOLOGI

3.1. Pengambilan Darah pada Vena Cephalica Antibrachii Anterior

Pengambilan darah pada Vena Cephalica Antibrachii Anterior bisa dilakukan

pada hewan anjing, kucing, ruminansia kecil (domba dan kambing yang terukuran

kecil, jika ternak tersebut direbahkan). Biasanya darah diambil melalui Vena

Cephalica Antibrachii Anterior, pembuluh darah ini terletak pada bagian distal

anterior kaki depan (Alfinus, 2012).

Prosedur pengambilan darah adalah sebagai berikut:

 Rambut di sekitar pembuluh darah dicukur bila perlu.

 Pembuluh darah dibendung pada bagian siku.

 Setelah darah terbendung, daerah tersebut diusap dengan kapas yang

dibasahi alkohol. Tujuannya adalah untuk desinfeksi.

 Tusukan jarum syringe 3 ml (jarum 23G x 11/4) dengan sudut 300 ke arah

atas pada pembuluh darah dengan lubang jarum menghadap ke atas.

 Jika sudah terlihat darah masuk ke syiringe, perlahan-lahan tarik pistonnya

sehingga darah mengalir kedalam syringe

 Setelah jarum masuk, dilakukan aspirasi untuk mengambil darah yang

dibutuhkan. Jika darah tidak terhisap, artinya jarum belum masuk ke dalam

pembuluh darah maka spuit ditarik sedikit dan dimasukkan searah dengan

pembuluh darah, untuk mengidentifikasi terisap atau tidaknya darah ada

10
baiknya sebelum diberikan sedikit udara (dengan menarik sedikt spuit)

sebelum menusuk.

 Beri label identitas darah

3.2. Tes Hemoglobin Cara Sahli


 Masukkan HCl 0.1 N ke dalam tabung pengencer sampai tanda 2
 Isap darah kapiler dengan pipet Hb sampai tanda 20 ul
 Hapuslah darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet
 Segera alirkan darah dari pipet ke dalam dasar tabung pengencer. Catat
waktu /saat darah dicampurkan ke dalam HCl.
 Tambahkan aquadest, tetes demi tetes, sambil mengaduk isi tabung
sampai diperoleh warna isi tabung sama dengan warna standar yang ada
di komparator. Tepat 3 menit setelah darah tercampur dengan HCl,
warna larutan dibaca pada jarak sepanjang lengan atas dengan latar
belakang cahaya matahari, warna larutan disamakan dengan warna gelas
standar. Tinggi larutan sesuai dengan skala yang menunjukkan kadar Hb
dalam g% (lihat pada dasar meniskus). Laporkan nilainya dalam gr%
(=gr/100 ml = gr/dl).
3.3. Pemeriksaan Nilai Hematokrit
 Darah dihisap dengan tabung kapiler dengan menyentuhkan ujung tabung
pada darah. Bagian ujung tabung dikosongkan kira-kira 1cm
 Bahan ujung tabung kapiler disumbat dengan alat penyumbat khusus
 Kemudian tabung diletakkan pada alat sentrifuge dengan bagian yang tidak
tersumbat mengarah ke pusat sentrifuge
 Sentrifugasi dilakukan selama 4-5 menit dengan kecepatan 10.000 rpm
 Hasil sentrifugasi dibaca dengan alat khusus (micro hematocrit reader)

11
3.4. Penghitungan Jumlah Eritrosit
 Membuat pengenceran dengan pipet eritrosit, pipetlah darah sampai tanda
0,5 serta encerkan dengan larutan pengencer sampai tanda 101 (pengencer
1 : 200). Homogenkan selama 3 menit.
 Mengisi Kamar Hitung ( KH ). Kaca penutup KH diletakkan pada
tempatnya. KH harus dalam keadaan bersih dan kering. Isilah KH dengan
darah yang sudah diencerkan tadi dengan menggunakan pipet Pasteur.
Pengisian KH harus diulang bila terjadi hal-hal di bawah ini : Terlalu
banyak cairan yang masuk sehingga mengisi parit KH. Apabila KH tidak
sepenuhnya terisi, maka akan terdapat gelombang udara dalam KH. Bila
menggunakan pipet eritrosit sebelum pengisian KH buanglah 5 tetes
pertama dan letakkan ujung pipet pada KH tepat batas kaca penutup .
Isikan ke dalam KH tersebut pada tetesan yang keenam. Kamar hitung
setelah diisi dibiarkan selama 2 menit agar eritrosit mengendap, tetapi tidak
lebih lama dari 2 menit sebab mengeringnya larutan pada tepi kamar hitung
akan menimbulkan arus yang dapat menyebabkan pergerakan eritrosit yang
telah mengendap.
 Menghitung Jumlah Eritrosit. Untuk hitung eritrosit, dihitung semua
eritrosit yang ada pada kelima bidang sedang yaitu A, B, C, D, dan E. Total
erytrosit = n×10.000.
3.5. Penghitungan Jumlah Leukosit
 Membuat pengenceran dengan pipet lekosit darah diisap sampai tanda 0,5
, bila lebih letakkan ujung pipet pada bahan yang tidak meresap misal
plastik, sampai darah tepat pada tanda 0,5. Bersihkan bagian luar pipet
tersebut dari darah dengan tissue. Kemudian isaplah larutan pengencer
sampai tanda 11. (pengencer 1: 20). Peganglah pipet lekosit tersebut
sedemikian rupa sehingga kedua ujung pipet terletak diantara ibu jari dan

12
telunjuk tangan kanan. Homogenkan selama 3 menit agar semua eritrosit
hemolisis.
 Mengisi Kamar Hitung ( KH ). Kaca penutup KH diletakkan pada
tempatnya. KH harus dalam keadaan bersih dan kering. Isilah KH dengan
darah yang sudah diencerkan tadi dengan menggunakan pipet Pasteur.
Pengisian KH harus diulang bila terjadi hal-hal di bawah ini : Terlalu
banyak cairan yang masuk sehingga mengisi parit KH. Apabila KH tidak
sepenuhnya terisi, maka akan terdapat gelombang udara dalam KH. Bila
menggunakan pipet eritrosit sebelum pengisian KH buanglah 5 tetes
pertama dan letakkan ujung pipet pada KH tepat batas kaca penutup .
Isikan ke dalam KH tersebut pada tetesan yang keenam. Kamar hitung
setelah diisi dibiarkan selama 3 menit.
 Menghitung Jumlah Lekosit dengan meletakkan KH dengan hati-hati di
bawah mikroskop dalam keadaan rata air. Turunkan kondensor atau
kecilkan diafragma. Gunakanlah pembesaran kecil untuk mencari daerah
yang akan di hitung. Setelah itu penghitungan sel dilakukan dengan
menggunakan lensa objektif 10x dan lensa okuler 10x. Pada hitung lekosit
minimal sel yang dihitung dengan menghitung semua lekosit yang ada
pada kempat bidang 1,2,3 dan 4. Total leukosit = n × 50 (n = jumlah dari
keempat kotak yang di hitung.

13
Gambar 2. Lokasi Penghitungan eritrosit dan leukosit
*ket. A-E = Lokasi penghitungan eritrosit dan 1-4 = Lokasi penghitungan leukosit

3.6. Pembuatan Apus Darah


 Dipilih kaca objek yang bertepi rata untuk digunakan sebagai „kaca
penghapus‟ sudut kaca objek yang dipatahkan, menurut garis diagonal
untuk dapat menghasilkan sedian apus darah yang tidak mencapai tepi kaca
objek
 Satu tetes kecil darah diletakkan pada ± 2 –3 mm dari ujung kaca objek.
Kaca penghapus diletakkan dengan sudut 30 – 45 derajat terhadap kaca
objek didepan tetes darah.
 Kaca pengapus ditarik ke belakang sehingga tetes darah, ditunggu sampai
darah menyebar pada sudut tersebut.
 Dengan gerak yang mantap, kaca penghapus didorong sehingga terbentuk
apusan darah sepanjang 3 – 4 cm pada kaca objek. Darah harus habis
sebelum kaca penghapus mencapai ujung lain dari kaca objek. Apusan

14
darah tidak bolah terlalu tipis atau terlalu tebal, ketebalan ini dapat diatur
dengan mengubah sudut antara kedua kaca objek dan kecepatan
menggeser. Makin besar sudut atau makin cepat menggeser, maka makin
tipis apusan darah yang dihasilkan.
 Apusan darah dibiarkan mengering di udara. Identitas pasien ditulis pada
bagian tebal apusan dengan pensil kaca.

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Riwayat dan Sinyalemen

Data Pemilik Data pasien

Nama : Bpk. Yuskar Macam hewan : Kucing

Alamat : Jln. Belakang STIM, Oesapa Nama hewan : Moki

Signalemen : Moki/ kucing/


lokal/ jantan/ 7
bulan/ rambut
pendek belang
hitam

No. Tlp/Hp : 081-337-858-043

Dokter Hewan : drh. Antin Y. N. Widi, M. Berat badan : 2,8 kg


Trop. V.Sc

Mahasiswa Koas : Jefrisandi Dapasesi, S.KH Tanggal : 26 Juni 2018

ANAMNESA : Napsu makan menurun, belum pernah diberi obat cacing dan
vaksinasi. Sistem pemeliharaan intensif di dalam rumah.

STATUS PRAESENS
Keadaan umum : Keliatan lesu dan BCS 2,5
Frekuensi nafas : 36/menit. Frek. Pulsus 124/menit. Suhu tubuh : 38,5 oC.
Kulit dan rambut : Sedikit rontok, turgor >2 detik
Selaput lendir : mukosa mata dan mulut berwarna pucat, cermin hidung
sedikit kering
Kelenjar limfe : Ln. Subparotidea, Ln. prescapularis, Ln. axillaris, Ln.
inguinalis tidak dapat terpalpasi atau tidak bengkak. Ln.

16
mandibularis dan Ln. poplitea dapat dipalpasi dan tidak
bengkak
Alat pernapasan : Pernapasan costoabdominal
Alat peredaran darah : Bunyi dari sistol dan distol dapat dibedakan
Alat pencernaan : Tidak ada lesi di rongga mulut, tidak ada karang gigi, tidak
hipersalivasi, inspeksi dan palpasi tidak menunjukkan
adanya pembesaran organ. Hewan tidak merasa sakit ketika
abdomen di tekan, juga terdengar suara peristaltik usus (gut
sound).
Kelamin dan perkencingan : Palpasi di area ginjal dan penis tidak adanya
pembengkakan maupun respon rasa sakit
Anggota gerak : Tidak ada kepincangan pada daerah kaki maupun tidak ada
pembengkakan di area persendian.
4.2. Hasil Pemeriksaan Berdasarkan Penghitungan Manual

*sumber : Lippincott Williams & Wilkins (2000)

17
4.3. Pembahasan Hasil Interpretasi Data

Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi secara manual memperlihatkan


bahwa kadar hemoglobin dan total eritrosit mengalami penurunan. Jumlah eritrosit
dan hemoglobin yang mengalami penurunan menandakan terjadinya anemia. Anemia
merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam tiap volume darah
menurun sehingga kemampuan kapasitas pengangkutan darah berkurang. Nilai
hematokrit, hemoglobin,dan total eritrosit biasanya berubah secara proporsional
karena ketiganya merupakan komponen yang memperkirakan isi eritrosit dalam
darah (Scott and Stockham, 2000).

Jenis anemia yang terjadi adalah anemia makrositik hipokromik, dikarenakan


pada penghitungan harga indeks eritrosit nilai MCV diatas normal sedangkan nilai
MCHC berada di bawah kisaran normal. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah
merah lebih besar dari normal sedangkan hipokromik berarti sel darah mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal.

Penyebab utama anemia makrositik adalah kekurangan faktor-faktor


pembentuk darah seperti vitamin B12 atau asam folat akibat adanya gangguan pada
penyerapan. Sedangkan anemia hipokromik terjadi karena penurunan hemoglobin
yang relatif besar daripada penurunan rata-rata volume eritrosit. Penurunan kadar
hemoglobin terjadi karena kurangnya asupan Fe yang merupakan bahan penting bagi
pembentukan hemoglobin (Guyton dan Hall, 2006). Pada kasus ini, anemia
makrositik hipokromik kemungkinan dikarenakan kucing mengalami defisiensi
vitamin B12 dan zat besi (Fe).

Pada pemeriksaan leukosit, kucing memiliki nilai leukosit yang normal yaitu
7,2×103 /mm3. Hal ini dapat dibuktikan dengan penghitungan nilai relative dan
absolute dari beberapa jenis komponen sel darah putih. Berdasarkan hasil pengamatan
dan penghitungan pada ulasan darah nilai dari limfosit, neutrofil, eosinofil, basofil

18
dan monosit tergolong normal. Hal ini dapat membuktikan bahwa kucing tidak
mengalami kondisi leukopenia maupun leukositosis.

Berdasarkan hasil pemeriksaan ulas darah memperlihatkan bahwa sel darah


merah menunjukkan beberapa bentuk abnormal seperti terjadinya acantositosis, burr-
crenation cell dan tear drop cell. Bentukan acantositosis sering nampak seperti
tonjolan dengan ujung mebulat pada sel darah merah. Bentukan burr-crenation cell
terlihat seperti adanya tonjolan-tonjolan pada tepi sel darah merah. Bentukan tear
drop cell terlihat bahwa sel darah merah berbentuk seperti tetesan air.

Gambar 2. Abnormalitas Sel Darah Merah (pembesaran 40×)


*ket : a. acantositosis, b. burr-crenation cell dan c. tear drop cell.

19
BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan pemeriksaan , kucing mengalami anemia makrositik hipokromik.


Penyebab dari kasus anemia makrositik hipokromik kemungkinan dikarenakan kucing
mengalami defisiensi vitamin B12 dan zat besi (Fe). Maka dari itu, rencana terapi
yang dapat diberikan yaitu dengan pemberian vitamin B12 untuk mengatasi masalah
defesiensi vitamin B12 dan juga bertidak sebagai faktor pembentuk darah. Selain itu,
disarankan untuk memberi asupan nutrisi yang cukup dan pemberian minum susu
sebagai salah satu sumber asupan yang mengandung zat besi (Fe).

20
DAFTAR PUSTAKA

Alfinus. 2012. Laporan Apresiasi Keterampilan Laboratorium Medik dan Paramedic


Veteriner Se Wilayah Kerja Balai besar Veteriner Maros.
Campbell, N. A. & Jane B. R. 2010. Biologi. Jilid 3. Edisi Kedelapan. Jakarta :
Erlangga.
Frandson, R. D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak.
Ganong, W.F. 2002. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Gipson. 2005. Principles of Nutrional Assesment. New York : Oxford University.
Guyton, A.C. dan Hall, J.E. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : Penerbit EGC.
Guyton, A.C. dan Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology. Edisi ke 11.,
W.B. Sauders, Philadephia. 426-438.

Hayati, I. 2015. Gambaran Hitung Jenis Leukosit Siswa 1-3 SDN 03 Kayumanis
Selupu Rejang yang Terinfeksi Cacing Nematodda Usus. Jurnal Gradien. Vol.
11. No.1.
Kimball, J. W. 1993. Biologi. Jilid 2. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Kosasi, Laura, Fadil O., Ahmad Y. 2014. Hubungan Aktivitas Fisik Terhadap Kadar
Hemoglobin pada Mahasiswa Anggota UKM Pandekar Universitas
Andalas. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol. 3. No. 2.
Lestari, Endangsri, Kristinnah, Idun. 2009. Biologi dan Makhluk Hidup dan
Lingkungannya. Jakarta : Pusat Perbukuan Departmen Pendidikan Nasional.
Pearce, E. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : Gramedia.
Scott, M.A., dan Stockham, S.L. 2000. Basophils and Mast Cell. Dalam: Feldman, B.,
Zinkl, J.G., dan Jain.N.C., (eds). Schalm’s Veterinary Hematology. Edisi ke 5.,
Williams & Wilkins, Lippicott. 308-313.

Williams, L. & Wilkins. 2000. Nilai Normal Hematologi Anjing dan Kucing.

21

Anda mungkin juga menyukai