SOFIA
SOFIA
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
Mengetahui tentang Penyulit jenis-jenis dan penatalaksanaan tentang kala III dan IV
persalinan ( Atonia Uteri, Retensio Plasenta, Robekan jalan lahir, Inversio uteri, perdarahan
kala IV dan syok obstetrik)
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
d. Pencegahan
Melakukan pijatan perineum
Langkah-langkah:
1. Cuci tangan ibu terlebih dahulu dan pastikan kuku ibu tidak panjang.
2. Berbaringlah dalam keadaan yang nyaman
3. Ibu dapat menggunakan cermin untuk pertama kali guna mengetahui daerah
perineum tersebut.
4. Ibu dapat menggunakan minyak zaitun, minyak vitamin E, minyak kelapa, atau
sweet almond pada jari-jari tangan, jempol, dan area perineum. Lakukan
5. Letakkan satu atau dua ibu jari (atau jari lainnya bila ibu jari tidak sampai) sekitar
2-3 cm di dalam vagina. Tekan ke bawah dan kemudian menyamping pada saat
sensasi seperti terbakar, perih, atau timbul rasa hangat (slight burning).
6. Tahan ibu jari dalam posisi seperti diatas selama 2 menit sampai daerah tersebut
menjadi tidak terlalu berasa dan ibu tidak terlalu merasakan perih lagi.
7. Tetap tekan daerah tersebut dengan ibu jari. Perlahan-lahan pijat ke depan dan ke
belakang melewati separuh terbawah dari vagina. Lakukan ini selama 3-4 menit.
Ingatlah untuk menghindari pembukaan saluran kemih, ibu dapat memulai dengan
3
pijatan ringan dan semakin ditingkatkan tekanannya seiring dengan sensitivitas
yang berkurang
8. Ketika ibu sedang memijat, tarik perlahan bagian terbawah dari vagina dengan ibu
jari tetap berada di dalam. Hal ini akan membantu meregangkan kulit dimana
kepala bayi saat melahirkan nanti akan meregangkan perineum itu sendiri
9. Lakukan pijatan perlahan-lahan dan hindari pembukaan dari katup uretra (lubang
10. Setelah pemijatan selesai di lakukan, kompres hangat jaringan perineum Ibu
4
plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu
dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri.
b. Eteologi
1. Kepala janin terlalu cepat lahir
2. Persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya
3. Jaringan parut pada perinium
4. Distosia bahu
c. Penanganan
Apabila ada robekan memanjang, serviks perlu ditarik keluar dengan beberapa
cunamovum, supaya batas antara robekan dapat dilihat dengan baik. Jahitan pertama
dilakukan padaujung atas luka, baru kemudian diadakan jahitan terus ke bawah.
(Sarwono, 2005:668)Robekan serviks harus dijahit kalau berdarah atau lebih besar
dari 1 cm. (UNPAD, 1984:220)Pada robekan serviks yang berbentuk melingkar,
diperiksa dahulu apakah sebagian besar dari serviks sudah lepas atau tidak. Jika belum
lepas, bagian yang belum lepas itu, dipotong dariserviks; jika yang lepas hanya
sebagian kecil saja itu dijahit lagi pada serviks. Perlukaan dirawatuntuk menghentikan
perdarahan. (Sarwono, 2005:412)
6
terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang dapat
menghambat pembekuan luka. Penatalaksanaan menurut derajat
1. Ruptur perineum tingkat I Tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan
aposisi luka baik.
2. Ruptur perineum tingkat II Untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan
robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu kemudian
barulah dilakukan penjahitan.
3. Ruptur perineum tingkat III Penjahitan yang pertama pada dinding depan
rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum
rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga jaringan bertemu
kembali.
4. Ruptur Perineum tingkat IV Ujung-ujung otot saraf sfingter ani yang
terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit
antara 2- jahitan catgut kromik sehinggabertemu kembali. Selanjutnya
lapisan dijahit tiap lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I. 2.
Antibiotik Pemberian antibiotik dianjurkan setelah dilakukan penjahitan luka.
Antibiotik yang digunakan adalah cefuroxim dan metronidazol yang berguna untuk
mencegah kontaminasi kuman yang berasal dari anus.
2.4 Inversio uteri
a. Pengertian
Adalah pembalikan bagian dalam luar pada rahim dalam tahap persalinan ketiga. Ini
amat jarang terjadi hanya pada sekitar satu dari 20.000 kehamilan. Segera setelah tahap
kedua,rahim agal bersifat atonik,serviks terbuka,dan plasenta melekat. Penanganan tak
semestinya pada tahap ketiga dapat menyebabakan inversio uteri iatrogenik (hacker/moore
2001)
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam kavum uteri,
dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat
melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi
dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan syok
adapun menyebutkan bahwa inversio uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik
sebagian atau seluruhnya kedalam kavum uteri.
7
b.Etiologi
Tonus otot rahim yang lemah
Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, dan tarikan pada tali pusat
Kanalis servikalis yang longgar. Oleh karena itu, inversio uteri dapat terjadi saat
batuk, bersin atau mengejan, juga karena perasat crede.
Persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
Tali pusar pendek
Bayi lahir sebelum waktunya
Penggunaan obat relaksan otot selama persalinan
Rahim abnormal atau lemah
Riwayat inversio uteri sebelumny
Plasenta akreta, dimana plasenta terlalu dalam tertanam di dinding rahim
Implantasi plasenta pada fundus uteri, di mana plasenta melekat di bagian paling
atas dari rahim
c. Penanganan
Ini merupakan kondisi gawat darurat yang harus segera mendapatkan penanganan.
Dokter akan mendorong bagian atas rahim yang terbalik atau yang ke luar kembali ke atas
melalui jalan lahir dengan kepalan tangan. Untuk lancarnya proses ini mungkin diperlukan
anestesi umum, seperti halotan (Fluothane) gas, atau obat-obatan seperti magnesium
sulfat, nitrogliserin , atau terbutaline.
8
penanganan inversio uteri
Setelah uterus kembali ke posisinya, oksitosin (Pitocin) dan
metilergonovin (Methergine) diberikan untuk membantu kontraksi rahim dan
mencegah terulangnya kembali inversio utero. Baik dokter atau bidan akan
memijat rahim sampai kontraksi penuh dan pendarahan berhenti.
Sang ibu akan diberikan cairan infus dan transfusi darah jika diperlukan. Dia juga
akan diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi. Jika plasenta masih tetap belum
lahir, dokter mungkin harus melepaskannya secara manual (manual plasenta).
Ada juga teknik baru untuk memperbaiki inversi uterus menggunakan perangkat
balon dan tekanan air. Sebuah balon ditempatkan di dalam rongga rahim dan diisi
dengan larutan garam untuk mendorong rahim kembali ke posisinya. Prosedur ini
sederhana dan telah berhasil dalam reposisi uterus. Hal ini juga efektif untuk
menghentikan kehilangan darah dan mencegah terulangnya inversi rahim.
Jika dokter tidak dapat mereposisi uterus secara manual seperti di atas, maka
mungkin diperlukan operasi. Ibu akan diberikan anestesi dan dilakukan sayatan
pada perutnya tepat di atas rahim, rahim kemudian akan direposisi dan sayatan
ditutup dengan jahitan.
Jika kondisi ini ditangani dengan operasi, maka pada kehamilan berikutnya akan
memerlukan operasi sesar untuk melahirkan sang buah hati. Jika plasenta tidak
dapat dipisahkan dari rahim, maka mungkin akan dilakukan histerektomi atau
pengangkatan rahim.
9
Inversio uteri umumnya mudah untuk didiagnosis dan tindakan serta pengobatan
yang cepat sangat penting untuk mengoreksi kondisi ini dan memastikan kesehatan
dan kesejahteraan ibu. Jika ditangani dengan cepat, ibu bisa sembuh sepenuhnya
tanpa kerusakan jangka panjang pada rahimnya.
d. Pencegahan
Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan terjadinya inversio uteri. Tarikan
pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas sebaiknya tidak dilakukan apabila
dicoba melakukan perasat Crede harus diindahkan sepenuhnya syarat-syaratnya.
Pendorongan rahim juga tidak dibenarkan.
e. Gejala-gejala
1) Syok
2) Fundus uteri sama sekali tidak teraba tekukan pada fundus
3) Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang merah di luar vulva ialah fundus uteri
yang terbaik atau teraba tumor dalam vagina.
4) Penglihatan kunang-kunang
5) Pusing
6) Kedinginan
7) Sesak nafas
B. PENDARAHAN KALA IV
a. Pengertian
Kala IV persalinan adalah waktu setelah plasenta lahir sampai empat jam pertama
setelah melahirkan. (Sri Hari Ujiiningtyas, 2009)
1. Perdarahan pasca persalinan dini ialah perdarahan ≥ 500 cc pada 24 jam pertama
postpartem
2. Perdarahan pasca persalinan lambat ialah perdarahan ≥ 500 cc setelah 24 jam
persalinan.
Perdarahan pasca persalinan merupakan penyebab pentingnya kematian ibu ¼ dari
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan (perdarahan pasca
persalinan, placenta pravia, sulusio plasenta, kehamilan ektopik, abortus dan ruptur
uteri).
10
Bila perdarahan pasca persalinan tidak menyebabkan kematian, kejadian ini
mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia akan menurunkan daya tahan tubuh
sehingga sangat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak.
b. Etiologi
1) Atoni uteri.
2) Sisa plasenta dan selaput ketuban.
3) Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim.
4) Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia yang
sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
c. Penanganan
Jika ada perdarahan dalam kala IV dan kontraksi rahim kurang baik, segera suntikkan 0,2
mg ergonovin atau metil ergovin intrakuskular, uterus ditekan untuk mengeluarkan
gumpalan darah dan dilakukan masase. Seandainya perdarahan belum berhenti juga
ditambah dengan suntikan metil ergovin lagi, tetapi sekarang intravena dan dipasang
oksitosin drip 10 unit dalam 500 cc glukosa, selama tindakan ini masase diteruskan.
11
Jika masih ada perdarahan, dilaksanakan kompresi bimanual secara hamilton, yaitu satu
tangan masuk ke dalam vagina dan tangan ini dijadikan tinju dengan rotasi merangsang
dinding depan rahim, sedangkan tangan luar menekan dinding perut diatas fundus hingga
dapat merangsang dinding belakang rahim.
d. Pencegahan
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan
umum, kadar hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah.
Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan
penguat rahim (uterotonika). Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai membuka vulva,
infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi
dengan 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.
e. Gejala-gejala
1. Perdarahan pervaginam
2. Konsistensi rahim lunak
3. Fundus uteri naik
4. Tanda-tanda syok
12
Ruptura rahim spontan selama persalinan jarang terjadi (satu dalam setiap 1900
persalinan) tetapi biasanya mengakibatkan perdarahan intraperitoneal yg bermakna.
Ruptura rahim juga dapat terjadi akibat cedera perut oleh benda tumpul pada saat
kecelakaan mobil. Faktor predisposisi untuk ruptura rahim,tertutama akibat seksio
sesaria klasik yang sebelumnya (hacker/moore, 2001)
b. Etiologi
1. Atonia uteri (> 75%), atau uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal,
Depkes Jakarta ; 2002).
2. Robekan (laserasi, luka) jalan lahir atau robekan yang terjadi pada jalan lahir bisa
disebabkan oleh robekan spontan atau memang sengaja dilakukan episiotomi, robekan
jalan lahir dapat terjadi di tempat: robekan servik, perlukaan vagina, robekan perinium.
3. Retensio plasenta dan sisa plasenta (plasenta tertahan di dalam rahim baik sebagian
atau seluruhnya).
4. Inversio uterus (uterus keluar dari rahim).
5. Gangguan pembekuan darah (koagulopati).
c. Penanganan
Jika terjadi syok, tindakan yang harus segera dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Cari dan hentikan segera penyebab perdarahan
2. Bersihkan saluran napas dan beri oksigen atau pasang selang endotrakheal
3. Naikkan kaki ke atas untuk meningkatkan aliran darah ke sirkulasi sentral
4. Pasang 2 set infuse atau lebih untuk transfuse, cairan infuse dan obat-obat IV bagi
pasien yang syok. Jika sulit mencari vena, lakukan/pasang kanul intrafemoral.
13
5. Kembalikan volume darah dengan:
a. Darah segar (whole blood) dengan cross-metched dari grup yang sama, kalau tidak
tersedia berikan darah O sebagai life-saving
b. Larutan kristaloid: seperti ringer laktat, larutan garam fisiologis atau glukosa 5%.
Larutan-larutan ini mmempunyai waktu paruh (half life) yang pendek dan pemberian
yang berlebihan dapat menyebabkan edema paru
c. Larutan koloid: dekstran 40 atau 70, fraksi protein plasma (plasma protein fraction),
atau plasma segar
6. Terapi obat-obatan
a. Analgesik: morfin 10-15 mg IV jika ada rasa sakit, kerusakan jaringan atau gelisah
b. Kortikosteroid: hidrokortison 1 g atau deksametason 20 mg IV pelan-pelan. Cara
kerjanya masih kontroversial, dapat menurunkan resistensi perifer dan meningkatkan
kerja jantung vdan meningkatkan perfusi jaringan
c. Sodium bikarbonat: 100 mEq IV jika terdapat asidosis
d. Vasopresor: untuk menaikkan tekanan darah dan mempertahankan perfusi renal.
• Dopamin: 2,5 mg/kg/menit IV sebagai pilihan utama
• Beta-adrenergik stimulant: isoprenalin 1 mg dalam 500 ml glukosa 5% IV infuse
pelan-pelan
7. Monitoring
a. Central venous pressure (CVP): normal 10-12 cm air
b. Nadi
c. Tekanan darah
d. Produksi urin
e. Tekanan kaviler paru: normal 6-18 Torr
f. Perbaikan klinik: pucat, sianosis, sesak, keringat dingin, dan kesadaran
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada umumnya perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40% - 60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan biasa di
akibatkan oleh atonia uteri dan retensio plasenta.Hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi uterus. Jika plasenta belum lepas sama sekali,
tidak terjadi perdarahan tapi jika lepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang
merupakan indikai untuk mengeluarkannya.
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi post partum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia
terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
B. Saran
Persalinan adalah bagian yang membahagiaan bagi manusia namun terkadang
persalinan juga merupakan bagian dari kehidupan manusia yang mencemaskan manusia.
Persalinan dapat mencemaskan kehidupan manusia jika terjadi penyulit atau komplikasi saat
bersalin sehingga perlu dilakukan pencegahan oleh masyarakat untuk mengendalikan kondisi
kesehatan masyarakat agar lebih baik. Sehingga kerjasama seluruh institusi harus saling
terjalin agar kondisi kesehatan masyarakat yang baik dapat terlaksana.
15
DAFTAR PUSTAKA
Danorth David N. Obstetrics Gynecology, Thirth Edition, Harper & Row, 719-721.
F. Gary Cunningham, M.D. williams Obstetrics, Eighteenth Edition, Appleton & Lange, California,
1989.
Melfiawati, S. Kapita Selekta Kedaruratan Obstretik dan Ginekologi, Edisi Pertama, EGC, 1994.
Prabowo R.P. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiraharjo, Jakarta,
1999, 675-688
Saifuddin A. B. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Edisi Pertama,
Yayasan Bina Putaka Sarwono Prawiroraharjo, Jakarta, 2002.
Rachimhadi Trijatmo. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,
Jakarta, 1999, 362-385.
Wiknojosastro Hanifa. Ilmu Bedah Kebidanan, Edisi Pertama, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta,
2000, 188-197.
16