PENDAHULUAN
1
kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,
menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan.
Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
4. Membran Descement
Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak berstruktur
dan bening, terletak di bawah stroma, lapisan ini merupakan pelindung
atau barier infeksi dan masuknya pembuluh darah.
5. Endotel
Terdiri atas satu lapis sel yang merupakan jaringan terpenting untuk
mempertahankan kejernihan kornea. Sel endotel adalah sel yang mengatur
cairan di dalam stroma kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi
sehingga bila terjadi kerusakan, endotel tidak akan normal lagi. Endotel
dapat rusak akan terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit
intraokular. Usia lanjut akan mengakibatkan jumlah endotel berkurang.4,5,6
4
Kelainan-kelainan kornea yang disebabkan oleh edema kornea, exposure-
keratitits (pada lagoftalmus, bius umum, koma), keratitis karena defisiensi
vitamin A, keratitis neuropalitik, keratitis superfisialis virus.
Kelainan-kelainan sistemik : malnutrisi, alkoholisme, sindrom Steven-
Jhonson, sindrom defisiensi imun.
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya :
kortikosteroid, anestetik lokal dan golongan imunosupresif.2
2.2.2 ETIOLOGI1,4,5,6
1. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan
spesies Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir
semua ulkus berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak
dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
5
memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.
2. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata
maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara
lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
6
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
2.2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi
baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa
kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22
beretiologi jamur.
Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari ulkus kornea
seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan kebutaan.
Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita ulkus kornea,
yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan di India Utara
ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya kegiatan
kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko terjadinya trauma
termasuk trauma kornea.3
7
2.2.4 PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 4
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tak
dapat segera datang pada jaringan lain, yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cells dan sel-sel lain yang terdapat di dalam
stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan
dilatasi dari pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi
perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari mononuklier, sel plasma,
leukosit poli morfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang
tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus (tukak) kornea.4
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris. 1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
8
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.4
2.2.6 KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis (pseudomonas, pneumococcus, moraxella
liquefaciens, streptococcus beta hemolyticus, klebsiela pneumonia,
escherchia coli, proteus, dll).
b. Ulkus kornea fungi (Candida albicans, Fusarium solani, Nocardia,
Cepalosporium, Aspergilus)
c. Ulkus kornea virus (Herpes simplex, Herpes zoster)
9
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
b. Ulkus cincin (ring ulcer)
c. Ulkus kornea marginal akibat hipersensitivitas pada Stafilococus
10
Gambar 2. Ulkus Kornea Fungi
2.2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan slit-lamp
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
11
Pemeriksaan kultur untuk mencari penyebab ulkus.1,7
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH). Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan
spatula kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltosa.
2.2.8 PENATALAKSANAAN1,6,8
12
bekerjanya lama 1-2 minggu. Bekerjanya sulfas atropine untuk menghilangkan
rasa sakit dan menurunkan tanda radang.
c. Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.
13
Gambar 5. Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat
pada kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Gambar 6. Keratoplasti
d. Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi
:
14
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya
: topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,
thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan
sulfa, berbagai jenis anti biotik
2.2.9 PENCEGAHAN8
a. Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
b. Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
c. Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.
2.2.10 KOMPLIKASI8
15
2.2.11 PROGNOSIS
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.
16
BAB III
KESIMPULAN
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing,
dan dengan air mata atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau
jamur ke dalam kornea sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus
kornea merupakan luka terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri,
menurunkan kejernihan penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.2
17
Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali yang disebabkan oleh candida
mengandung unsur-unsur hifa, kerokan dari ulkus candida, umumnya
mengandung pseudohifa atau bentuk ragi, yang menampakan kuncup-kuncup
khas. Pengobatan diberikan obat anti jamur dengan spektrum luas (nistatin,
griseofulvin dan amfoterisin) dengan anti jamur bentuk salep dikenal :
thimerosal.1
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000
2. Susetio, B. Penatalaksanaan Infeksi Jamur. Cermin Dunia Kedokteran. 1993.
Diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11InfeksiJamur087.pdf/11InfeksiJamur0
87.pdf
3. Suharjo, Fatah widido. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai
Tempat Pelayanan Mata Tertier. Dikutip dari www.tempo.co.id. 2007.
4. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata. Ilmu Penyakit Mata Untuk Dokter
Umum dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : CV. Sagung Seto; 2002.
5. Wijaya, N. Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-6. 1993.
6. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata Edisi ke-3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2004
7. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta: EGC. 2009.
8. Ilyas, S. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.
19