KAJIAN PUSTAKA
Keselamatan pasien (patient safety) saat ini telah menjadi prioritas utama
bagi sebuah rumah sakit. Ada lima hal penting yang berkaitan dengan
keselamatan pekerja atau petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit tersebut,
sakit yang berkaitan dengan kelangsungan hidup rumah sakit. Kelima aspek
keselamatan pasien tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain dan bisa
berjalan maksimal bila ada pasien. Untuk itu, peningkatan pemberian pelayanan
tiga elemen penting sebuah rumah sakit telah dilakukan sejak tahun 1900. Tiga
elemen yang dimaksud yaitu: struktur, proses, dan outcome dengan berbagai
14
15
clinical governance, ISO, dan lain sebagainya. Mutu pelayanan rumah sakit dapat
ditingkatkan melalui pengadaan program tersebut baik dari segi struktur, proses,
pasien (patient safety) itu sendiri. Rumah sakit sebagai institusi pemberi
bagian dari sistem rumah sakit untuk membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem
hasil analisis insiden atau kejadian yang terjadi, kemampuan untuk belajar dari
insiden dan tindak lanjut yang dilakukan serta solusi yang diambil untuk
yang timbul akibat dari kesalahan dalam mengambil suatu tindakan atau tidak
pertama dari mutu dan definisi mengenai keselamatan, ini merupakan pernyataan
dari perspektif pasien (Kohn Linda T. et al., 2000). Pengertian lainnya menurut
praktek yang baik untuk mengoptimalkan outcome pasien. Hal ini senada dengan
cidera terhadap pasien. Pencegahan cidera adalah suatu upaya yang dilakukan
untuk mencegah terjadinya bahaya pada pasien pada tindakan medis yang
sebagai upaya untuk mengurangi resiko dari kejadian yang tidak diinginkan yang
perawatan medis.
pelayanan yang menekankan pada suatu kondisi yang tidak merugikan pasien,
melaporkan informasi yang bersifat kritis dan memperbaiki pola serah terima
yang benar, mencegah resistensi penggunaan obat infeksi, menjaga central line
kesalahan tempat, salah prosedur dan orang pada saat tindakan operasi.
international safety goals atau enam sasaran keselamatan pasien. Adapun tujuan
utama dari SIKP ada pada bidang-bidang yang bermasalah dalam perawatan
kesehatan dan juga pemberian bukti dan solusi hasil konsensus menurut nasihat
para ahli. Dengan demikian solusi yang bisa diterapkan untuk keseluruhan sistem
18
aman dan berkualitas tinggi akan memerlukan desain sistem yang baik
keamanan obat yang perlu diwaspadai; kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat
pengurangan risiko pasien jatuh (Depkes RI, 2011). Adapun penjelasannya adalah
sebagai berikut:
ketika pemberian obat dan darah, pengambilan darah dan spesimen lain untuk
Kesalahan dalam mengidentifikasi pasien dapat juga terjadi saat pasien dalam
tersebut. Sasaran ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Maryam
pemberian obat, darah, atau produk darah; pengambilan darah dan spesimen
diantaranya: nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas
pasien dengan bar-code, dan lain-lain. Menurut Depkes RI. (2011), nomor
verbal, seandainya pasien tidak dapat menyebut nama maka perawat dapat
menyebut nama, tidak memakai gelang dan tidak ada keluarga atau penunggu
maka identitas dipastikan dapat melihat rekam medik oleh dua orang petugas.
jalan, unit gawat darurat, atau ruang operasi termasuk identifikasi pada pasien
20
identitas pasien (nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang
lokasi.
masalah identifikasi pasien pada perawat baru dalam masa orientasi dan
bersifat internal dan eksternal dimana transmisi data dan informasi harus tepat
pengobatan dan tranfusi serta alergi diabaikan, salah prosedur operasi, dan
salah sisi bagian yang dioperasi. Semua hal tersebut berpotensi terhadap
komunikasi diantara perawat dan dokter semakin baik hasil perawatan yang
mereka berikan.
22
kepercayaan, perasaan dan sikap antara dua orang atau kelompok yang
kondisi atau situasi pasien saat ini, A (Assessment) artinya kesimpulan dari
hand off (serah terima). Serah terima dapat dilakukan kapanpun disaat terjadi
pengalihan tanggung jawab pasien dari satu orang caregiver kepada orang
lain. Tujuan dari serah terima adalah untuk memberikan dan menyediakan
pengobatan, kondisi terkini dan perubahan kondisi pasien yang baru saja
dilakukan antar perawat antar shift, pengalihan tanggung jawab dari dokter ke
tim kesehatan lain. Hand off bedside juga memungkinkan pasien terlibat aktif
Alert)
perlu waspada dalam mencegah keselahan obat (Potter, P.A., dan Perry,
2010). Hal yang paling sering menjadi penyebab kesalahan obat (medication
24
error) adalah nama obat, rupa dan ucapan mirip (NORUM) atau Look Alike
dihindari yang dapat membahayakan pasien yang timbul sebagai akibat dari
pemakaian obat yang tidak sesuai (Choo et al., 2010). Perilaku perawat dalam
pengobatan dalam prinsip enam benar yaitu benar obat, benar dosis, benar
rute, benar waktu dan benar pasien. Perawat masih banyak membuat
kesalahan meskipun telah diverifikasi dengan prinsip lima benar, untuk itu
perlu diverifikasi lagi dengan resep harus terbaca, lingkungan yang kondusif
tanpa gangguan selama putaran pengobatan dan pola staf yang memadai.
Faktor lain yang berkontribusi adalah stres tempat kerja, gangguan interupsi,
unit pelayanan pasien ke farmasi (Depkes RI, 2011). Aplikasi yang dilakukan
integritas kulit untuk injeksi, dan memonitor pasien. Dua orang staf
obat yang mirip, kemasan obat yang mirip, memberikan pendidikan kepada
pasien/keluarga untuk mengenali obat, kegunaan obat, cara pakai obat dan
obat serta tidak diminta untuk melakukan banyak tugas selama putaran
dibutuhkan secara klinis. Hal ini dilakukan untuk mencegah pemberian yang
kurang hati-hati di area tersebut sesuai dengan kebijakan yang berlaku; dan 4)
yang jelas, dan menyimpannya pada tempat yang dibatasi secara ketat
(restricted).
komunikasi atau informasi yang diterima tidak benar bahkan tidak ada
melakukan penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk
verifikasi lokasi operasi. Selain itu, pengkajian pasien yang tidak tepat,
pengecekan ulang rekam medis atau catatan medis yang tidak tepat, iklim
atau kondisi yang tidak mendukung adanya komunikasi terbuka antar anggota
tim bedah, permasalahan yang timbul karena tulisan tangan yang tidak
memiliki dua sisi (kanan dan kiri); Multiple structures (jari tangan, jari kaki);
merupakan tanda yang tidak ambigu). Daerah yang tidak dioperasi, tidak
bedah yaitu : briefing, sign in (sebelum induksi anastesi), time out (sebelum
jelas dan mudah dipahami termasuk juga melibatkan pasien dalam proses
pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia, tepat,
mendukung suatu proses yang seragam untuk memastikan tepat lokasi, tepat-
28
saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood stream infections) dan
kesadaran atau pemahaman dalam mencuci tangan (hand hygiene) yang tepat.
dijadikan standar oleh WHO (2007), yaitu : 1) pada saat sebelum dan setelah
memakai alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, masker, tutup
untuk melindungi petugas dari risiko pajanan darah, cairan tubuh ekskreta,
bersih pada semua kran air, memberikan pendidikan yang benar tentang
teknik kebersihan tangan kepada para staf, mengingatkan agar tangan selalu
yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum (misalnya WHO Guidelines
kesehatan.
Salah satu penyebab cidera bagi pasien rawat inap adalah kejadian
atau kasus jatuh pada pasien. Untuk itu rumah sakit perlu mengadakan
tepat untuk mengurangi bahkan menghilangkan cidera pada pasien rawat inap
sebagai akibat dari kasus jatuh tersebut. Evaluasi yang dilakukan meliputi:
30
alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang
digunakan oleh pasien. Semua program tersebut harus diterapkan oleh rumah
terjadinya jatuh adalah karena usia, jenis kelamin, efek obat-obatan tertentu,
2) roda tempat tidur pada posisi terkunci; 3) memposisikan tempat tidur pada
risiko tinggi (kunjungi dan monitor pasien setiap 1 jam, tempatkan pasien di
kamar yang paling dekat dengan nurse station jika dimungkinkan); dan 5)
(brankar, kursi roda, tempat tidur), lamanya respon staf terhadap panggilan
31
Menurut Potter, P.A. dan Perry (2010) beberapa intervensi yang dapat
sistem komunikasi yang ada, bersikap hati-hati saat mengkaji pasien yang
hari pada pasien yang baru dirawat, menganjurkan penggunaan bel bila
memerlukan bantuan, memberikan alas kaki yang aman dan tidak licin,
risiko jatuh pada pasien dapat terjadi secara intrinsik maupun ekstrinsik.
Faktor risiko intrinsik terintegrasi dalam sistem pasien dan juga dikaitkan
desain furniture, kondisi lantai, kurangnya pencahayaan, alas kaki yang tidak
tepat, penggunaan alat yang tidak tepat, dan alat bantu yang tidak memadai.
penyebab yang paling utama insiden jatuh yang berakibat fatal dihubungkan
dengan komunikasi staf yang tidak adekuat, pelatihan dan orientasi yang
tidak lengkap, pengkajian awal dan pengkajian ulang pasien yang tidak
pencegahan untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien yang pada hasil
hasilnya, baik keberhasilan, pengurangan cidera akibat jatuh dan dampak dari
ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja seseorang dalam
berperilaku atau dapat pula dikatakan sebagai faktor prefensi “pribadi” yang
1. Sikap
pengaruh yang kuat pada cara pandang seseorang terhadap orang lain, obyek
dan situasi yang berhubungan dengannya. Sikap adalah bagian hakiki dari
sesuatu. Hal ini sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh Winardi
atas respon seseorang terhadap orang lain, objek atau situasi yang sedang
2. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses sensori
(Notoatmodjo, 2003).
dan perubahan lingkungan yang baik (Green, 2000). Faktor ini meliputi biaya dan
wilayah, jumlah tenaga kesehatan, rasio penduduk dan tenaga kesehatan dan
letak geografis.
Organisasi terdiri dari dua sumber daya yaitu sumber daya manusia dan
sumber daya alam. Pada sistem organisasi di rumah sakit, sumber daya
35
manusia terdiri dari tenaga profesional, non profesional, staf administrasi dan
pasien. Sedangkan sumber daya alam antara lain uang, metode, peralatan dan
2. Kepemimpinan
menjadi yang pertama, membuka permainan, dan cenderung hasil yang pasti.
juga diukur melalui perilaku dalam situasi kelompok, dengan pilihan dari
tertulis, umpan balik merupakan salah satu bentuk evaluasi dalam menilai
dalam membentuk kerjasama tim (team work) agar lebih solid dan
terkoordinir.
pada bawahan untuk meningkatkan karier dan tidak takut untuk mengakui
risiko, menjamin cukup sumber daya untuk meningkatkan patient safety dan
3. Imbalan
pemberian imbalan atau bayaran baik secara langsung maupun tidak langsung
37
yang diterima karyawan sebagai hasil dari kinerjanya. Kinerja seseorang akan
kompensasi yang tidak seimbang. Hal ini didukung oleh Bawono dan
balas jasa baik secara langsung berupa uang (finansial) maupun tidak
4. Struktur Organisasi
Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit dengan kelompok kerja agar kebijakan
dan prosedur yang telah ditetapkan rumah sakit dapat dilaksanakan optimal,
misalnya (pokja tranfusi, pokja pencegahan kesalahan obat, dan pokja infeksi
nosokomial).
5. Desain Pekerjaan
Desain pekerjaan mencakup kedalaman dan tujuan dari setiap pekerjaan yang
Kepuasan kerja dipengaruhi oleh tuntutan pekerjaan dan sejauh mana tuntutan
6. Pelatihan
berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukannya. George, J.M. dan Jone (2002)
kemampuan karyawan.
Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan (dalam
daerah maupun dari pusat. Faktor penguat juga merupakan faktor yang
1. Motivasi
tentang motivasi untuk bekerja. Pendapat ini merupakan bagian dari kegiatan
sikap-sikap positif terhadap pekerjaan timbul dari pekerjaan itu sendiri dan
Selain ketiga faktor diatas, ada juga faktor lain yang mempengaruhi
penerapan keselamatan pasien menurut Ellis dan Hartley (2000) meliputi usia,
a. Usia
emosi dan semakin terbuka terhadap pandangan orang lain. Hal ini diperkuat
41
oleh Robbins, S.P. dan Judge (2008), yang mengatakan bahwa semakin
dan komitmen yang tinggi terhadap peningkatan mutu. Dari berbagai periode
umur tersebut, umur yang produktif dalam bekerja dan yang merupakan
angkatan kerja ditunjukkan oleh periode dewasa muda (20-40 tahun) dan
memiliki pola pikir yang rasional, mampu mengontrol emosi dan memiliki
toleransi yang tinggi terhadap pendapat orang lain, yang berarti pula telah
merespon stimulasi.
b. Jenis kelamin
tinggi dan memiliki harapan untuk sukses namun perbedaan ini kecil adanya
Pegawai perempuan yang berumah tangga akan memiliki tugas tambahan, hal
kemauan untuk belajar. Namun, disisi lain Sopiah (2009) mengatakan bahwa
karyawan wanita cenderung lebih rajin, disiplin, teliti dan sabar dalam
bekerja.
c. Pendidikan
pendidikan seseorang maka kinerja yang ditunjukkan juga akan semakin baik
karena pengetahuan dan wawasan yang dimiliki lebih luas bila dibandingkan
d. Masa kerja
Masa kerja adalah lama seorang perawat bekerja pada suatu instansi yaitu dari
mulai perawat itu resmi dinyatakan sebagai pegawai atau karyawan suatu
dimasa yang akan datang. Robbins, S.P. dan Judge (2008) memperkuat
e. Status perkawinan
dan Judge, 2008). Berdasarkan hal tersebut sangatlah jelas bahwa status
yang sudah menikah menilai pekerjaan sangat penting karena sudah memiliki
2.1.2 Pelatihan
dimiliki ke arah yang lebih baik yang terjadi di luar sistem pendidikan yang
berlaku dalam waktu yang relatif singkat. Keterampilan yang dimaksud dalam hal
ini adalah keterampilan dalam berbagai bentuk antara lain keterampilan fisik,
V. dan Sagala, 2009). Pelatihan juga merupakan teknik yang dipilih untuk
meningkatkan kualitas, efisiensi, dan kinerja staf. Marquin, B.L. dan Huston
44
(2006) mendefinisikan pelatihan adalah suatu cara yang diambil untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan tertentu yang harus dimiliki oleh seseorang yang
Robbins, S.P. dan Judge (2008) menyatakan bahwa pelatihan merupakan sebuah
model yang bertujuan untuk mengambil perhatian peserta terhadap apa yang
mampu mengambil keputusan yang tepat dengan risiko minimal. Hal ini berarti
bahwa kontribusi kegiatan kognitif karena pelatihan yang diikuti seseorang dapat
juga berdampak pada penurunan potensi tuntutan karena pelanggaran kode etik,
tersebut. Terdapat dua metode prinsip dalam teori belajar yaitu instruksi verbal
dan demonstrasi. Aspek penting pada kemampuan belajar ini terkait dengan
bentuk hasil pengetahuan yang diberikan. Teori Law of Response by Analogy yang
individu untuk bereaksi dan menampilkan respon terhadap hal tertentu yang
dihadapinya. Reaksi yang terjadi dari intervensi pelatihan yang diberikan dapat
pertumbuhan staf. Pelatihan yang efektif adalah pelatihan yang mencakup dan
organisasi serta didesain sebagai respon terhadap suatu kebutuhan. Untuk itu
keselamatan pasien.
46
Pelatihan memiliki nilai kemanfaatan yang sangat besar baik dari aspek
staf maupun organisasi. Rivai, V. dan Sagala (2009) menyatakan bahwa transfer
dengan kinerja staf selanjutnya. Manfaat lain yang dapat diperoleh staf melalui
pelatihan adalah berupa tanggung jawab dan prestasi yang lebih dapat
membantu menghilangkan rasa takut menghadapi tugas baru. Sikap yang lebih
positif terhadap orientasi yang akan dicapai oleh organisasi dan sikap moral yang
Staf yang mendapatkan pelatihan perlu diberikan umpan balik atau hasil
pengetahuan yang diperoleh dari pelatihan yang diterima agar staf dapat
bahwa adanya pelatihan dipandang secara positif oleh staf. Hasil survei
diterima staf bemanfaat dan membantu kinerja staf dalam melaksanakan tugas dan
lingkungan kerja yang positif bagi perawat agar asuhan yang aman dapat
diberikan (ICN, 2007). Sedangkan kunci dari program pelatihan yang efektif
47
terdiri atas partisipasi, pengulangan, pergantian pelatihan dan umpan balik (Baron,
2000).
(2008) menyatakan bahwa upaya untuk menganalisis dan menurunkan KTD lebih
efektif ketika suatu kejadian dilihat sebagai suatu kegagalan sistem. Mengacu
maka pelatihan merupakan aspek yang mendukung pilar sumber daya manusia
pasien, WHO (2009) mengemukakan bahwa salah satu area riset yang menjadi
pelayanan profesional telah dilatih secara profesional dan telah melakukan serta
mengkaji pasien dengan disertai pelaporan KTD dan kesalahan tindakan medis.
pasien dalam semua program latihan staf rumah sakit yang disertai pengukuran
mendukung staf dengan cara membangun komitmen dan fokus yang kuat serta
juga merupakan bentuk dukungan dan kepemimpinan terhadap staf serta upaya
untuk membangun komitmen dan fokus bagi semua tenaga kesehatan yang terlibat
kesehatan untuk memberikan pelayanan yang luar biasa terhadap pasien dan
pada tahun 2004 dalam Kowalski (2006) mengidentifikasi lima bentuk praktek
kerja dan alur kerja, serta 5) membangun organisasi belajar. Penerapan kelima hal
tersebut secara konsisten akan berdampak pada budaya yang optimal untuk
proses belajar dalam kegiatan pelatihan. Robbins, S.P. dan Judge (2008)
dalam kegiatan pelatihan staf merupakan hal yang penting untuk diperhatikan
pasien merupakan hal yang harus diupayakan serta menjadi dasar untuk belajar
keselamatan pasien.
teori mengenai deteksi terhadap risiko pasien dapat dijadikan sebagai rancangan
perawat dalam melakukan deteksi risiko pasien. Berkaitan dengan hal ini,
dan spesifik mengenai kontribusi perawat dan tenaga kesehatan lainnya tetap
mengarah pada pentingnya melakukan pelatihan yang berfokus pada deteksi risiko
atas dan berfokus pada penilaian terhadap pengaruh perlakuan berupa pelatihan
perawat yang adekuat dan penerapan keselamatan pasien sangat ditentukan dari
menjadikan prinsip belajar dalam pelatihan menjadi lebih efektif (Marquis dan
Huston, 2006; Rivai dan Sagala, 2009). Berikut merupakan metode yang dapat
teknik dan prinsip belajar yang terkandung dalam berbagai jenis pelatihan yaitu:
dimana pekerja ditempatkan dalam situasi riil di bawah hubungan staf yang
berpengalaman atau seorang supervisor. Evaluasi dan umpan balik merupakan hal
penting yang dilakukan oleh supervisor agar pekerja pada akhirnya dapat
melakukan pekerjaannya dengan baik. Bentuk lain dari On the job training adalah
dipindahkan dari tempat kerja yang satu ke tempat kerja lainnya. Partisipasi
51
peserta pelatihan dan tingkat transfer pekerjaan yang tinggi merupakan manfaat
belajar dalam rotasi kerja yang efektif. Sedangkan magang merupakan program
yang memiliki aspek rancangan kurang begitu cermat dibandingkan dengan rotasi
kerja. Magang ditangani oleh supervisor atau manajer dan bukan oleh departemen
SDM. Walaupun demikian, partisipasi, umpan balik dan transfer pekerjaan lebih
Beberapa pendekatan yang tercakup dalam off the job training antara lain
adalah ceramah kelas, case study, simulasi, praktek laboratorium, role playing dan
1. Ceramah Kelas
partisipasi peserta dengan metode ini dapat meningkat dengan adanya diskusi
selama ceramah.
2. Case Study
dari suatu permasalahan riil yang dihadapi oleh perusahaan atau perusahaan
3. Simulasi
4. Praktek Laboratorium
5. Role Playing
Role playing adalah suatu metode pelatihan dimana peserta dihadapkan pada
6. Behavior Modelling
baru dan meninggalkan pola lama. Proses belajar terjadi melalui observasi
keahlian interpersonal.
53
apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu proses transformasi. Proses
tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja (Siagan, 2010). Pada tahap ini
diantaranya dengan cara pre test dan post test, observasi perubahan perilaku
pelatihan dapat diukur dalam rentang waktu hari, minggu, bulan bahkan tahun.
keterampilan dapat bertahan dalam kurun waktu 1-4 minggu, sebelum berlanjut ke
tahap perubahan perilaku yang memerlukan waktu lebih lama yaitu 4, 6 sampai 12
bermakna terhadap tingkat kebutuhan perawat akan ilmu (Marquin, B.L. dan
Huston, 2006). Pelatihan dalam lingkup mutu dan keselamatan merupakan salah
satu sarana untuk menambah kebutuhan akan pengetahuan baru dan untuk
pasien (Selleya C. Bawelle, J. S. V. Sinolungan, 2013). Hal ini diperkuat juga oleh
keselamatan pasien. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sonal Arora, et al.
pasien (Muthmainnah dan Noor Bahri, 2014). Pernyataan ini diperjelas lagi
dengan penelitian yang dilakukan Azimi et al, (2012) yang mengatakan bahwa
pelatihan patient safety merupakan strategi yang efektif untuk meningkatkan sikap
yang dilakukan Sonal Arora, et al. (2012) dengan judul penelitiannya safety skills
penelitian yang dilakukan oleh Muthmainnah dan Noor Bahri (2014) dengan judul