Anda di halaman 1dari 17

Baja struktur diberi nama oleh American Society for Testing and Material(ASTM) serta oleh para

pembuatnya. Untuk keperluan design, tegangan leleh tarik fy menjadi acuan yang digunakan oleh
spesifikasi-spesifikasi, seperti American Institute of Steel Construction (AISC), sebagai variable sifat
untuk menentukan kekuatan atau tegangan ijinnya. Dewasa ini, baja telah tersedia dengan tegangan
leleh dari 170 sampai dengan 690 MPa.

Baja untuk struktur dengan tempa panas, dapat diklasifikasikan sebagai :

1 Baja karbon (carbon steel)

2 Baja paduan rendah berkekuatan tinggi (high strength low alloy stell)

3 Baja paduan (alloy stell)


Baja Karbon

Baja karbon dibagi menjadi empat kategori berdasarkan persentase kandungan karbonnya :

1 Baja karbon rendah (kurang dari 0,15%)

2 Baja karbon lunak (0,15% – 0,29%)

3 Baja karbon sedang (0,30% – 0,59%)

4Baja karbon tinggi (0,60% – 1,70%)

Peningkatan persentase karbon akan meningkatkan kekerasannya, namun akan mengurangi


kekenyalannya, hingga lebih sulit dilas.

Baja Paduan Rendah Berkekuatan Tinggi

Kategori ini meliputi baja-baja yang memiliki tegangan leleh dari 275 sampai dengan 480 MPa.
Penambahan sejumlah elemen paduan terhadap baja karbon, seperti krom, kolumbium, tembaga,
mangan, mobibden, nikel, fosfor, vanadium, atau zirconium, akan memperbaiki sifat-sifat mekanis baja.
Bila baja karbon mendapatkan kekuatan dengan penambahan kandungan karbonnya, maka elemen-
elemen paduan menciptakan tambahan kekuatan lebih dengan mikrostruktur yang halus ketimbang
mikrostruktur yang kasar yang diperoleh selama proses pendinginan baja. Baja paduan rendah
berkekuatan tinggi digunakan dalam kondisi seperti tempaan atau kondisi normal, yakni kondisi di mana
tidak digunakan perlakuan panas.

Baja Paduan
Baja paduan rendah dapat didinginkan dan disepuh supaya dapat mencapai kekuatan leleh sebesar 550
sampai dengan 760 MPa. Kekuatan leleh biasanya didefinisikan sebagai tegangan pada regangan offset
0,2%, karena baja ini tidak menunjukkan titik leleh yang jelas. Dengan prosedur yang tepat, baja ini
dapat dilas, dan biasanya tidak membutuhkan tambahan perlakuan panas setelah pengelasan dilakukan.
Baja paduan rendah ini pada umumnya memiliki kandungan karbon sekitar 0,20% supaya dapat
membatasi kekerasan mikrostruktur butiran kasar (martensit) yang mungkin terbentuk selama
perlakuan panas dan pengelasan, sehingga dapat mengurangi bahaya retakan.
Secara umum sistem pelat lantai dapat dibedakan atas :
1. Pelat Satu Arah (One way slab)
2. Pelat Dua Arah (Two way Slab)
Pelat satu arah dan pelat dua arah dapat dibedakan dari nilai rasio perbandingan sisi panjang (ly) dan sisi
pendek (lx) dari pelat.
Pelat satu arah , apabila : ly/lx > 2,0
Pelat dua arah , apabila : 1,0 ≤ ly/lx ≤ 2,0

1. Pelat Satu Arah


Pelat satu arah dapat di-disain dengan menggunakan disain untuk balok, dengan lebar 1 unit lebar (per m’
lebar) dalam arah sisi pendek. Dalam arah sisi panjang dapat digunakan tulangan susut dan temperatur
atau tulangan pembagi.
Tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung, dapat ditentukan
dari table 2.1. berikut :
Tabel 2.1 Tebal minimum untuk pelat satu arah

Cara Analisis :
Sebagai alternatif, metode pendekatan berikut ini dapat digunakan untuk menentukan momen lentur dan gaya geser
dalam perencanaan balok menerus dan pelat satu arah, yaitu pelat beton bertulang dimana tulangannya hanya
direncanakan untuk memikul gaya-gaya dalam satu arah, selama:
1. Jumlah minimum bentang yang ada haruslah minimum dua.
2. Memiliki panjang-panjang bentang yang tidak terlalu berbeda, dengan rasio panjang
bentang terbesar terhadap panjang bentang terpendek dari dua bentang yang bersebelahan
tidak lebih dari 1,2.
3. Beban yang bekerja merupakan beban terbagi rata.
4. Beban hidup per satuan panjang tidak melebihi tiga kali beban mati per satuan
panjang, dan
5. Komponen struktur adalah prismatis.
Momen yang bekerja pada setiap tumpuan dapat ditentukan sebagai :
Gambar 2.1 . Terminologi balok/pelat satu arah di atas banyak tumpuan

Tulangan Susut dan Suhu


Pada pelat struktural dimana tulangan lenturnya terpasang dalam satu arah saja, harus disediakan
tulangan susut dan suhu yang arahnya tegak lurus terhadap tulangan lentur tersebut.
Tulangan ulir yang digunakan sebagai tulangan susut dan suhu harus memenuhi ketentuan
berikut:
 Tulangan susut dan suhu harus paling sedikit memiliki rasio luas tulangan terhadap luas
bruto penampang beton sebagai berikut, tetapi tidak kurang dari 0,0014.
 Tulangan susut dan suhu harus dipasang dengan jarak tidak lebih dari lima kali tebal
pelat, atau 450 mm.
2. Sistem Pelat Dua Arah
Sistem pelat dua arah dapat terjadi pada pelat tunggal maupun menerus, asal perbandingan panjang
bentang kedua sisi memenuhi. Persyaratan jenis pelat lantai dua arah jika perbandingan dari bentang
panjang terhadap bentang pendek kurang dari dua
Beban pelat lantai pada jenis ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung,
akibatnya tulangan utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi pelat. Permukaan lendutan pelat
mempunyai kelengkungan ganda.

Metode Analisis Struktur Pelat

a. Metode klasik
Metode ini sebagian besar ditentukan pada teori elastis, di mana pemakaian analisis tingkat tinggi
banyak dijumpai. Metode ini didasarkan pada fenomena fisis pelat, yaitu lenturan pelat. Lenturan dibuat
model matematis dengan menggunakan penyederhanaan-penyederhanaan
b. Metode Pendekatan dan numerik, antara lain :
1. Metode garis luluh
Dalam metode ini kekuatan suatu pelat dimisalkan ditentukan oleh lentur saja. Pengaruh-pengaruh lain
seperti lendutan dan geser harus ditinjau tersendiri.
2. Metode jaringan balok
Metode ini didasarkan pada metode kekakuan ( mengubah struktur kinematis tak tentu menjadi struktur
kinematis tertentu). Analisis struktur pelat didekati dengan pendekatan jaringan balok silang, struktur
pelat dianggap tersusun dari jalur-jalur balok tipis dalam masing-masng arah dengan tinggi balok sama
dengan pelat.
3. Metode pendekatan PBI 71
Didasarkan pada pendekatan momen dengan menggunakan koefisien-koefisien yang disederhanakan.
Momen-momen yang dihasilkan didapat dari rumus momen yang sudah ada. Besarnya momen ini
dipengaruhi oleh besarnya beban terbagi rata per meter panjang, panjang bentang arah x dan arah y dari
panel pelat. Dari hitungan momen didapatkan Mlx ( momen lapangan pada arah x), Mtx ( momen
tumpuan/tepi pada arah x), Mly ( momen lapangan pada arah y), Mty ( momen tumpuan/tepi pada arah
y).Perhitungan momen-momen tersebut harus sesuai dengan perletakan masing-masing sisi struktur
pelat yang direncanakan.
4. Metode pendekatan SNI-2847-2002 Metode perencanaan langsung ( Direct Design Method )
Pada metode ini yang didapatkan adalah pendekatan momen dengan menggunakan koefisien-koefisien
yang disederhanakan. Metode portal ekivalen ( Eqivalen Frame Method )
Metode ini digunakan untuk memperoleh variasi longitudinal dari momen dan geser, maka kekakuan
relative dari kolom-kolom, berikut sistem lantai dimisalkan di dalam analisis pendahuluan dan
kemudian diperiksa seperti halnya dengan perencanaan dari struktur statis tak tentu lainnya.

Tahap Perencanaan Bangunan Bertingkat

Perencanaan gedung bertingkat harus dipikirkan dengan matang karena menyangkut investasi dana
yang jumlahnya tidak sedikit. Berbagai hal perlu ditinjau yang meliputi beberapa kriteria, yaitu 3S :
strength, stiffness, dan serviceability. Analisis struktur gedung bertingkat dapat dilakukan dengan
computer berbasis elemen hingga (finite element) dengan sofware yang telah umum digunakan
oleh para perencana, misalnya : SAP (Structure Analysis Program) atau ETABS (Extended 3D
Analysis Building Systems).

Konsep perancangan konstruksi didasarkan pada analisis kekuatan batas (ultimate-strength) yang
mempunyai daktilitas cukup untuk menyerap energi gempa sesuai peraturan yang
berlaku. Berbagai macam kombinasi pembebanan yang meliputi beban mati, beban hidup, beban
angin, dan beban gempa dihitung dengan pemodelan struktur 3-D (space-frame). Kombinasi
pembebanan yang dimaksud adalah sebagai berikut :

 1,4DL
 1,2DL + 1,6LL
 1,2DL + 1LL + 1EX + 0,3EY
 1,2DL + 1LL - 1EX + 0,3EY
 1,2DL + 1LL + 1EX - 0,3EY
 1,2DL + 1LL - 1EX - 0,3EY
 1,2DL + 1LL + 0,3EX + 1EY
 1,2DL + 1LL - 0,3EX + 1EY
 1,2DL + 1LL + 0,3EX - 1EY
 1,2DL + 1LL - 0,3EX - 1EY
 0,9DL + 1EX + 0,3EY
 0,9DL + 1EX - 0,3EY
 0,9DL - 1EX + 0,3EY
 0,9DL - 1EX - 0,3EY
 0,9DL + 0,3EX + 1EY
 0,9DL + 0,3EX - 1EY
 0,9DL - 0,3EX + 1EY
 0,9DL - 0,3EX - 1EY
Keterangan :
DL = Beban mati (Dead Load)
LL = Beban Hidup (Live Load)
EX = Beban gempa searah sumbu x (Earthquake- X)
EY = Beban gempa searah sumbu y (Earthquake- Y)

Di negara Indonesia ada 3 jenis sistem struktur yang digunakan yaitu:

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) atau Ordinary Moment Resisting
Frame (OMRF)
Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk di zona gempa 1 dan 2 yaitu
wilayah dengan tingkat gempa rendah. Acuan perhitungan yang digunakan adalah SNI 03-2847-2002
pasal 3 sampai pasal 20.

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) atau Intermediate Moment Resisting
Frame (IMRF)
Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk di zona gempa 3 dan 4 yaitu
wilayah dengan tingkat gempaan sedang. Pasal- pasal yang digunakan dalam SNI 03-2847-2002
adalah Pasal 3 sampai pasal 20, ditambah dengan pasal 23.2 sampai dengan 23.10.2

3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) atau Special Moment Resisting
Frame (SMRF)
Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk pada zona 5 dan 6 yaitu wilayah
dengan tingkat gempaan tinggi atau diaplikasikan dalam perencanaan High Rise Building.

Langkah pertama yang harus diperhatikan dalam perencanaan gedung adalah pengumpulan data
proyek yang meliputi :
 Data tanah dari hasil sondir dan boring,
 Data bangunan,
 Data gambar proyek, terdiri dari gambar arsitektur, gambar struktur, gambar potongan, dan
denah lantai,
 Data lain yang menyangkut RKS (Rencana Kerja dan Syarat- syarat)

A. Peraturan dan Standar Perencanaan


1. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-1992)
atau ACI 318- 2005.
2. Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989-
F) atau ASCE 7-10.
3. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-
2002).
4. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1729-2002).
B. Bahan Struktur
1. Beton
Untuk struktur kolom, sloof, balok lantai dan plat lantai digunakan beton dengan kuat tekan beton yang
disyaratkan, fc’ = 25 MPa (setara dengan beton K-300). Modulus elastis beton, Ec = 4700√(fc') =
2,35.104 MPa = 2,35.107 kN/m2 dengan angka poison = 0,20.

2. Baja Tulangan
Untuk baja tulangan dengan D ≥ 12 mm digunakan baja tulangan ulir BJTD 40 dengan tegangan leleh
baja, fy = 400 MPa. Untuk baja tulangan dengan D < 12 mm digunakan baja tulangan polos BJTP 24
dengan tegangan leleh baja, fy = 240 MPa. Modulus elastis baja, Es = 2,1.105 MPa.

3. Baja Profil
Mutu baja profil yang digunakan untuk struktur baja harus memenuhi persyaratan setara dengan BJ-
37.

C. Pra-eliminari Desain:

1. Perencanaan plat
 Penentuan dimensi terdiri dari dimensi plat dan dimensi plat atap. Masing- masing
menggunakan SNI 03-2847-2002 dengan pasal :
 Perencanaan plat 1 arah : SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.2 Tabel 8
 Perencanaan plat 2 arah : SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3
 Menganalisa gaya- gaya yang terjadi pada plat, digunakan Peraturan Beton Bertulang
Indonesia (PBBI 1971 pasal.13.3 tabel 13.3.1 dan tabel 13.3.2), sedangkan perletakkan yang
diasumsikan jepit penuh digunakan C.K Wang dan C.G Salmon jilid 2,
 Penulangan plat,
 Penulangan lentur, susut, dan suhu : SNI 03-2847-2002 pasal 9.12.2.

2. Penentuan dimensi balok dan kolom


 Penentuan dimensi balok terdiri dari : Perencanaan lebar efektif balok (SNI 03-2847-2002
pasal 10.10.2),
 Perhitungan penulangan geser : SNI 03-2847-2002 pasal.13.3.1(1)
 Perhitungan penulangan torsi : SNI 03-2847-2002 pasal.13.6

3. Struktur kolom, terdiri dari:


 Perencanaan kolom portal
 Pengaruh kelangsingan kolom : SNI 03-2847-2002 pasal 12.12.2
 Perbesaran momen : SNI 03-2847-2002 pasal 12.13.3
 Perhitungan penulangan geser : SNI 03-2847-2002 psl.13.3.1(2)

4. Analisa struktur bawah


 Perhitungan poer,
 Perhitungan pondasi tiang pancang,
 Perhitungan sloof.
5. Penulangan
 Penulangan dihitung berdasarkan data-data yang diperoleh dari out put SAP atau ETABS.
 Dari out put SAP atau ETABS diperoleh nilai gaya geser (D), momen lentur (M), momen torsi
(T), dan nilai gaya aksial (P). Kemudian dihitung kebutuhan tulangan pada balok, kolom dan pondasi.
 Perhitungan penulangan geser, lentur, dan puntir pada semua komponen struktur utama.
 Kontrol masing-masing perhitungan penulangan.
 Penabelan penulangan yang terpakai pada elemen struktur yang dihitung (struktur atas dan
struktur
bawah).
 Penggambaran detail penulangan.

D. Cek Persyaratan
1. Plat
 Kontrol jarak spasi tulangan : SNI 03-2847-2002 pasal.15.3.2
 Kontrol jarak spasi tulangan suhu dan susut.
 Kontrol perlu tulangan suhu dan susut : SNI 03-2847-2002 pasal 9.12.2.1 dan pasal 10.4.3
 Kontrol lendutan : SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3.4

2. Balok
 Kontrol Mnpasang ≥ Mn untuk tulangan lentur

3. Kolom
 Kontrol kemampuan kolom.
 Kontrol momen yang terjadi Mnpasang ≥ Mn

4. Poer
 Kontrol dimensi poer : SNI 03-2847-2002 pasal13.12.3. 1.(a), pasal.13.12.3. 1.(b),
pasal.13.12.3.1.(c)
 Kontrol geser pons.
 Geser 1 arah : SNI 03-2847-2002 pasal.13.12.1.1
Geser 2 arah : SNI 03-2847-2002 pasal.13.12.1.2

E. Gambar Perencanaan
1. Gambar arsitek terdiri dari :
 Gambar denah.
 Gambar tampak.

2. Gambar struktur terdiri dari :


 Potongan memanjang.
 Potongan melintang.
 Gambar denah pondasi.
 Gambar denah sloof.
 Gambar denah pembalokan.
 Gambar denah rencana atap.

3. Gambar detail :
 Gambar detail panjang penyaluran.
 Gambar detail penjangkaran tulangan.
 Gambar detail pondasi dan poer.

F. Jenis Beban
1. Beban mati (Dead load)
Beban mati yang merupakan berat sendiri konstruksi (specific gravity) menurut Tata Cara
Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1727-1989-F), adalah seperti Tabel
berikut :

No Konstruksi Berat Satuan


1 Baja 7850 kg/m3
1 Beton bertulang 2400 kg/m3
2 Beton 2200 kg/m3
3 Dinding pas bata ½ bt 250 kg/m2
4 Dinding pas bata 1 bt 450 kg/m2
5 Curtain wall+rangka 60 kg/m2
6 Cladding + rangka 20 kg/m2
7 Pasangan batu kali 2200 kg/m3
8 Finishing lantai (tegel) 2200 kg/m3
9 Plafon+penggantung 20 kg/m2
10 Mortar 2200 kg/m3
11 Tanah, Pasir 1700 kg/m3
12 Air 1000 kg/m3
13 Kayu 900 kg/m3
14 Baja 7850 kg/m3
15 Aspal 1400 kg/m3
16 Instalasi plumbing 50 kg/m2

Untuk perencanaan beban bangunan di luar negeri, harus diperhitungkan juga beban banjir, beban
suhu, beban Salju, dan beban Es. Semuanya ada di ASCE 7-10.

2. Beban hidup (Live load)


Beban hidup yang bekerja pada lantai bangunan Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah
dan Gedung (SNI 03-1727-1989-F), adalah sebagai berikut :
 Lantai dan rumah tinggal = 200 kg/m2
 Sekolah, kantor, toko, hotel, RS, restoran, asrama = 250 kg/m2
 Ruang olahraga = 400 kg/m2
 Ruang dansa = 500 kg/m2
 Balkon dan lantai dalam ruang pertemua = 400 kg/m2
3. Beban gempa (Earthquake)

Wilayah Indonesia terdiri dari 6 wilayah gempa, dimana wilayah gempa 1 adalah wilayah kegempaan
paling rendah dan wilayah gempa 6 adalah wilayah kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah
gempa ini, didasarkan pada percepatan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana
dengan periode ulang 500 tahun dengan asumsi umur bangunan adalah 50 tahun. Berikut adalah
Gambar Pembagian Zona Gempa di Indonesia

Gambar Pembagian Zona Gempa di Indonesia

Analisis terhadap beban gempa digunakan cara statik ekivalen maupun dinamik (response
spectrum analysis). Dari hasil analisis kedua cara tersebut diambil kondisi yang memberikan nilai
gaya atau momen terbesar sebagai dasar perencanaan. Struktur bangunan dirancang mampu
menahan gempa rencana sesuai peraturan yang berlaku yaitu SNI 03-1726-2002 tentang Tatacara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung. Dalam peraturan ini gempa rencana
ditetapkan mempunyai periode ulang 500 tahun, sehingga probabilitas terjadinya terbatas pada 10
% selama umur gedung 50 tahun.

a. Metode Statik Ekivalen

Gaya geser dasar nominal pada struktur akibat gempa dihitung dengan rumus :
V = C . I / R .Wt
Dimana :

 C= nilai faktor response gempa, yang ditentukan berdasarkan wilayah gempa kondisi tanah
dan waktu getar alami.
 R = faktor reduksi gempa representatif.
 I = faktor keutamaan (diambil, I = 1 )
 Wt = jumlah beban mati dan beban hidup yang direduksi (faktor reduksi diambil = 0,5)
yang bekerja di atas taraf penjepitan lateral.
Analisis statik dilakukan dengan meninjau secara bersamaan 100% gempa arah X dan 30% gempa
arah Y, dan sebaliknya.

b. Metode Dinamik (Response Spectrum)

 Besar beban gempa ditentukan oleh percepatan gempa rencana dan massa total struktur.
Massa total struktur terdiri dari berat sendiri struktur dan beban hidup yang dikalikan dengan faktor
reduksi 0,5.
 Percepatan gempa diambil dari data zone Wilayah Gempa Indonesia menurut Tatacara
Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002) dengan memakai
spektrum respons yang nilai ordinatnya dikalikan dengan koreksi I/R.
Detail perencanaan struktur gedung dengan ETABS mulai dari pemodelan struktur,
pembebanan, analisis gempa, dan perhitungan strukturnya bisa dibacadisini.

----------------
NB :
Jika ingin mencopy Artikel ini, mohon cantumkan juga sumbernya. Kami menghargai Anda,
sebagaimana Anda juga menghargai Kami. Terima kasih
Muhammad Miftakhur Riza

Anda mungkin juga menyukai