Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ASI
Menurut para ahli ada beberapa definisi tentang Air Susu Ibu
(ASI). Air Susu Ibu (ASI) adalah sumber nutrisi terpenting yang
dibutuhkan oleh setiap bayi idealnya diberikan secara eksklusif
selama 6 bulan dan dilanjutkan makanan pendamping sampai usia
2 tahun (IDAI, 2010). Menurut Mustofa & Prabandari (2010), ASI
adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-
garam anorganik yang disekresi oleh kelenjar mamae ibu, yang
berguna sebagai makanan bagi bayinya.
Dapat disimpulkan bahwa ASI adalah sumber nutrisi penting
yang terdapat emulsi lemak, protein, laktosa dan garam mineral
sebagai sumber makanan bagi bayi sampai umur 2 tahun.
2.2 Kandungan Dalam ASI
Kandungan gizi dari ASI sangat khusus dan sempurna serta
sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembang bayi. Menurut
Wulandari & Iriana (2013), adapun kandungan dengan komposisi
yang tepat, serta disesuaikan dengan kebutuhan bayi adalah :
1. Lemak
Sumber kalori utama dalam ASI adalah lemak.
Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) yang
berperan penting dalam pertumbuhan otak. DHA dan AA adalah
asam lemak tak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty
acids) yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang
optimal. Jumlah DHA dan AA dalam ASI sangat mencukupi
untuk menjamin pertumbuhan dan kecerdasan anak. Disamping
itu DHA dan AA dalam tubuh dapat dibentuk atau disintesa dari
substansi pembentuknya (precursor) yaitu masing-masing dari
Omega 3 (asam linolenat) dan Omega 6 (asam linoleat).

7
2. Karbohidrat
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktose, mempunyai
kadar paling tinggi dibanding susu mamalia lain. Laktose
mempunyai manfaat lain yaitu mempertinggi absorbsi kalsium
dan merangsang pertumbuhan lactobacillus bifidus. Laktobasilus
bifidus berfungsi mengubah laktosa menjadi asam laktat dan
asam asetat. Kedua asam ini menjadikan saluran pencernaan
bersifat asam sehingga menghambat pertumbuhan
mikroorganisme seperti bakteri E.coli yang sering menyebabkan
diare pada bayi. Laktobasilus mudah tumbuh cepat dalam usus
bayi yang mendapat ASI.
3. Protein
Protein dalam ASI terdiri dari casein (protein yang sulit
dicerna) dan whey (protein yang mudah dicerna). ASI lebih
banyak mengandung whey daripada casein sehingga protein ASI
mudah dicerna sedangkan pada susu sapi kebalikannya.
4. Garam dan Mineral
ASI mengandung garam dan mineral lebih rendah dibanding
susu sapi, bayi yang mendapatkan susu sapi yang tidak
dimodifikasi dapat menderita tetani karena hipokalsemia. Ginjal
neonatus belum dapat mengkonsentrasikan air kemih dengan
baik, sehingga diperlukan susu dengan kadar garam dan mineral
yang rendah. ASI mengandung kadar garam dan mineral lebih
rendah dibanding susu sapi. Bayi yang mendapat susu sapi atau
susu formula dapat menderita tetani (otot kejang). Karena
hipokalsemia kadar kalsium dalam susu sapi lebih tinggi
dibanding ASI, tetapi kadar fosfornya jauh lebih tinggi, sehingga
mengganggu penyerapan kalsium dan juga magnesium.
5. Vitamin
Masing-masing dari vitamin tersebut memiliki fungsi dan
manfaat tertentu. Vitamin D untuk kekuatan tulangnya, meskipun

8
kadarnya dalam ASI tidak terlalu banyak. Namun, ini bisa
disiasati dengan menyinari bayi dengan matahari di pagi hari
sebagai pencegahan untuk masalah tulang pada periode usia 0 -
6 bulan kelahiran.
Vitamin A berfungsi utamanya untuk indera penglihatan bayi.
Kandungan vitamin A sangat besar pada kolostrum dan mulai
berkurang saat sudah memasuki periode transisi ASI matang, di
mana sebagian besar porsi ASI sudah dalam bentuk cairan air,
namun tetap mengandung zat-zat penting bagi bayi. Selain untuk
penglihatan, menurut IDAI, vitamin A juga memiliki peran dalam
kekebalan tubuh, pembelahan sel, dan pertumbuhan.
Vitamin B merupakan zat yang mudah larut dalam cairan. Di
dalam ASI, fungsi dari vitamin ini adalah sebagai pelengkap
dalam mencegah dari anemia (kekurangan darah), terlambatnya
perkembangan, kurang nafsu makan dan iritasi kulit.
Dalam perkembangan saraf dan peremajaannya vitamin C
memilik fungsi besar. Selain itu vitamin C berpengaruh pada
pertumbuhan gigi, tulang dan kolagen, ia juga mampu mencegah
bayi dari serangan penyakit. Namun, terlalu banyak konsumsi
vitamin juga tidak baik karena efek samping yang ditimbulkan.
Vitamin E utamanya untuk kesehatan kulit. Selain itu, vitamin E
sebagai penambah sel darah merah bayi yang bernama
hemoglobin sehingga melindunginya dari anemia (kekurangan
darah).
Berdasarkan sumber dari Food And Nutrition Boart, National
Research Council Washington Tahun 1980 dalam Atikah (2010)
diperoleh perkiraan komposisi Kolostrum dan ASI untuk setiap
100 ml seperti tertera pada tabel 1.1 berikut:

9
Kolostrum ASI
No. Zat-zat gizi Satuan
/100 ml /100 ml
1. Energi Kkal 58.0 70
2. Protein G 2.3 0.9
 whey (mg) - 1 : 1,5
 Kasein (mg) 140 187
 Laktamil bumil (mg) 218 161
 Laktoferin (mg) 330 167
 Ig A (mg) 364 142
3. Laktosa G 5.3 7.3
4. Lemak G 2.9 4.2
5. Vitamin
- Vit A (mg) Ug 151 75
- Vit B1 (mg) Ug 1,9 14
- Vit B2 (mg) Ug 30 40
- Asam Nikotinmik (mg) Mg 75 160
- Vit B6 (mg) Mg - 12-15
- Asam pantotenik Mg 183 246
- Biotin Mg 0,06 0,6
- Asam folat Mg 0,05 0,1
- Vit B12 Mg 0,05 0,1
- Vit C Mg 5,9 5
- Vit D (mg) - 0,04
- Vit Z 1,5 0,25
- Vit K (mg) - 1,5
6. Mineral
- Kalsium (mg) Mg 39 35
- Klorin (mg) Mg 85 40
- Tembaga (mg) Mg 40 40
- Zat besi (ferrum) (mg) Mg 70 100
- Magnesium (mg) Mg 4 4
- Fosfor (mg) Mg 14 15
- Potassium (mg) Mg 74 57
- Sodium (mg) Mg 48 15
- Sulfur (mg) Mg 22 14
Tabel 1.1 Tabel komposisi Kolostrum dan ASI untuk setiap 100 ml.
Sumber: Food And Nutrition Boart, National Research Council
Washington Tahun 1980 dalam Atikah (2010)

Sebagian besar dari protein tersebut adalah kasein, dan


sisanya berupa protein whey yang larut. Kandungan kasein yang
tinggi akan membentuk gumpalan yang relatif keras dalam
lambung bayi. Sedangkan ASI walaupun mengandung lebih
sedikit total protein, namun bagian protein “whey”nya lebih
banyak, sehingga akan membetuk gumpalan yang lunak dan

10
lebih mudah dicerna serta diserap oleh usus bayi. Sekitar
setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal dari
lemak, yang lebih mudah dicerna dan diserap, sebab ASI
mengandung lebih banyak enzim pemecah lemak (lipase).
Kandungan total lemak sangat bervariasi dari satu ibu ke ibu
lainnya, dari satu fase laktasi air susu yang pertama kali keluar
hanya mengandung sekitar 1 – 2% lemak dan terlihat encer. Air
susu yang encer ini akan membantu memuaskan rasa haus bayi
waktu mulai menyusui. Air susu berikutnya disebut “Hind milk”,
mengandung sedikitnya tiga sampai empat kali lebih banyak
lemak. Ini akan memberikan sebagian besar energi yang
dibutuhkan oleh bayi, sehingga penting diperhatikan agar bayi
banyak memperoleh air susu ini (Atikah, 2010).
Laktosa (gula susu) merupakan satu-satunya karbohidrat
yang terdapat dalam air susu murni. Jumlahnya dalam ASI tak
terlalu bervariasi. Disamping fungsinya sebagai sumber energi,
didalam usus sebagian laktosa akan diubah menjadi asam laktat.
Didalam usus asam laktat tersebut membantu mencegah
pertumbuhan bakteri yang tidak diinginkan dan juga membantu
penyerapan kalsium serta mineral-mineral lain. ASI mengandung
lebih sedikit kalsium daripada susu sapi tetapi lebih mudah
diserap, jumlah ini akan mencukupi kebutuhan untuk bahan-
bahan pertama kehidupannya. ASI juga mengandung lebih sedikit
natrium, kalium, fosfor dan chlor dibandingkan dengan susu sapi,
tetapi dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan bayi. Apabila
makanan yang dikonsumsi ibu memadai, semua vitamin yang
diperlukan bayi selama empat sampai enam bulan pertama
kehidupannya dapat diperoleh dari ASI. Hanya sedikit terdapat
vitamin D dalam lemak susu, tetapi penyakit polio jarang terjadi
pada anak yang diberi ASI, bila kulitnya sering terkena sinar
matahari. Vitamin D yang terlarut dalam air telah ditemukan

11
terdapat dalam susu, meskipun fungsi vitamin ini merupakan
tambahan terhadap vitamin D yang terlarut lemak (Atikah, 2010).
ASI juga mengandung prebiotik (oligosakarida) yang menjadi
faktor tumbuh bagi koloni probiotik. Penelitian 5 tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa ASI sebagai sumber utama prebiotik, terbagi
atas 2 yaitu Bifidobacteria dan Lactobacilli dalam usus bayi yang
spesifik meningkatkan perkembangan dan maturasi sistem imun
saluran cerna. Prebiotik Bifidobacteria dan Lactobacilli merupakan
mikroflora yang normal ditemukan dalam saluran cerna, dapat
dikosumsi dalam bentuk suplementasi makanan yang kita kenal
dengan nama prebiotik. Namun bayi yang mendapat ASI tidak
perlu diberikan prebiotik (Atikah, 2010).
2.3 ASI Eksklusif
Menurut Wulandari & Iriana, (2013) dikatakan ASI eksklusif
adalah bayi hanya diberi ASI saja tanpa tambahan cairan lain seperti
susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur
nasi, dan tim. Dilengkapi oleh Mustofa & Prabandari (2010) ASI
eksklusif atau lebih tepatnya pemberian ASI secara eksklusif adalah
bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur
nasi, dan tim. Serta menurut Damanik, Dkk (2015) ASI eksklusif
adalah pemberian ASI pada bayi mulai 0 - 6 bulan dalam rangka
mencukupi kebutuhan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Dapat disimpulkan bahwa ASI eksklusif adalah
pemberian ASI murni tanpa makanan pendamping ASI (prelaktal)
selama 0 - 6 bulan pada bayi.
Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas bayi, mengoptimalkan pertumbuhan bayi,
meningkatkan kecerdasan anak, dan membantu memperpanjang

12
jarak kehamilan bagi ibu. Para ibu tidak menyadari pentingnya
pemberian ASI, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2012 menunjukkan bahwa kurang dari satu dari tiga bayi di bawah
usia enam bulan diberi ASI eksklusif. Oleh karena itu, sebagian
besar bayi di Indonesia tidak mendapatkan manfaat ASI terkait
dengan gizi dan perlindungan terhadap penyakit. Sebagian besar
kematian anak di Indonesia saat ini terjadi pada masa baru lahir
(neonatal), bulan pertama kehidupan. Kemungkinan anak meninggal
pada usia yang berbeda adalah 19 per seribu selama masa
neonatal, 15 per seribu dari usia 2 hingga 11 bulan dan 10 per
seribu dari usia satu sampai lima tahun. Seperti di negara-negara
berkembang lainnya yang mencapai status pendapatan menengah,
kematian anak di Indonesia karena infeksi dan penyakit (Unicef
Indonesia, 2012). Pemberian ASI eksklusif atau menyusui eksklusif
sampai bayi umur 6 bulan sangat menguntungkan karena dapat
melindungi bayi dari berbagai penyakit penyebab kematian bayi.
Pencapaian perkembangan yang optimal juga dapat dilakukan
dengan menyusui bayi secara penuh (ASI murni/eksklusif) selama 6
bulan dan dilanjutkan sampai berumur 2 tahun. Diperkuat dengan
teori dari World Health Organization (WHO), American Academy of
Pediatrics (AAP), American Academy of Family Physicians (AAFP)
dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan
pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai 2
tahun dapat memberikan keuntungan bukan hanya bagi bayi dan ibu
saja tetapi juga bagi tempat kerja ibu. ASI eksklusif adalah
pemberian ASI (termasuk ASI perahan) kepada bayi tanpa diberi
makanan lain kecuali vitamin, mineral dan obat dalam bentuk
oralit, tetes dan sirup (WHO dalam IDAI, 2010).

13
2.4 Manfaat ASI Eksklusif
Keuntungan menyusui meningkat seiring lama pemberian
ASI eksklusif hingga enam bulan. Setelah itu, dengan tambahan
makanan pendamping ASI pada usia enam bulan. Menurut
Wulandari & Iriana (2013) Manfaat ASI eksklusif adalah sebagai
berikut:
1. Bagi Ibu
a. Menyusui berarti memelihara hubungan emosional ibu dan
bayi.
Ketika seorang ibu memeluk bayinya sambil bermain atau
mendekapnya dalam kenyamanan, maka tingkat oksitosin
keduanya akan meningkat dan itu akan memicu sistem
penghargaan pada bagian otaknya. Kondisi ini akan
melahirkan dorongan bagi ibu untuk semakin banyak
mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada anak dan
meningkatkan keterikatan antara bayi dan ibunya.
b. Mengurangi perdarahan setelah melahirkan.
Apabila bayi disusui setelah dilahirkan maka kemungkinan
terjadinya perdarahan setelah melahirkan (post partum) akan
berkurang. Ini terjadi karena ibu menyusui terjadi
peningkatan kadar oksitosin yang berguna juga untuk
kontriksi (penutupan pembuluh darah) sehingga peredaran
darah akan lebih cepat berhenti. Hal ini akan menurunkan
angka kematian ibu yang melahirkan (Roesli, 2005 dalam
Raharjo, 2015).
2. Bagi Bayi
a. Sebagai nutrisi makanan terlengkap untuk bayi, karena
mengandung zat gizi yang seimbang dan cukup serta
diperlukan untuk 6 bulan pertama.
b. ASI terutama kolostrum mengandung immunoglobulin
yaitu secretory IgA (SIgA), yang berguna untuk pertahanan

14
tubuh bayi. Melindungi terhadap penyakit diantaranya diare,
gangguan pernapasan dan alergi karena tidak mengandung
zat yang dapat menimbulkan alergi.
c. Menunjang perkembangan motorik sehingga bayi yang diberi
ASI ekslusif akan lebih cepat bisa berjalan.
d. Meningkatkan jalinan kasih sayang.
e. Selalu siap tersedia, dan dalam suhu yang sesuai serta
mudah dicerna dan zat gizi mudah diserap.
f. Mengandung cairan yang cukup untuk kebutuhan bayi dalam
6 bulan pertama, 87% ASI adalah air.
g. Mengandung asam lemak yang diperlukan untuk
pertumbuhan otak sehingga bayi ASI ekslusif potensial lebih
pandai.
h. Menunjang perkembangan kepribadian, kecerdasan
emosional, kematangan spiritual dan hubungan sosial yang
baik.
2.5 Makanan Prelakteal
Pemberian asupan prelakteal adalah makanan yang
diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar (Depkes RI, 2009).
Penelitian Fikawati dan Ahmad, S. pada tahun 2012 di 4 kabupaten
di Provinsi Jawa Barat, menemukan kegagalan pelaksanaan ASI
Eksklusif telah dimulai sejak 3 hari pertama kelahiran yaitu lebih dari
80 persen responden yang tidak ASI eksklusif 4 bulan, telah
memberikan makanan/minuman prelakteal dalam tiga hari pertama
kepada bayinya. Pemberian asupan prelakteal berbahaya bagi bayi
karena saluran pencernaan bayi belum cukup kuat untuk mencerna
makanan dan minuman selain ASI. Selain itu, makanan/minuman
prelakteal dapat menggangu produksi ASI dan mengurangi
kemampuan bayi untuk menghisap, di samping itu daya cerna bayi
hanya cocok untuk ASI saja (Depkes RI, 2009).

15
2.6 Faktor penghambat pemberian ASI Ekslusif
1. Faktor penghambat pemberian ASI eksklusif berdasarkan
tingkat pengetahuan
Teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2012) hambatan
utama tercapainya ASI eksklusif yang benar adalah karena
kurang sampainya pengetahuan yang benar tentang ASI
eksklusif pada para ibu. Adapun Pendidikan berkaitan dengan
transmisi, pengetahuan, sikap, kepercayaan, ketrampilan dan
aspek kelakuan yang lain. Dengan pendidikan yang tinggi akan
mempengaruhi pola pikir seseorang untuk bertindak dan
mengambil keputusan yang sebaik-baiknya sehingga muncul
sifat kedewasaan, disamping itu hal yang mempengaruhi
pemberian ASI adalah pengalaman, dan pengalaman yang
membuat Ibu tidak memberikan susu formula pada bayinya.
Pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang
ibu ketahui mengenai ASI eksklusif, manfaat ASI eksklusif, dan
cara pemberian ASI eksklusif (Satino & Setyorini, 2014). Alasan
terbanyak ibu menghentikan pemberian ASI eksklusif karena
merasa ASI-nya tidak mencukupi kebutuhan bayi. Ibu
menghentikan pemberian ASI secara eksklusif pada beberapa
minggu post partum karena merasa ASI kurang dan bayi merasa
tidak puas (Fikawati & Ahmad, 2012).
2. Faktor penghambat pemberian ASI eksklusif berdasarkan
sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan
sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus social (Mubarak, dkk, 2007). Sikap merupakan
faktor pemudah atau predisposisi (predisposing factors) dan
faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam
tindakan. Sikap mempunyai 3 komponen utama yaitu:

16
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu
obyek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap
suatu obyek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave).
Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama
membentuk sikap yang utuh (total attitude) (Mubarak, dkk, 2007).
Sikap tentang pemberian ASI eksklusif merupakan faktor yang
menentukan seseorang untuk bersedia atau kesiapan untuk
memberikan ASI secara eksklusif. Dalam hubungannya dengan
ASI eksklusif, sikap ibu adalah bagaimana reaksi atau respon
tertutup ibu menyusui terhadap ASI eksklusif. Jika ibu sudah
memiliki sikap yang kuat dalam memberikan ASI eksklusif, maka
perilakunya menjadi lebih konsisten. Sikap dapat terbentuk dari
adanya interaksi sosial yang dialami individu. Interaksi di sini
tidak hanya berupa kontak sosial dan hubungan antar pribadi
sebagai anggota kelompok sosial, tetapi meliputi juga 7
hubungan dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis
sekitarnya (Mubarak, dkk, 2007).
Pengetahuan dan sikap ibu sendirilah yang secara signifikan
berpengaruh terhadap praktik pemberian ASI eksklusif yang
dilakukan oleh ibu. Sikap dan motivasi yang kuat dari ibu untuk
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya merupakan faktor
yang secara signifikan berpengaruh terhadap pemberian ASI
eksklusif. Melalui peran bidan mengkampanyekan pentingnya
pemberian ASI eksklusif bagi bayi sampai umur 6 bulan saat
pemeriksaan kehamilan, telah mampu merubah mind set dan
sikap masyarakat yang menyadari pentingnya ASI eksklusif bagi
bayi. Disamping sikap dan motivasi yang kuat, untuk
memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya, alasan
lainnya yang meneguhkan sikap ibu adalah karena status

17
ekonomi. Masyarakat di daerah pegunungan ini, status
ekonominya lebih rendah bila dibandingkan di daerah pantai. Ibu
yang sebagian besar tidak bekerja dan tidak memiliki
penghasilan sendiri, merasa tidak mampu membeli susu formula
untuk bayinya. Sehingga ibu hanya mengandalkan ASI sebagai
makanan pokok bagi bayinya sampai umur 6 bulan. Oleh
karenanya, cakupan praktik IMD dan ASI eksklusif di daerah
pegunungan lebih baik dibandingkan di daerah pantai (Raharjo,
2015).
Pengetahuan Ibu yang baik tentang ASI eksklusif tidak serta
merta akan berpengaruh terhadap munculnya sikap yang positif
bahkan praktik pemberian ASI eksklusif. Hal ini dikarenakan
seorang ibu akan melakukan praktik ASI Eksklusif terlebih
dahulu didasari pada sikapnya yang sangat mendukung ASI
eksklusif. Sikap tersebut muncul karena pertimbangan-
pertimbangan sesuai analisis mereka. Hal ini sesuai dengan teori
Ajzen yang menganggap bahwa orang akan mempertimbangkan
untung atau rugi dari perilaku sesuai dengan analisis mereka
(Machfoedz, 2007 dalam Raharjo, 2015).
3. Faktor penghambat pemberian ASI eksklusif berdasarkan
aktivitas atau pekerjaan
Salah satu alasan yang paling sering dikemukakan bila ibu
tidak menyusui adalah karena mereka harus bekerja. Wanita
selalu bekerja terutama pada usia subur, sehingga selalu
menjadi masalah untuk mencari cara merawat bayi. Banyak
kalangan menganggap hal ini sebagai konsekuensi biasa (IDAI,
2010). Terungkap dari hasil penelitian Sartono (2013), bahwa
faktor kesempatan menyusui berbeda sangat tajam antara
kelompok yang bekerja dengan kelompok yang tidak bekerja.
Selain itu, berhubungan pula dengan faktor kelelahan fisik dan
fasilitas untuk menyusui. Ibu yang bekerja biasanya tetap

18
mengerjakan pekerjaan rumah tangga sehingga menambah
kelelahan fisik dan menjadi segan menyusui, pabrik tidak
menyediakan fasilitas bagi pekerja untuk tetap bisa menyusui,
seperti tempat penitipan anak (TPA), pojok ASI, luangan waktu
di sela-sela jam kerja. Bagi pekerja pabrik yang tidak memiliki
kesempatan menyusui selama bekerja, penggunaan susu
formula merupakan pilihan untuk bayinya setelah mereka selesai
menikmati masa cuti hamil.
Seorang ibu yang berstatus sebagai ibu rumah tangga bisa
dikatakan mempunyai kesempatan lebih besar memberikan ASI
dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pekerjaan diluar
sebagai ibu rumah tangga. Pada hakikatnya pekerjaan tidak
boleh menjadi alasan ibu berhenti memberi ASI secara eksklusif
selama sedikitnya 6 bulan. Menurut peneliti, ibu yang bekerja
ada hubungan dengan penghambat pemberian ASI eksklusif
karena ibu yang bekerja di luar rumah tidak mempunyai banyak
waktu untuk memberian ASI eksklusif, sebaliknya ibu yang tidak
bekerja di luar rumah memiliki banyak waktu untuk memberikan
ASI eksklusif. Faktor penghambat pemberian ASI eksklusif
berdasarkan tingkat pengetahuan (Susilawati & Maulina, R.,
2014)
4. Faktor penghambat pemberian ASI eksklusif berdasarkan
lingkungan keluarga
Teori yang mengatakan bahwa lingkungan keluarga
merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan ibu menyusui bayinya secara eksklusif. Keluarga
(suami, orang tua, mertua, ipar, dan sebagainya) perlu di
informasikan bahwa seorang ibu perlu dukungan dan bantuan
keluarga agar ibu berhasil menyusui secara eksklusif. Bagian
keluarga yang mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap

19
keberhasilan dan kegagalan menyusui adalah suami (IDAI,
2010).
Dari teori dan penelitian terkait maka terbukti bahwa faktor
dukungan keluarga berhubungan dengan penghambat
pemberian ASI eksklusif. Dukungan suami dalam pemberian ASI
eksklusif sangat kurang, sebaliknya suami memberikan
dukungan kepada ibu untuk memberikan makanan dan susu
formula. Suami perlu mengetahui pentingnya pemberian ASI, jika
suami mengetahui manfaat dari ASI maka itu akan menjadi
motivasi bagi suami untuk membantu ibu demi kelancaran
pemberian ASI.
Menurut peneliti, dukungan keluarga ada hubungan dengan
penghambat pemberian ASI eksklusif karena ibu yang
mendapatkan dukungan dari keluarga akan merasakan
keputusan yang diambil oleh ibu untuk memberikan ASI eksklusif
didukung oleh keluarga sehingga ibu termotivasi untuk
memberikan ASI eksklusif dan membantu dalam proses
pemberian ASI eksklusif (Susilawati & Maulina, R., 2014).
5. Faktor penghambat pemberian ASI eksklusif berdasarkan
sosial budaya
Menurut Setiawati, Dkk. (2015) angka ibu menyusui di
Indonesia masih rendah dikarenakan faktor sosial budaya yang
belum mengetahui akan pentingnya ASI, persaingan dengan
publikasi susu formula di berbagai media juga menjadi
penghambat karena para ibu berfikir ada susu yang bisa
menggantikan seluruh nutisi yang terkandung dalam ASI.
Stres menyebabkan ASI kering. Memang benar bahwa stres
dapat menyebabkan terhentinya aliran ASI, namun hal tersebut
hanya bersifat sementara. Banyak ibu-ibu mengaku tidak bisa
memberikan ASI karena stres atau emosinya sedang bergejolak,
terutama mereka yang mengalami bencana (Roesli, 2005).

20
Padahal jika seorang ibu tidak bisa mengeluarkan ASI, hal yang
justru harus dilakukan ibu adalah tetap menyusu. “ketika seorang
anak menyusu pada ibunya, aliran darah pada ibunya akan
lancar dan hormon anti stres (oxyctoxin) akan dikeluarkan
sehingga dapat meredakan ketegangan dan stres ibu yang
akhirnya mendorong produksi ASI berjalan normal kembali
(Roesli, 2005).
Puting susu masuk kedalam tidak bisa menyusui. Anggapan
yang mengatakan puting susu yang masuk tidak bisa menyusui
benar-benar harus dihilangkan. Masyarakat terutama para ibu
harus tahu bahwa anak menyusui bukan pada putingnya tapi
pada payudara si ibu. Puting susu hanya sebuah masker saja
yang terletak pada payudara si ibu. Masyarakat banyak yang
menduga bahwa ASI dikeluarkan dengan cara disedot dari
puting. Pemahaman ini salah karena yang sebenarnya terjadi
adalah ASI keluar dengan cara diperah bukan pada putingnya
tapi pada area yang berwarna hitam (Roesli, 2005).
Bila menyusui terhenti tidak dapat menyusui kembali.
Anggapan bila menyusui terhenti tidak dapat menyusui kembali
adalah salah karena pada hakikatnya menyusui kembali setelah
terhenti sementara tetap dapat dilakukan. Teknik yang dilakukan
tersebut disebut dengan teknik relaktasi. ASI yang sudah lama
tidak diproduksi dapat dirangsang kembali meskipun sudah lama
tidak menyusui (Roesli, 2005). ASI tidak akan pernah basi jika
tidak dikeluarkan maka tubuh akan meyerapnya kembali, dan
ketika dibutuhkan maka akan keluar lagi. Teknik relaktasi ini
akan membantu para ibu agar dapat menyusui kembali dengan
menggunakan modifikasi alat bantu menyusui (Roesli, 2005).
Ibu yang sedang sakit dapat menularkan sakitnya melalui
ASI. Anggapan seperti ini salah, kecuali ibu yang punya peyakit
berat seperti HIV atau Hepatitis. Seorang ibu yang sedang sakit,

21
contohnya flu tidak akan menularkan sakitnya pada si anak
karena dalam ASI sendiri terkandung antibodi yang merupakan
inhibitor untuk virus atau bakteri (Roesli, 2005).
Bayi sedang diare atau sering menangis perlu cairan
tambahan seperti air dan teh atau susu formula. Anggapan ini
salah karena bayi yang diare tidak perlu diberi cairan lain karena
ASI mengandung 90% cairan yang dibutuhkan untuk bayi.
Pemberian cairan lain bisa berbahaya karena dalam keadaan
darurat seringkali terkontaminasi yang justru dapat memperparah
diarenya (Roesli, 2005).
6. Faktor penghambat pemberian ASI eksklusif berdasarkan
iklan susu formula
Hasil penelitian Sartono (2013), juga mengungkapkan bahwa
ibu yang bersalin di institusi pelayanan persalinan dapat menjadi
sasaran iklan susu formula yang lebih intensif, sehingga
cenderung lebih cepat dan lebih banyak mengkonsumsi susu
formula. Adanya “sponsor” Rumah Bersalin (RB) oleh pabrik
susu formula diduga memberikan tekanan kepada RB untuk
secara langsung maupun tidak langsung ikut memasarkan susu
formula. Dorongan tidak langsung petugas kesehatan kepada
ibu menyusui untuk lebih cepat memberikan susu formula
kepada bayinya.
Salah satu aktor yang berperan dalam menunjang program
IMD dan ASI eksklusif adalah produsen susu formula.
Keterlibatan produsen susu formula dalam mewarnai pencapaian
program Inisiasi Menyusui Dini dapat dilacak pada tersedianya
susu formula di ruang bersalin. Motif yang mungkin
melatarbelakangi adanya proses transaksi susu formula antara
bidan dengan pasiennya diduga adalah motif ekonomi. Faktor
tersebut menunjukkan bahwa betapapun sedikit pemberian dari
produsen susu formula dapat mempengaruhi cakupan program

22
IMD dan ASI eksklusif. Keterlibatan produsen susu formula juga
dapat dilihat dari perubahan paradigma atau cara pandang
masyarakat terhadap produk tersebut. Produsen susu formula
bayi melalui tenaga marketingnya seringkali melakukan
propaganda kepada dokter atau bidan atau tenaga kesehatan
terkait. Propaganda tersebut seringkali berupa klaim bahwa
produk susu yang mereka ciptakan mempunyai kandungan yang
hampir menyerupai ASI (Raharjo, 2015).
2.7 Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini disusun berdasarkan
landasan teori yang dihubungkan dengan fenomena yang menjadi
fokus penelitian.

Faktor Internal:
Pengetahuan
Sikap
Penghambat pemberian ASI Aktivitas atau pekerjaan
eksklusif

Faktor Eksternal:
Lingkungan(Keluarga)
Sosial - Budaya
Iklan susu

Gambar 1.1 Kerangka Konsep

Dalam kerangka konseptual yang diteliti adalah faktor


eksternal (lingkungan keluarga, sosial - budaya, iklan susu) dan
faktor internal (Pengetahuan, sikap, aktivitas atau pekerjaan)
diantaranya ikut mempengaruhi hambatan pemberian ASI eksklusif
pada umur 0 - 6 bulan.

23

Anda mungkin juga menyukai