Anda di halaman 1dari 3

Bantuan dari yang Tak Terduga

Di suatu desa yang makmur, hiduplah seorang pedagang yang hidup bersama istri dan sebelas anaknya.
Pedagang tersebut bernama Pak Budi dan istrinya bernama Bu Salimah. Meskipun menjadi pedagang,
kehidupan keluarga Pak Budi memiliki banyak keterbatasan. Bahkan hanya anak pertamanya saja yang
dapat bersekolah hingga tamat SMP.

Di desa seberang, hiduplah keluarga kaya raya yang memiliki puluhan hektar sawah. Keluarga tersebut
merupakan keluarga Pak Tono dan Ibu Dina, mereka memiliki satu anak. Beliau mengurus sawah
dengan bantuan para pekerjanya. Jika dihitung - hitung beliau memiliki ratusan pekerja dan setiap
tahunnya dengan ratusan pekerja tersebut Beliau menghasilkan jutaan bahkan milyaran uang.

Dan setiap malam harinya pula, Pak Budi selalu membeli sayuran dan beras untuk dijual di pagi harinya.
Saat ini Beliau sedang mengantri untuk membayar beras dan sayuran yang akan ia beli. Saat giliran Pak
Budi "Total belanjaan anda Rp 450.000 dengan beras sejumlah 10 kg dan 20 kg sayur" ucap salah satu
pegawai Pak Tono. "Bagaimana ini bisa terjadi... Biasanya saya juga membeli beras dan sayuran dengan
jumlah yang sama tapi mengapa hari ini bertambah lebih mahal? " ucap Pak Budi terkejut. "Jika anda
tidak mau membeli dengan harga seperti ini silahkan anda beli di lain tempat" ujar pegawai itu lagi
dengan nada yang ditinggikan.

Mendengar keributan terjadi, Pak Tono segera menghampiri sumber suara. "Ada apa ini ribut - ribut?"
tanyannya pada pegawai. "Seperti ini pak... Bapak ini protes dikarenakan harga beras dan sayuran yang
semakin mahal" jelas pegawainya dengan nada ketakutan. "Kalau begitu biarkan saja dia membeli di
tempat lain jika tidak sesuai dengan harga di sini. Masih banyak orang yang mengantri cepat layani yang
lain!!!" marah Pak Tono. Dia hanya orang miskin yang mengganggu saja (batin Pak Tono)

Pak Budi melihat wajah Pak Tono yang melihatnya dengan ekspresi mengejek membuatnya merasa
tersinggung. Akhirnya dengan berat hati Beliau membeli beras dan sayur dengan harga yang cukup
mahal. Pagi harinya Pak Budi menjual beras dan sayuran dengan harga sedikit lebih mahal untuk
menutupi kerugiannya. "Apa - apaan ini bagaimana bisa semua harga naik padahal harganya tidak
semahal ini" ucap salah seorang pembeli. "Mau bagaimana lagi buk.. Sudah dari sananya memang
seperti itu lalu saya harus bagaimana? " ucap Pak Budi memelas. Akhirnya dengan terpaksa pula
pembeli tersebut membeli beras dan sayuran dengan harga yang lebih mahal

Sedangkan di sisi lain Pak Tono dengan enaknya sedang berpesta dengan keluarga besarnya karena
Beliau mendapatkan untung banyak hanya dengan menaikkan harga beras dan sayuran yang dijualnya.
"Bagaimana kalau besuk kita naikkan lagi harga beras dan sayurnya maka dengan mudah kita akan
bertambah kaya" ucap salah satu kerabat Pak Tono dengan diselingi tawa.

"Ide yang bagus... Aku akan menyuruh pegawaiku untuk menaikkan harganya lagi" jawab Pak Tono.
Keesokan harinya Pak Budi kembali membeli beras dan sayuran di tempak Pak Tono, namun harga
barang kembali dinaikkan. " Ini sudah kelewatan bagaiman bisa harga beras dan sayuran kembali
dinaikkan menjadi dua kali lipatnya" protes Pak Budi. "Kalau tidak mau bayar sudah sana pergi dasar
orang miskin kalau memang tidak bisa bayar maka pergilah aku tak membutuhkan orang sepertimu"
ucap Pak Tono yang kebetulan sekarang sedang turun tangan untuk melayani para pembeli sendiri. Hati
Pak Budi sakit mendengar ucapan itu, dengan marah ia bersumpah bahwa semoga Pak Tono
mendapatkan imbalan yang setimpal dengan apa yang dia lakukan padanya.

Sebulan kemudian, bencana terjadi pada Pak Tono seluruh sawah yang dimiliki olehnya tak
menghasilkan apapun (gagal panen). Pak Tono dibuat bigung layaknya orang kebakaran jenggot, karena
beliau tak memiliki pemasukan untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan dari seluruh sawahnya yang
gagal panen itu. "Bagaimana ini bisa terjadi bukankah sebulan yang lalu keadaan masih baik - baik
saja?" tanya Pak Tono dengan nada meninggi kepada pegawainya. "ssa... ya... saya juga tidak tahu pak"
jawab pegawai tersebut dengan terbata. "Kalau begini terus usaha saya bisa bangkrut... HAH.. " teriak
Pak Tono kesal. "Saya kenal dengan seorang peramal pak.. yang mungkin bisa membantu kita
menyelesaikan masalah ini" ujar pegawai tersebut.

Pak Tono mulai tertarik dengan hal tersebut. "Lalu di mana tempat peramal itu?" tanya Pak Tono
tertarik. "Di sebelah ujung sawah kita pak... " ujar pegawai dengan hati lega. Keesokan paginya Pak
Tono berangkat menuju tempat peramal yang disebutkan oleh pegawainya. Setelah sampai disana
Beliau mulai bertanya pada si Peramal. "Bagaimana cara menyelesaikan masalah ini peramal? ".
"Pertama kau hanya perlu meminta maaf kepada orang tua yang memiliki sebelas anak di desa
seberang" ucap si Peramal sambil mengusap jari tangan Pak Tono untuk dibacanya. "Kedua kau juga
harus menyuruh anak terakhir dari sebelas bersaudara tersebut untuk menanam bibit pertama dari
bibit yang akan kau tanam di setiap petak lahan sawahmu! " ujar Peramal lagi. "Mengapa harus anak
terakhir itu?" tanya Pak Tono kebingungan. "Karena dia adalah anak yang paling dicinta oleh orang
tuanya" jawab peramal tersebut.

Sepulangnya dari sana Pak Tono selalu memikirkan kata - kata yang peramal itu ucapkan dengan baik.
Beliau merasa tidak percaya akan hal itu, namun banyak orang yang percaya kepada peramal itu.
Seminggu berlalu, keadaan keluarga Pak Tono leboh berantakan dikarenakan banyak tagihan yang
belum dibayarnya. Akhirnya dengan sisa pekerja yang masih dimilikinya, Beliau mulai mencari sebuah
keluarga dengan sebelas anak. Setelah tiga hari pencarian akhirnya ditemukan keluarga dengan sebelas
anak tinggal disebuah rumah bambu reyot. Setelah mengetahui alamat keluarga tersebut Pak Tono
dengan tergesa - gesa segera berangkat. Setelah tiba disana beliau terkejut karena keluarga tersebut
merupakan keluarga Pak Budi yang pernah dihinanya.

Sedangkan Pak Budi yang terkejut sekaligus bingung dengan kedatangan Pak Tono kerumahnya, mulai
bertanya "Ada perlu apa kau kesini? ". " Aku hanya ingin meminta maaf padamu atas apa yang telah
kulakukan saat terakhir kau datang ditempatku" ucap Pak Tono lirih penuh penyesalan. "Apakah kau
yakin?" tanya Pak Budi memastikan. "Ya aku sangat yakin bisakah kau memaafkanku? " tanya Pak Tono.
"Tentu, aku bahkan sudah melupakannya" ujar Pak Budi. "Bolehkah kita berteman?" tanya Pak Tono,
Beliau merasa bahwa Pak Budi merupakan orang yang benar - benar baik. "Tentu saja, kuharap kau
juga mau menurunkan harga sayuran dan berasnya... kita kan berteman" jawab Pak Budi dengan
bergurau untuk menyairkan suasana. "Hmm.. Dan satu lagi bisakah aku meminta kepada anak
terakhirmu sebuah bantuan?" tanya Pak Tono. "Bantuan apa yang kau inginkan darinya? Atau kau
sedang mengejekku sekarang? " ucap Pak Budi dengan nanda meninggi. "Tunggu... aku tidak
mengejekmu aku benar - benar butuh bantuan anak terakhirmu itu? " ujar Pak Tono cemas.

Pak Budi terdiam untuk berpikir untuk kesekian kalinya. "Bantuan berupa apa? " tanya Pak Budi. "Aku
hanya ingin anakmu menanamkan bibit pertama di setiap petak ladang sawahku" mohon Pak Tono.
"Baiklah.. aku akan mencobanya.. " ucap sendu Pak Budi. Keesokan paginya Pak Budi membawa anak
terakhirnya ke sawah Pak Tono. Setibanya disana, banyak orang yang terkejut dibuatnya, pasalnya anak
Pak Budi memiliki kekurangan pada salah satu panca inderanya, yaitu mata. "Oh maafkan aku atas
permintaanku padamu..." ucap Pak Tono. "Tak apa aku memakluminya, anakku saja mau membantumu
mengapa aku tidak mau menolongmu? " ucap Pak Budi.

Tak lama kemudian, anak tersebut mulai menanamkan satu persatu biji pada setiap petak ladang
sawahnya. Setelah sampai di petak terakhir, Pak Tono mengucapkan banyak terima kasih pada anak
tersebut. Dan mulai saat itulah semua ladangnya kembali subur seperti sedia kala, sehingga Pak Tono
berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan buruknya lagi kepada orang lain bukan hanya kepada Pak
Budi.

Biodata Pengarang:

Nama: Mirtha Aini Paradista

Kelas: VIII-A

No Absen: 16

TTL: Tuban, 15 April 2002

Alamat: Perum Bukit Karang Jalan Mutiara III Blok C17

Anda mungkin juga menyukai