Morbili
Morbili
PENDAHULUAN
Campak atau measles merupakan penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang
ditandai dengan demam, korisa, konjungtivitis, batuk disertai eksantema spesifik (koplik’s
sign) diikuti ruam makulopapular menyeluruh yang disebabkan oleh paramyxovirus genus
morbillivirus. Penularan terjadi saat 3-5 hari sebelum muncul ruam hinggga 4 hari esudah
ruam timbul.1,2
Jumlah kasus campak pada tahun 2009 di Indonesia sebanyak 18.055 kasus dengan
incident rate (IR) 0,77 per 10.000 penduduk, dan 17.139 kasus pada 2010 dengan IR 0,73 per
10.000 penduduk sementara target IR di Indonesia adalah 0 per 10.000 penduduk. Sehingga
sebagai upaya mencapai IR tersebut dilakukan pengendalian campak berupa:3,4
a. Imunisasi rutin pada bayi 9 bulan dan kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) pada anak kelas 1 SD (dosis kedua).
b. Imunisasi tambahan berupa Crash Program pada anak balita dan SD di daerah
resiko tinggi.
c. Penguatan surveilans campak.
d. Memperbaiki manajemen kasus melalui pemberian vitamin A dan antibiotik.
BAB II
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. SR
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 6 tahun 1 bulan
d. Tanggal lahir : 18 Agustus 2011
e. Agama : Islam
f. Alamat : To’Bulung, Kecamatan Bara, Kota Palopo
g. Tanggal Masuk RS : 22 September 2017
h. No. RM : 32 76 43
i. Identitas orang tua :
1. Ayah 2. Ibu
Nama : Tn. M Nama : Ny. E
Umur : 36 tahun Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Kesehatan : Sehat Kesehatan : Sehat
1.2. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu penderita
1.2.1. Keluhan utama :
Demam
Gizi kurang)
𝐵𝐵 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 14 𝑘𝑔
BB/U : × 100% = 21 𝑘𝑔 × 100% = 66,7% (Interpretasi :
𝐵𝐵 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑈 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙
Gizi kurang)
𝑇𝐵 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 107 𝑘𝑔
TB/U :𝑇𝐵 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 × 100% = 116 𝑘𝑔 × 100% = 92,2 % (Interpretasi
: Tinggi baik)
1.2.8.2. Perkembangan
Perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembanganya.
1.3.4. Thoraks
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, terdapat ruam pada dada dan punggung.
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Bunyi pernafasan vesikuler,
Bunyi tambahan Rh - - Wh - -
- - - -
- - - -
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba ICS V linea midclavicula
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-)
1.3.5. Abdomen
Inspeksi : Perut datar mengikuti gerak napas, terdapat ruam pada abdomen
Auskultasi : Peristaltik usus ada kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
1.3.6. Ekstremitas
Superior Inferior
Sianosis (-) / (-) (-) / (-)
Edema (-) / (-) (-) / (-)
Ruam (+) / (+) (+) / (+)
Akral dingin (-) / (-) (-) / (-)
CRT < 2 detik < 2 detik
Refleks fisiologis (+) / (+) (+) / (+)
Refleks patologis (-) / (-) (-) / (-)
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus N/N N/N
1.3.7. Lain-lain
Tidak ada
1.4. RESUME
Demam dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus menerus,
demam mendadak tinggi (S : 39˚C) tidak disertai menggigil dan kejang, timbul bercak-
bercak kemerahan pada kulit yang muncul pada hari ke-3 demam. Awalnya bercak
muncul di daerah telinga, wajah kemudian menyebar ke badan lalu ke tangan dan kaki.
Bercak terasa gatal. Nyeri kepala (+), mata merah (+) penglihatan silau (+) pasien merasa
terganggu dengan paparan cahaya, gusi berdarah (-), mimisan (-), batuk (+) dahak (+)
kurang lebih 4 hari SMRS, pilek (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), nyeri menelan (-),
nyeri perut (-) BAB dan BAK lancar. Nafsu makan menurun.
Dari pemeriksaan fisis ditemukan kondisi umum Sakit Sedang / Gizi Kurang / GCS
15 (E4M6V5) dengan tanda vital Tekanan darah : 90/60 mmHg, Frekuensi nadi : 98
x/menit, Frekuensi napas : 22 x/menit, Suhu : 39 ˚C. Ditemukan konjungtivitis di kedua
mata (+), rhinorea (+), faring hiperemis (+), dan ditemukan ruam berwarna merah
diseluruh tubuh.
1.5. DIAGNOSIS
Morbili
1.6. PENATALAKSANAAN
IVFD RL : Dextrose 5% 18 tpm
Cefotaxime 400 mg/ 12 J/ iv
Paracetamol 20 cc/ 8 J/ iv
Ambroxol Syr 3 X ½ cth
Apialys 2 X 1
1.7. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad sanationem : Bonam
Qua ad fungtionam : Bonam
A : Morbili
A : Morbili
A : Morbili
A : Morbili
A : Morbili
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Morbili adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Measles. Nama lain dari
penyakit ini adalah rubeola atau campak. Morbili merupakan penyakit yang sangat
infeksius dan menular lewat udara melalui aktivitas bernafas, batuk, atau bersin. Pada
bayi dan balita, morbili dapat menimbulkan komplikasi yang fatal, seperti pneumonia
dan ensefalitis.5,6,7
Salah satu strategi menekan mortalitas dan morbiditas penyakit morbili adalah
dengan vaksinasi. Namun, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
tahun 2007, ternyata cakupan imunisasi campak pada anak-anak usia di bawah 6 tahun di
Indonesia masih relatif lebih rendah (72,8%) dibandingkan negara-negara lain di Asia
Tenggara yang sudah mencapai 84%. Pada tahun 2010, Indonesia merupakan negara
dengan tingkat insiden tertinggi ketiga di Asia Tenggara. World Health Organization
melaporkan sebanyak 6300 kasus terkonfirmasi Morbili di Indonesia sepanjang tahun
2013.5,6,7
Dengan demikian, hingga kini, morbili masih menjadi masalah kesehatan yang
krusial di Indonesia. Peran dokter di pelayanan kesehatan primer sangat penting dalam
mencegah, mendiagnosis, menatalaksana, dan menekan mortalitas morbili.5,6,7
3.2 ETIOLOGI
Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan
paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140
mm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya
terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari
myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yang berada
di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin.8
Gambar : Virus Campak
3.2.a. Sifat Virus
Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang kuat,
apabila berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada temperatur kamar
virus Campak kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3 – 5 hari. Tanpa media
protein virus Campak hanya dapat hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar
ultraviolet. Virus Campak termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile karena
selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu kamar dapat mati dalam 20% ether selama
10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.8
Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku,
relatif stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8°C; 35,6-
46,4°F) secara aman selama setahun atau lebih. Vaksin yang telah dipakai harus
dibuang dan jangan dipakai ulang.8
3.3 EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi penyakit campak mempelajari tentang frekuensi, penyebaran dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Distribusi dan Frekuensi Penyakit Campak
a. Orang
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia
dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak
berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari
kepadatan penduduknya, terisolasi atau tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban
yang berpenduduk padat transmisi virus insiden campak sangat tinggi.9
b. Tempat
Berdasarkan tempat penyebaran penyakit campak berbeda, dimana daerah perkotaan
siklus epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan di daerah pedesaan
penyakit campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu-waktu terdapat penyakit Campak
maka serangan dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok umur yang rentan.10
c. Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban
dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan
meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti
pada musim dingin di daerah utara. Sama halnya dengan udara pada musim kemarau
di Persia atau Afrika yang memiliki insiden kejadian campak yang relatif tinggi pada
musim-musim tersebut. Bagaimanapun, kejadian campak akan meningkat karena
kecenderungan manusia untuk berkumpul pada musim-musim yang kurang baik
tersebut sehingga efek dari iklim menjadi tidak langsung dikarenakan kebiasaan
manusia.10
3.4 PATOFISIOLOGI
Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet di udara yang berasal dari
penderita. Virus campak masuk melalui saluran pernapasan dan melekat di sel-sel epitel
saluran napas. Setelah melekat,, virus bereplikasi dan diikuti dengan penyebaran ke
kelenjar limfe regioal. Setelah penyebaran ini, terjadi viremia primer disusul multiplikasi
virus di sistem retikuloendotelial di limpa, hati, dan kelenjar limfe. Multiplikasi virus
juga terjadi di tempat awal melekatnya virus. Pada hari ke-5 sampai hari ke-7 infeksi,
terjadi viremia sekunder di seluruh tubuh terutama di kulit dan saluran pernapasan. Pada
hari ke-11 sampai hari ke-14, virus ada di darah, saluran pernapasan dan organ-organ
tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai berkurang. Selama infeksi, virus
bereplikasi di sel-sel endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan makrofag.16
Tabel patogenesis infeksi campak.16
Hari Patogenesis
Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada
0 permukaan epitel nasofaring ataupun konjungtiva. Infeksi
terjadi di sel epitel dan virus bermultiplikasi.
1-2 Infeksi menyebar ke jaringan limfatik regional.
2-3 Viremia primer.
3-5 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran napas.
Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas, virus melekat
5-7 pertama kali, juga di sistem retikuloendotelial regional
dankemudian menyebar.
7-11 Viremia sekunder.
Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit, dan organ-organ
11-14
tubuh lain.
15-17 Viremia berkurang dan menghilang
Gambar 2 : Karakter campak16
Pemeriksaan penunjang18
a. Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri.
b. Pemeriksaan untuk komplikasi
1. Ensefalopati dilakukan pemeriksaan cairan cerebrospinal, kadar elektrolit darah,
dan analisa gas darah.
2. Enteritis: feses lengkap
3. Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak dan tidak
membantu dalam menegakkan diagnosis. Leukopenia menjadi salah satu tanda campak.
Pada pasien dengan ensefalitis akut, pada pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan
peningkatan protein, limfositik pleositosis, dan kadar glukosa yag normal. Kultur virus
campak belum tersedia secara umum. Pemeriksaan serologis untuk antibodi IgM, yang
timbul dalam waktu 1-2 hari setelah ruam dan bertahan selama 1-2 bulan, memperkuat
diagnosis klinis. Pemeriksaan foto rontgen dada dapat memperlihatkan adanya infiltrat
interstisial dan perihiler yang mengindikasikan terjadinya pneumonia campak atau
superinfeksi bakteri.17
3.8 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa18
Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, suplemen
nutrisi, antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder, antikonvulsi apabila
terjadi kejang, dan pemberian vitamin A
Tanpa komplikasi :
a. Tirah baring di tempat tidur
b. Vitamin A 100.000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
c. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan
dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi.
Pengobatan dengan komplikasi :18
a. Ensefalopati
o Kloramfenikol dosis 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari
selama 7-10 hari
o Kortikosteroid : deksametason 1 mg/kgbb/hari sebagai dosis awal dilanjutkan
0,5 g/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila
pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tappering off)
o Kebutuhan jumlah cairan dikurangi ¼ kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguan elektrolit
b. Bronkopneumonia
o Kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari selama 7-10
hari
o Oksigen 2 liter/menit
Indikasi Rawat
Pasien dirawat (di ruang isolasi) bila :18
a. Hiperpireksia (suhu >39.00C)
b. Dehidrasi
c. Kejang
d. Asupan oral sulit
e. Adanya komplikasi
3.9 KOMPLIKASI
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu:156
a. Usia muda, terutama dibawah 1 tahun.
b. Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor).
c. Pemukiman padat pendududk yang lingkungannya kotor.
d. Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV, malnutrisi,
atau keganasan.
e. Anak dengan defisiensi vitamin.
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain:16
a. Saluran pernapasan: bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup).
b. Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi.
c. Telinga: otitis media.
d. Susunan saraf pusat:
1. Ensefalitis akut: timbul pada 0,01-0,1% kasus campak. Gejala berupa demam,
nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental yang biasanya muncul antara
hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya ruam. Umumnya self-limited (dapat
sembuh sendiri), tetapi pada sekitar 15% kasus terjadi perburukan yang cepat
dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa penurunan pendengaran, gangguan
perkembangan, kelumpuhan, dan kejang berulang.
2. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE): suatu proses degeneratif susuna saraf
pusat yang disebabkan infeksi persisten virus campak, timbul beberapa
tahunsetelah infeksi (umumnya 7 tahun). Penderita mengalami perubahan tingkah
laku, retardasi mental, kejang mioklonik, dan gangguan motorik.
e. Mata: Keratitis.
f. Sistemik: septikemia karena infeksi bakteri sekunder.
3.1 PROGNOSIS
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan self-limiting
disease. Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko
yang mempengaruhi timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian
mencapai 1-3%, dapat meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.16
3.1. PENCEGAHAN
Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih
dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan
dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi
sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.19
Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang
terkena penyakit campak, yaitu :9,20
a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan
imunisasi campak untuk semua bayi.
b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada
semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai
jangka waktu 4-5 tahun.
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini
mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan
ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas
penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu :3,20
a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik
atau darah.
b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk
sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada
ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan
pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari
keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-
pasien dengan risiko tinggi lainnya.
c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni
antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya
diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi
campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan
miokarditis yang reversibel.
Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada
pencegahan tertier yaitu :20
a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara
cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.
BAB IV
PEMBAHASAN
Demam dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus menerus,
demam mendadak tinggi (S : 39˚C) tidak disertai menggigil dan kejang, timbul bercak-bercak
kemerahan pada kulit yang muncul pada hari ke-3 demam. Awalnya bercak muncul di daerah
telinga, wajah kemudian menyebar ke badan lalu ke tangan dan kaki. Bercak terasa gatal.
Nyeri kepala (+), mata merah (+) penglihatan silau (+) pasien merasa terganggu dengan
paparan cahaya, gusi berdarah (-), mimisan (-), batuk (+) dahak (+) kurang lebih 4 hari
SMRS, pilek (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), nyeri menelan (-), nyeri perut (-) BAB dan
BAK lancar. Nafsu makan menurun..
Morbili adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh paramyxoirus, virus dengan rantai
tunggal RNA yang memiliki 1 tipe antigen. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya demam
tinggi terus menerus 39˚C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan
silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam timbul
ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari yang semula. Pada saat ini
anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah
sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik
(hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.10
Dari pemeriksaan fisis ditemukan kondisi umum Sakit Sedang / Gizi Kurang / GCS 15
(E4M6V5) dengan tanda vital Tekanan darah : 90/60 mmHg, Frekuensi nadi : 98 x/menit,
Frekuensi napas : 22 x/menit, Suhu : 39 ˚C. Ditemukan injeksi konjungtiva (+/+), rhinorea (-
), faring hiperemis (+), dan ditemukan ruam berwarna merah diseluruh tubuh.
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari 3 stadium yakni: (1)
Stadium prodormal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan,
batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda
patognomonnik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.
(2) Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam mukopapular yang bertahan selama 5-6
hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebr ke
wajah, leher, dan akhirnya ke ekstremitas. (3) Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3
hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi
kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.10
Pada hari pertama pasien datang ke rumah sakit pasien memasuki stadium erupsi
dimana pasien telah menunjukkan adanya ruam pada seluruh tubuh. Ruam tersebut muncul
mulai dari kepala lalu menyebar ke badan dan akhirnya ke ekstremitas. Lalu pada hari ketiga
perawatan di rmah sakit (24/7/2017) pasien memasuki stadium penyembuhan (konvalesens)
yang ditandai dengan ruam yang mulai berubah warna menjadi kehitaman. Perubahan warna
ini sesuai dengan urutan timbulnya ruam tersebut. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya
bercak koplik.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak dan tidak membantu
dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak
dan tidak membantu dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang digunakan untuk
menunjukkan adanya komplikasi yang terjadi pada penderita. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan ialah pemeriksaan darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila
ada komplikasi infeksi bakteri. Jika di curigai mengarah ke ensefalopati dilakukan
pemeriksaan cairan cerebrospinal, kadar elektrolit darah, dan analisa gas darah. Enteritis:
feses lengkap. Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.8,10
Perawatan supportif rutin diberikan termasuk pemberian cairan yang adekuat dan
antipiretik. Pemberiann vitamin A dosis tinggi memperbaiki prognosis pada bayi yang
menderita malnutrisi dan harus dipertimbangkan pada pasien yang memiliki resiko tinggi
untuk mengalami komplikasi, termasuk bayi usia 6 bulan-2 tahun yang dirawat di rumah
sakit, demikian pula penderita immunodefisiensi. WHO dan UNICEF merekomendasikan
pemberian vitamin A di area yang diketahui mengalami defisiensi vitamin A atau memiliki
tingkat kematian akibat campak yang lebih besar dari 1%.8
Pada pasien ini terapi yang diberikan ialah IVFD RL 12 tpm, Viccilin sx (Ampicilin +
Sulbactam) 325mg/6 jam/iv, Sanmol (Parasetamol) 130 mg/6 jam/iv, Chlorpheniramine
maleate 1/6 tab + Vit. C ¼ tab Puyer 3x1, Salisil talk, Ambroxol syr 3x1/2 cth.
Pemilihan cairan untuk terapi suportif pada pasien campak tidak ada ketentuan tertentu,
tujuannya yakni untuk memperbaiki keadaan umum. Pada pasien ini cairan yang diberika
ialah RL sebanya 12 tetes per menit. Kebutuhan cairan pada pasien ini sebanyak 1150
ml/hari, pasien menggunakan 12 tpm.11
Parasetamol (Sanmol) diberikan pada pasien karena pasien mengalami demam. Dosis
parasetamol yakni 10-15 mg/KgBB per dosis dengan dosis maksimal 1 gram, diberikan 4-6
kali sehari, dimana dosis terapeutik maksimum parasetamol untuk anak usia >3 bulan adalah
80mg/KgBB per hari. Dosis toksik 150mg/KgBB pada pemberian tunggal. Pada kasus
diberikan parasetamol sebanyak 130 mg/ 6 jam/ iv, karena pasien memiliki BB 13 Kg.12
Untuk gejala batuk pilek diberikan: Vicillin SX (Ampicilin 1.000 mg, sulbactam 500
mg) dosis untuk anak yakni 100-200 mg/KgBB/hari diberikan 4 kali sehari, sehingga pasien
diberikan 325 mg/6jam/iv. Chlorpheniramine maleate (klorfeniramin maleat), dosis untuk
anak 2-5 tahun adalah 1mg tiap 4-6 jam, maksimal 6mg/hari. Sediaan Chlorpheniramine
maleate dalam tablet 4mg. Kebutuhan vitamin C ialah 35 mg untuk bayi dan meningkat
sampai kira-kira 60 mg pada dewasa. Pada pasien diberikan 1/6 tablet yang dipuyerkan
dengan vitamin C ¼ tablet sebanyak 3 kali dalam sehari. Ambroxol sebagai mukolitik untuk
sediaan syrup 15 mg/5 ml (1 sendok takar = 5 ml) diberikan 3 kali ½ sendok takar.13
DAFTAR PUSTAKA