Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Campak atau measles merupakan penyakit akut dengan daya penularan tinggi, yang
ditandai dengan demam, korisa, konjungtivitis, batuk disertai eksantema spesifik (koplik’s
sign) diikuti ruam makulopapular menyeluruh yang disebabkan oleh paramyxovirus genus
morbillivirus. Penularan terjadi saat 3-5 hari sebelum muncul ruam hinggga 4 hari esudah
ruam timbul.1,2
Jumlah kasus campak pada tahun 2009 di Indonesia sebanyak 18.055 kasus dengan
incident rate (IR) 0,77 per 10.000 penduduk, dan 17.139 kasus pada 2010 dengan IR 0,73 per
10.000 penduduk sementara target IR di Indonesia adalah 0 per 10.000 penduduk. Sehingga
sebagai upaya mencapai IR tersebut dilakukan pengendalian campak berupa:3,4
a. Imunisasi rutin  pada bayi 9 bulan dan kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah
(BIAS) pada anak kelas 1 SD (dosis kedua).
b. Imunisasi tambahan berupa Crash Program pada anak balita dan SD di daerah
resiko tinggi.
c. Penguatan surveilans campak.
d. Memperbaiki manajemen kasus melalui pemberian vitamin A dan antibiotik.
BAB II
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : An. SR
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 6 tahun 1 bulan
d. Tanggal lahir : 18 Agustus 2011
e. Agama : Islam
f. Alamat : To’Bulung, Kecamatan Bara, Kota Palopo
g. Tanggal Masuk RS : 22 September 2017
h. No. RM : 32 76 43
i. Identitas orang tua :
1. Ayah 2. Ibu
Nama : Tn. M Nama : Ny. E
Umur : 36 tahun Umur : 33 tahun
Pekerjaan : Petani Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Kesehatan : Sehat Kesehatan : Sehat

1.2. ANAMNESIS
Alloanamnesis dari ibu penderita
1.2.1. Keluhan utama :
Demam

1.2.2. Riwayat penyakit sekarang :


Demam dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus menerus,
demam mendadak tinggi (S : 39˚C) tidak disertai menggigil dan kejang, timbul bercak-
bercak kemerahan pada kulit yang muncul pada hari ke-3 demam. Awalnya bercak
muncul di daerah telinga, wajah kemudian menyebar ke badan lalu ke tangan dan kaki.
Bercak terasa gatal. Nyeri kepala (+), mata merah (+) penglihatan silau (+) pasien merasa
terganggu dengan paparan cahaya, gusi berdarah (-), mimisan (-), batuk (+) dahak (+)
kurang lebih 4 hari SMRS, pilek (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), nyeri menelan (-),
nyeri perut (-) BAB dan BAK lancar. Nafsu makan menurun.
1.2.3. Riwayat penyakit dahulu :
1. Riwayat penyakit yang sama sebelumnya tidak ada
2. Riwayat alergi tidak ada
3. Riwayat campak tidak ada
4. Riwayat kejang demam tidak ada

1.2.4. Riwayat penyakit keluarga


1. Riwayat keluarga dengan penyakit yang sama tidak ada
2. Riwayat campak tidak ada
3. Riwayat kejang demam tidak ada
4. Riwayat alergi tidak ada

1.2.5. Riwayat persalinan


Seorang Perempuan lahir di rumah dengan dibantu oleh bidan dan dukun melalui
persalinan normal segera menangis, usia kehamilan 9 bulan, berat badan lahir 2.700 gr,
Riwayat IMD (+).

1.2.6. Riwayat imunisasi


Imunisasi dasar lengkap: BCG 1 kali, DPT 3 kali, Polio 4 kali, Hepatitis B 3 kali,
Campak 1 kali.

Kesan : imunisasi dasar lengkap.


1.2.7. Riwayat makan dan minum
a. Asi
Asi diberikan secara ekslusif sejak lahir hingga usia 2 tahun.
b. Makanan
Anak mulai memakan bubur sejak usia 6 bulan dan mulai makan makanan padat
sejak usia 1 tahun.
1.2.8. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
1.2.8.1. Pertumbuhan
Umur : 6 tahun 1 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan : 14 kg
Tinggi badan : 107 cm
Lingkar kepala : 48 cm
𝐵𝐵 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 14 𝑘𝑔
BB/TB : 𝐵𝐵 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑇𝐵 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 × 100% = 18 𝑘𝑔 × 100% = 77,7% (Interpretasi :

Gizi kurang)
𝐵𝐵 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 14 𝑘𝑔
BB/U : × 100% = 21 𝑘𝑔 × 100% = 66,7% (Interpretasi :
𝐵𝐵 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑈 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙

Gizi kurang)
𝑇𝐵 𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙 107 𝑘𝑔
TB/U :𝑇𝐵 𝐵𝑎𝑘𝑢 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 × 100% = 116 𝑘𝑔 × 100% = 92,2 % (Interpretasi

: Tinggi baik)
1.2.8.2. Perkembangan
Perkembangan anak sesuai dengan tahap perkembanganya.

1.3. PEMERIKSAAN FISIS


Seorang Perempuan, umur 6 tahun 1 bulan, berat badan 14 kg, panjang badan 107
cm, lingkar kepala 48 cm.
1.3.1. Keadaan umum
Sakit Sedang / Gizi Kurang / GCS 15 (E4M6V5)

1.3.2. Tanda vital


Tekanan darah : 90/60 mmHg
Frekuensi nadi : 98 x/menit
Frekuensi napas : 22 x/menit
Suhu : 39˚C
1.3.3. Kepala
Normocephal, ubun-ubun besar datar dan tertutup, terdapat ruam pada wajah.
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva palpebra anemis (-), sklera ikterik (-), konjungtivitis
kedua mata (+), pupil isokor diameter 2mm/2mm, refleks cahaya
langsung (+/+), refleks cahaya tidak langsung (+/+).
Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), rhinorea (+), epistaksis (-)
Telinga : Sekret (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-), perdarahan gusi (-)
Tenggorokan : T1/T1 hiperemis (+)
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-)

1.3.4. Thoraks
Paru
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, terdapat ruam pada dada dan punggung.
Palpasi : Fremitus raba kanan=kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : Bunyi pernafasan vesikuler,
Bunyi tambahan Rh - - Wh - -
- - - -
- - - -
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba ICS V linea midclavicula
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, murmur (-)

1.3.5. Abdomen
Inspeksi : Perut datar mengikuti gerak napas, terdapat ruam pada abdomen
Auskultasi : Peristaltik usus ada kesan normal
Palpasi : Nyeri tekan tidak ada, massa tidak ada, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
1.3.6. Ekstremitas
Superior Inferior
Sianosis (-) / (-) (-) / (-)
Edema (-) / (-) (-) / (-)
Ruam (+) / (+) (+) / (+)
Akral dingin (-) / (-) (-) / (-)
CRT < 2 detik < 2 detik
Refleks fisiologis (+) / (+) (+) / (+)
Refleks patologis (-) / (-) (-) / (-)
Kekuatan 5/5 5/5
Tonus N/N N/N

1.3.7. Lain-lain
Tidak ada

1.4. RESUME
Demam dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus menerus,
demam mendadak tinggi (S : 39˚C) tidak disertai menggigil dan kejang, timbul bercak-
bercak kemerahan pada kulit yang muncul pada hari ke-3 demam. Awalnya bercak
muncul di daerah telinga, wajah kemudian menyebar ke badan lalu ke tangan dan kaki.
Bercak terasa gatal. Nyeri kepala (+), mata merah (+) penglihatan silau (+) pasien merasa
terganggu dengan paparan cahaya, gusi berdarah (-), mimisan (-), batuk (+) dahak (+)
kurang lebih 4 hari SMRS, pilek (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), nyeri menelan (-),
nyeri perut (-) BAB dan BAK lancar. Nafsu makan menurun.
Dari pemeriksaan fisis ditemukan kondisi umum Sakit Sedang / Gizi Kurang / GCS
15 (E4M6V5) dengan tanda vital Tekanan darah : 90/60 mmHg, Frekuensi nadi : 98
x/menit, Frekuensi napas : 22 x/menit, Suhu : 39 ˚C. Ditemukan konjungtivitis di kedua
mata (+), rhinorea (+), faring hiperemis (+), dan ditemukan ruam berwarna merah
diseluruh tubuh.

1.5. DIAGNOSIS
Morbili
1.6. PENATALAKSANAAN
IVFD RL : Dextrose 5% 18 tpm
Cefotaxime 400 mg/ 12 J/ iv
Paracetamol 20 cc/ 8 J/ iv
Ambroxol Syr 3 X ½ cth
Apialys 2 X 1

1.7. PROGNOSIS
Qua ad vitam : Bonam
Qua ad sanationem : Bonam
Qua ad fungtionam : Bonam

1.8. PENGAMATAN KASUS


Subjektive (S), Objektive (O),
Tanggal Instruksi
Assassement (A).
22/9/2017 S : Demam (+),nyeri kepala (+), IVFD RL : D5%= 18 tpm
penglihatan silau (+), batuk (+), Cefotaxime 400 mg/ 12 J/ iv
dahak (+), pilek (+), sesak (-), Paracetamol 20 cc/ 8 J/ drips
mual (-), muntah (-), nyeri Ambroxol Syr 3 X 1/2 cth
menelan (-), nyeri perut (-), nafsu
makan menurun, BAB dan BAK
lancar.
O : Sakit sedang / Gizi kurang / GCS
15 (E4M6V5)
TD: 90/60 mmHg
N: 98 x/menit
P: 24 x/menit
S: 39 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), konjungtivitis
pada kedua mata (+)
Hidung : rhinorea (+)
Tonsil : T1/T1, Faring hiperemis
(+)
Paru-paru : Bunyi pernapasan
vesikuler bunyi tambahan Rh -/-
Wh -/-
Jantung : Bunyi jantung I/II
murni reguler murmur (-)
Abdomen : Peristaltik ada kesan
normal, hepar dan lien tidak
teraba.
Ektremitas : Edema (-)
Kulit : Ruam kemerahan (+)
seluruh tubuh

A : Morbili

23/9/2017 S : Demam (+),nyeri kepala (+) IVFD RL : D5% 18 tpm


berkurang, penglihatan silau (-), Cefotaxime 400 mg/ 12 J/ iv
batuk (+), dahak (+), pilek(-), Paracetamol 20 cc/ 8 J/ drips
sesak (-), mual (-), muntah (-), Ambroxol Syr 3 X 1 cth
nyeri menelan (-), nyeri perut (-), Nebulizer combivent/ 24 J
nafsu makan membaik, BAB dan Apialys 2 X 1
BAK lancar. Puyer batuk 3 X 1

O : Sakit sedang / Gizi kurang / GCS


15 (E4M6V5)
TD: 90/60 mmHg
N: 100 x/menit
P: 28 x/menit
S: 38,6 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), konjungtivitis
pada kedua mata (+)
Hidung : Rhinore (-)
Tonsil : T1/T1, Faring hiperemis
(+)
Paru-paru : Bunyi pernapasan
vesikuler bunyi tambahan Rh -/-
Wh -/-
Jantung : Bunyi jantung I/II
murni reguler murmur (-)
Abdomen : Peristaltik ada kesan
normal, hepar dan lien tidak
teraba.
Ektremitas : Edema (-)
Kulit : Ruam (+) seluruh tubuh

A : Morbili

24/9/2017 S : Demam (+),nyeri kepala (-), IVFD RL : D5% 18 tpm


penglihatan silau (-), batuk (+), Cefotaxime 400 mg/ 12 J/ iv
dahak (+), pilek(-), sesak (-), Paracetamol 20 cc/ 8 J/ drips
mual (-), muntah (-), nyeri Ambroxol Syr 3 X 1/2 cth
menelan (-), nyeri perut (-), nafsu Nebulizer combivent/ 8 J
makan membaik, BAB dan BAK Apialys 2 X 1
lancar.

O : Sakit sedang / Gizi kurang / GCS


15 (E4M6V5)
TD: 100/70 mmHg
N: 88 x/menit
P: 24 x/menit
S: 37,5 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), konjungtivitis
(-)
Hidung : rhinorea (-)
Tonsil : T1/T1, Faring hiperemis
(-)
Paru-paru : Bunyi pernapasan
vesikuler bunyi tambahan Rh -/-
Wh -/-
Jantung : Bunyi jantung I/II
murni reguler murmur (-)
Abdomen : Peristaltik ada kesan
normal, hepar dan lien tidak
teraba.
Ektremitas : Edema (-)
Kulit : Ruam (+) seluruh tubuh,
ruam berubah warna menjadi
kehitaman.

A : Morbili

25/7/2017 S : Demam (-),nyeri kepala (-), Aff infus


penglihatan silau (-), batuk (+), Ambroxol Syr 3 X 1/2 cth
dahak (-), pilek(-), sesak (-), Apialys 2 X 1
mual (-), muntah (-), nyeri Nebulisasi combivent/8 j
menelan (-), nyeri perut (-), nafsu Cefadroxyl 250 mg 3 X 1
makan baik, BAB dan BAK
lancar.

O : Sakit sedang / Gizi kurang / GCS


15 (E4M6V5)
TD: 100/60 mmHg
N: 76 x/menit
P: 20 x/menit
S: 36,6 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), injeksi
konjungtiva (-/-)
Hidung : rhinorea (-)
Tonsil : T1/T1, Faring hiperemis
(-)
Paru-paru : Bunyi pernapasan
vesikuler bunyi tambahan Rh -/-
Wh -/-
Jantung : Bunyi jantung I/II
murni reguler murmur (-)
Abdomen : Peristaltik ada kesan
normal, hepar dan lien tidak
teraba.
Ektremitas : Edema (-)
Kulit : Ruam (+) seluruh tubuh,
ruam berubah warna menjadi
kehitaman.

A : Morbili

26/9/2017 S : Demam (-),nyeri kepala (-), Apialys 2 X 1


penglihatan silau (-), batuk (+), Cefadroxyl 250 mg 3 X 1
dahak (-), pilek(-), sesak (-), Ambroxol Syr. 3 X ½ cth
mual (-), muntah (-), nyeri Nebulisasi combivent/24 J
menelan (-), nyeri perut (-), nafsu
makan baik, BAB dan BAK
lancar.

O : Sakit sedang / Gizi kurang / GCS


15 (E4M6V5)
TD: 100/60 mmHg Boleh Pulang
N: 104 x/menit
P: 28 x/menit
S: 36,5 ˚C
Mata : Konjungtiva anemis (-),
sklera ikterik (-), injeksi
konjungtiva (-/-)
Hidung : rhinorea (-)
Tonsil : T1/T1, Faring hiperemis
(-)
Paru-paru : Bunyi pernapasan
vesikuler bunyi tambahan Rh -/-
Wh -/-
Jantung : Bunyi jantung I/II
murni reguler murmur (-)
Abdomen : Peristaltik ada kesan
normal, hepar dan lien tidak
teraba.
Ektremitas : Edema (-)
Kulit : Ruam (+) seluruh tubuh,
ruam berubah warna menjadi
kehitaman.

A : Morbili
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Morbili adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Measles. Nama lain dari
penyakit ini adalah rubeola atau campak. Morbili merupakan penyakit yang sangat
infeksius dan menular lewat udara melalui aktivitas bernafas, batuk, atau bersin. Pada
bayi dan balita, morbili dapat menimbulkan komplikasi yang fatal, seperti pneumonia
dan ensefalitis.5,6,7
Salah satu strategi menekan mortalitas dan morbiditas penyakit morbili adalah
dengan vaksinasi. Namun, berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
tahun 2007, ternyata cakupan imunisasi campak pada anak-anak usia di bawah 6 tahun di
Indonesia masih relatif lebih rendah (72,8%) dibandingkan negara-negara lain di Asia
Tenggara yang sudah mencapai 84%. Pada tahun 2010, Indonesia merupakan negara
dengan tingkat insiden tertinggi ketiga di Asia Tenggara. World Health Organization
melaporkan sebanyak 6300 kasus terkonfirmasi Morbili di Indonesia sepanjang tahun
2013.5,6,7
Dengan demikian, hingga kini, morbili masih menjadi masalah kesehatan yang
krusial di Indonesia. Peran dokter di pelayanan kesehatan primer sangat penting dalam
mencegah, mendiagnosis, menatalaksana, dan menekan mortalitas morbili.5,6,7

3.2 ETIOLOGI
Penyakit Campak disebabkan oleh virus Campak yang termasuk golongan
paramyxovirus. Virus ini berbentuk bulat dengan tepi yang kasar dan begaris tengah 140
mm, dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein, didalamnya
terdapat nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi
asam nukleat (RNA), merupakan sruktur heliks nukleoprotein yang berada dari
myxovirus. Selubung luar sering menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yang berada
di selubung luar muncul sebagai hemaglutinin.8
Gambar : Virus Campak
3.2.a. Sifat Virus
Virus Campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan yang kuat,
apabila berada diluar tubuh manusia virus Campak akan mati. Pada temperatur kamar
virus Campak kehilangan 60% sifat infektisitasnya selama 3 – 5 hari. Tanpa media
protein virus Campak hanya dapat hidup selama 2 minggu dan hancur oleh sinar
ultraviolet. Virus Campak termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile karena
selubungnya terdiri dari lemak, pada suhu kamar dapat mati dalam 20% ether selama
10 menit, dan 50% aseton dalam 30 menit.8
Sebelum dilarutkan, vaksin Campak disimpan dalam keadaan kering dan beku,
relatif stabil dan dapat disimpan di freezer atau pada suhu lemari es (2-8°C; 35,6-
46,4°F) secara aman selama setahun atau lebih. Vaksin yang telah dipakai harus
dibuang dan jangan dipakai ulang.8

3.3 EPIDEMIOLOGI
Epidemiologi penyakit campak mempelajari tentang frekuensi, penyebaran dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya.
 Distribusi dan Frekuensi Penyakit Campak
a. Orang
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia
dibawah 15 bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak
berdasarkan umur berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari
kepadatan penduduknya, terisolasi atau tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban
yang berpenduduk padat transmisi virus insiden campak sangat tinggi.9
b. Tempat
Berdasarkan tempat penyebaran penyakit campak berbeda, dimana daerah perkotaan
siklus epidemi campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan di daerah pedesaan
penyakit campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu-waktu terdapat penyakit Campak
maka serangan dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok umur yang rentan.10
c. Waktu
Virus penyebab campak mengalami keadaan yang paling stabil pada kelembaban
dibawah 40%. Udara yang kering menimbulkan efek yang positif pada virus dan
meningkatkan penyebaran di rumah yang memiliki alat penghangat ruangan seperti
pada musim dingin di daerah utara. Sama halnya dengan udara pada musim kemarau
di Persia atau Afrika yang memiliki insiden kejadian campak yang relatif tinggi pada
musim-musim tersebut. Bagaimanapun, kejadian campak akan meningkat karena
kecenderungan manusia untuk berkumpul pada musim-musim yang kurang baik
tersebut sehingga efek dari iklim menjadi tidak langsung dikarenakan kebiasaan
manusia.10

 Determinan Penyakit Campak


Faktor-faktor yang menyebabkan tingginya kasus Campak pada balita di suatu daerah
adalah :
a. Faktor Host
 Umur
Pada sebagian besar masyarakat, maternal antibodi akan melindungi bayi
terhadap campak selama 6 bulan dan penyakit tersebut akan dimodifikasi oleh
tingkat maternal antibodi yang tersisa sampai bagian pertama dari tahun kedua
kehidupan. Tetapi, di beberapa populasi, khususnya Afrika, jumlah kasus terjadi
secara signifikan pada usia dibawah 1 tahun, dan angka kematian mencapai 42%
pada kelompok usia kurang dari 4 tahun. Di luar periode ini, semua umur
sepertinya memiliki kerentanan yang sama terhadap infeksi. Umur terkena campak
lebih tergantung oleh kebiasaan individu daripada sifat alamiah virus. Di Amerika
Utara, Eropa Barat, dan Australia, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di
rumah, tetapi ketika memasuki sekolah jumlah anak yang menderita menjadi
meningkat.10
Sebelum imunisasi disosialisasiksan secara luas, kebanyakan kasus campak
di negara industri terjadi pada anak usia 4-6 tahun ataupun usia sekolah dasar dan
pada anak dengan usia yang lebih muda di negara berkembang. Cakupan imunisasi
yang intensif menghasilkan perubahan dalam distribusi umur dimana kasus lebih
banyak pada anak dengan usia yang lebih tua, remaja, dan dewasa muda.10
 Jenis kelamin
Tidak ada perbedaan insiden dan tingkat kefatalan penyakit campak pada
wanita ataupun pria. Bagaimanapun, titer antibodi wanita secara garis besar lebih
tinggi daripada pria. Kejadian campak pada masa kehamilan berhubungan dengan
tingginya angka aborsi spontan.10
 Umur pemberian imunisasi
Sisa antibodi yang diterima dari ibu melalui plasenta merupakan faktor yang
penting untuk menentukan umur imunisasi campak dapat diberikan pada balita.
Maternal antibodi tersebut dapat mempengaruhi respon imun terhadap vaksin
campak hidup dan pemberian imunisasi yang terlalu awal tidak selalu
menghasilkan imunitas atau kekebalan yang adekuat.11
Pada umur 9 bulan, sekitar 10% bayi di beberapa negara masih mempunyai
antibodi dari ibu yang dapat mengganggu respons terhadap imunisasi. Menunda
imunisasi dapat meningkatkan angka serokonversi. Secara umum di negara
berkembang akan didapatkan angka serokenversi lebih dari 85% bila vaksin
diberikan pada umur 9 bulan. Sedangkan di negara maju, anak akan kehilangan
antibodi maternal saat berumur 12-15 bulan sehingga pada umur tersebut
direkomendasikan pemberian vaksin campak. Namun, penundaan imunisasi dapat
mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas akibat campak yang cukup
tinggi di kebanyakan negara berkembang.11
 Pekerjaan
Dalam lingkungan sosioekonomis yang buruk, anak-anak lebih mudah
mengalami infeksi silang. Kemiskinan bertanggungjawab terhadap penyakit yang
ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orang tua
untuk mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung
memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Frekuensi relatif
anak dari orang tua yang berpenghasilan rendah 3 kali lebih besar memiliki risiko
imunisasi terlambat dan 4 kali lebih tinggi menyebabkan kematian anak dibanding
anak yang orang tuanya berpenghasilan cukup.12
 Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk
bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang
berpendidikan lebih tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu
orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru. Pendidikan
juga mempengaruhi pola berpikir pragmatis dan rasional terhadap adat kebiasaan,
dengan pendidikan lebih tinggi orang dapat lebih mudah untuk menerima ide atau
masalah baru.13
 Imunisasi
Vaksin campak adalah preparat virus yang dilemahkan dan berasal dari
berbagai strain campak yang diisolasi. Vaksin dapat melindungi tubuh dari infeksi
dan memiliki efek penting dalam epidemiologis penyakit yaitu mengubah distribusi
relatif umur kasus dan terjadi pergeseran ke umur yang lebih tua. Pemberian
imunisasi pada masa bayi akan menurunkan penularan agen infeksi dan
mengurangi peluang seseorang yang rentan untuk terpajan pada agen tersebut.
Anak yang belum diimunisasi akan tumbuh menjadi besar atau dewasa tanpa
pernah terpajan dengan agen infeksi tersebut. Pada campak, manifestasi penyakit
yang paling berat biasanya terjadi pada anak berumur kurang dari 3 tahun.
Pemberian imunisasi pada umur 8-9 bulan diprediksi dapat menimbulkan
serokonversi pada sekurang-kurangnya 85% bayi dan dapat mencegah sebagian
besar kasus dan kematian.11
Dengan pemberian satu dosis vaksin campak, insidens campak dapat
diturunkan lebih dari 90%. Namun karena campak merupakan penyakit yang
sangat menular, masih dapat terjadi wabah pada anak usia sekolah meskipun 85-
90% anak sudah mempunyai imunitas. Sebuah penelitian kohort yang dilakukan
terhadap 627 siswa di Arkansas mendapatkan bahwa anak yang tidak mendapatkan
vaksinasi berisiko 20 kali untuk terkena campak daripada anak yang memiliki
riwayat vaksinasi pada usia 15 bulan atau lebih.11
 Status Gizi
Kejadian kematian karena campak lebih tinggi pada kondisi malnutrisi, tetapi
belum dapat dibedakan antara efek malnutrisi terhadap kegawatan penyakit
campak dan efek yang ditimbulkan penyakit campak terhadap nutrisi yang
dikarenakan penurunan selera makan dan kemampuan untuk mencerna makanan.
Scrimshaw mencatat bahwa kematian karena campak pada anak-anak yang ada di
desa Guatemala menurun dari 1% menjadi 0,3% tiap tahunnya ketika anak-anak
tersebut diberikan suplemen makanan dengan kandungan protein tinggi. Sedangkan
pada desa yang menjadi kontrol dimana anak-anak tersebut tidak diberikan
suplemen protein, angka kematian menunjukkan angka 0,7%. Tetapi karena hanya
27% saja dari anak-anak tersebut yang secara teratur mengkonsumsi protein ekstra,
dapat disimpulkan bahwa perubahan rate yang didapatkan pada kasus observasi
tidak seluruhnya disebabkan oleh suplemen makanan.
 ASI eksklusif
Sebanyak lebih dari tiga puluh jenis imunoglobulin terdapat di dalam ASI
yang dapat diidentifikasi dengan teknik-teknik terbaru. Delapan belas diantaranya
berasal dari serum si ibu dan sisanya hanya ditemukan di dalam ASI/kolostrum.
Imunoglobulin yang terpenting yang dapat ditemukan pada kolostrum adalah IgA,
tidak saja karena konsentrasinya yang tinggi tetapi juga karena aktivitas
biologiknya IgA dalam kolostrum dan ASI sangat berkhasiat melindungi tubuh
bayi terhadap penyakit infeksi. Selain daripada itu imunoglobulin G dapat
menembus plasenta dan berada dalam konsentrasi yang cukup tinggi di dalam
darah janin/bayi sampai umur beberapa bulan, sehingga dapat memberikan
perlindungan terhadap beberapa jenis penyakit. Adapun jenis antibodi yang dapat
ditransfer dengan baik melalui plasenta adalah difteri, tetanus, campak, rubela,
parotitis, polio, dan stafilokokus.14
b. Agent
Penyebab infeksi adalah virus campak, anggota genus Morbilivirus dari famili
Paramyxoviridae.9
c. Faktor Environment
Epidemi campak dapat terjadi setiap 2 tahun di negara berkembang dengan
cakupan vaksinasi yang rendah. Kecenderungan waktu tersebut akan hilang pada
populasi yang terisolasi dan dengan jumlah penduduk yang sangat kecil yakni < 400.000
orang.15

3.4 PATOFISIOLOGI
Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet di udara yang berasal dari
penderita. Virus campak masuk melalui saluran pernapasan dan melekat di sel-sel epitel
saluran napas. Setelah melekat,, virus bereplikasi dan diikuti dengan penyebaran ke
kelenjar limfe regioal. Setelah penyebaran ini, terjadi viremia primer disusul multiplikasi
virus di sistem retikuloendotelial di limpa, hati, dan kelenjar limfe. Multiplikasi virus
juga terjadi di tempat awal melekatnya virus. Pada hari ke-5 sampai hari ke-7 infeksi,
terjadi viremia sekunder di seluruh tubuh terutama di kulit dan saluran pernapasan. Pada
hari ke-11 sampai hari ke-14, virus ada di darah, saluran pernapasan dan organ-organ
tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai berkurang. Selama infeksi, virus
bereplikasi di sel-sel endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan makrofag.16
Tabel patogenesis infeksi campak.16
Hari Patogenesis
Virus campak dalam droplet terhirup dan melekat pada
0 permukaan epitel nasofaring ataupun konjungtiva. Infeksi
terjadi di sel epitel dan virus bermultiplikasi.
1-2 Infeksi menyebar ke jaringan limfatik regional.
2-3 Viremia primer.
3-5 Timbul gejala infeksi di kulit dan saluran napas.
Virus bermultiplikasi di epitel saluran napas, virus melekat
5-7 pertama kali, juga di sistem retikuloendotelial regional
dankemudian menyebar.
7-11 Viremia sekunder.
Virus terdapat di darah, saluran napas, kulit, dan organ-organ
11-14
tubuh lain.
15-17 Viremia berkurang dan menghilang
Gambar 2 : Karakter campak16

3.5 Gejala Klinis


Infeksi campak dibagi menjadi 4 fase yaitu : inkubasi, prodormal (kataral),
eksantematosa (ruam) dan fase penyembuhan. Masa inkubasi adalah sekitar 8-12 hari
dari saat pajanan sampai terjadinya gejala atau 14 hari setelah pajanan sampai terjadinya
ruam. Manifestasi klinis yang terjadi pada 3 hari fase prodormal adalah batuk, pilek,
konjungtivitis, dan tanda patognomonik bercak Koplik (koplik spot) (bintik putih
keabuan, sebesar butiran pasir, di mukosa bukal sisi berlawanan dari molar bawah) yang
dapat ditemukan hanya terjadi selama 12-24 jam. Pada konjungtiva timbul garis radang
transversal sepanjang pinggir kelopak mata (garis Stimson). Gejala klasik campak
berupa batuk, pilek dan konjungtivitis yang makin berat, timbul selama viremia sekunder
dari fase eksantematosa, yang seringkali diikuti dengan timbulnya demam tinggi (40˚C-
40,5˚C [104˚F-105˚F]). Ruam makular mulai timbul di kepala (seringkali di bagian
bawah gari rambut) dan menyebar ke sebagian besar tubuh dalam waktu 24 jam dengan
arah distribusi dari kepala ke kaudal. Ruam seringkali berkonfluensi. Ruam akan
menghilang dengan pola yang sama. Tingkat keparahan penyakit dikaitkan dengan
luasnya penyebaran ruam. Kadangkala ruam disertai dengan adanya petekie ataupun
perdarahan (campak hitam/black measles). Saat ruamm menghilang terjadi perubahan
warna ruam menjadi kecoklatan dan kemudian mengalami deskuamasi.17
Limfadenitis servikal, splenomegali, limfadenopti mesenterika, yang disertai
nyeri abdomen, dapat ditemukan bersamaan dengan timbulnya ruam. Otitis media,
pneumonia dan diare lebih sering terjadi pada bayi. Gangguan liver lebih dering
ditemukan pada pasien dewasa.17
Istilah campak termodifikasi (modified measles) menggambarkan kasus campak
ringan yang timbul pada pasien dengan perlindungan parsial terhadap penyakit campak.
Campak termodifikasi timbul pada pasien yang mendapat vaksinasi sebelum 12 bulan
atau secara bersamaan diberikan serum immunoglobulin, bayi yang masih memiliki
antibodi transplasenta atau pasien yang telah menerima immunoglobulin.17

3.6 PENEGAKAN DIAGNOSIS


 Anamnesis18
a. Adanya demam tinggi terus menerus 38,5˚C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri
menelan, mata merah dan silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti
diare.
b. Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat
lebih tinggi dari yang semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam.
c. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak
napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat
merupakan tanda penyembuhan.
 Pemeriksaan fisis18
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari 3 stadium:
a. Stadium prodormal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti
dengan, batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis.
Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut
bercak koplik.
b. Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam mukopapular yang bertahan selama
5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian
menyebr ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstremitas.

c. Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3 hari ruam berangsur-angsur


menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan
mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.

Pemeriksaan penunjang18
a. Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi
bakteri.
b. Pemeriksaan untuk komplikasi
1. Ensefalopati dilakukan pemeriksaan cairan cerebrospinal, kadar elektrolit darah,
dan analisa gas darah.
2. Enteritis: feses lengkap
3. Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak dan tidak
membantu dalam menegakkan diagnosis. Leukopenia menjadi salah satu tanda campak.
Pada pasien dengan ensefalitis akut, pada pemeriksaan cairan serebrospinal ditemukan
peningkatan protein, limfositik pleositosis, dan kadar glukosa yag normal. Kultur virus
campak belum tersedia secara umum. Pemeriksaan serologis untuk antibodi IgM, yang
timbul dalam waktu 1-2 hari setelah ruam dan bertahan selama 1-2 bulan, memperkuat
diagnosis klinis. Pemeriksaan foto rontgen dada dapat memperlihatkan adanya infiltrat
interstisial dan perihiler yang mengindikasikan terjadinya pneumonia campak atau
superinfeksi bakteri.17

3.7 DIAGNOSIS BANDING


Campak harus dibedakan dari beberapa penyakit yang klinisnya juga berupa ruam
makulopapular. Gejala klinis klasik campak adalah adanya stadium prodromal demam
disertai coryza, batuk, konjungtivitis, dan penyebaran ruam makulopapular. Penyakit lain
yang menimbulkan ruam yang sama antara lain:16
a. Rubella (Campak Jerman) dengan gejala lebih ringan dan tanpa disertai batuk.
b. Roseola infantum dengan gejala batuk ringan dan demam yang mereda ketika ruam
muncul.
c. Parvovirus (fifth disease) dengan ruam makulopapular tanpa stadium prodromal.
d. Demam scarlet ( scarlet fever) dengan gejala nyeri tenggorokan dan demam tanpa
konjungtivitis ataupun coryza.
e. Penyakit Kawasaki dengan gejala demam tinggi, konjungtivitis, dan ruam, tetapi tidak
disertai batuk dan bercak Koplik. Biasanya timbul nyeri dan pembengkakan sendi
yang tidak ada pada campak.

3.8 PENATALAKSANAAN
Medikamentosa18
 Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari pemberian cairan yang cukup, suplemen
nutrisi, antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder, antikonvulsi apabila
terjadi kejang, dan pemberian vitamin A
 Tanpa komplikasi :
a. Tirah baring di tempat tidur
b. Vitamin A 100.000 IU, apabila disertai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari
c. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan
dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi.
 Pengobatan dengan komplikasi :18
a. Ensefalopati
o Kloramfenikol dosis 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari
selama 7-10 hari
o Kortikosteroid : deksametason 1 mg/kgbb/hari sebagai dosis awal dilanjutkan
0,5 g/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis sampai kesadaran membaik (bila
pemberian lebih dari 5 hari dilakukan tappering off)
o Kebutuhan jumlah cairan dikurangi ¼ kebutuhan serta koreksi terhadap
gangguan elektrolit
b. Bronkopneumonia
o Kloramfenikol 75 mg/kgbb/hari dan ampisilin 100 mg/kgbb/hari selama 7-10
hari
o Oksigen 2 liter/menit
Indikasi Rawat
Pasien dirawat (di ruang isolasi) bila :18
a. Hiperpireksia (suhu >39.00C)
b. Dehidrasi
c. Kejang
d. Asupan oral sulit
e. Adanya komplikasi

3.9 KOMPLIKASI
Komplikasi umumnya terjadi pada anak risiko tinggi, yaitu:156
a. Usia muda, terutama dibawah 1 tahun.
b. Malnutrisi (marasmus atau kwasiorkor).
c. Pemukiman padat pendududk yang lingkungannya kotor.
d. Anak dengan gangguan imunitas, contohnya pada anak terinfeksi HIV, malnutrisi,
atau keganasan.
e. Anak dengan defisiensi vitamin.
Komplikasi dapat terjadi pada berbagai organ tubuh, antara lain:16
a. Saluran pernapasan: bronkopneumonia, laringotrakeobronkitis (croup).
b. Saluran pencernaan: diare yang dapat diikuti dengan dehidrasi.
c. Telinga: otitis media.
d. Susunan saraf pusat:
1. Ensefalitis akut: timbul pada 0,01-0,1% kasus campak. Gejala berupa demam,
nyeri kepala, letargi, dan perubahan status mental yang biasanya muncul antara
hari ke-2 sampai hari ke-6 setelah munculnya ruam. Umumnya self-limited (dapat
sembuh sendiri), tetapi pada sekitar 15% kasus terjadi perburukan yang cepat
dalam 24 jam. Gejala sisa dapat berupa penurunan pendengaran, gangguan
perkembangan, kelumpuhan, dan kejang berulang.
2. Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE): suatu proses degeneratif susuna saraf
pusat yang disebabkan infeksi persisten virus campak, timbul beberapa
tahunsetelah infeksi (umumnya 7 tahun). Penderita mengalami perubahan tingkah
laku, retardasi mental, kejang mioklonik, dan gangguan motorik.
e. Mata: Keratitis.
f. Sistemik: septikemia karena infeksi bakteri sekunder.

3.1 PROGNOSIS
Prognosis pada umumnya baik karena penyakit ini merupakan self-limiting
disease. Mortalitas dan morbiditas meningkat pada penderita dengan faktor risiko
yang mempengaruhi timbulnya komplikasi. Di negara berkembang, kematian
mencapai 1-3%, dapat meningkat sampai 5-15% saat terjadi KLB campak.16

3.1. PENCEGAHAN
 Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention)
Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih
dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan
dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi
sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh.19
 Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang
terkena penyakit campak, yaitu :9,20
a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan
imunisasi campak untuk semua bayi.
b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada
semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai
jangka waktu 4-5 tahun.
 Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini
mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan
ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas
penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu :3,20
a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik
atau darah.
b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk
sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada
ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan
pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari
keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien-
pasien dengan risiko tinggi lainnya.
c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni
antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya
diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi
campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan
miokarditis yang reversibel.
 Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada
pencegahan tertier yaitu :20
a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara
cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.
BAB IV
PEMBAHASAN

Demam dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus menerus,
demam mendadak tinggi (S : 39˚C) tidak disertai menggigil dan kejang, timbul bercak-bercak
kemerahan pada kulit yang muncul pada hari ke-3 demam. Awalnya bercak muncul di daerah
telinga, wajah kemudian menyebar ke badan lalu ke tangan dan kaki. Bercak terasa gatal.
Nyeri kepala (+), mata merah (+) penglihatan silau (+) pasien merasa terganggu dengan
paparan cahaya, gusi berdarah (-), mimisan (-), batuk (+) dahak (+) kurang lebih 4 hari
SMRS, pilek (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), nyeri menelan (-), nyeri perut (-) BAB dan
BAK lancar. Nafsu makan menurun..
Morbili adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh paramyxoirus, virus dengan rantai
tunggal RNA yang memiliki 1 tipe antigen. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya demam
tinggi terus menerus 39˚C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan
silau bila terkena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam timbul
ruam kulit, didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari yang semula. Pada saat ini
anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah
sehingga anak mengalami sesak napas atau dehidrasi. Adanya kulit kehitaman dan bersisik
(hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan.10
Dari pemeriksaan fisis ditemukan kondisi umum Sakit Sedang / Gizi Kurang / GCS 15
(E4M6V5) dengan tanda vital Tekanan darah : 90/60 mmHg, Frekuensi nadi : 98 x/menit,
Frekuensi napas : 22 x/menit, Suhu : 39 ˚C. Ditemukan injeksi konjungtiva (+/+), rhinorea (-
), faring hiperemis (+), dan ditemukan ruam berwarna merah diseluruh tubuh.
Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari 3 stadium yakni: (1)
Stadium prodormal: berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diikuti dengan,
batuk, pilek, faring merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtivitis. Tanda
patognomonnik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga disebut bercak koplik.
(2) Stadium erupsi: ditandai dengan timbulnya ruam mukopapular yang bertahan selama 5-6
hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebr ke
wajah, leher, dan akhirnya ke ekstremitas. (3) Stadium penyembuhan (konvalesens): setelah 3
hari ruam berangsur-angsur menghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi
kehitaman dan mengelupas yang akan menghilang setelah 1-2 minggu.10
Pada hari pertama pasien datang ke rumah sakit pasien memasuki stadium erupsi
dimana pasien telah menunjukkan adanya ruam pada seluruh tubuh. Ruam tersebut muncul
mulai dari kepala lalu menyebar ke badan dan akhirnya ke ekstremitas. Lalu pada hari ketiga
perawatan di rmah sakit (24/7/2017) pasien memasuki stadium penyembuhan (konvalesens)
yang ditandai dengan ruam yang mulai berubah warna menjadi kehitaman. Perubahan warna
ini sesuai dengan urutan timbulnya ruam tersebut. Pada pasien juga tidak ditemukan adanya
bercak koplik.
Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak dan tidak membantu
dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak spesifik terhadap campak
dan tidak membantu dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang digunakan untuk
menunjukkan adanya komplikasi yang terjadi pada penderita. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan ialah pemeriksaan darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat apabila
ada komplikasi infeksi bakteri. Jika di curigai mengarah ke ensefalopati dilakukan
pemeriksaan cairan cerebrospinal, kadar elektrolit darah, dan analisa gas darah. Enteritis:
feses lengkap. Bronkopneumonia: dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah.8,10
Perawatan supportif rutin diberikan termasuk pemberian cairan yang adekuat dan
antipiretik. Pemberiann vitamin A dosis tinggi memperbaiki prognosis pada bayi yang
menderita malnutrisi dan harus dipertimbangkan pada pasien yang memiliki resiko tinggi
untuk mengalami komplikasi, termasuk bayi usia 6 bulan-2 tahun yang dirawat di rumah
sakit, demikian pula penderita immunodefisiensi. WHO dan UNICEF merekomendasikan
pemberian vitamin A di area yang diketahui mengalami defisiensi vitamin A atau memiliki
tingkat kematian akibat campak yang lebih besar dari 1%.8
Pada pasien ini terapi yang diberikan ialah IVFD RL 12 tpm, Viccilin sx (Ampicilin +
Sulbactam) 325mg/6 jam/iv, Sanmol (Parasetamol) 130 mg/6 jam/iv, Chlorpheniramine
maleate 1/6 tab + Vit. C ¼ tab Puyer 3x1, Salisil talk, Ambroxol syr 3x1/2 cth.
Pemilihan cairan untuk terapi suportif pada pasien campak tidak ada ketentuan tertentu,
tujuannya yakni untuk memperbaiki keadaan umum. Pada pasien ini cairan yang diberika
ialah RL sebanya 12 tetes per menit. Kebutuhan cairan pada pasien ini sebanyak 1150
ml/hari, pasien menggunakan 12 tpm.11
Parasetamol (Sanmol) diberikan pada pasien karena pasien mengalami demam. Dosis
parasetamol yakni 10-15 mg/KgBB per dosis dengan dosis maksimal 1 gram, diberikan 4-6
kali sehari, dimana dosis terapeutik maksimum parasetamol untuk anak usia >3 bulan adalah
80mg/KgBB per hari. Dosis toksik 150mg/KgBB pada pemberian tunggal. Pada kasus
diberikan parasetamol sebanyak 130 mg/ 6 jam/ iv, karena pasien memiliki BB 13 Kg.12
Untuk gejala batuk pilek diberikan: Vicillin SX (Ampicilin 1.000 mg, sulbactam 500
mg) dosis untuk anak yakni 100-200 mg/KgBB/hari diberikan 4 kali sehari, sehingga pasien
diberikan 325 mg/6jam/iv. Chlorpheniramine maleate (klorfeniramin maleat), dosis untuk
anak 2-5 tahun adalah 1mg tiap 4-6 jam, maksimal 6mg/hari. Sediaan Chlorpheniramine
maleate dalam tablet 4mg. Kebutuhan vitamin C ialah 35 mg untuk bayi dan meningkat
sampai kira-kira 60 mg pada dewasa. Pada pasien diberikan 1/6 tablet yang dipuyerkan
dengan vitamin C ¼ tablet sebanyak 3 kali dalam sehari. Ambroxol sebagai mukolitik untuk
sediaan syrup 15 mg/5 ml (1 sendok takar = 5 ml) diberikan 3 kali ½ sendok takar.13
DAFTAR PUSTAKA

1. Tommy. Campak. Fak. Kedokteran Unair. Surabaya. 2002:h 1-21


2. Sudarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012 : h 109-118
3. DITJEN PP & PL. Pedoman Pelaksanaan Kampanye Imunisasi Campak dan Polio.
2012: h 1-47
4. Sugiasih E. Gambaran Pelaksanaan Surveilans Campak di Puskesmas Cepu dan
Tunjungan Kabupaten Blora Tahun 2012. Semarang. 2012: h 1-120
5. Djuanda, A, Hamzah, M. Aisah, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 5th Ed.
Balai penerbit FKUI. Jakarta. 2007.
6. James, W.D. Berger, T.G. Elston, D.M. Andrew’s Diseases of the skin: Clinical
Dermatology. 10th Ed. Saunders Elsevier. Canada. 2000
7. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Pedoman Pelayanan Medik. 2011
8. Haryowidjojo. Demam Campak. Htttp://www.Pediatrik.com. Diakses pada tanggal 30
September 2017
9. Chin, James, Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Edisi 17, Cetakan II. CV
Infomedika. Jakarta. 2006
10. Evans, AS. Viral Infection of Human: Epidemiology and Control, Third Edition. Plenum
Publishing Corporation. New York. 1989
11. Wahab, A Samik. Sistem Imun, Imunisasi, dan Penyakit Imun. Widya Medika. Jakarta.
2002
12. Morley, David. Prioritas Pediatri di Negara Sedang Berkembang. Yayasan Essentia
Medica. Yogyakarta. 1979
13. Notoatmodjo, Soekidjo. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
2003
14. Soetjiningsih. ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. 2007
15. Greenwood David, Peutherer JF, Richard CB Sack. Medical Microbiology. Sixteenth
Edition. Churchill Livingstone. China. 2003
16. Halim, Ricky G. Campak pada Anak. Jurnal CDK-238/vol.43 no.3. 2016: h 186-9
17. Marcdante, K.J. Kliegman, R.M. Jenson, H.B. Behrman, R.E. Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial. 6th Ed. Saunders Elsevier. Singapore. 2014: h 402-5
18. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jilid I. 2009: h 33-5
19. Bustan, MN. Pengantar Epidemiologi (Edisi Revisi). PT Rineka Cipta. Jakarta. 2006
20. Soedarto, Sinopsis Kedokteran Tropis. Airlangga University Press. Surabaya. 2007

Anda mungkin juga menyukai