Anda di halaman 1dari 1

Cermin Kebenaran

Begitulah susunan kejadiannya. Di awal hanya ada Al-Quran sendiri. Lalu Ia menciptakan arsy-
Nya di atas air. Setelah itu Ia menciptakan pena. Kemudian dengan pena itulah Ia menitahkan
penulisan semua makhluk yang akan Ia ciptakan di alam raya ini: langit, bumi, malaikat,
manusia, jin hingga surga dan neraka. Dengan pena itu juga Ia menitahkan penulisan semua
kejadian dengan urutan-urutan dan kaitan-kaitannya pada dimensi ruang dan waktu yang akan
dialami makhluk-makhluk-Nya.

Tampaknya dengan sengaja Ibnu Katsir mengawali bahasan sejarahnya dalam Awal Dan Akhir
dengan cerita tadi. Tiba-tiba saja sejarah terbentang sebagai sebuah cerita penciptaan tanpa henti.
Dari Allah awalnya, dan kelak kesana akhirnya. Tapi jika Allah tidak mendapatkan manfaat dari
ciptaan-ciptaan-Nya, maka tidak ada yang dapat menjelaskan motif di balik cerita kehidupan itu
kecuali hanya satu: cinta!

"Maka", kata Ibnul Qoyyim dalam Taman Para Pecinta, "semua gerak di alam raya ini, di langit
dan bumi, adalah gerak yang lahir dari kehendak dan cinta." Dengan dan untuk itulah alam ini
bergerak. Kehendak dan cintalah alasan pergerakan dan perhentiannya. Bahkan dengan dan
untuk kehendak dan cinta jugalah alam ini diciptakan. Maka tak satupun makhluk di alam ini
yang bergerak kecuali bahwa kehendak dan cintalah motif dan tujuannya. Sesungguhnya hakikat
cinta adalah gerak jiwa sang pencinta kepada yang dicintainya. Maka cinta adalah gerak tanpa
henti. Dan inilah makna kebenaran ketika Allah mengatakan: "Dan tiadalah Kami menciptakan
langit dan bumi serta semua yang ada diantaranya kecuali dengan kebenaran."(QS. Al Hijr: 85)

Jadi cinta adalah makna kebenaran dalam penciptaan. Itu sebabnya, hati yang dipenuhi dengan
cinta lebih mudah dan cepat menangkap kebenaran. Cinta tidak tumbuh dalam hati yang
dipenuhi keangkuhan, angkara murka dan dendam. Cinta melahirkan pengakuan dan kerendahan
hati. Cinta adalah cahaya yang memberikan kekuatan penglihatan pada mata hati kita. Begitulah
cinta akhirnya membimbing tangan Abu Bakar, Al Najasyi, atau Cat Steven kepada Islam.
Begitu juga akhirnya keangkuhan menyesatkan Abu Jahal, Heraklius, atau Sadam Husain. Cinta
dalam jiwa, kata Iqbal, serupa penglihatan pada mata.

Pengetahuan bahkan bisa menyesatkan kalau ia tidak dibimbing oleh kelembutan tangan cinta.
Itu kebutaan, kata Einstein. Sebab ia tidak melahirkan pengakuan dan kerendahan hati. Itu juga
yang menjelaskan mengapa ilmu pengetahuan modern justru menjauhkan Barat dari Tuhan.
Disana cinta tidak membimbing pengetahuan. Maka dengan penuh keyakinan Iqbal kemudian
berkata dalam Javid Namah:

Pengetahuan bersemayam dalam pikiran,


Tempat cinta adalah hati yang sadar-jaga;
Selama pengetahuan yang tak sedikit juga mengandung cinta,
Adalah itu hanya permainan sulap si Samiri;
Pengetahuan tanpa Ruh Kudus hanya penyihiran.
Label: Anis Matta, Cermin Kebenaran, Serial Cinta

Anda mungkin juga menyukai